Gizi Buruk Dengan Hisprung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT F. Perbaikan Gizi Masyarakat GIZI BURUK DENGAN KONSTIPASI BERULANG SUSPEK HISCHPRUNG DISEASE BAGIAN BAWAH



Disusun oleh : dr. Nurul Amalia



DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN II PERIODE 01 OKTOBER 2015 – 31 JANUARI 2016 PUSKESMAS DHARMA RINI KABUPATEN TEMANGGUNG



BAB I LATAR BELAKANG Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik dinegara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga kebutuhan pangan seharihari tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, akan tetapi berdapak pula pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa yang akan datang. Sari (2011) Data prevalensi gizi buruk mengalami penurunan dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010 dan diharapkan pada tahun 2015, pravelensi gizi buruk dapat turun menjadi 3,6 %. Walaupun terjadi penurunan gizi buruk di Indonesia, tetapi masih akan ditemui sekitar 3,7 juta balita yang mengalami masalah gizi. Minarto (2011) Dalam upaya meningkatkan perbaikan gizi masyarakat di Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, perubahan intervensi perilaku, seperti pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat, memantau berat badan teratur, dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kedua, suplementasi gizi mikro, mencakup asupan vitamin A, tablet Fe. Dan garam beryodium. Ketiga, tatalaksana gizi kurang/buruk pada ibu dan anak, meliputi pemulihan gizi anak gizi kurang, pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil. Munthofiah (2008) yang dikutip dari Soekirman (2001) status gizi anak merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia (SDM). Sehingga anak yang memiliki status gizi baik merupakan aset dan investasi sumber daya manusia (SDM) dimasa mendatang, namun sebaliknya anak yang memiliki status gizi kurang merupakan permasalahan terhadap sumber daya manusia dimasa mendatang. Sari (2011) sehingga kualitas sumber daya manusia (SDM) sangat ditentukan oleh kualitas gizi pada anak. Wirandoko (2007) yang dikutip dari Jellife (1989) untuk mengetahui status gizi anak dapat dilakukan denganpenilaian status gizi secara langsung maupun tidak langsung, penilaian status gizi langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian



yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Cara pengukuran status gizi yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan pengukuran antropometri (Sanyoto, 2005). Wirandoko (2007) yang dikutip dari Jahari (2002) menyatakan indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Wirandoko (2007) yang dikutip dari Sediaoetama (2004) menyatakan bahwa pada balita usia 2-5 tahun termasuk dalam kelompok rentan atau rawan gizi. Gizi merupakan faktor penting bagi kesehatan dan kecerdasan anak (Widodo, 2009). Jika pada usia ini status gizinya tidak dikelola dengan baik, maka dikemudian hari kemungkinan akan terjadi gangguan status gizi buruk dan selanjutnya akan sulit terwujudnya perbaikan kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang. Oleh karena itu pada masa balita usia 2-5 tahun harus mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tua terhadap kesehatannya terutama dalam pemberian makanan-makanan yang bergizi (Soetjiningsih,2008). Keadaan gizi balita dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lainkeadaan ekonomi, ketidaktahuan menyiapkan makanan tambahan dari bahanbahan yang bergizi serta kurangnya pengetahuan mengenai kebutuhan bayi dan makanan tambahan yang bergizi (Soetjiningsih, 2008). Dari beberapa faktor yang ada diatas, faktor ekonomi merupakan salah satu faktor penyebab sering terjadinya masalah gizi. Akibat dari masalah gizi tersebut dapat menyebabkan beberapa efek serius pada balita seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan, bahkan dapat menimbulkan kematian pada balita. Namun, kejadian masalah gizi pada balita ini dapat dihindari apabila orang tua memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara pemberian makanan dan mengatur makanan balita dengan baik. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan gizi pada balita. Sehingga pengetahuan orang tua tentang gizi merupakan kunci keberhasilan baik atau buruknya status pada balita (Notoadmodjo, 2007).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



a. Definisi Hirschsprung’s Disease (HD) atau Megacolon Congenital (MC) adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Sehingga menyebabkan terakumulasinya feses dan dilatasi kolon yang masif. (Kartono Darmawan, 2004) Hirschsprung’s disease adalah pembesaran abnormal atau dilatasi kolon karena tidak adanya sel-sel ganglion mienterik pada usus besar segmen distal (aganglionosis). Sel - sel ganglion bertanggungjawab atas kontraksi ritmik yang diperlukan untuk mencerna makanan yang masuk. Hilangnya fungsi motorik dari segmen ini menyebabkan dilatasi hipertropik masif kolon proksimal yang normal sehingga terjadi kesulitan defekasi dan feses terakumulasi menyebabkan mega kolon. Kondisi ini dapat segera terlihat segera setelah lahir ditandai dengan gagalnya penundaan pasase awal dari mekonium sehingga terjadi distensi abdominal, yang disertai dengan muntah dalam waktu 48 jam sampai 72 jam. Ancaman hidup yang utama pada kelainan ini adalah terjadinya enterokolitis, dengan gangguan cairan dan elektrolit serta perforasi pada kolon yang membesar dan tegang. B. Anatomi Rektum memiliki tiga buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak pada rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum, di mana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal kanal) adalah bagian terakhir dari usus dan dikelilingi oleh spinkter ani



(eksterna dan interna) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : superior, medial dan anterior.



Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ketiga pleksus tersebut.



C. Etiologi Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut



dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada Hirschsprung’s disease, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan Kelainan ini dapat dikaitkan dengan beberapa mutasi gen atau dengan beberapa kelenjar endokrin dan neoplasia, atau sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous adrenal glands (terletak di atas ginjal) dan keganasan pada kelenjar thyroid. Dalam beberapa kasus, Hirschsprung’s disease bersifat genetik, terutama orang tua yang memiliki riwayat Hirschsprung’s disease pada keluarga. Hirschsprung’s disease juga menjadi 10 kali lebih sering dijumpai pada anak-anak dengan kelainan Down syndrome. (Keighley MR, Williams NS, 2001) F. Klasifikasi Hirschprung Disease (HD) diklasifikasikan berdasarkan luas-nya segmen aganglionosisnya (Simon J Newell, 2005), yaitu: 1. Hirschsprung’s disease Classic : Insidensinya 75% (Segmen aganglionik tidak melewati bagian atas segmen sigmoid) 2. Hirschsprung’s disease Long segment : Insidensinya 20% 3. Total colonic aganglionosis : Insidensinya 3-12% G. Gejala dan Tanda Gambaran klinis Hirschsprung’s disease dapat dibedakan berdasarkan usia penderita. (Simon J Newell, 2005) 1. Periode Neonatal Ada Trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni : Pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Muntah dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang ketika mekonium dapat dikeluarkan. Enterokolitis



merupakan ancaman komplikasi yang serius saat periode neonatal pada penderita Hirschsprung’s disease.



2. Periode Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Perut yang membesar dan dapat terlihat gerakan peristaltik usus di dinding perut. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feses biasanya keluar menyemprot. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan sulit berdefekasi. H. Diagnosis I. Anamnesis : Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada keluarga, terutama pada pasien dengan segmen aganglion yang panjang. Hirschsprung’s disease harus dicurigai pada anak yang mengalami keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium, atau pada anak dengan riwayat konstipasi kronik sejak lahir. Gejala lainnya termasuk obstruksi usus dengan muntah. distensi abdominal, nafsu makan menurun, dan pertumbuhan yang terhambat. (Farid Nurmantu, 1994) Sebagian besar pasien yang telah mengalami komplikasi enteokolitis datang dengan diare berlendir, disertai perut yang kembung dan feses yang berbau busuk, hal ini terkait dengan pertumbuhan bakteri akibat stasis feses yang lama sehingga terjadi infeksi pada usus. Keadaan ini dapat berkembang menjadi perforasi kolon, yang menyebabkan sepsis II. Pemeriksaan Fisik Pasien Hirschsprung’s disease pada masa neonatus, memperlihatkan adanya distensi abdomen dan atau spasme anus. Pada anak yang lebih besar, distensi



abdomen dan kemungkinan adanya gambaran usus pada dinding abdomen, juga dapat ditemukan. III.2. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan



radiologi



merupakan



pemeriksaan



yang



penting



pada



Hirschsprung’s disease. Foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang distensi atau dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah. Pemeriksaan Barium enema merupakan pemeriksaan yang standar yang dilakukan dengan persiapan dalam penegakkan diagnosa Hirschsprung’s disease, dan akan dijumpai 3 tanda khas, yaitu : - Daerah penyempitan di bagian distal yang panjangnya bervariasi. - Daerah transisi, terlihat dari daerah distal yang menyempit ke daerah proksimal yang berdilatasi. Daerah transisi ditandai dengan terjadinya perubahan kaliber, kolon yang berdilatasi normal di bagian atas dan kolon aganglionik yang menyempit di bawah



- Daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi. Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas Hirschsprung’s disease, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, setelah 24 - 48 jam. Gambaran khasnya adalah terlihat adanya sisa barium yang membaur ke arah proksimal. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung’s disease namun mengalami obstipasi kronis, maka sisa barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid. (Farid Nurmantu, 1994) I. Penatalaksanaan Seperti kelainan kongenital lainnya, Hirschsprung’s disease memerlukan diagnosis klinik dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil terapi yang sebaikbaiknya. I. Non operatif



Penatalaksanaan non operatif dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Penatalaksanaan ini diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah overdistensi sehingga terhindar dari komplikasi enterokolitis, perforasi serta mencegah sepsis. Tindakan non operatif yang dapat dikerjakan adalah pemasangan infus, pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa rectum pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit dan nutrisi. (Pena A, Levitt MA, 2005) II.



Operatif



Tergantung jenis segmen yang terkena. pada Hirschsprung’s disease ultra-short dilakukan Miektomi rektum, sedangkan pada tipe short segment, typical, dan long segment dapat dilakukan Kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pullthrough Soave, Duhamel maupun Swenson. Atau, dapat dilakukan Pullthrough satu tahap tanpa kolostomi terlebih dahulu (Transanal endorectal pullthrough). Persiapan operasi meliputi : 1. Dekompresi kolon dengan irigasi rektum, 2. Stabilisasi temperatur, cairan dan elektrolit, serta asam basa 3. Pemberian antibiotik Penanganan operatif Hirschsprung’s disease dimulai dengan diagnosis yang tepat, sehingga operasi definitif dapat dilakukan. Penatalaksanaan Hirschsprung’s disease dikembangkan pada tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia yang aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan tanpa kolostomi semakin sering digunakan Kontraindikasi untuk prosedur tunggal ini adalah adanya enterokolitis, perforasi, dan bias pada zona transisional yang akurat. (Michael C, 2001)



Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting



BAB III PERMASALAHAN Permasalahan yang penulis jumpai adalah seorang anak laki laki berusia 2,5 tahun dengan gizi buruk disertai dengan konstipasi berulang suspek hischprung disease bagian bawah yang ditemukan pada acara konsultasi anak bermasalah (gizi buruk) dengan dokter spesialis anak dari RSK di Puskesmas Dharmarini tanggal 28 November 2015 Data Pribadi Nama Tanggal lahir Usia Jenis kelamin Pendidikan Suku / warganegara Alamat Nama ibu Usia ibu Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Nama ayah Usia ayah Pendidikan ayah Pekerjaan ayah



: An. A : 10 Juni 2013 : 2,5 tahun : Laki-laki : belum sekolah : Jawa / Indonesia : Desa Kasiyan, Mudal : Ny S : 28 tahun : SMP : ibu rumah tangga : Tn H : 30 tahun : SMP : buruh



Anamnesis Aloanamnesis dengan ibu pasien saat acara konsultasi dengan dokter spesialis anak dari RSK di poli anak puskesmas dharmarini tanggal 28 November 2015 pukul 12.30 WIB Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan Utama



: Berat badan tidak naik-naik, konstipasi berulang



Lokasi



: seluruh tubuh



Onset dan kronologis: sudah ± 3 bulan ini (berbulan-bulan) pasien berat badannya tidak pernah naik dari kms garis merah, dan pasien selalu mengalami konstipasi, sulit buang air besar, setiap tidak bisa buang air bisa hingga 1 minggu Kualitas



: tidak bisa buang air, hanya tampak kecoklatan di celana



pasien Kuantitas



: setiap bulan selama 1 minggu tidak bisa buang air



Faktor yang memperberat



: bila perut kembung tidak mau makan



Faktor yang memperingan



: diberikan obat pencahar (peluru) lewat dubur,



bisa buang air besar Gejala penyerta



: perut kembung, sebah, rewel, Anak tampak kurus, lemas,



susah makan sejak beberapa bulan belakangan ini. Riwayat Penyakit Dahulu -



Riwayat batuk lama (-)



-



Riwayat penyakit seperti ini (+)



-



Riwayat pengobatan yang membuat kencing warna merah (-)



-



Riwayat bengkak kaki (-)



-



Riwayat alergi (-)



-



Riwayat sakit asma (-), jantung (-), ginjal (-)



-



Riwayat minum jamu-jamuan (-), obat (-)



Riwayat Penyakit Keluarga -



Riwayat sakit jantung (-)



-



Riwayat alergi (-)



Riwayat Sosial Ekonomi



Pasien tinggal bersama ibu dan bapak. Ibu tidak bekerja, sedangkan bapak bekerja sebagai buruh pembuat bata. Penghasilan rata-rata 1 bulan ± Rp 1.000.000,00. Kesan sosial ekonomi kurang



Riwayat pemeliharaan prenatal Riwayat ANC (+) di bidan, imunisasi TT (+) 1 kali, tablet Fe (+), vitamin (+), ANB (-), riwayat sakit/ demam saat hamil (-), riwayat tekanan darah tinggi saat hamil (-), penyakit kencing manis (-), penyakit jantung (-), riwayat minum obat-obatan (-), riwayat minum jamu (-), minum alkohol (-), riwayat trauma saat hamil (-), penggunaan obat nyamuk bakar (-), paparan pestisida (-). Riwayat kelahiran No



Kehamilan dan Persalinan



1.



Laki-laki, aterm, sectio caesaria, langsung menangis, ditolong dokter



Riwayat Pemeliharaan Postnatal Anak rutin ditimbang di posyandu dan dicatat di KMS. Namun 3 bulan terakhir berat badan anak tidk naik dari garis merah di posyandu. Sakit berat setelah dilahirkan (-). Riwayat kontrasepsi Ibu penderita menggunakan KB suntik 3 bulan. Sikap terhadap KB yang dipilih yakin dan percaya. Riwayat Imunisasi BCG



: scar (+)



Difteri, Pertusis, Tetanus



: hanya diberikan imunisasi DPT 3x



Polio



: hanya diberikan imunisasi Polio 2x



Hepatitis



: hanya diberikan imunisasi Hepatitis B 3x



Campak



:-



Booster



:-



Kesan : kelengkapan imunisasi dasar lengkap. Booster (+) Riwayat Makan dan Minum anak



ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun. Sejak usia 6 bulan, selain mendapatkan ASI, pasien juga mendapatkan susu formula. Usia 6 bulan diberi biskuit milna, nasi tim saring dengan lauk tahu tempe, sayur wortel dan bayam 1 mangkok kecil, 3 kali sehari, kadang tersisa sedikit. Usia 12 bulan sampai sekarang diberi nasi, sayur, lauk, ½ piring, 3 kali sehari, tidak habis. Kesan : ASI eksklusif, kuantitas dan kualitas makan dan minum kurang. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak Pertumbuhan



:



BBL = 2800 gram, PBL = 48 cm, BB bulan lalu = tidak diketahui, BB saat ini = 8,4 kg, PB sekarang = 82 cm. TB : 82 cm; BB : 8,4 kg, usia 2,5 tahun WAZ = - 3,80 SD HAZ = - 3,06 SD WHZ = - 3,20 SD Perkembangan : Anak bisa tersenyum pada usia 2 bulan, tengkurap 4 bulan, duduk 6 bulan, merangkak 9 bulan, berdiri 11 bulan, berjalan 12 bulan, berbicara sepatah dua patah kata 15 bulan. Kesan : perkembangan anak sesuai dengan umur



Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum



: tampak lemah, kurus, dyspnea (-), ortopnea (-)



kesadaran : E4M6V5=15 Composmentis Tanda vital : TD



: tidak dilakukan



Nadi



: 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup



RR



: 23 x/menit



Suhu



: 36,4 º C (axiler)



TB : 82 cm; BB : 8,4 kg, usia 2,5 tahun WAZ = - 3,80 SD HAZ = - 3,06 SD WHZ = - 3,20 SD Kesan ; gizi buruk perawakan normal Kulit



: turgor kulit cukup



Mata



: konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/kelopak mata cekung -/-



Telinga



: sekret (-), nyeri tekan tragus -/-



Hidung



: sekret (+), bening; nafas cuping hidung (-); epistaksis (-)



Mulut



: mukosa bibir kering (-), sianosis (-), pursed lips breathing (-)



Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-) Leher



: pembesaran nnll -/- ; trakea di tengah



Dada



: bentuk normal, simetris, emfisematous (-); retraksi supraklavikula (-), retraksi suprasternal (-), retraksi interkostal (-)



Jantung



:



Inspeksi



: Ictus cordis tidak tampak



Palpasi



: Ictus cordis teraba di SIC V



Perkusi



: konfigurasi jantung normal



Auskultasi : HR: 100 x/menit, reguler, bising (-), gallop (-) Paru Depan



:



Inspeksi



: Simetri statis dinamis



Palpasi



: Stem Fremitus kanan = kiri



Perkusi



: Sonor seluruh lapangan paru



Auskultasi



: SD vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)



Paru belakang Inspeksi



: : Simetri statis dinamis



Palpasi



: Stem Fremitus kanan = kiri



Perkusi



: Sonor seluruh lapangan paru



Auskultasi Abdomen



: SD vesikuler, wheezing (-) :



Inspeksi



: cembung, mengkilat



Auskultasi



: BU (+) menurun



Perkusi



: hipertimpani, PS (+) N, PA (-)



Palpasi



: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)



Extremitas :



Superior



Inferior



Pucat



(-/-)



Sianosis



(-/-)



(-/-)



Edema



(-/-)



(-/-)



Akral dingin



(-/-)



(-/-)



Capillary refill