Global Warming, Masalah Global Yang Dihadapi Dunia Dewasa Ini [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GLOBAL WARMING : MASALAH GLOBAL YANG DIHADAPI DUNIA DEWASA INI



KELAS L HOME GROUP 5 Donny Budi Setiawan, 0706165381 Dina Arifiani, 0706286653 Erika, 0706291243 Gea Nur Alfisahr, 0706284710 Hesty Dwi Haryudi Putri, 0706283714



Makalah Akhir bagi Topik Pemicu Global Warming untuk Mata Kuliah Modul Pengembangan Kepribadian Terintegrasi (MPKT)



FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2007



1



BAB I – PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Masalah



Perubahan iklim global yang menjadi perhatian masyarakat dunia adalah gejala global warming yang diketahui terjadi sebagai akibat dari penipisan lapisan ozon di lapisan stratosfir. Lapisan ozon berfungsi menyerap radiasi surya terutama sinar ultraviolet sebelum mencapai permukaan bumi, sehingga penipisannya berakibat meningkatnya suhu udara di permukaan bumi, dan menimbulkan gejala global warming. Sementara itu, penggundulan hutan yang terus terjadi (terutama di negara berkembang), juga dituding sebagai penyebab terjadinya gejala rumah kaca yang juga meningkatkan suhu udara. Sebabnya adalah bahwa penggundulan itu menurunkan penyerapan CO2 oleh pepohonan yang ditebang. Pengaruh global warming yang lebih relevan bagi Indonesia adalah timbulnya gejala El Nino/ENSO, yang berhubungan erat dengan kenaikan suhu laut kawasan tropis Samudra Pasifik dan turunnya suhu samudra Pasifik yang disebut La Nina. Sementara itu ada pendapat (Winarso, 2002) bahwa walaupun telah terlihat adanya kecederungan iklim untuk berubah dalam kurun waktu satu abad, maka perlu dibedakan dengan terjadinya variabilitas/fluktuasi iklim jangka tahunan hingga dasawarsa. Akibat peristiwa El Nino dan La Nina dengan variasi dan dampak yang muncul di Indonesia, antara lain: a. El Nino makin sering terjadi dan tidak memiliki periodisitas yang jelas, dan dampak yang terlihat di Indonesia umumnya kemarau kering. b. La Nina sebagai lawan balik gejala El Nino secara umum tidak pasti meningkatkan curah hujan, khususnya yang terjadi di tahun 1999 dan 2000 di mana justru curah hujan menurun. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa di samping perubahan iklim global terhadap iklim Indonesia, terdapat pula penyimpanan iklim lokal dan regional. Selain hal itu, intensitas banjir dan kekeringan sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan lokal.



2



Oleh karena itu, makalah yang kami buat ini akan membahas mengenai pemanasan global yang terjadi saat ini beserta dampak-dampak yang diberikan oleh pemanasan global terutama di Indonesia.



1.2.



Perumusan Masalah



Tim penulis merumuskan masalah pada beberapa hal sebagai berikut :



1.3.







Identifikasi mengenai penyebab pemanasan global,







Dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global,







Solusi untuk meminimalisir terjadinya pemanasan global.



Tujuan Penulisan



Karya tulis ini dibuat dengan tujuan : 



Mengenal lebih jauh mengenai pemanasan global yang terjadi akhirakhir ini,







Membuka wawasan penulis dan pembaca tentang penyebab serta dampak dari pemanasan global,







Memenuhi



tugas



Mata



Kuliah



Pengembangan



Kepribadian



Terintegrasi Semester Gasal 2007/2008.



1.4.



Metode Pengumpulan Data



Data yang digunakan tim penulis dalam makalah ini adalah metode pengumpulan data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui data referensi seperti buku, internet, koran maupun majalah.



3



BAB II - PEMBAHASAN 2.1.



Pemanasan Global



2.1.1. Pengertian



Pemanasan Global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi. Planet bumi telah menghangat(dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 miliyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang cepat, karena disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, inyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.



2.1.2. Efek Rumah Kaca



Efek



Rumah



Kaca



(EFK)



disebut juga greenhouse effect. Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh



Joseph



Fourier



pada



1864,



merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktifitas manusia. Efek



rumah



kaca



disebabkan



karena



naiknya



konsentrasi



gas



karbondioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas karbondioksida ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak



4



(BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya. Energi yang masuk ke bumi mengalami: 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer 25% diserap awan 45% diadsorpsi permukaan bumi 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas karbondioksida untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.



Gambar ilustrasi efek rumah kaca



2.2.



Penyebab Pemanasan Global



2.2.1. Gas-gas Rumah Kaca (GRK)



2.2.1.1. Karbon Dioksida (CO2) Senyawa karbon dioksida, atau CO2, adalah gas atmosfir yang terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen. Karbon dioksida adalah hasil dari pembakaran senyawa organik jika cukup jumlah oksigen hadir. Juga dihasilkan oleh berbagai mikro organisme dalam



5



fermentasi dan dihembuskan oleh hewan. Tumbuhan menyerap karbon dioksida selama fotosintesis, memakai baik karbon maupun oksigen untuk membuat karbohidrat. Karbon dioksida hadir di Atmosfer Bumi dengan konsentrasi rendah dan bertindak sebagai gas rumah kaca. CO2 dihasilkan dari pembakaran batu bara, minyak bumi, dan gas alam. C(s) + O2(g)



CO2(g) (pembakaran batu bara)



CxHy(l) + O2(g)



CO2(g) + H2O(g) (pembakaran minyak bumi)



CH4(g) + O2(g)



CO2(g) + H2O(g) (pembakaran gas alam)



CO2 merupakan komponen udara yang mempunyai sifat menyerap radiasi infra-merah dari matahari. Oleh karena itu, makin banyak CO2 dalam atmosfer, makin banyak kalor yang dapat diserap oleh atmosfer. Dampak yang dapat dirasakan oleh manusia sebagai akibat meningkatnya gas CO2 di atmosfer antara lain melelehnya es di kutubkutub bumi dan naiknya air laut yang mengakibatkan hilangnya suatu pulau beserta lenyapnya kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Sebenarnya, karbon dioksida tidak berbahaya bagi manusia. Akan tetapi, karbon dioksida tergolong gas rumah kaca, sehingga peningkatan kadar CO2 di udara dapat mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi. Peningkatan suhu karena meningkatnya kadar gas-gas rumah kaca di udara disebut pemanasan global. Pemanasan global dapat mempengaruhi iklim, mencairkan sungkup es di kutub dan berbagai akibat lainnya. 2.2.1.2. Karbon Monoksida (CO) CO (karbon monoksida) bukan merupakan komponen udara yang kering murni. CO dihasilkan karena pembakaran yang tidak sempurna.



6



2C(s) + O2(g)



2CO(g)



CO merupakan gas yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, tetapi sangat beracun. Sumber utama CO adalah kendaraan bermotor. Konsentrasi maksimum adalah 50 bagian per juta (bpj/ppm) udara. Pada konsentrasi 100 ppm dalam waktu satu jam dapat menyebabkan sakit kepala, cepat lelah, sesak nafas, dan ketidaksadaran manusia. Setelah 4 jam dapat mematikan manusia. Gas karbon monoksida tidak berwarna dan tidak berbau, oleh karena itu kehadirannya tidak segera diketahui. Gas itu bersifat racun, dapat menimbulkan rasa sakit pada mata, saluran pernafasan dan paru-paru. Bila masuk ke dalam darah melalui pernafasan, CO bereaksi dengan hemoglobin dalam darah membentuk COHb (karboksihemoglobin). CO + Hb



COHb



Seperti kita ketahui, hemoglobin ini seharusnya bereaksi dengan oksigen menjadi O2Hb (oksihemoglobin) dan membawa oksigen yang diperlukan ke sel-sel jaringan tubuh. O2 + Hb



O2Hb



Akan tetapi, afinitas CO terhadap Hb sekitar 300 kali lebih besar daripada O2. bahkan Hb yang telah mengikat Oksigen dapat diserang oleh CO. CO + O2Hb



COHb + O2



Jadi, CO menghalangi fungsi vital Hb untuk membawa oksigen bagi tubuh. Ambang batas CO di udara sebesar 20 ppm. Udara dengan kadar CO lebih dari 100 ppm akan menimbulkan sakit kepala dan gangguan pernafasan. Kadar yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan kematian.



7



Salah satu cara untuk mencegah peningkatan gas CO di udara yaitu dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan pemasangan pengubah katalitik (Catalytic converter) pada knalpot kendaraan bermotor. WHO telah membuktikan bahwa karbon monoksida yang secara rutin mencapai tingkat tak sehat di banyak kota dapat mengakibatkan kecilnya berat badan janin, meningkatnya kematian bayi dan kerusakan otak, bergantung pada lamanya seorang wanita hamil terpajan, dan bergantung pada kekentalan polutan di udara. Asap kendaraan merupakan sumber hampir seluruh karbon monoksida yang dikeluarkan di banyak daerah perkotaan. Karena itu strategi penurunan kadar karbon monoksida bergantung terutama pada pengendalian emisi otomatis seperti pengubah kalitis, yang mengubah sebagian besar karbon monoksida menjadi karbon dioksida. Kendali semacam itu secara nyata telah menurunkan emisi dan kadar konsentrasi karbon monoksida yang menyelimuti kota-kota di seluruh dunia industri: di Jepang, tingkat kadar karbon monoksida di udara menurun sampai 50 persen antara tahun 1973 dan 1984, sementara di AS tingkat karbon monoksida turun 28 persen antara tahun 1980 dan 1989, walaupun terdapat kenaikan 39 persen untuk jarak kilometer yang ditempuh. Namun kebanyakan dunia negara berkembang mengalami kenaikan tingkat karbon monoksida, seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan dan kepadatan lalu lintas. Perkiraan kasar dari WHO menunjukkan bahwa konsentrasi karbon monoksida yang tidak sehat mungkin terdapat pada paling tidak separo kota di dunia. 2.2.1.3. Oksida Belerang (SO2 dan SO3) Belerang dioksida (SO2) dan belerang trioksida (SO3) merupakan gasgas yang berbahaya terhadap manusia. Gas-gas ini dapat menimbulkan noda-noda cokelat dan merontokkan daun. Gas-gas ini dihasilkan dari



8



pembakaran



bahan



bakar,



misalnya



batubara,



minyak



dan



bensin/premium. Dalam bahan bakar tersebut terdapat sedikit senyawa belerang. Apabila bahan baker itu terbakar, belerang teroksidasi menjadi belerang dioksida. S(s) + O2(g)



SO2(g)



Belerang dioksida adalah oksida yang bersifat asam. Gas ini larut dalam air hujan sehingga air hujan bersifat asam. Dalam atmosfer, O2 dan Ozon mengubah sebagian SO2 menjadi SO3. SO3 bereaksi dengan air membentuk asam sulfat dan juga menjadikan air hujan menjadi bersifat asam. SO2(g) + H2O(l)



H2SO4(aq)



Asam ini merusak batuan, marmer dan dapat menyebabkan besi mudah berkarat. Selain itu, hujan asam juga menyebabkan tidak suburnya tanah. Sulfur Dioksida. Emisi sulfur dioksida terutama timbul dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur terutama batubara yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik atau pemanasan rumah tangga. Sistem pemantauan lingkungan global yang disponsori PBB memperkirakan bahwa pada 1987 dua pertiga penduduk kota hidup di kota-kota yang konsentrasi sulfur dioksida di udara sekitarnya di atas atau tepat pada ambang batas yang ditetapkan WHO. Gas yang berbau tajam tapi tak bewarna ini dapat menimbulkan serangan asma dan, karena gas ini menetap di udara, bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam. Belerang dioksida apabila terhisap oleh pernafasan, akan bereaksi dengan air dalam saluran pernafasan, dan membentuk asam sulfite yang akan merusak jaringan dan menimbulkan rasa sakit. Apabila SO3



9



yang terisap, maka yang terbentuk adalah asam sulfat dan asam ini lebih berbahaya. Oksida belerang dapat pula larut dalam air hujan dan menyebabkan apa yang disebut dengan hujan asam. 2.2.1.4. Oksida Nitrogen (NO dan NO2) Di kota-kota besar kendaraan bermotor masih merupakan sumber polutan yang terbesar. Gas yang keluar dari kendaraan mengandung gas nitrogen oksida. Nitrogen oksida dapat mempunyai dampak lingkungan yang sama dengan gas belerang oksida. Dampak gas Nitrogen (IV) oksida pada manusia bervariasi, mulai dari gangguan ringan (bau yang kurang sedap) sampai dengan gangguan pada paru-paru, bergantung pada konsentrasi gas itu di udara dan lamanya kontaminasi. NO2 sangat penting dipelajari sebagai polutan udara karena zat ini membentuk reaksi berantai dan menghasilkan kabut. Nitrogen oksida yang terjadi ketika panas pembakaran menyebabkan bersatunya oksigen dan nitrogen yang terdapat di udara memberikan berbagai



ancaman



bahaya.



Zat



nitrogen



oksida



ini



sendiri



menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat amat halus yang menembus bagian terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam. Akhirnya zat-zat oksida ini bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dan zat-zat hidrokarbon lain di sinar matahari dan membentuk ozon rendah atau "smog" kabut berwarna coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia. Campuran NO dan NO2 sebagai pencemar udara biasa ditandai dengan lambang NOx. ambang batas NOx di udara 0,05 ppm. NOx di udara tidak beracun (secara langsung) pada manusia tapi NOx ini bereaksi dengan bahan-bahan pencemar lain dan menimbulkan fenomena asbut



10



(asap-kabut) atau smog dalam bahasa Inggris. Asbut menyebabkan berkurangnya daya pandang, iritasi pada mata dan saluran pernafasan, menjadikan tanaman layu dan menurunkan kualitas materi. 2.2.1.5. Ozon atau Asap Kabut Fotokimiawi. Ozon, terdiri dari beratus-ratus zat kimiawi yang terdapat dalam asap kabut, terbentuk ketika hidrokarbon pekat di perkotaan bereaksi dengan oksida nitrogen. Tetapi, karena salah satu zat kimiawi itu, yaitu ozon, adalah yang paling dominan, pemerintah menggunakannya sebagai tolok ukur untuk menetapkan konsentrasi oksidan secara umum. Ozon merupakan zat oksidan yang begitu kuat (selain klor) sehingga beberapa kota menggunakannya sebagai disinfektan pasokan air minum. Banyak ilmuwan menganggapnya sebagai polutan udara yang paling beracun; begitu berbahayanya sehingga pada eksperimen laboratorium untuk menguji dampak ozon, satu dari setiap sepuluh sukarelawan harus dipindahkan dari bilik pajanan yang digunakan dalam eksperimen itu karena gangguan pernapasan. Pada hewan percobaan laboratorium, ozon menyebabkan luka dan kerusakan sel yang mirip dengan yang diderita para perokok. Karena emisi oksida nitrogen dan hidrokarbon semakin meningkat, tingkat ozon bahkan di pedesaan



telah



berlipat



dua,



dan



kini



mendekati



tingkat



membahayakan bagi banyak spesies. 2.2.1.6. Hidrokarbon Zat ini kadang-kadang disebut sebagai senyawa organik yang mudah menguap ("volatile organic compounds/VOC"), dan juga sebagai gas organic



reaktif



("reactive



organic



gases/ROG").



Hidrokarbon



merupakan uap bensin yang tidak terbakar dan produk samping dari pembakaran tak sempurna. Jenis-jenis hidrokarbon lain, yang sebagian menyebabkan leukemia, kanker, atau penyakit-penyakit serius lain, berbentuk cairan untuk cuci-kering pakaian sampai zat penghilang lemak untuk industri.



11



2.2.1.7. Benda Partikulat. Zat ini sering disebut sebagai asap atau jelaga; benda-benda partikulat ini sering merupakan pencemar udara yang paling kentara, dan biasanya juga paling berbahaya. Sistem Pemantauan Lingkungan global yang disponsori PBB memperkirakan pada 1987 bahwa 70 persen penduduk kota di dunia hidup di kota-kota dengan partikel yang mengambang di udara melebihi ambang batas yang ditetapkan WHO. Sebagian benda partikulat keluar dari cerobong pabrik sebagai asap hitam tebal, tetapi yang paling berbahaya adalah "partikel-partikel halus" butiran-butiran yang begitu kecil sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Sebagian besar partikel halus ini terbentuk dengan polutan lain, terutama sulfur dioksida dan oksida nitrogen, dan secara kimiawi berubah dan membentuk zat-zat nitrat dan sulfat. Di beberapa kota, sampai separo jumlah benda partikulat yang disebabkan ulah manusia terbentuk dari perubahan sulfur dioksida menjadi partikel sulfat di atmosfer. Di kota-kota lain, zat-zat nitrat yang terbentuk dari proses yang sama dari oksida-oksida nitrogen dapat membentuk sepertiga atau lebih benda partikulat.



Tabel (1). Waktu Tinggal Gas-gas Rumah Kaca di Atmosfer Gas Rumah Kaca



Waktu Tinggal di Atmosfer, (tahun)



Karbon dioksida (CO2) Metana (CH4) Ozon (O3) Dinitrogen oksida (N2O)



50 - 200 10 0,1 150



CFC R-11 (CCl3F)



65



CFC R-12 (CCl2F2)



130



12



Tabel (2). Nilai GWP (Green House Warming Potential) Gas-gas Rumah Kaca Gas Rumah Kaca



GWP (relatif)



Karbon dioksida (CO2)



1



Metana (CH4)



21



Dinitrogen oksida (N2O)



206



Ozon (O3)



2.000



CFC R-11 (CCl3F)



12.400



CFC R-12 (CCl2F2)



15.800



Gambar (12). Sumbangan Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca



2.2.2. Dari mana GRK berasal ?



Gas rumah kaca (GRK) adalah gas yang diemisikan dari berbagi kegiatan manusia, yang memiliki kemampuan meneruskan gelombang pendek dan mengubahnya menjadi gelombang panjang. Selain itu, GRK juga memiliki kemampuan meneruskan sebagian gelombang panjang dan memantulkan gelombang panjang lainnya.



13



Gas rumah kaca telah ada dahulu kala. Pada waktu bumi mulai terbentuk, GRK sangat diperlukan untuk menaikan suhu bumi yang masih sangat dingin hingga hanya beberapa spesies makhluk hidup yang dapat menghuni bumi. Masa tinggal GRK di atmosfer juga mempengaruhi efektifitasnya dalam meningkatkan suhu muka bumi ini. Semakin panjang masa tinggal gas di atmosfer, semakin efektif pengaruhnya terhadap kenaikan suhu muka bumi. GRK sebahagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil(batubara, minyak bumi, gas alam) untuk rumah tangga, industri, dan transportasi. GRK yang dihasilkan terutama Carbon dioksida, Metana, Nitrat oksida, dan Ozon.



2.2.2.1. Asap Pabrik Dari asap pabrik yang di keluarkan oleh produksi pabrik ini menyebabkan polusi



udara sehingga menghasilkan gas



yang



mempunyai efek negatif. Pencemaran udara, atu polusi udara sendiri terjadi bila ada penambahan komponen udara, bahan kimia, atau bahan kimia baru di udara yang keberadaannya membahayakan kehidupan organisme. Polutan yang mencemari udara umumnya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna.



2.2.2.2. Emisi kendaraan bermotor Bensin mengandung C6-C12. Dalam mesin kendaraan (slinder), campuran bahan baker dan udara terbakar cepat oleh bunga api listrik. Bunga api listri menyebabkan sedikit Nitrogen bereaksi dengan Oksigen dalam slinder membentuk nitrogen monoksida. Gas-gas yang terdapat dalam asap kendaraan bermotor tersebut banyak yang dapat menimbulkan kerugian, diantaranya adalah CO2, CO, hidrokarbon, oksida nitrogen, dan oksida belerang.



2.2.2.3. Pembakaran hutan (Kasus Adelin Lis) Adelin



Lis



merupakan Direktur Keuangan



PT Keang Nam



Development Indonesia Yang didakwa melakukan tindak pidana



14



korupsi dan pembalakan liar yang akhirnya divonis bebas. Tindakan yang dilakukan Adelin Lis sangat merugikan, dengan adanya pembalakan hutan, pohon-pohon yang ditumbangkan tidak dapat menyerap karbondioksida yang seharusnya pohon tersebut dapat berfungsi menghasilkan oksigen. Pada saat terjadi kerusakan hutan akan terjadi pelepasan emisi karbon ke atmosfer. Melalui aktifitas deforestasi, sekitar 33% karbon akan dilepaskan ke atmosfer. Sementara akibat pembakaran biomassa dan dekomposisi, emisi karbon yang dilepas ke atmosfer adalah sebesar 32% dan 22%.



2.2.2.4. Alat-alat teknologi Penggunaan bahan perusak ozon antara lain klorokarbon atau chlorofluorocarbon (CFC) misalnya bahan untuk freon pada mesin pendingin/ kulkas. Sistem ini menghasilkan dingin dari gas-gas yang mengembang. Bahan perusak ozon itu antara lain CFC-11, CFC-12, CFC-113, CFC-115 yang banyak digunakan dalam industri foam, pendingin, tembakau, dan aerosol, halon, pada pemadam api, dan metilbromida pada fumigasi. Bahan CFC yang dilarang adalah CFC R12 atau freon yang banyak digunakan dalam kulkas dan pendingin ruangan.



2.3



Akibat Pemanasan Global



Pemanasan Global pada tahun 2050 mengakibatkan temperatur udara naik sekitar 2-3 derajat celcius. Hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar dalam bebagai sisi kehidupan di bumi. Dampak yang ditimbulkan penipisan lapisan ozon, perubahan iklim, kekeringan yang berkepanjangan, kepunahan spesies, dan tingginya frekuensi dan intensitas bencana alam.



2.3.1. Perubahan Iklim



15



Pemanasan Global menyebakan perubahan iklim. Menurut laporan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) Ke-3 yang dipublikasikan pada tahun 2001, terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dalam kurun waktu 200 tahun terakhir dari 280 ke 368 parts per million. Diperkirakan pada tahun 2100 terjadi peningkatan antara 540 hingga 970 parts per million. Diprediksikan imbas dari peningkatan konsentrasi CO2 ini adalah dari tahun 1900-2050 terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 0,8 hingga 2,6 derajat celcius.



Sedangkan pada tahun 2100 diperkirakan sudah mencapai 1,4 hingga 5,8 derajat celcius. Bahkan dalam laporan terbarunya, dalam rentang waktu 1990-2005, telah terjadi peningkatan suhu secara merata di seluruh permukaan bumi sebesar 0,150,30 derajat celcius1. Hal ini menyebakan dampak positif



di



negara-negara



beriklim



dingin.



Kenaikan suhu udara ini akan mengurangi kebutuhan konsumsi energi sebagai penghangat udara. Diperkirakan akan terjadi juga peningkatan hasil produksi agrikultur pada negara-negara beriklim dingin. Angka kematian akibat suhu udara dingin yang banyak terjadi di negara-negara belahan bumi utara saat winter juga akan berkurang. Akan tetapi, dampak negatifnya jauh lebih besar dibandingkan dampak positifnya. Misalnya di negaranegara dingin itu misalnya kandungan tanah yang selama ini membeku di daratan Rusia dan Kanada bisa mencair dan merusak jaringan infrastruktur seperti jalan dan jembatan yang ada.



Glaciers dan lapisan es di gunung-gunung tinggi akan mencair sehingga kelangsungan water supply bisa terganggu. Jika Lapisan es dan glacier yang ada di belahan utara dan selatan bumi meleleh Air dari mencairnya lapisan es itu akan memenuhi tempat yang rendah letaknya sehingga sedikit demi sedikit akan meningkatkan muka air laut di seluruh dunia. Akibatnya,



garis pantai pada



1



Wartono. Jelang Pertemuan COP ke-13 di Bali; Mungkinkah Tercipta Tata Dunia yang Peduli Lingkungan. http://www.pmii.or.id/. Diakses pada 12 November 2007, pukul 06:21:51



16



daratan yang rendah akan tergenangi air laut, bukan karena abrasi melainkan karena air lautnya yang meninggi. Ini artinya negara-negara dengan daratan yang rendah atau bahkan lebih rendah dari muka air laut saat ini menjadi sangat terancam Kehidupan flora dan fauna secara global juga sangat mungkin terpengaruh. Pola migrasi burung, ikan, dan mamalia darat dapat berubah dikarenakan pengaruh berubahnya musim. Sedikit perubahan pada pola migrasi ini bisa berakibat fatal pada kelangsungan hidup beberapa spesies fauna karena berubahnya pola pakan dan pola reproduksi2. Kenaikan suhu udara 2-3 derajat akan memaksa bertambah intensifnya penggunaan alat pengatur suhu udara (ac, blower) pada tempat tinggal, tempat bekerja, dan alat transportasi. Jika dulu upaya pertama pengaturan udara bisa dilakukan dengan merancang arsitektur rumah dan tempat tinggal agar bisa terjadi pertukaran panas dengan baik, banyak tempat yang mau tidak mau terpaksa menggunakan ac secara maksimal. Ini akan menggenjot penggunaan energi yang sayangnya secara tidak langsung akan menghasilkan pengeluaran emisi karbon ke udara yang pada gilirannya akan menambah efek rumah kaca bumi ini. Meningkatnya suhu udara secara garis besar akan menurunkan tingkat produktifitas hasil pertanian. Deforestasi dan desertifikasi akan semakin meluas dikarenakan semakin tidak mampunya beberapa jenis tumbuhan untuk bertahan menghadapi suhu udara yang makin panas dan supply air yang berkurang3. Di bidang perikanan dan kelautan, berubahnya suhu rata-rata bumi akan menimbulkan perubahan suhu lautan pula, yang pada gilirannya akan menimbulkan dampak pada perbedaan arus air laut serta kemampuan hidup tumbuhan dan hewan yang ada di dalamnya. Berubahnya pola arus air antar benua 2



2050: (Sebagian) Jakarta menjadi kenangan. http://72.14.235.104/search?q=cache:4unLfu8lyJEJ: dono widiatmoko.wordpress.com/2006/11/14/2050-sebagian-jakarta-tinggalkenangan/+akibat+global+warming&hl=id&ct=clnk&cd=20&gl=id. Diakses pada 14 November 2007, pukul 15.25. 3



Ibid.



17



akan mengakibatkan berubahnya pola kehidupan plankton dan jasad renik yang menjadi panganan ikan-ikan pada mata rantai makanan yang lebih tinggi. Perubahan rata-rata suhu bumi dan suhu air laut juga akan mengubah peta tumbuhan karang laut di dunia. Pada daerah yang semula merupakan daerah ideal koral hidup, kemungkinan daerah tersebut akan menjadi terlalu panas untuk karang untuk bisa bertahan. Dampak selanjutnya adalah berubahnya ketersediaan ikan dan aneka ragam jenis produksi laut akibat perubahan suhu rata-rata bumi4. 2.3.2. Kekeringan Berkepanjangan Kekeringan terjadi dipengaruhi oleh kondisi alam seperti penyimpangan iklim global (El Nino), perubahan iklim global, dapat juga disebabkan oleh perilaku manusia yang serakah dalam mengeksploatasi sumberdaya alam atau gabungan di antaranya (Stigter, 1997). Perubahan iklim yang semakin panas dengan temperatur rata-rata tahunan naik sekitar 0,3O C sejak 1900, dan tahun 1998 merupakan tahun terpanas, hampir 1O C di atas rata-rata tempetatur di tahun 1961 –1990. Curah hujan rata-rata tahunan turun sekitar 2 hingga 3 % pada periode abad 20 ini, penurunan ini sebagian besar terjadi pada periode bulan Desember hingga Februari, yang merupakan musin terdingin pada setiap tahunnya (Kompas, 26 Agustus 2003). Meningkatnya suhu menyebabkan Kekeringan yang berdampak pada masalah kualitas air yang menjadi sebuah ancaman besar dunia. Laporan PBB tahun 2000 memperkirakan peperangan antar manusia akibat krisis air akan terjadi di tahun 2025. Diperkirakan sekitar 1,2 milliar penduduk dunia saat ini hidup dengan air yang tidak layak minum. Keadaan ini diperburuk lagi dengan kenyataan 70% air dunia digunakan untuk konsumsi ternak dan aktivitas pencucian di rumah jagal (dibutuhkan 3.500 galon air untuk memproduksi 1 pon daging, 60 galon air untuk memproduksi gandum dan 24 galon air untuk memproduksi 1 pon tomat)5.



2.3.3. 4



Kepunahan Spesies



Ibid.



5



Global Warming, Gempa, Tsunami, Penyakit Degeneratif dan Inefisiensi Ekonomi. http://www.djlpe.esdm.go.id/modules/digital_documentation/download.php?file_id=750. Diakses pada 30 November 2007, pukul 15.42.



18



Pemanasan global menyebabkan spesies yang masih bertahan tidak akan lagi memiliki habitat yang nyaman, sementara sebagian lainnya harus bermigrasi cukup jauh untuk memperoleh tempat hidup yang sesuai guna mendukung kehidupannya. Simulasi ini diperkirakan cukup akurat mengingat penelitian di California melaporkan bahwa kupu-kupu jenis Edith Checkerspot telah mulai menghilang seiring naiknya suhu udara di kawasan tersebut 6 . Sementara itu populasi penguin jenis Adeline di Antartika berkurang 33% dalam kurun 25 tahun terakhir akibat surutnya permukaan lautan es. Tim peneliti dari Kanada melaporkan bahwa jumlah rusa kutub Peary menurun drastis jumlahnya dari 24.000 pada 1961 menjadi hanya sekitar 1.000 pada 1997 akibat perubahan iklim yang cukup ekstrim 7 . Perubahan iklim membuat berbagai spesies hewan harus dapat beradaptasi dengan perubahan itu, tetapi diperkirakan lebih banyak yang tidak mampu beradaptasi dan terseleksi oleh alam.



2.3.4. Tingginya Frekuensi dan Intensitas Bencana Alam



Pemanasan global menyebabkan terjadinya anomali iklim berupa kemarau yang



berkepanjangan.



Kemarau



yang



berkepanjangan



mengakibatkan



meningkatnya intensitas badai, terjadinya banjir dibanyak tempat, kekurangan air bersih, semakin panasnya suhu bumi, naiknya permukaan air laut, berkurangnya luas daratan dan tenggelamnya pulau-pulau. Bahkan salju abadi di puncak Jayawijaya dan Kutub Utara saja sudah tidak lagi abadi oleh karena pemanasan global. Menurut peneliti dari Queen’s University, Kanada, pada bulan Juni-Juli 2007 terjadi rekor dunia baru di mana suhu di kutub Utara mencapai 22 derajat celcius melebihi suhu normal yang berkisar 2-4 derajat di atas 0 derajat celcius. Dalam catatan The US Snow and Ice Data Center di Colorado, peningkatan suhu



6



Global Warming dan World Ocean Conference. http://www.lestari-m3.org. Diakses pada 30 November 2007, pukul 16.03. 7



Ibid.



19



yang ekstrim tersebut telah mengakibatkan pencairan es hingga 4.28 million square kilometer8.



Adapun fakta lain yang memperjelas fenomena alam ini, dan hasilnya cukup mengejutkan seperti di Tibet iklim mulai tidak stabil sejak Juni 1998 karena terjadi gelombang udara panas, temperatur berkisar 250C selama 23 hari, kejadian ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kawasan Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara yang terkenal dengan udara sangat dingin kini mulai menghangat. Di Kairo pada Agustus 1998 tercatat suhu udara menembus angka 410C. Pada Agustus 1998 di Sidney Australia terjadi badai besar disertai hujan dengan curah hujan mencapai tiga kali ukuran normal. Sementara di Indonesia, Meksiko, Spanyol dan negara-negara lain di berbagai belahan dunia telah terjadi musim kering berkepanjangan sebagai akibat badai tropis yang berujung pada terbakarnya hutan jutaan hektar serta presipitasi hujan yang tinggi mengakibatkan bencana banjir dan kegagalan panen9.



2.3.5.



Penyebaran Berbagai Penyakit



Pemanasan global ternyata juga mulai memicu munculnya beberapa serangan penyakit yang sebelumnya belum pernah ada pada daerah tertentu. Fakta yang terjadi di kawasan pegunungan Andes Kolumbia - Amerika Tengah dengan ketinggian 1.000 - 2.195 meter dari permukaan laut dilaporkan muncul nyamuk penyebab penyakit malaria, demam berdarah dan demam kuning. Pada 1997 di Papua, penyakit malaria terdeteksi untuk pertama kalinya pada pemukiman di ketinggian 2.100 meter dari permukaan laut.



2.4.



Upaya Pemerintah untuk Mereduksi Pemanasan Global



2.4.1.



Protokol Kyoto



2.4.1.1. Pengertian Protokol Kyoto 8 9



Ibid. Ibid.



20



Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003) Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). [1] Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004. 2.4.1.2. Detil Protokol Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB: "Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca - karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC - yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-12. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0%



21



untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia." Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro pada 1992). Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC. 2.4.1.3. Status persetujuan Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negaranegara



tidak



perlu



menanda



tangani



persetujuan



tersebut



agar



dapat



meratifikasinya: penanda tanganan hanyalah aksi simbolis saja. Daftar terbaru para pihak yang telah meratifikasinya ada di sini. Menurut syarat-syarat persetujuan protokol, ia mulai berlaku "pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk Pihak-pihak dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I, telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55 pihak" dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi. Ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu mulai berlaku pada 16 Februari 2005. 2.4.1.4. Status terkini para pemerintah



22



Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Ada enam negara yang telah menanda tangani namun belum meratifikasi protokol itu. Tiga di antaranya adalah negara-negara Annex I: 



Australia (tidak berminat untuk meratifikasi)







Monako







Amerika Serikat -- AS, pengeluar terbesar gas rumah kaca, tidak berminat untuk meratifikasi.



Sisanya adalah: Kroasia, Kazakhstan, dan Zambia. AS, Australia, Italia, Tiongkok, India dan negara-negara berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang. 2.4.2. Penggunaan Laut untuk Menyerap Karbon



Pemanfaatan sumber daya hayati perairan ini melalui riset bioteknologi molekuler bukan hanya memberikan konstribusi pada pemenuhan kebutuhan bahan pangan karena kandungan nutrisinya yang lengkap seperti kandungan asam amino, vitamin, mikronutrien lainnya, asam-asam lemak, DHA dan EPA yang sangat berguna, tetapi lebih jauh dapat mencakup area kegunaan yang sangat luas. Di samping itu mikrolagae ternyata dapat berperan seperti layaknya mesin-mesin mikroskopis yang mampu menyerap karbondioksida (CO2), di mana hampir 90% dari jumlah karbon organik di laut yang diperkirakan sekitar 4,2 x 1011 ton ada dalam bentuk terlarut yang dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk proses pertumbuhan dalam suatu “microbial loop” (Jannasch, H.W and Wirsen, C.O., 1995) Kemampuan mikroalgae dalam menyerap karbon organik ini menjadi landasan bagi ahli Jepang untuk mempelajari kemanfaatan mikroalgae bagi



23



kegiatan lainnya. Melalui Japan Times, kantor berita Kyodo, Jepang, menginformasikan hasil temuan riset di sekitar Juni tahun 1997, yang menyatakan bahwa kelompok peneliti Jepang dan dari pusat penelitian perusahaan Idemitsu Kosan yang bekerjasama dengan perusahaan penyulingan minyak Okinawa telah berhasil sukses dalam mengekstrak minyak dari jenis mikroalgae air tawar yang dikenal sebagai Botryococcus bravnii. Rekayasa genetik telah mampu meningkatkan kemampuan produktivitas mikroalgae ini dari awal penanaman sejumlah 2 gram dihasilkan 10 gram dalam tempo waktu 10 hari di mana 50% dari berat tersebut (5 gram) merupakan berat minyak yang dapat dihasilkan. Riset juga melaporkan bahwa kualitas minyak yang dihasilkan memiliki kapasitas panas yang ekuivalen dengan grade C dari heavy fuel oil yang biasa digunakan oleh kapal motor (boat). Hasil temuan ini memberikan optimisme bahwa jika mikroalgae ini dibudi-dayakan pada area seluas 60% Pulau Hokaido, maka akan mampu menyerap seluruh karbondioksida (CO2) yang ada sebagai bahan polutan di seluruh Jepang yang diserap oleh mikroalgae ini sebagai sumber karbon dalam proses fotosintesisnya dan sekaligus memberikan harapan bagi kemungkinan produksi minyak, yang berarti akan mereduksi ketergantungan Jepang terhadap minyak sebagai sumber energi strategis bagi sebagian besar kegiatan industri dan kehidupan di Jepang. Sebagai negara yang kaya akan sumberdaya hayati, maka temuan ini sekaligus memberikan harapan, bahwa di Indonesia juga memiliki peluang untuk dikembangkan, namun kemampuan sumberdaya manusia dalam menguasai ilmu dan teknologi menjadi hal yang mutlak harus dipenuhi sehingga kita tidak terus harus terjebak pada ketidak-berdayaan sebagaimana gambaran kami terhadap pemanfaatan Chlorella sebagai sumber bahan pangan, pakan dan obat-obatan yang potensial yang ternyata belum mampu kita manfaatkan.



2.5.



Apa Yang Dapat Kita Lakukan ?



Begitu banyak langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak dari pemanasan global. Lantas, apa yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat untuk mereduksi efek dari global warming tersebut ?



24



Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan suhu permukaan muka bumi (global warming): 1) Mengganti bola lampu model tahun 1878 dengan bola lampu fosfor CLF yang berbentuk seperti es krim, karena bola lampu ini jauh lebih menghemat 75% energi dan mempunyai daya hidup sepuluh kali lebih lama dibanding bola lampu fluoroscen. 2) Lakukan pengomposan. Cacing-cacing kecil dapat membantu mengubah sisa makanan dan sampah dapur menjadi pupuk organik. Proses pengomposan organik juga menghasilkan CO2, tetapi 23 kali lebih sedikit dibandingkan proses sekomposing di tempat pembuangan sampah umum. 3)



Jangan gunakan styrofoam, karena styrofoam terbuat dari bahan bakar fosil (3,2 gram untuk membuat satu cangkir kopi styrofoam) dan membutuhkan waktu lama untuk terurai.



4)



Membawa tas belanja pribadi yang dapat dipakai berulang kali, yang terbuat dari bahan tahan lama seperti katun. Hindari tas plastik, yang membutuhkan waktu seribu tahun agar dapat terurai. Sementara satu ton kantong kertas dibuat dari sekitar 17 batang pohon dewasa.



5)



Mematikan semua peralatan listrik yang tidak digunakan dan jangan biarkan dalam posisi stand by. Jika satu juta rumah tangga melakukan hal ini, sekitar 150.000 ton CO2 tidak terbuang sia-sia ke atmosfer.



6)



Dukung sistem pertanian organik. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang berpotensi untuk menyerap karbon (carbon sinks). Penelitian terbaru menunjukkan 100.000 pertanian organik akan menyerap pengeluaran CO2 dari 12 juta mobil. Sementara pertanian berskala industri tidak sedikit pun menyerap CO2.



25



7)



Membeli produk lokal yang dihasilkan petani lokal. Selain emisi yang dikeluarkan dari transportasi lebih kecil, hal ini dapat mendukung ekonomi pedesaan, melindungi keanekaragaman hayati dan menjaga kelangsungan hidup bumi.



8) Menanam pohon dan berbagai bunga. Tanaman menyerap CO2 melalui akar dan cabang-cabangnya. Tanaman bambu dapat lebih banyak menyerap CO2 dan menghasilkan oksigen 35% lebih besar dari pohon lainnya. 9) Menggunakan angkutan publik untuk perjalanan jauh. Pilih jalan kaki atau sepeda untuk menempuh jarak dekat. 10) Aktif dalam menyebarkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim dan pastikan kepedulian ini juga didengar oleh para pembuat kebijakan. 11) Mendukung berbagai kegiatan untuk mengubah kebijakan dalam menangani masalah pemanasan global.



26



BAB III – KESIMPULAN



Global Warming berdampak pada perubahan iklim yang mempengaruhi manusia dan lingkungannya, seperti kenaikan permukaan air laut, dan kenaikan intensitas serta frekuensi dari air hujan, badai tropis, serta kekeringan. Indonesia sendiri sudah merasakan hal ini. Ancaman kehilangan pulau akibat kenaikan permukaan air laut, bencana alam yang semakin sering terjadi, juga musim yang semakin tidak menentu, menjadi bukti nyata dari akibat global warming di Indonesia. Tantangan untuk Indonesia sekarang adalah memiliki mekanisme yang responsif untuk mengatasi masalah perubahan iklim ini secara tepat dan efektif. Tindakan pencegahan di level nasional dan lokal pun perlu dilaksanakan segera bersama dengan inisiatif internasional. Saat ini, Indonesia telah menunjukkan perhatiannya dalam mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah dengan mengadakan UNCCC (United Nations Conference Climate Change) di Nusa Dua Bali, Desember 2007.



27