Guideline Ppok Fixx [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN FISIOTERAPI GERIATRI GUIDELINE FISIOTERAPI PADA PPOK



OLEH : NI KADEK GITA ARDI ROSANTI



(18031002)



DENYCHER AMANDO DEORLEANS P.



(18031004)



NI MADE NOVI INDAH SARI



(18031006)



DEWA MADE KRISNA VIANDARA



(18031008)



LUH DIAN RAIKA PRAMESTI



(18031010)



PUTU AGUNG RICKI PUTRA



(18031012)



RYAN RAMADHAN



(18031014)



PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL DENPASAR 2021



i



DAFTAR ISI COVER.........................................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi PPOK.................................................................................................1 1.2 Klasifikasi PPOK.............................................................................................2 1.3 Etiologi PPOK.................................................................................................2 1.4 Patofisiologi PPOK..........................................................................................3 1.5 Manifestasi Klinis PPOK.................................................................................5 1.6 Faktor Resiko PPOK........................................................................................6 1.7 Komplikasi.......................................................................................................7 BAB II GUIDELINE PROSES ASUHAN FISIOTERAPI 2.1 Assesment.......................................................................................................10 2.1.1 Identitas Pasien......................................................................................10 2.1.2 Pemeriksaan Subjektif...........................................................................10 2.1.3 Pemeriksaan Objektif.............................................................................12 2.1.4 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................20 2.2 Problematika Fisioterapi..................................................................................22 2.3 Planning...........................................................................................................23 2.4 Intervensi.........................................................................................................23 2.5 Evaluasi............................................................................................................25 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .....................................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Definisi PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary



Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut American College of Chest Physicians/American Society, (2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekolompok penyakit paru menahun yang berlangsung lama dan disertai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Padila, 2012). Selompok penyakit paru tersebut adalah bronkitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchial (Smeltzer, 2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya (Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjanaparamita, Riyadi J, Yunus F, Suradi, dkk 2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah dan dapat ditangani yang memiliki karakteristik gejala pernafasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara. Hal ini dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang biasanya disebabkan oleh pajanan gas atau partikel berbahaya (GOLD, 2017). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merujuk pada beberapa hal yang menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru. Meskipun beberapa jenis seperti, bronkitis obstruktif, emfisema, dan asma dapat muncul sebagai penyakit tunggal, sebagian besar bertumpangan dalam manifestasi klinisnya. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat terjadi sebagai hasil dari peningkatan resistensi sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi otot polos. Hal tersebut juga dapat diakibatkan oleh penurunan kelenturan, seperti pada emfisema. Kelenturan (elastic recoil) adalah kemampuan mengempiskan paru dan menghembuskan nafas secara apasif, serupa dengan kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. Penurunan kelenturan dapat dibayangkan sebagai



1



2



pita karet yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas kemampuannya, sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru untuk mengosongkan isinya (Black, 2014). 1.2



Klasifikasi PPOK Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)



2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut : a. Derajat 0 (Berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal. b. Derajat I (PPOK Ringan) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%. c. Derajat II (PPOK Sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%. d. Derajat III (PPOK Berat) Gejala klinis : Sesak napas ketika berjalan dan berpakaian. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% . e. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi korpulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri : FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%. 1.3



Etiologi PPOK Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik



(PPOK). Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok menstimulasi produksi mukus berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan bronkiolus dan dinding alveolus. Faktor resiko lain termasuk polusi udara, perokok pasif, riwayat infeksi saluran nafas saat anak-anak, dan keturunan. Paparan terhadap beberapa polusi industri tempat kerja juga dapat meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Black, 2014).



3



Menurut Irwan (2016) etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai berikut : a. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab utama. Prevalansi terjadinya gangguan sistem pernafasan dan penurunan faal paru lebih tinggi terjadi pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun, dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja c. Hiperaktivitas bronkus d. Riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang e. Defisiensi antitrypsin alfa – 1, yang umumnya jarang terdapat di Indonesia. f. Usia. Perjalanan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang khas adalah lamanya dimulai dari usia 20-30 tahun dengan paparan rokok atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit mukoid (Pedila, 2012) Selain merokok, faktor paparan lain yang dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah polusi udara hasil rumah tangga seperti asap dapur, terutama pada dapur ventilasi buruk dan terkena terutama adalah kaum perempuan. Selain asap dapur, debu dan iritan lain seperti asap kendaraan bermotor juga diduga menjadi penyebab karena partikel-partikel yang dikandung dapat menyebabkan kerja paru menjadi lebih berat, meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (GOLD, 2017). 1.4



Patofisiologi PPOK Patofisiologi PPOK rumit dan beragam, sehingga menjadi tantangan dalam



mengkaji, mendiagnosis dan mengelola perawatan primer. Oleh karena itu, dalam melakukan pengkajian, diagnosis serta pengeloaan terhadap pasien dengan PPOK diharuskan untuk memiliki pemahaman yang baik tentang patofisiologi, mengenali dan memahami tanda dan gejala yang muncul pada pasien, terutama selama eksaserbasi akut atau episode penurunan (Mitchell, 2015). PPOK ditandai oleh peradangan kronis pada jalan napas, parenkima paru (bronkioles dan alveoli) dan pembuluh darah paru. Selain itu, bila diperhatikan bahwa patogenesis PPOK sangat rumit dan melibatkan banyak mekanisme. Ciri yang mendefinisikan PPOK ialah aliran udara yang terbatas dan tidak sepenuhnya reversibel saat ekshalasi. Hal ini disebabkan oleh hilangnya recoil yang



4



elastis obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh hipersekresi lendir, edema mukosa, dan bronkospasme (Lewis et al., 2014). Terbatasnya aliran udara pada penderita PPOK bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru terhadap partikel atau gas berbahaya. Respon inflamasi terjadi di seluruh aliran udara baik proksimal maupun periferal, parenkim paru dan dan pembuluh darah paru. Pada saluran udara proksimal (trakea dan bronki berdiameter lebih dari 2 mm), perubahan meliputi peningkatan jumlah sel goblet dan kelenjar submukosa yang membesar, yang keduanya menyebabkan hipersekresi lendir. Di saluran udara perifer (bronkiolus berdiameter kurang dari 2 mm), peradangan menyebabkan penebalan dinding saluran napas, fibrosis peribronkial, eksudat di jalan napas, dan keseluruhan penyempitan jalan napas (bronchiolitis obstruktif). Seiring waktu, proses perbaikan dan cedera yang sedang berlangsung ini menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan lumen jalan nafas (GOLD, 2008 dalam Smeltzer et al., 2010). Perubahan inflamasi dan struktural juga terjadi pada parenkim paru (bronchioles pernafasan dan alveoli). Kerusakan dinding alveolar menyebabkan hilangnya lampiran alveolar dan penurunan rekah dalam elastis. Akhirnya, proses peradangan kronis mempengaruhi pembuluh darah paru dan menyebabkan penebalan lapisan pembuluh darah dan hipertrofi otot polos, yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal (GOLD 2008, dalam Smeltzer et al., 2010). Smeltzer et al. (2010) mengatakan bahwa penyebab lain yang berhubungan dengan PPOK yaitu proses yang berkaitan dengan ketidakseimbangan zat (proteinase dan antiproteinase) di paru-paru dapat menyebabkan pembatasan aliran udara. Bila zat ini aktif oleh peradangan kronis, proteinase dan zat lainnya dapat dilepaskan dan dapat merusak parenkim paru. Perubahan parenkim ini juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari faktor inflamasi atau lingkungan atau genetik (misalnya defisiensi alpha1antitrypsin).



5



1.5



Manifestasi Klinis PPOK Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik



(PPOK) adalah : Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dypsnea. Pada tahap lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK),



6



dypsnea dapat memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat atau tidur. Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini adalah sesak nafas yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Internasional (2012), pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan bentuk dada. Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada antero-posterior dan transversal sebanding atau sering disebut barrel chest. Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di sela-sela iga atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung kanan, tekanan vena jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada ekstremitas bagian bawah. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi penumpukan cairan pada tubuh akibat dari gagalnya jantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke seluruh tubuh. Palpasi tektil fremitus tanda emfisema akan teraba lemah, perkusi terdengar suara hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau melemah, ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar lebih panjang dari pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh. 1.6



Faktor Resiko PPOK Dari tenggorokan, saluran pernapasan terbagi menjadi 2 cabang yang menuju



paru-paru kiri dan kanan. Di dalam paru-paru, saluran pernapasan terbagi lagi menjadi banyak cabang yang berujung pada kantong kecil (alveoli) tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Paru-paru mengandalkan kelenturan alami dari saluran udara dan alveoli untuk mendorong udara berisi karbon dioksida keluar dari tubuh. Saat mengalami penyakit paru obstruktif kronis, baik alveoli dan seluruh cabang saluran napas menjadi tidak lentur lagi, sehingga sulit mendorong udara. Selain itu, saluran pernapasan juga menjadi bengkak dan menyempit, serta memproduksi banyak dahak. Akibatnya, karbon dioksida tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan pasokan oksigen juga menjadi berkurang.



7



Beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit paru obstrukstif kronis. Di antaranya adalah: a. Rokok. Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan faktor utama yang dapat memicu PPOK, serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya. Bahan kimia berbahaya dalam rokok dapat merusak lapisan paru-paru dan jalan napas. Diperkirakan, sekitar 20-30 persen perokok aktif menderita PPOK. Menghentikan kebiasaan merokok dapat mencegah kondisi PPOK bertambah parah. b. Pajanan polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor, debu, atau bahan kimia. Polusi udara dapat menggangggu kerja paru-paru dan meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis. c. Usia. PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Gejala penyakit umumnya muncul di usia 40 tahunan. d. Penyakit asma.



Penderita penyakit asma, terutama yang merokok, rentan



mengalami penyakit paru obstruktif kronis. e. Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang menderita PPOK, Anda juga memiliki risiko untuk terkena penyakit yang sama. Selain itu, adanya defisensi antitripsin alfa-1 juga dapat meningkatkan risiko terjadinya PPOK. Antitripsin alfa-1 adalah zat yang melindungi paru-paru. Defisiensi antitripsin alfa-1 dapat bermula pada usia di bawah 35 tahun, terutama jika penderita gangguan ini juga merokok. 1.7



Komplikasi Adapun beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat Penyakit Paru Obstruktif



Kronik (PPOK), yaitu sebagai berikut : a. Infeksi Saluran Nafas Biasanya muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hal tersebut sebagai akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru dan penurunan imunitas. Oleh karena status pernafasan sudah terganggu, infeksi biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan harus segera mendapatkan perawatan di rumah sakit (Black, 2014). b. Pneumothoraks Spontan



8



Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb (kantong udara dalam alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya belb itu dapat menyebabkan pneumothoraks tertutup dan membutuhkan pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu paru mengembang kembali (Black, 20014). c. Dypsnea Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema dapat memburuk pada malam hari. Pasien sering mengeluh sesak nafas yang bahkan muncul saat tidur (one set dyspnea) dan mengakibatkan pasien sering terbangun dan susah tidur kembali di waktu dini hari. Selama tidur terjadi penurunan tonus otot pernafasan sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi jalan nafas meningkat, dan akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black, 2014). d. Hipoksemia Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2