Hafalan 12 Nervus Kranial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Aturan Pengumpulan Tugas: 1. Buatkan video hapalan sampil menutup mata menggunakan kain 2. Suara harus keras dan jelas 3. Posisi duduk yang sopan 4. Nama file dikumpul dengan menggunakan nama dan NIM 5. Batas akhir pengumpulan tugas KAMIS pukul 23.59 wita 6. Pengumpulan tugas di WHATSAPP/TELEGRAM/EMAIL



PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS I-XII Teknik pemeriksaan nervus kranialis dilakukan dalam posisi duduk tegak untuk melakukan pemeriksaan nervus kranialis I-XII. Tidak semua nervus kranialis harus diperiksa, tapi hanya sesuai kebutuhan kondisi pasien berdasarkan anamnesis saat persiapan. Persiapan pasien Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah sebagai berikut: 1. Lakukan anamnesis secara sistemik dan tanyakan apakah pasien mengalami gangguan seperti: 



Kehilangan indra penciuman secara tiba-tiba







Gangguan penglihatan seperti mata kabur atau penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba







Lapang pandang menyempit







Sulit membuka mata atau sulit menutup mata







Penurunan pendengaran atau mengalami tinnitus







Bentuk wajah tidak simetris secara tiba-tiba







Terasa kesemutan atau baal pada salah satu sisi wajah







Pelo saat berbicara atau suara serak saat berbicara







Kesulitan untuk menelan







Sakit kepala atau pusing berputar



2. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum seperti pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas dan suhu. 3. Jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dengan bahasa yang dimengerti pasien. 4. Siapkan ruangan pemeriksaan dengan pencahayaan yang cukup terang. Peralatan Peralatan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah: 



Bahan dengan bau yang kuat seperti jeruk, kopi, vanilla







Papan snellen (Snellen chart) atau papan E (E chart)







Pin hole dan lensa refraksi







Senter atau pen light







Kartu Ishihara







Funduskopi atau oftalmoskop







Palu refleks (hammer reflex)







Pilinan kapas







Garpu tala







Depressor lidah (tongue depressor)







Larutan gula







Larutan garam



Posisi pasien Untuk memeriksa nervus kranialis pasien diposisikan dengan posisi duduk tegak. Bila pasien tidak bisa duduk tegak, maka pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi berbaring dan pemeriksa berada di sisi tempat tidur pasien. Tetapi pada posisi berbaring, tidak semua pemeriksaan nervus kranialis dapat dilakukan. Pemeriksaan nervus kranialis yang tidak dapat



dilakukan dalam posisi berbaring di antaranya adalah pemeriksaan lapang pandang dan pemeriksaan nervus kranialis IX.



Prosedural Pemeriksaan nervus kranialis pada pasien melibatkan berbagai macam pemeriksaan. Perlu diingat bahwa tidak semua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan secara simultan pada pasien tetapi disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan saat persiapan. Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori) Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik yang menghantarkan rangsangan dari membran mukosa hidung ke otak untuk fungsi penghidu / pembau. Gangguan pada nervus olfaktori dapat menyebabkan anosmia unilateral. Sedangkan anosmia bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala yang menyebabkan fraktur pada fossa kranialis atau disebabkan oleh meningioma yang luas. Prosedur pemeriksaan: 1. Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan dalam menghidu atau membau sesuatu 2. Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung dan dekatkan bahan dengan bau yang menyengat seperti kopi, jeruk atau vanilla 3. Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan tes tersebut bergantian dengan menutup lubang hidung sebelahnya 4. Catat hasil pemeriksaan Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus) Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang menghantarkan rangsangan dari retina ke otak untuk fungsi penglihatan. Nervus optikus berperan dalam proses penglihatan (visual) termasuk ketajaman penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna, cahaya dan refleks akomodasi.



Prosedur pemeriksaan: 1. Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat diperiksa dengan menggunakan bagan Snellen (Snellen chart) yang ditempatkan dengan jarak 6 meter. Pastikan pencahayaan ruangan pemeriksaan cukup baik 



Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan pemeriksaan dimulai dengan menggunakan mata yang kabur terlebih dahulu. Tutup mata yang sehat dengan penutup mata dengan tangan, kartu atau tisu. Hindari menekan mata karena dapat menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup diperiksa







Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan dari arah kiri ke kanan. Bila pasien tidak bisa membaca, pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat menggunakan papan E (E chart) yang mana pasien hanya menyebutkan ke arah mana “kaki” huruf E menghadap







Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk fraksi atau pecahan, misalnya 6/18 yang berarti pasien dapat membaca dari jarak 6 meter dimana tulisan tersebut dapat terlihat dengan mata normal pada jarak 18 meter







Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien dapat bergerak maju setiap 1 meter sampai huruf teratas terbaca, hasil pemeriksaan dapat dilaporkan sebagai 5/6, 4/6, dan seterusnya tergantung dari jaraknya







Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1 meter, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan teknik hitung jari. Pasien diminta untuk menyebutkan angka berapa yang dibentuk oleh jari pemeriksa. Bila pasien dapat menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=CF (counting finger / hitung jari)







Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar, pemeriksa dapat mengganti pemeriksaan dengan melambaikan tangan. Bila pasien dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=HM (hand movement / lambaian tangan)







Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksa dapat menggunakan senter untuk memberikan rangsangan cahaya. Bila pasien dapat melihat cahaya maka hasil pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=PL (perception of light / respon cahaya)







Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=NPL (No perception of light / tidak ada respon cahaya)







Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa bantuan alat atau koreksi, maka pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan koreksi atau menggunakan pin hole atau lensa kaca mata







Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh iregularitas kornea, gangguan pada lensa, atau refraksi. Ulangi pemeriksaan dengan menggunakan mata sebelahnya. Tulis hasil pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular dekstra / mata kanan) VA = 6/18 tanpa koreksi, 6/6 dengan pin hole dan OS (okular sinistra / mata kiri) VA = NPL



2. Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil langsung (direct) dan refleks pupil konsensual. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual yang normal adalah di mana kedua pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya. 3. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan dengan duduk berhadapan antara pasien dengan pemeriksa. Pasien diminta menutup salah satu mata (misalnya kiri) dan pemeriksa juga menutup mata yang berlawanan (mata kanan). Pasien diminta untuk melihat ke arah hidung pemeriksa, sementara pemeriksa menggerakkan tangan kiri dari arah samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus mata, pasien diminta untuk memberikan tanda bila tangan pemeriksa sudah mulai terlihat oleh pasien. Lakukan pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya 4. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara meminta pasien untuk melihat ke arah yang jauh, kemudian jari pemeriksa diletakkan di ujung hidung pasien dan pasien diminta untuk fokus pada jari pemeriksa. Lensa mata normal akan menjadi konvergen dan pupil mengecil 5. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan kartu Ishihara



Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor, Throklear, Abdusen) Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang dapat berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Nervus III (okulomotor) mensarafi otot levator palpebra superior dan semua otot ekstra okular kecuali otot rektus lateralis dan otot oblikus superior. Nervus III (okulomotor) berperan dalam kontraksi otot pupil dan membuka mata. Nervus IV (throklear) mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan mata melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan nervus VI (abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk menggerakkan mata ke samping. Prosedur pemeriksaan: 1.



Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling



2.



Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala, minta pasien untuk melihat gerakan tangan atau jari pemeriksa dengan arah huruf H. Pemeriksa menggerakkan tangan atau jari ke arah samping kanan kiri, atas, bawah dan diagonal). Bola mata harus bergerak secara bersamaan dan simetris



3.



Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah ada nistagmus pada pasien atau tidak



4.



Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III (okulomotor). Nervus II untuk menghantarkan rangsangan cahaya sedangkan nervus III untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual (refleks tak langsung) diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi mata sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual yang normal adalah kedua pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang disinari cahaya.



Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal) Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V (Trigeminal) menghantarkan rangsangan sensorik tiga bagian di daerah wajah yaitu oftalmik (V.1), maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus V juga mensarafi untuk otot mastikasi (pengunyahan) yaitu temporalis, masseter (mengunyah dan menggerakkan rahang) dan pterigoid (menutup dan menggerakkan ragang). Nervus V juga berperan dalam reflek kornea.



Prosedur pemeriksaan: 1. Pasien diminta untuk menutup mata 2. Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah. Sentuh tiga bagian kulit wajah pasien dan tanyakan apakan pasien dapat merasakan stimulus tersebut dan dapat membedakan sentuhan halus dan nyeri 3. Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan pilinan kapas. Dikatakan normal bila pasien segera mengedipkan mata 4. Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot maseter dan temporalis. Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal unilateral dapat menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis) Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki komponen sensorik dan parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir semua otot di wajah, kecuali otot mastikasi yang disarafi oleh nervus kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis VII mensarafi indera perasa 2/3 anterior lidah melalui cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen refleks kornea. Nervus kranialis VII juga memilki fungsi parasimpatis untuk kelenjar lakrimalis dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus fasialis perifer yang paling sering dijumpai adalah Bell’s palsy. Untuk membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami pasien adalah perifer atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis. Bagian dahi atau otot frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral dan kontralateral, sehingga bila yang dialami adalah gangguan di sentral seperti stroke atau tumor otak maka pasien masih bisa mengangkat alis. Prosedur pemeriksaan:



1. Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri dan gangguan untuk menutup mata 2. Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai otot wajah. Minta pasien untuk menaikkan alis (otot frontalis), menutup mata dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau menggembungkan pipi (otot buccinator) dan tersenyum sambil memperlihatkan gigi (otot orbikularis oris) 3. Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis dan asin Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear) Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik untuk pendengaran (koklear) dan untuk keseimbangan tubuh (vestibulum). Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear untuk pendengaran dilakukan dengan menggunakan alat garpu tala. Prosedur pemeriksaan: 1.



Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran pasien normal maka pasien dapat mengulang kata yang diucapkan oleh pemeriksa



2.



Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi suara di udara dan di tulang. Garpu tala ukuran 512 Hz dibunyikan, letakkan gagang garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien memberikan tanda bila pasien sudah tidak mendengar suara. Pindahkan garpu tala di depan meatus eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien apakah pasien masih mendengarkan suara garpu tala. Bila suara masih terdengar di depan meatus akustikus eksterna berarti penghantaran konduksi suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan penghantaran suara lewat tulang. Hal ini dinamakan tes Rinne positif. Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan ke depan meatus akustikus eksterna



3.



Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam pendengaran. Garpu tala 512 Hz dibunyikan dan diletakkan di puncak kepala (verteks) dan tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga yang lebih kuat mendengar bunyi. Pada tuli sensorineural maka suara yang lebih terdengar keras adalah pada bagian yang sehat. Sedangkan pada tuli konduksi maka pasien akan mendengar suara yang lebih keras di telinga yang sakit



4.



Melakukan tes keseimbangan dengan cra pasien disuruh untuk berjalan kedepan dengan 1 garis lurus, normal apabila pasien mampu mengikuti garis lurus.



Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal) Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik, sensorik dan parasimpatis. Nervus glossofaringeal menghantarkan rangsangan sensorik di bagian 1/3 posterior lidah untuk indera perasa. Nervus glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan memiliki inervasi parasimpatik untuk kelenjar parotis. Bersama dengan nervus kranialis X (vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks muntah (gag reflex). Prosedur pemeriksaan: 1.



Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan reflek muntah (gag reflex). Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena tidak nyaman bagi pasien. Sebelum melakukan pemeriksaan pemeriksa harus menjelaskan prosedur pemeriksaan. Bagian dinding faring posterior disentuh dengan menggunakan depressor lidah, normalnya pasien akan mengeluarkan reflek muntah



Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus) Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang terpanjang dan memiliki distribusi inervasi yang luas. Nervus vagus memiliki saraf aferen dan eferen. Nervus vagus menginervasi hampir semua otot di faring (kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus glossofaringeal). Nervus vagus memiliki efek parasimpatis terhadap hampir semua organ di rongga thoraks dan abdomen. Nervus vagus bekerja sama dengan nervus glossofaringeal untuk menghasilkan reflek muntah. Nervus vagus bertanggung jawab terhadap denyut jantung, reflek menelan, gerakan peristaltik usus. Prosedur pemeriksaan: 1.



Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)



2.



Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak atau sengau



3.



Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”. Bila terjadi kelumpuhan (palsy) maka uvula akan berdeviasi ke arah yang sakit



Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)



Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot trapezius dan otot sternokleidomastoideus. Prosedur pemeriksaan: 1.



Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu pasien



2.



Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi atau tidak



3.



Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari pemeriksa, sambil pemeriksa melakukan palpasi pada otot sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke kanan dengan tangan pemeriksa di dagu bagian kanan untuk memberikan tahanan



Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus) Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali otot palatoglosus yang disarafi oleh nervus vagus. Prosedur pemeriksaan: 1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Perhatikan apakah ada deviasi dan fasikulasi 2. Minta pasien untuk menggerakkan lidah Follow up Pemeriksa harus mencatat semua hasil pemeriksaan di rekam medik. Follow up yang dilakukan tergantung dari hasil pemeriksaan yang didapat. Pemeriksa dapat melanjutkan pemeriksaan dengan melakukan serangkaian pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah lengkap, EKG, foto thorax, CT scan atau MRI