Ho Ren So Rev 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

4. HO REN SO



4.1. Pendahuluan Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan berkomunikasi. Dalam setiap aktifitas pasti kita memerlukan kontak dengan orang lain. Komunikasi dalam sistem manajemen ala jepang dikenal istilah HO REN SO (報連相 dibaca: horenso). Dalam bahasa Jepang sendiri, HORENSO artinya sayur bayam. Namun, terkait dengan manajemen, Ini adalah singkatan tiga frase : houkoku ( 報告, renraku (連絡) dan soudan (相談) yang menjadi dasar pola komunikasi antar anggota dalam organisasi. Jadi HORENSO ini berdiri di atas 3 pilar utama yang senantiasa dilakukan secara selaras dan konsisten yaitu: •



Houkoku (melaporkan)







Renraku (menginformasikan)







Soudan (mengkonsultasikan).



Latar belakang adanya HO REN SO adalah bahwa berdasarkan hukum Heinrich, di dalam satu kecelakaan atau problem, di belakangnya ada 29 kecelakaan kecil yang terjadi atau mengikuti. Dan di belakang itu ada 300 sesuatu yang menyebabkan atau turut menyumbang terjadinya kecelakaan. Singkatnya, sesuatu bisa menyebabkan berbagai persoalan atau problem yang berlipat-lipat. Sesuatu itu biasanya adalah human error atau kesalahan manusia. Penyebab human error ada 2, yaitu lupa dan tidak mengerti atau salah mengerti. Untuk mengatasinya diperlukan suatu pola komunikasi yang intensif, sehingga lahirlah HO REN SO. Untuk mengenal lebih jauh prinsip HO REN SO ini, Berdasarkan hasil survey, 70% permasalahan yang timbul di tempat kerja disebabkan karena lemahnya komunikasi dalam kerjasama team (team work). Beberapa hal yang sering terjadi adalah sebagai berikut : • • • •



Banyaknya laporan yang baru di follow up & diberikan kepada atasan setelah diminta atau di ingatkan beberapa kali Tidak ada laporan hasil maupun progres/perkembangan dari tugas- tugas yang diberikan. Banyak laporan dan informasi yang disampaikan tidak jelas & tidak berdasarkan fakta dan data. Tidak mau bertanya pada atasan atau bagian terkait bila ada masalah atau disaat mendapatkan kesulitan maupun hal-hal yang meragukan.



Proses HO REN SO melibatkan lisan, dokumen, atau email dan komunikasi elektronik lainnya alat. Saat memilih alat ini, manajer Jepang harus memperhatikan poin-poin berikut: • Menentukan alat yang tepat, tergantung pada urgensi, konten, dan pentingnya setiap pesan • Memahami bahwa tujuan suatu pesan bukan hanya untuk mengirimkan ide tetapi juga untuk memberi rekan kerja kesempatan untuk melakukan tugasnya dengan benar • Berlatih 5W2H (siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana, dan berapa banyak) secara menyeluruh dan menghindari ketidakjelasan yang berlebihan dalam suatu pesan (seperti disebutkan di atas, ketidakjelasan adalah karakteristik wacana Jepang, tetapi dapat mencapai tingkat yang tidak dapat diterima) 1



• Memisahkan fakta dari pendapat untuk informasi yang akurat • Memastikan kecepatan sangat penting Sangat disayangkannya bila performa suatu pekerjaan tidak tercapai bahkan gagal hanya karena kurangnya komunikasi di antara tim yang terlibat. Dan yang lebih disayangkan lagi bila hal ini terjadi di jaman teknologi informasi dan komunikasi yang sudah secanggih sekarang ini. Jauh sebelum berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi seperti yang kita alami saat ini, para pebisnis Jepang telah memperkenalkan HORENSO untuk menerapkan komunikasi yang efektif di lingkungan kerja mereka. Sehingga HORENSO menjadi salah satu solusi terbaik untuk menangani permasalahan komunikasi ini. HORENSO merupakan budaya komunikasi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Budaya komunikasi HORENSO ini dianggap sebagai salah satu kunci sukses bisnis perusahaanperusahaan Jepang yang sangat memperhatikan sekali tahapan-tahapan proses untuk mencapai target atau sasaran serta menitik beratkan keberhasilan pada kerja sama tim. Horenso banyak digunakan di lingkungan pabrik-pabrik di Jepang. Sampai saat ini hampir seluruh pabrik Jepang menerapkan prinsip tersebut, termasuk pabrik / perusahaan di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan kerja dimana segala informasi tersampaikan dengan cepat dan benar, serta setiap kemajuan suatu aktivitas bisa diketahui oleh banyak orang karena adanya laporan yang intensif (rutin). Ho Ren So harus dipahami dan dipraktekkan di tempat kerja secara rutin, terus menerus, sehingga menjadi salah satu bentuk budaya di tempat kerja. Dengan 3 pilar utama ini setiap penyimpangan yang terjadi dapat segera diketahui dan ditanggulangi sedini mungkin.



4.2. Hokoku (Report / Melaporkan) Houkoku berarti laporan atau melaporkan sesuatu. Houkoku dalam konteks yang kita bicarakan adalah pola hubungan seorang bawahan dalam melaporkan hasil kerjanya kepada atasan, bagaimana sebaiknya ia melaporkan hasil kerjanya, apa saja yang harus ia laporkan, dan kapan laporan harus disampaikan? Pertanyaan ini kerap muncul di benak kita dan tidak selalu mudah untuk menjawabnya. Sering dalam sebuah organisasi -terutama industri manufaktur- munculnya sebuah masalah besar berawal dari kesalahan data pada laporan, atau kesalahan persepsi anak buah terhadap sesuatu yang ia anggap kecil dan remeh sehingga ia tidak melaporkan hal itu kepada atasannya, yang melahirkan masalah yang ia tidak prediksi sebelumnya. Lantas, bagaimana seorang bawahan harus melaporkan pekerjaannya kepada atasan? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita mengetahui tujuan prinsip horenso dan cara berpikir umumnya orang Jepang. Pada umumnya, orang Jepang terbisa memonitor setiap perkembangan proses dalam rantai pekerjaannya, hal ini sangat berbeda dengan kebisaaan orang barat yang cenderung Result Oriented. Karena pola berpikir process oriented inilah, kebutuhan akan komunikasi menjadi sangat signifikan dalam keberhasilan setiap langkah demi langkah sebuah aliran proses. Pada dasarnya prinsip horenso bertujuan untuk menciptakan kultur kerja yang nyaman dengan pola komunikasi yang efektif. Dalam konteks ini, laporan perkembangan setiap aktifitas pekerjaan sangat dibutuhkan agar bisa mendeteksi setiap penyimpangan yang mungkin terjadi sejak 2



dini, sehingga proses corrective action bisa segera dilakukan. Bagaimanapun, dalam setiap proses pasti ada saja kemungkinan penyimpangan atau nonconformity, jika hal ini ditemukan pada proses yang sedang berlangsung, maka atasan bisa segera mempertimbangkan untuk menghentikan proses dan melakukan perbaikan yang dianggap perlu sebelum penyimpangan kecil itu menjadi besar dan berdampak pada kegagalan proses secara total yang berdampak pada pemborosan (dalam bahasan Jepang dikenal dengan istilah muda) baik material, ongkos, waktu, atau sumber daya lainnya. Jika kesalahan tadi tidak ditanggulangi secara cepat, maka hal yang paling kritis yang harus dihindari adalah menurunnya kepercayaan pelanggan kepada kita karena keterlambatan yang terjadi, atau kerugian perusahaan akibat pemborosan yang tidak terkontrol. Dari ilustrasi diatas, seorang bawahan harus mampu memberikan laporan setiap perkembangan aktifitas kerjanya dengan data-data yang akurat, simpel, dan jelas. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan saat kita membuat dan menyampaikan laporan kepada atasan kita, yaitu : 1. Tujuan Pelaporan Sebelum kita menyampaikan laporan, hendaknya kita memahami persis untuk tujuan apa kita melaporkan hal tersebut. Hal ini akan sangat menentukan bentuk laporan kita berikutnya, sehingga laporan tidak terkesan bertele-tele atau justru terlalu simpel tetapi tidak mencapai tujuan apa yang ingin diketahui oleh atasan. 2. Fakta dan analisa TOP Sesuai dengan prinsip ISO 9001:2008, pendekatan fakta untuk pengambilan keputusan, maka dalam setiap laporan yang kita buat hendaknya menyertakan bukti-bukti yang akurat (bukan alasan yang dibuat-buat) disertai analisis yang tajam, kapan fakta yang kita temukan terjadi, siapa pelaku dan penanggung-jawabnya, dari departemen mana, di mana terjadi, pada area kerja siapa. Apa fakta dari suatu aktivitas, kenapa harus dilakukan demikian dengan metode atau teknik bagaimana untuk mencapai suatu tujuan. Fakta menekankan pada 5W+2H (what, who, when, where, why, how, how much/many) dan TPO (time, place, organization). Artinya pada saat anda melaporkan progress kegiatan atau tugas yang diberikan, anda harus sudah siap dengan semua aspek tersebut (5W+2H), serta selalu dilaporkan pada TPO yang tepat. Maksudnya waktunya tepat, tempatnya tepat dan kepada bagian atau organisasi yang tepat 3. Metode Pelaporan Untuk menghindari kebingungan pada saat kita melaporkan sesuatu pada atasan kita, tentukan terlebih dahulu metode yang kita akan gunakan, jika menggunakan analisa statistik dalam laporan, pastikan metode yang digunakan simpel dan mudah dimengerti. Sebab, laporan yang sulit difahami akan menyulitkan dan berpotensi salah pengertian, pada ujungnya berdampak pada kesalahan pengambilan keputusan atasan dalam pembuatan counter measure. Secara umum, karakteristik budaya Jepang lebih mementingkan progress daripada result. Ini sangat berbeda dengan budaya barat yang kental dengan nuansa result oriented. Jadi bila anda diberi tugas, jangan lupa untuk selalu memberi laporan progress. Atasan anda yang orang Jepang akan merasa senang bila diberi tahu kemajuan setiap aktivitas sekecil apapun, karena mereka merasa dilibatkan dan bisa menjaga komunikasi dengan baik bersama bawahannya. Contoh simulasi sebagai berikut. Suatu hari pada saat anda mulai bekerja, diketahui teman kerja (partner) anda tidak masuk kerja, sehingga pada bagian anda kekurangan orang. Jadi ada fakta, di bagian anda kekurangan orang. Atas kondisi ini, maka anda perlu melaporkan yang isi laporan 3



setidaknya mencakup hal-hal yang terdapat pada tabel / matriks yang ditekankan pada 5W+2H (what, who, when, where, why, how, how much/many). Artinya pada saat anda melaporkan progress pekerjaan atau tugas yang diberikan, anda harus sudah siap dengan semua aspek tersebut (5W+2H) sebagaimana matrik berikut ini,



Dan juga dengan matrik TPO (time, place, organization) sebagai berikut,



4



4.2.1. Contoh Hokoku (Report / Melaporkan) Contoh Houkoku / laporan seperti pada gambar dibawah ini, melaporkan keadaan proses pembuatan proposal untuk asuransi untuk pelanggan. Proses daftar/survey masih sesuai dengan rencana yang dijadwalkan, namun untuk pembuatan penawaran ada keterlambatan selama satu hari.



4.3. Renraku (Inform / Menginformasikan) Renraku merupakan aktivitas berkomunikasi dan saling memberikan informasi dengan rekan kerja, atasan dan bawahan di internal departemen maupun lintas departemen mengenai pekerjaan yang sedang ditangani. Kumunikasi dengan rekan kerja atau dengan departemen lain sangat bermanfaat untuk memberikan pengayaan pada aplikasi proses yang sedang kita lakukan. Progress pekerjaan anda sebaiknya diinformasikan ke departemen lain yang mungkin terkait dengan pekerjaan tersebut. Dengan demikian dapat membuka peluang masuknya ide-ide tambahan dari bagian lain agar hasilnya menjadi lebih baik Proses renraku juga bisa diartikan dalam bentuk saling belajar sesama teman atau berbagi pengalaman yang menunjang keberhasilan kerja kita, komunikasi antar departemen biasanya baru terjadi ketika ada permasalahan/komplain. Hal ini semakin parah karena yang terjadi bukan semangat mencari solusi tetapi malah saling menyudutkan, saling tuding dan saling menyalahkan. Misalnya 5



komunikasi antara departemen produksi dengan quality control (QC). Ketika konsumen me-reject produk perusahaan, yang terjadi adalah saling menyalahkan antara dua departemen tersebut. Jika hal ini terjadi, tentu hubungan antar departemen tidak akan berjalan dengan baik. Proses renraku mengharapkan kita untuk share informasi dan mencari informasi dari lintas bagian, bahkan dari bagian yang seolah-olah tidak berhubungan dengan proses kita. Sebab, dalam keseharian aktifitas di organisasi -terutama industry manufaktur- kerapkali munculnya masalah bukan disebabkan oleh bagian itu sendiri, tetapi oleh bagian lain yang kita anggap tidak terlalu berhubungan. Marilah kita lihat sebuah contoh kecil berikut ini : Di sebuah industri Pengelasan Almunium, tiga bulan yang akan datang akan dimulai proyek model baru, di mana proyek tersebut membutuhkan seorang staff pembelian yang faham secara detail ilmu pengelasan dan peralatan mesin las almunium. Sementara itu, manager pembelian masih harus menunggu persetujuan penambahan staff dari direktur yang saat itu sedang berada di luar negeri untuk urusan bisnis dan baru akan kembali dua bulan yang akan datang. Sebagai inisiatif awal, manajer pembelian menceritakan rencana ini kepada manajer personalia, kerena ia yakin bahwa untuk merekrut staff dengan spesifikasi khusus tidaklah mudah, selain itu standar yang ditetapkan bagian personalia bahwa informasi penambahan karyawan selambat-lambatnya 3 bulan di muka. Namun, sayangnya manajer personalia menanggapi hal ini dengan bisa-bisa saja dan tidak menganggapnya sebagi sesuatu yang khusus dengan mengatakan “OK pak, saya tunggu surat permintaannya saja” sekembalinya direktur pembelian dari luar negeri segera menyetujui permohonan penambahan staff dan proses berikutnya-pun segera dilakukan dengan mengirimkan surat permintaan tersebut ke bagian personalia agar rekrutmen segera dilakukan, sementara itu waktu pelaksanaan model baru tinggal sebulan lagi, nah bagaimana kira-kira dengan kondisi ini? Pada saat proyek model baru benar-benar dilaksanakan, ternyata staff pembelian yang diminta belum bisa dihadirkan. Dengan kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya kemacetan proses kontrak pembelian peraltan dan material yang berdampak pada terlambatnya proses produksi dan pengiriman sampel produk pertama kepada pelanggan. Dalam konteks cerita di atas, penyebab utama terlambatnya proses produksi model baru dan pengiriman sampel produk pertama kepada pelanggan bukan disebabkan karena kelalaian produksi atau quality, tetapi karena keterlambatan pembelian dan verifikasi produk yang dibeli. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata akar masalah adalah karena ketidak pedulian manajer personalia pada saat renraku dengan manager pembelian. Andai saja manager personalia segera mencari informasi atau membuat iklan untuk penerimaan calon staff pembelian sejak pertama kali ia renraku dengan manajer pembelian, tanpa harus menunggu “surat permintaan resmi” yang saat itu belum ditanda-tangani oleh direktur, mungkin kejadian di atas tidak perlu terjadi. Progress pekerjaan anda sebaiknya diinformasikan ke departemen lain. Siapa tahu ada yang bisa memberi ide tambahan agar hasilnya menjadi lebih baik. Sebagai contoh, misalnya hubungan antara departemen produksi dengan quality control (QC). Ketika konsumen me-reject produk perusahaan yang terjadi adalah saling menyalahkan antara departemen produksi dengan quality control. Departemen produksi merasa mengapa begitu mudahnya QC meloloskan produk tersebut. Sementara menurut Departemen QC menilai mengapa Departemen Produksi tidak bekerja sesuai SOP 6



sehingga produknya berkualitas. Jika hal ini terjadi, tentu hubungan antar departemen tidak akan berjalan dengan baik. Hubungan antar departemen harus diupayakan dalam kondisi yang baik, agar jika terjadi proses produksi yang tidak berkualitas, bisa saling mengingatkan. Misalnya Departemen QC harus meyampaikan bahwa ada kesalahan / kekurangan dalam proses produksi, dan jika diloloskan akan mengakibatkan komplain dari pelanggan. Maka, produk tidak dapat diloloskan. Sebaliknya Departemen produksi harus legowo dengan peringatan / pemberitahuan ini karena pada dasarnya demi kebaikan bersama untuk perusahaan. Dengan demikian, setiap pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar karena bersedia saling berkomunikasi karena satu dan lain bagian / departemen adalah salah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dari sini bisa kita fahami bahwa renraku menjadi sangat penting artinya manakala sesuatu masalah sudah benar-benar nyata terjadi di hadapan kita. Namun, sungguhpun demikian, kadang masih terlalu banyak kawan-kawan kita yang kurang begitu peduli atas masalah atau potensi masalah yang akan terjadi di bagian lain. Padahal dalam konsep berpikir orang Jepang, jika masalah terjadi didalam perusahaan, walaupun terjadi dibagian lain tetapi kita tetap harus bertanggung jawab untuk menanggung akibatnya. Untuk menciptakan sistem komunikasi yang efektif dan interaktif, perlu komunikasi terbuka dari dua arah, yang terdiri dari; • •



Keterbukaan keluar (Share), yaitu kesediaan untuk memberikan pengetahuan, bantuan dan masukan kepada anggota lain atau bagian lain. Keterbukaan ke dalam (Open Minded), yaitu kesediaan untuk menerima pengetahuan, bantuan dan masukan dari anggota lain atau bagian / departemen lain.



Kualitas Komunikasi dipengaruhi beberapa hal sebagai berikut: • • • • •



Positiviness, Bersikap dan berpikir positif, menilai sesuatu dari sisi positif. Supportiveness, Saling mendukung, saling memberikan manfaat semaksimal mungkin. Openness, Adanya keterbukaan, tidak ada yang ditutup-tutupi atau disembunyikan. Segala sesuatu harus apa adanya dan apa yang sebenarnya. Equality, Menciptakan suasana komunikasi yang setara dan porsi yang seimbang dalam membahas sesuatu. Emphaty, Memahami perasaan orang lain. Berpikir di posisi lawan bicara “Andai saya di posisi dia, maka,……”



4.3.1. Contoh Renraku (Inform / Menginformasikan) Contoh Renraku / inform yang pertama adalah adanya kasus operator produksi yang sakit tidak masuk kerja, dia memberikan informasi kepada atasannya karena tidak bisa masuk kerja, sehingga atasannya bisa segera melakukan koordinasi untuk mencari pengganti operator yang sakit. Ilustrasi Renraku / inform yang pertama dapat dilihat pada gambar berikut ini



7



Contoh Renraku / inform yang kedua adalah adanya kasus keterlambatan pada proses pembuatan proposal untuk asuransi untuk pelanggan. Proses pembuatan penawaran ada keterlambatan selama satu hari. Hal ini kalau tidak ada usaha untuk mempercepat dari bagian yang terlambat dan bagian lain pada proses berikutnya akan membuat keterlambatan penyerahan invoice asuransi. Untuk itu diperlukan Renraku / inform ke bagian yang terlambat dan bagian lain yang berhubungan, ilustrasi Renraku / inform yang kedua dapat dilihat pada gambar berikut ini



8



4.4. Soudan (Consult / Mengkonsultasikan) Soudan diartikan sebagai consult, biasanya dilakukan oleh bawahan kepada atasannya manakala ia menemukan masalah atau potensi masalah dalam rantai pekerjaan yang ia lakukan. Sekecil apapun permasalahan ataupun keraguan yang dapat berpotensi menyebabkan kesalahan atau kesalah pahaman, anda perlu konsultasikan. Pola berpikir orang Jepang, selalu berusaha untuk minimize masalah dan potensi masalah, hal ini sejalan dengan ISO 9001:2008 pasal 8.5.3 tentang Preventive Action. Atasan kita yang orang Jepang sangat senang dengan bawahannya yang aktif melaksanakan proses Soudan ini. Namun ada hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan Soudan, dimana sebelum anda maju ke atasan, anda diminta sudah mempunyai ide konsep yang akan dikonsultasikan, sehingga proses konsultasi dalam Soudan lebih ke arah diskusi penyampaian ide/konsep dasar anda untuk kemudian dilakukan ”final touch” atau diperbagus dan disetujui oleh atasan sebelum dieksekusi. Jangan sesekali berkonsultasi atau mengajukan permasalahan anda ke atasan tanpa membawa ide solusi kepadanya dan jangan terlalu mengharapkan atasan akan langsung memberi solusi terhadap kesulitan anda. Tidak jarang, atasan menghendaki anda mampu menyelesaikan setiap masalah pekerjaan. Dalam prakteknya, ketika kita soudan dengan atasan kita biasanya tidak selalu setiap idea kita mendapat tanggapan positif dan langsung bisa diimplementasi. Adakalanya kita diminta untuk memperbaiki kembali ide dasar kita, baru kemudian kita diminta untuk datang lagi padanya dan soudan untuk kedua kalinya. Pola ini dilakukan oleh para atasan di pabrik-pabrik Jepang dan bertujuan untuk merangsang anak buahnya agar lebih berinisiatif dan terus menggali kemampuan dirinya dengan ide-ide baru yang segar demi perbaikan perusahaan. Perlu kita perhatikan bahwa soudan dengan atasan tidaklah bertujuan sekedar untuk meminta idea atau perintah atasan, justru kita dituntut memiliki ide yang cemerlang untuk kemajuan perusahaan, menyelesaikan rantai proses dalam sebuah proyek, atau solusi atas masalah yang dihadapi barulah pada tahap finishing touch kita. Soudan dengan atasan untuk meminta penilaian atas ide perbaikan dan solusi yang kita tawarkan. Dalam konteks lain, bisa juga atasan ingin menguji pemahaman kita dengan ide yang kita ajukan. Biasanya atasan akan menanyakan berbagai hal termasuk analisa resiko dari cara yang akan dilakukan dengan ide kita tersebut. Ada hal penting dalam melakukan Sodan, dimana sebelum anda maju ke atasan, anda diminta sudah mempunyai ide yang akan dilakukan. Konsultasi dalam Sodan lebih ke arah diskusi ide dasar anda untuk kemudian ”diperbagus” atau disetujui oleh atasan sebelum dilaksanakan. Jangan terlalu mengharapkan atasan akan langsung memberi solusi terhadap kesulitan anda. Tidak jarang, atasan menghendaki anda mampu menyelesaikan setiap masalah pekerjaan.



4.4.1. Contoh Soudan (Consult / Mengkonsultasikan) Kalau masih terjadi keterlambatan lebih dari 1 hari karena bagian sales dan bagian lain lagi pada contoh kasus Renraku / inform yang kedua tentang kasus keterlambatan pada proses pembuatan proposal untuk asuransi pelanggan. Maka diperlukan untuk mengkonsultasikan ke atasan agar tidak terjadi keterlambatan pengiriman Invoice dengan menjelaskan masalah yang ada dan usuha yang sudah dilakukan serta membawa usulan baru untuk menanggulangi masalah ini agar tidak terjadi keterlambatan penyerahan invoice ke pelanggan.



9



4.5. Kesimpulan Hubungan manusia yang baik sangat penting untuk komunikasi yang lancar terlepas dari keajaiban teknologi informasi modern. Teknologi meningkatkan komunikasi, tetapi tidak meningkatkan pemahaman. Wilson (1975) mengamati bahwa “komunikasi bisnis yang sukses adalah sekitar 10 persen bisnis dan 90 persen hubungan manusia” Kata-kata ini harus diingat sebagai pepatah penting untuk semua pelaku bisnis internasional. Padahal “sikapmu” hanya mensyaratkan bahwa pengirim berita berkomunikasi dengan cara yang menyebabkan penerima percaya kebutuhannya akan hal itu sedang dibahas, "pertimbangan Anda" membutuhkan komunikasi pada tingkat yang lain. Dibutuhkan "ikatan" antara pengirim dan penerima berita sehingga keduanya berbagi rasa yang sama. Ini adalah dasar dari komunikasi bisnis yang sukses. “Pertimbangan Anda” memiliki banyak kontribusi ketika berkomunikasi secara lintas bangsa dan budaya dalam bahasa internasional — Bahasa Inggris. Ini meningkatkan hubungan manusia dan komunikasi bisnis lintas budaya. Sadar ataupun tidak, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin kompetitif, kita semua dipaksa untuk terus melakukan perbaikan dan terus berusaha untuk melakukan setiap aktifitas tanpa kesalahan sebab tidak jarang pada kondisi tertentu kesalahan kecil pada sebuah rantai proses bisa berdampak fatal pada keseluruhan aliran proses bahkan berpotensi mengancam keberlangsungan bisnis, oleh karena itu pola komunikasi soudan, selalu berkonsultasi dengan atasan pada setiap tahap pekerjaan harus dibiasakan agar potensi masalah bisa diatasi sejak dini Untuk menghindari adanya missing proses atau non conformity selama perjalanan rantai proses yang kita lakukan, maka hendaklah membiasakan diri soudan dengan atasan kita. Dengan banyak meminta petunjuk, berkonsultasi dengan atasan dan menguji ketajaman idea kita dihadapan atasan, maka semakin hari kita akan semakin faham cara berpikir atasan kita dan semakin mengerti ke mana gerak roda proses yang dikomandoi oleh atasan kita akan bergerak. Sehingga potensi salah langkah atau break down process bisa dihindari lebih dini. Konosuke Matsushita pernah berkata “Orang itu seperti intan, semakin diasah ia, maka akan semakin berharga”. Demikianlah adanya kita, semakin sering kita menguji kemampuan kita maka semakin matang dan mapanlah kemampuan itu dilengkapi pengalaman dalam implementasi yang kita lakukan, maka unjuk kerja prestasi kita pun akan semakin baik. Jika demikian adanya, maka wajar kalau orang Jepang percaya bahwa HORENSO adalah kunci sukses dalam berkarir. Tujuan interaksi, diilustrasikan dalam surat puitis ini. Setiap dari kita, dari mana pun asalnya, dikabulkan bakat untuk melatih jenis empati terhadap orang lain. Kemanusiaan lebih penting dari kebangsaan. Kita bisa menjadi internasionalis dengan cara ini bahkan ketika kita juga masih mencintai negara kita dan ingin mereka makmur di dunia. Apa yang benar-benar diperlukan untuk manajer global, terlepas dari kebangsaan, adalah keinginan untuk menjadi berhubungan baik dengan masyarakat setempat, melampaui perbedaan yang nyata antara bangsa dan budaya demi saling menguntungkan. Untuk memiliki keinginan seperti itu, mereka harus belajar cara acting yang baru. Mereka harus mengembangkan kesadaran dan perilaku baru. Kemudian, mereka akan melakukannya setelah belajar untuk menempatkan diri mereka di posisi orang lain bahkan di seluruh negara dan budaya. Empati dalam komunikasi transnasional dan transregional, yang melampaui nasional, batas regional, dan budaya, harus menjadi kunci keberhasilan bisnis global



10



Daftar Pustaka 1. Naoki Kameda (2014). Japanese Business Discourse of Oneness: A Personal Perspective, International Journal of Business Communication, Vol. 51(1) 93–113, DOI: 10.1177/2329488413516210



11