Infeksi Luka Operasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Infeksi luka operasi hal yang paling mungkin terjadi, karena pembedahan merupakan tindakan yang dengan sengaja membuat luka pada jaringan dan merupakan suatu tempat jalan masuk dari bakteri, sehingga membutuhkan tingkat sterilitas yang maksimal dan juga orangorang yang ikut dalam operasi harus dibatasi jumlahnya. Infeksi luka operasi terdiri dari superfisial, dalam dan organ sehingga penangannya pun berbeda. Infeksi luka operasi disebabkan oleh beberapa bekteri, yaitu bakteri gram negatif, gram positif, dan bakteri anaerob. Gejala yang muncul seperti tanda-tanda inflamasi, yaitu terasa panas, nyeri, kemerahan, bengkak, dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya cairan atau pus dari tempat luka. Berkembangnya infeksi tergantung dari beberapa faktor diantaranya yaitu jumlah bakteri yang memasuki luka, tipe dan virulensi bakteri, pertahanan tubuh host dan faktor eksternal lainnya. Juga terdapat beberapa faktor resiko yang dapat mencetuskan terjadinya infeksi luka operasi, yaitu faktor pasien, faktor operasi, dan faktor mikrobiologi. Penanganan dan pencegahan terjadinya infeksi luka operasi pada dasarnya adalah dengan menjaga sterilitas, dengan melakukan teknik operasi yang baik.



BAB II ISI A. Definisi Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi atau dalam kurun waktu 1 tahun



apabila terdapat implan. Infeksi adalah invasi dan pembiakan



mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis mungkin tak tampak atau timbul cedera seluler lokal akibat kompetisi metabolism, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen – antibodi. Infeksi dapat terlokalisasi, subklinis, dan bersifat sementara bila mekanisme pertahanan tubuh efektif. Infeksi lokal dapat menetap dan menyebar menjadi infeksi klinis atau kondisi penyakit yang bersifat akut, subakut, atau kronik. Infeksi yang muncul selama seseorang dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien bedara di rumah sakit baru disebut infeksi nosokomial. Sumber infeksi luka operasi dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, termasuk instrumentasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial ( Superficial Incision Surgical Site infection ) ataupun pada jaringan yang lebih dalam ( Deep Incision Surgical Site Infection ). Pada kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh ( Organ Surgical Site Infection ). Menurut sistem CDC’s terdapat kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka operasi, yaitu 1. Infeksi Superfisial, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya mengenai pada kulit atau jaringan subkutan pada daerah bekas insisi.



2. Infeksi Dalam, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat-alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai jaringan lunak yang dalam dari luka bekas insisi. 3. Organ atau ruang, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai salah satu dari bagian organ tubuh, selain pada daerah insisi tapi juga selama operasi berlangsung karena manipulasi yang terjadi. TABLE CRITERIA FOR DEFINING A SURGICAL SITE INFECTION (SSI)* Superficial Incisional SSI Infection occurs within 30 days after the operation and infection involves only skin or subcutaneous tissue of the incision and at least one of the following: 1. Purulent drainage, with or without laboratory confirmation, from the superficial incision. 2. Organisms isolated from an aseptically obtained culture of fluid or tissue from the superficial incision. 3. At least one of the following signs or symptoms of infection: pain or tenderness, localized swelling, redness, or heat and superficial incision is deliberately opened by surgeon, unless incision is culture-negative. 4. Diagnosis of superficial incisional SSI by the surgeon or attending physician. Do not report the following conditions as SSI: 1. Stitch abscess (minimal inflammation and discharge confined to the points of suture penetration). 2. Infection of an episiotomy or newborn circumcision site. 3. Infected burn wound. 4. Incisional SSI that extends into the fascial and muscle layers (see deep incisional SSI). Deep Incisional SSI Infection occurs within 30 days after the operation if no implant† is left in place or within 1 year if implant is in place and the infection appears to be related to the operation and infection involves deep soft tissues (e.g., fascial and muscle layers) of the incision and at least one of the following: 1. Purulent drainage from the deep incision but not from the organ/space component of the surgical site.



2. A deep incision spontaneously dehisces or is deliberately opened by a surgeon when the patient has at least one of the following signs or symptoms: fever (>38ºC), localized pain, or tenderness, unless site is culture-negative. 3. An abscess or other evidence of infection involving the deep incision is found on direct examination, during reoperation, or by histopatholog ic or radiologic examination. 4. Diagnosis of a deep incisional SSI by a surgeon or attending physician.



Organ/Space SSI Infection occurs within 30 days after the operation if no implant† is left in place or within 1 year if implant is in place and the infection appears to be related to the operation and infection involves any part of the anatomy (e.g., organs or spaces), other than the incision, which was opened or manipulated during an operation and at least one of the following: 1. Purulent drainage from a drain that is placed through a stab wound‡ into the organ/space. 2. Organisms isolated from an aseptically obtained culture of fluid or tissue in the organ/space. 3. An abscess or other evidence of infection involving the organ/space that is found on direct examination, during reoperation, or by histopathologic or radiologic examination.



B. Penyebab Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadi infeksi lokasi operasi adalah 1. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri gram negatif (E. coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang bakteri anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-alat untuk menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah Staphylococcus. 2. Lingkungan terjadinya infeksi ( Respon lokal ) Teknik operasi yang baik dapat memperkecil kemungkinan terjadi infeksi luka operasi. Prinsip operasi yang diajarkan Halsted ialah hemostasis, diseksi secara tajam, jahitan yang halus, diseksi sesuai anatomi. Ligasi jaringan yang besar, benang non – absorbable yang besar dan polifilamen, jaringan nekrotik, hematoma, dan benda asing harus dihindari karena kondisi tersebut mudah merubah bakteri inokulum untuk menimbulkan infeksi. Operasi yang berlangsung lama mengakibatkan luka tepi insisi mongering dan rentan terjadinya infeksi. Penderita usia tua terjadi perubahan struktur



histologis dan penurunan fisiologis dari jaringan, sehingga mempermudah terjadi infeksi. 3. Mekanisme pertahanan tubuh Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh ialah penyakit bedah, penyakit penyerta, serta tindakan pembedahan itu sendiri. Diabetes dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ILO. Untuk menurunkan mekanisme pertahanan tubuh ialah melakukan operasi dengan prosedur yang benar dengan perdarahan minimal, cegah terjadinya syok, mempertahankan volume darah, normotermia, jaga perfusi dan oksigenasi jaringan. Usia tua, pemberian transfuse, pemakaian obat steroid atau imunosupresan termasuk kemoterapi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ILO sehingga perlu pemberian antibiotic profilaksis pada saat pembedahan. TABLE DISTRIBUTION OF PATHOGENS ISOLATED* FROM SURGICAL SITE INFECTIONS, NATIONAL NOSOCOMIAL INFECTIONS SURVEILLANCE SYSTEM, 1986 TO 1996 Percentage of Isolates 1986-1989179 1990-199626 Pathogen (N=16,727) (N=17,671) Staphylococcus aureus 17 20 Coagulase-negative staphylococci 12 14 Enterococcus spp. 13 12 Escherichia coli 10 8 Pseudomonas aeruginosa 8 8 Enterobacter spp. 8 7 Proteus mirabilis 4 3 Klebsiella pneumoniae 3 3 Other Streptococcus spp. 3 3 Candida albicans 2 3 Group D streptococci (non-enterococci) — 2 Other gram-positive aerobes — 2



Bacteroides fragilis — 2 *Patogen yang presentasinya kurang dari 2 % tidak termasuk.



C. Patogenesis Pada akhir operasi, bakteri dan mikroorganisme lain mengkontaminasi seluruh luka operasi, tapi hanya sedikit pasien yang secara klinis menimbulkan infeksi. Infeksi tidak berkembang pada kebanyakan pasien karena pertahanan tubuhnya yang efektif untuk menghilangkan organisme yang mengkontaminasi luka operasi. Infeksi potensial terjadi tergantung pada beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah : • Jumlah bakteri yang memasuki luka • Tipe dan virulensi bakteri • Pertahanan tubuh host • Faktor eksternal, seperti : berada di rumah sakit beberapa hari sebelum pembedahahn dan operasi yang berlangsung lebih dari 4 jam. Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu : 1. Operating suite, yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang untuk operasi dan ruang untuk mempersiapkan pasien atau untuk pemulihan



dan juga



pakaian yang digunakan hampir tidak ada bedanya. 2. Operating room, ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga sterilitasnya. 3. Tim operasi, yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari sebelum, saat dan setelah operasi. Operator, asisten dan instrumen harus menjaga sterilitas karena berhubungan langsung dengan daerah lapang operasi. Orang-orang yang tidak ikut sebagai tim operasi harus menjauhi daerah lapang operasi dan menjauhi daerah alat karena mereka tidak steril dan pasien bisa terinfeksi nantinya.



FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI LUKA OPERASI a. Enviroment 1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit



Dengan bertambahnya lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.



Lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi. Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu.



2. Teknik septik antiseptik



Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga higiene dari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.



Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.



Prinsip umum teknik aseptik ruang operasi yaitu : a). Prinsip asepsis ruangan



Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implan, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi kulit.



b). Prinsip asepsis personel



Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril), hal ini diperlukan untuk menghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).



Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan yang di lakukan.



c). Prinsip asepsis pasien



Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan draping.



d). Prinsip asepsis instrumen



Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan steril.



3. Ventilasi ruang operasi



Untuk mencegah kontaminasi udara pada kamar operasi, direkomendasikan ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per jam. Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff maka kontaminasi udara dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi jika ditemukan kebersihan udara.



b.Pasien 1. Umur



Bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, system imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.



2. Nutrisi dan berat badan Hubungan yang bermakna antara penyembuhan luka operasi dengan status nutrisi. Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.



3. Penyakit Pada pasien dengan diabetes mellitus terjadi hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibat rentan terhadap infeksi.



Pasien dengan operasi usus, jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.



Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan: immunologik. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi.



4. Obat-obat yang digunakan Selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.



Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan. Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.



Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik . Faktor Operasi 1. Pencukuran sebelum operasi



7. Material asing pada tempat pembedahan



2. Persiapan kulit sebelum operasi



8. Drain



3. Lamanya operasi



9. Teknik pembedahan



4. Profilaksis antimikroba



10. Hemostasis yang buruk



5. Ventilasi ruang operasi



11. Kegagalan untuk menutupi dead space



6. Pembersihan atatu sterilisasi instrumen



12. Trauma jaringan



Faktor mikrobiologi 1. Sekresi toksin 2. Hambatan pembersihan (contoh : karena pembentukan kapsul)



D. Gejala dan Tanda Pasien merasakan beberapa gejala yang dirasakan saat terjadi infeksi pada luka operasi : 1. Nyeri 2. Hipotermi atau hipertermi 3. Tekanan darah rendah 4. Palpitasi



5. Keluar cairan dari luka operasi, bisa berupa darah ataupun nanah (bisa berwarna dan berbau) 6. Bengkak (pasien merasa nyeri, sekitar daerah yang membengkak terasa hangat dan berwarna merah)



E. Diagnosa Untuk mendiagnosa apakah itu suatu infeksi luka operasi dapat dengan cara : 1. Pemeriksaan fisik, dengan memeriksa apakah ada tanda – tanda inflamasi yang dapat berupa rubor, dolor, color, nyeri maupun functiolesa, dan juga berupa cairan atau sekret yang keluar. Harus diperhatikan juga apakah ada penyebaran dari infeksi. 2. Tes darah lengkap 3. Kultur dari luka dan biopsi jaringan, untuk mengidentifikasikan bakteri apa yang terdapat pada luka, jenis infeksi dan pengobatan apa yang tepat. Klasifikasi luka operasi Bersih (Kelas I) Non trauma



Non trauma Tidak ada inflamasi Traktus respiratorius, digestivus, urogenital, tanpa menembus



Bersih kontaminasi



Tidak ada kesulitan dalam operas Traktus respiratorius, digestivus, menembus



(Kelas II)



tanpa sillage yang signifikan Apendiktomi Orofaring Vagina Urogenital, menembus tetapi tidak ada infeksi urin Bilier, menembus tetapi tidak ada infeksi



bilier Kontaminasi (Kelas III)



Kesulitan ringan dalam operasi Kesulitan besar dlam operasi Spillage yang banyak dari gastrointestinal Luka trauma, baru Menembus urogenital atau bilier, dengan adanya



Kotor dan infeksi



infeksi urine atau bile Inflamasi bakterial akut tanpa nanah



(Kelas IV)



Transeksi daerah bersih untuk drainase nanah Luka trauma dengan jaringan mati, benda asing, kontaminasi fekal, delayed treatment



F. Penatalaksanaan 1. Pembersihan luka Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Pertama-tama mencuci luka dengan air yang mengalir, membersihkan dengan sabun yang lembut dan air, serta dapat memberikan antiseptic. 2. Debridement Hal ini dilakukan untuk membersihkan dan membuang objek, atau kulit mati dan jaringan dari daerah luka. Dokter dapat membatasi area yang rusak pada luka atau sekitar luka. Pembalut basah bisa ditempatkan pada luka dan dibiarkan mengering. Dokter juga bisa mengeringkan luka untuk membersihkan pus. 3. Penutup luka Hal ini juga disebut pembalut luka. Pembalut digunakan untuk melindungi luka dari kerusakan lebih lanjut dan infeksi. Hal ini juga menolong menyediakan tekanan untuk



mengurangi pembengkakan. Pembalut bisa berbagai bentuk. Pembalut bisa mengandung beberapa substansi untuk menlong mempercepat penyembuhan. 4. Obat-obatan Dokter mungkin memberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Pasien juga mungkin diberikan obat-obatan untuk mengurangi sakit, pembengkakan, atau demam. 5. Terapi oksigen hyperbarik Juga disebut HBO. HBO digunakan untuk memperoleh oksigen lebih banyak ke dalam tubuh. Oksigen diberikan dibawah tekanan untuk menolong oksigen supaya sampai ke jaringan dan darah. Pasien dimasukkan ke ruangan yang berbentuk seperti tabung yang disebut ruangan hiperbarik atau ruangan tekanan. Pasien bisa melihat dokter dan berbicara dengan mereka melalui pengeras suara. Pasien mungkin mebutuhkan terapi ini lebih dari sekali. 6. Terapi tekanan negatif Juga disebut vacuum-assisted closure (VAC). Pembalut berbentuk spesial dengan melekat pada sebuah tabung diletakkan didalam kavitas luka dan ditutup dengan ketat. Tabung berhubungan ke sebuah pompa yang akan menolong menyedot keluar cairan berlebih dan kotoran dari luka. VAC juga mungkin menolong untuk meningkatkan aliran darah dan mengurangi jumlah bakteri di luka. 7. Pengobatan lain Mengontrol atau mengobati kondisi medis yang menyebabkan penyembuhan luka yang buruk menolong mengobati infeksi pada luka. Pasien mungkin perlu minum obat untuk mengontrol penyakit seperti diabetes atau tekanan darah tinggi. Dokter mungkin memberikan pasien supplemen atau menyarankan diet spesial untuk meningkatkan nutrisi dan kesehatan pasien. Pembedahan mungkin dilakukan untuk meningkatkan aliran darah jika pasien mempunyai masalah dengan pembuluh darah. PENCEGAHAN



I. Preoperative a. Persiapan pasien 1. Kapanpun jika memungkinkan, identifikasi dan obati semua infeksi yang terlokalisir di daerah operasi sebelum operasi elektif dan operasi elektif yang tertunda pada pasien dengan dearah infeksi pada luka sampai infeksi terobati. 2. Jangan mencukur rambut sebelum operasi kecuali jika rambut tersebut atau sekitar daerah insisi akan mengganggu operai. 3. Jika rambut dicukur, cukur secepatnya sebelum operasi, lebih baik dengan pemotong elektrik. 4. Kontrol tingkat glukosa darah serum secara adekuat pada semua pasien diabetes dan selalu hindari hiperglikemi sebelum operasi. 5. Sarankan penghentian merokok. Minimal instruksikan pasien untuk tidak merokok kretek, tembakau, atau bentuk konsumsi tembakau lain selama paling tidak 30 hari sebelum operasi elektif. 6. Jangan menahan darah pasien yang di operasi untuk mencegah infeksi luka operasi. 7. Minta pasien untuk mandi dengan cairan atiseptik pada paling tidak malam sebelum operasi dilaksanakan. 8.



Cuci dan bersihkan dengan benar sekitar daerah insisi untuk membuang kontaminasi sebelum menyiapkan antiseptik kulit.



9. Gunakan antiseptik yang tepat. 10. Oleskan antiseptik secara lingkaran yang dimulai dari tengah bergerak menuju pinggir. Daerah yang dipersiapkan harus cukup besar untuk memperpanjang sayatan atau membuat sayatan baru jika diperlukan. 11. Usahakan pre operasi pasien di rumah sakit sesingkat mungkin.



12. Tidak direkomendasikan untuk menurunkan atau menghentikan penggunaan steroid sistemik sebelum operasi selektif. 13. Tidak direkomendasikan untuk hanya meningkatkan support nutrisi untuk pasien operasi yang dimaksudkan untuk mencegah infeksi luka operasi. b. Antiseptik tangan/ lengan bawah untuk anggota tim bedah. 1. Potong pendek kuku dan jangan memakai kuku palsu. 2. Lakukan pencucian tangan sebelum operasi paling tidak 2 sampai 5 menit menggunakan antiseptik yang tepat. Cuci tangan dan lengan bawah sampai ke siku. 3. Setelah mencuci tangan, jaga tangan di atas dan tidak bersentuhan dengan tubuh (siku pada posisi fleksi) sehingga air bergerak dari ujung jari menuju siku. Keringkan tangan dengn handuk steril dan pakai baju operasi steril dan sarung tangan steril. 4. Bersihkan bawah tiap kuku sebelum mencuci tangan pertamakali. 5. Jangan menggunakan perhiasan. 6. Tidak direkomendasikan menggunakan cat kuku. c. Penanganan personel bedah yang terinfeksi 1. Edukasi dan sarankan personel bedah yang memiliki gejala dan pasien penyakit infeksi yang menular agar melaporkan keadaan mereka dengan segera kepada supervisor dan personel kesehatan kerja. 2. Membuat kebijakan yang baik mengenai tanggungjawab perawatan pasien ketika personal potensial berada pada kondisi infeksius yang menular. Kebijakan-kebijakan ini seharusnya mengatur : (a) Tanggungjawab personel dalam menggunakan pelayanan kesehatan dan melaporkan penyakit, (b) pembatasan kerja, dan (c) ijin untuk kembali bekerja setelah menderita penyakit yang membutuhkan pembatasan kerja. Kebijakankebijakan tersebut seharusnya mengidentifikasi individu yang memiliki kekuasaan untuk mengistirahatkan personel dari kerja mereka.



3.



Menghentikan dari tugas operasi personel yang mempunyai lesi kulit yang telah mengering sampai infeksi hilang atau personel tersebut telah menerima terapi adekuat dan infeksi telah sembuh.



4. Jangan secara rutin mengeluarkan personel operasi yang terkolonisasi dengan organisasi seperti S. aureus (hidung, tangan atau bagian tubuh lain) atau grup A Streptococcus, kecuali personel tersebut telah dihubungkan secara epidemiologi kepada penyebaran organisme di wilayah pusat kesehatan. Prinsip Penggunaan Antibiotik Profilaksis 1. Tepat Indikasi Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi bersih kontaminasi (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar 10,1%. Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3% . Antibiotik profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria bersih yang memasang bahan prostesis. Juga diberikan pada operasi bersih yang jika sampai terjadi infeksi akan menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf, bedah jantung, dan mata. Antibiotik profilaksis tidak tepat digunakan pada operasi kontaminasi atau kotor karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum manifestasi. 2. Tepat Obat Antibiotik yang digunakan untuk untuk tujuan profilaksis berbeda dengan obat yang digunakan untuk tujuan terapi. Pada umumnya dipilih antibiotik dengan spektrum sempit, generasi yang lebih tua dibandingkan antibiotik untuk tujuan terapi. Dengan memperhatikan spektrum, antibiotik ditujukan pada kuman yang potensial menimbulkan ILO, dan antibiotik tersebut dapat melakukan penetrasi ke jaringan yang dilakukan pembedahan dengan konsentrasi yang cukup. Walaupun disatu bidang pembedahan kadang didapatkan banyak macam kuman normoflora, namun tidak semuanya potensial menimbulkan infeksi dan jumlah koloninya



tidak banyak. Dalam pemilihan antibiotik harap diperhatikan faktor alergi, efektivitas, toksisitas, serta kemudahan cara pemberiannya. Pada umumnya untuk berbagai macam pembedahan masih digunakan sefalosporin generasi I yaitu sefazolin, sedangkan sefalosporin generasi III tidak dianjurkan untuk antibiotik profilaksis.



Kuman pathogen penyebab infeksi luka operasi Macam Pembedahan Pemasangan protese katub



Kuman Patogen Staphylococcus



jantung Pemasangan protese sendi Intrumentasi traktus urinarius



Bakteri enterik gram negative



bawah Bedah kolorektal



Bakteri enterik gram negative



Bedah traktus respiratorius



enterococci anaerob Aerobik dan mikroaerofilik



atas



streptococcus, anaerob



3. Tepat dosis Untuk tujuan profilaksis diperlukan antibiotika dosis tinggi, agar didalam sirkulasi dan didalam jaringan tubuh dicapai kadar diatas MIC (minimal inhibitory concentration) antibiotik terhadap kuman yang potensial menimbulkan infeksi. Untuk itu kadang diperlukan loading-dose yang takarannya 2-4 kali dosis normal. Dosis yang kurang adekwat, tidak hanya tidak mampu menghambat pertumbuhan kuman tetapi justru merangsang terjadinya resistensi kuman. 4. Tepat rute Agar antibiotik dapat segera didistribusikan ke jaringan maka pemberiannya dilakukan secara intravena. 5. Tepat waktu pemberian



Pemberian antibiotik profilaksis dilakukan pada 30 menit (intravena) atau 1 jam (intramuskuler) sebelum insisi dengan maksud agar pada saat insisi maka kadar antibiotik didalam jaringan sudah mecapai puncaknya. Pemberian antibiotik profilaksis lebih baik dilakukan di dalam kamar operasi, pada waktu anestesi melakukan induksi, untuk itu dapat minta tolong anaestesis untuk memberikannya. Antibiotik tersebut harus mencapai kadar puncak didalam jaringan sebelum terjadinya inokulasi kuman kedalam jaringan di lapangan operasi. Antibiotik tidak bermanfaat untuk mencegah terjadinya ILO jika diberikan sebelum 2 jam atau sesudah 3 jam dilakukan insisi. Pada operasi kolon, diberikan juga antibiotik peroral yaitu neomisin dan eritromisin masing-masing 1g pada jam 13.00, 14.00 dan 23.00. obat lain yang dapat diberikan juga ialah metronidazole+ kanamycin/ neomycin. 6. Tepat lama pemberian Pada operasi yang lama > 3 jam atau perdarahan selama operasi > 1500 ml akan terjadi penurunan dosis antibiotik didalam jaringan, oleh karena itu pada kondisi tersebut dapat diberikan dosis tambahan. Jika operasi sangat memanjang maka pemberian dosis tambahan dapat diberikan setiap 2 jam untuk sefoksitin atau setiap 4 jam untuk sefazolin. Pada beberapa operasi yang sederhana seperti apendiktomi atau herniotomi menggunakan mesh maka antibiotik profilaksis cukup diberikan sekali preoperatif saja. Pada umumnya pemberian antibiotik profilaksis tambahan sebanyak 1 dosis setiap 8 jam diberikan hanya selama 1 hari saja, karena pemberian lebih dari 1 hari tidak memberikan manfaat lebih.



Macam Antibiotik 1. Penisilin



Cara kerja :



- menghambat pembelahan karena terjadi pertumbuhan dinding sel abnormal - menghambat fase 3 sintesis dinding sel



Resistensi :



- mempengaruhi pecillin-binding protein - tidak mampu menembus dinding sel - enzim hidro lisa molekul protein



Spektrum :



- Cocci Gram-positif ( Streptococcus A dan B) - Bacilli Gram-positif ( Corynebacterium diphtheria) - Cocci Gram negatif (Neisseria meningitidis) - Bacilli Gram-negatif (Streptobacillus moniliformis) - Anaerob(Clostridium,Fusobacterium,Peptostreptococcus sp) - Lain (Treponema pallidum, Leptospira, Enterobacter, Acinebacter sp.)



Efek samping :



- hipersensitivitas (1-5%) ( iritasi yang mengenai sistem syaraf perifer) - nefropati (reaksi alergi berupa nefritis interstisial dan hipokalemia)



2. Sefalosporin Cara kerja :



- menghambat fase 3 sintesis dinding sel - mengikat protein spesifik pada membran sel - mempengaruhi permeabilitas sel - melepaskan autolisin



Resistensi :



- menurunkan permeabilitas dinding sel - membentuk beta-laktamase



Spektrum :



- Generasi I ( mis. Ancef, Keflin, Kefzol) organisme Gram positif (Staphylococcus, Stretococcus), Gram



negatif,



Bacilli anaerob dan aerob. - Generasi II (mis. Ceclor, Zinacef, Mefoxin) Kurang efektif terhadap kuman Gram positif Hemophilus influenzae, baksil Gram negatif, Proteus, Enterobacter sp. - Generasi III (mis. Ceftazidime, Cefotaxim, Cefoperazone) Aerob Gram negatif, Pseudomonas



Efek samping : - hipersensitivitas terutama bila alergi penisilin - hematologi (neutropenia, leukopenia, trombopenia) - traktus digestivus (mual, muntah, anoreksia, diare) 3. Eritromisin Cara kerja :



- menghambat sintesa protein bakteri dengan binding pada 50s subunit ribosom



Resistensi :



- mempengaruhi komponen protein 50s subunit ribosom - melalui plasmid



Spektrum :



- sama dengan penisilin G - Mycoplasma, Legionella, Actinomyces sp. - Hemophilus influenzae



Efek samping : - gangguan traktus digestivus - hipersensitivitas - Cholestatic hepatitis 4. Clindamycin Cara kerja :



- menghambat sintesa protein bakteri dengan binding pada 50s subunit ribosom



Resistensi :



- mempengaruhi komponen protein 50s subunit ribosom - melalui plasmid



Spektrum :



- aerob dan anaerob Gram positif - anaerob Gram negatif ( beberapa Staphylococcus resisten)



Efek samping : - kolitis pseudomembran - nausea, diare - hipersensitivitas - leukopenia - hepatotoksik transien (jarang)



5. Metronidazole Cara kerja :



- menurunkan aktivitas metabolit intraseluler kuman



Efek samping : - toksis pada SSP - gangguan traktus digestivus - neutropenia - drug fever - aPTT memenjang - efek sinergis dengan alkohol Efek samping penggunaan antibiotik profilaksis Penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat dapat memicu terjadinya resistensi kuman. Hal ini karena pemilihan penderita yang tidak tepat, pemberiannya terlalu lama, atau digunakannya obat generasi terbaru. Komplikasi yang jarang tetapi serius ialah terjadinya enterokolitis pseudomembran akibat pemberian klindamisin, sefalosporin, dan ampisilin. Diare dan panas badan dapat terjadi setelah pemberian satu dosis antibiotik profilaksis. II. Intra operatif a. Ventilasi 1 Pertahankan ventilasi tekanan positif di kamar operasi dengan memperhatikan koridor dan area yang berdekatan. 2 Pertahankan minimal pergantian udara 15 kali perjam, yang mana paling tidak 3 sebaiknya udara segar. 3 Saring semua udara, disirkulasi ulang dan segar, melalui filter yang baik sesuai rekomendasi. 4 Memasukkan semua udara di langit-langit, dan alat pembuangan uap dekat lantai. 5 Jangan menggunakan radiasi UV di kamar operasi untuk mencegah infeksi luka operasi. 6 Tetap tutup pintu ruang operasi kecuali dibutuhkan untuk jalan peralatan, personel dan pasien. 7 Pertimbangkan melakukan operasi implan ortopedik dimana tesedia udara sangat bersih. 8 Batasi jumlah personel yang memasuki ruang operasi sesuai yang dibutuhkan.



b. Membersihkan dan diinfeksi permukaan lingkungan 1 Ketika kotoran yang terlihat atau kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh permukaan atau peralatan terjadi selama operasi, gunakan disinfektan untuk membersihkan area yang terkena sebelum operasi berikutnya. 2 Jangan melakukan pembersihan khusus atau menutup kamar operasi setelah terkontaminasi atau operasi yang kotor. 3 Jangan menggunakan keset kaki yang lengket di jalan masuk kamar operasi atau kamar operasi individu untuk mengontrol infeksi. 4 Vakum basah lantai kamar operasi setelah operasi terakhir dengan disinfektan. 5 Tidak ada rekomendasi untuk disinfeksi permukaan lingkungan atau peralatan yang digunakan di kamar operasi dalam beberapa operasi jika tidak terlihat kotoran c. Sterilisasi peralatan bedah 1 Sterilisasi instrumen operasi. 2 Lakukan sterilisasi cepat hanya pada item peralatan perawatan penyakit yang akan digunakan segera. Jangan gunakan sterilisasi cepat untuk alasan kenyamanan, seperti sebuah alternatif membeli peralatan tambahan, atau untuk menghemat waktu. d. Pakaian operasi 1 Pakai masker operasi yang menutup keseluruhan mulut dan hidung ketika memasuki ruang operasi jika operasi akan dimulai atau sedang berjalan atau jika instrument steril sedang terekspos. Pakai masker selama operasi. 2 Gunakan topi atau tudung untuk menutupi rambut secara keseluruhan di kepala dan wajah ketika memasuki ruang operasi. 3 Jangan menggunakan penutup sepatu untuk mencegah infeksi luka operasi. 4 Pakai sarung tangan steril jika menjadi tim operasi. Pakai sarung tangan setelah memakai baju steril.



5 Gunakan jubah operasi dan penutup yang merupakan barier efektif ketika basah. 6 Ganti baju operasi yang terlihar sudah kotor, terkontaminasi danatau dipenetrasi oleh darah atau material lain yang potensial infeksius. e. Asepsi dan teknik operasi 1 Mengikuti prinsip asepsis ketika menempatkan peralatan intravascular, kateter anesthesia spinal atau epidural, atau ketika memberikan obat secara intravena. 2 Susun peralatan steril dan obat cair sebelum digunakan. 3 Perlakukan jaringan dengan lembut, pertahankan hemotasis efektif, minimalkan jaringan lemah dan benda asing dan eradikasi ruang mati di tepat operasi. 4 Lakukan penutupan tunda kulit primer atau biarkan sebuah sayatan terbuka agar sembuh kemudian jika ahli bedah memperkirakan daerah operasi terkontaminasi berat. f. Perawatan insisi setelah operasi 1 Lindungi dengan penutup steril untuk 24 sampai 48 jam setelah operasi, sebuah sayatan yang telah tertutup secara primer. 2 Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti penutup dan setelah kontak dengan tempat operasi. 3 Ketika penutup sayatan harus diganti, gunakan teknik yang steril. 4 Edukasi pasien dan keluarga menyangkut perawatan sayatan yang baik, gejala infeksi luka operasi, dan perlunya melapor segera. 5 Tidak ada rekomendasi untuk menutupi sayatan yang tertutup secara primer melebihi 48 jam.



BAB III



KESIMPULAN Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam. Menurut sistem CDC’s terdapat standarisasi pada kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka operasi, yaitu : 1. Insisi Superfisial; 2. Insisi Dalam; 3. Organ atau ruang. Terdapat beberapa klasifikasi luka operasi, yaitu : clean, clean-contaminated, contaminated, dirty. Patogenesis terjadinya infeksi luka pada operasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu : faktor pasien, faktor terjadinya infeksi, faktor operasi, faktor mikrobiologi. Luka yang di buat pada saat operasi merupakan tempat jalan masuk dari bakteri, karena itu diperlukan penatalaksanaan dalam pencegahan terjadinya infeksi luka operasi. Pencegahan agar tidak terjadi infeksi luka operasi adalah pada saat preoperatif dan intraoperatif.



DAFTAR PUSTAKA



Townsend C M, Beauchamp R D, Evers B M, Mattox K L. 2004. Sabiston Textbook of Surgery.The Biological Basis of Modern Surgical Practice17th edition. Elsevier Saunders; Philadelphia. P 258-263 Burnicardi F C, Anderson D K, Bizliar T R, Durin D L, Hunter J G, Pollock M E. 2006. Schwartz’s manual of surgery Eight edition. MacGrawhill; New York. P. 90-96 Mangram A J, Horan T C, Pearson M L,Silver L C, Jarvis W R.1999. Guidline for prevention of Surgical Site of Infection. Columbia University School of Nursing;New York Steven M. Gordon.2001. New Surgical Techniques and Surgical Site Infections.http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol7no2/gordon.htm, 24 Feb 2009. Bonnie Barnard, MPH, CIC.2003.http://www.theific.org/basiconcepts/11.pdf , 24 Februari 2009 Joint commission Resource.2008.http://www.jcrinc.com/Surgical-Site-Infections/, 24 Februari 2009 College’s Committee on Operating Room Environment (CORE) .1999. http://www.facs.org/about/committees/cpc/ssiguide0700.pdf, 24 Februari 2009