Infertilitas Pada Pria Dan Wanita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1. Latar belakang Infertilitas merupakan masalah penting bagi pasangan pada usia subur di seluruh dunia. Karena perubahan gaya hidup dan adanya berbagai tekanan lingkungan, kejadian infertilitas meningkat secara signifikan dan telah menjadi penyakit paling serius ketiga, setelah kanker dan penyakit kardiovaskular. Infertilitas merupakan defek kesehatan reproduksi khusus yang berbeda dari yang lain. memudahkan. Ini tidak mengancam kehidupan, tetapi pengaruh merugikan infertilitas kepada pasien, keluarga dan seluruh masyarakat tidak boleh diremehkan.1 Pengertian klinis mengenai infertilitas yang digunakan WHO adalah sebuah permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan dengan kegagalan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan atau lebih walaupun melakukan hubungan seksual minimal 2-3 kali seminggu secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi.1 Dalam kehidupan adanya faktor KB dan karir profesional yang lebih diutamakan, beberapa wanita menunda kehamilan sampai berusia 30 tahun ke atas. Akibatnya wanita tersebut memiliki kesulitan untuk hamil dan justru meningkatkan risiko keguguran. Pada pria infertilitas dapat disebabkan oleh produksi sperma kurang, misshapen atau immobile sperm serta penyumbatan sehingga tidak dapat terjadi aliran sperma. Berbagai penyakit kronik, trauma, lifestyle dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas.2 Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus infertilitas pada 8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di Eropa angka 1



kejadiannya mencapai 14%2. Pada tahun 2002, dua juta wanita usia reproduktif di Amerika merupakan wanita infertil3. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Mereka disebut infertil karena belum hamil setelah setahun menikah. Kini, para ahli memastikan angka infertilitas telah meningkat mencapai 15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.3



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



1.



Definisi Menurut AFA (American Fertility Association) infertilitas berarti kegagalan seorang istri menjadi hamil dan melahirkan anak yang hidup dari suami setelah 1 tahun melakukan hubungan seksual secara frekuen dan tanpa kontrasepsi. Sedangkan menurut WHO diagnosis infertilitas ditegakkan setelah 6 bulan melakukan hubungan seksual secara frekuen dan tanpa kontrasepsi.



(1,4)



Walaupun pasangan suami-istri dianggap



infertil, bukan tidak mungkin kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri saja. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang harus dipenuhi adalah suami memiliki fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke dalam organ reproduksi istri dan istri memiliki fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua faktor yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak. 2 Infertilitas diklasifikasikan menjadi infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil,



3



akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun pasangan bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.2 2.



Insiden Sekitar 10 hingga 15 persen pasangan suami-istri mengalami kesulitan memperoleh keturunan sehingga memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan keturunan. 70% kasus infertilitas terjadi karena faktor suami atau istri saja, 20% karena pengaruh gabungan suami dan istri sedangkan 10% belum diketahui penyebabnya. 2 Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus infertilitas pada 8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di Eropa angka kejadiannya mencapai 14%2. Mereka disebut infertil karena belum hamil setelah setahun menikah. Kini, para ahli memastikan angka infertilitas telah meningkat mencapai 15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.3



3.



Etiologi Penyebab terjadinya infertilitas pada pria dapat dibagi menjadi beberapa golongan penyebab, yaitu: (2,4,5) a.



Abnormalitas fungsi dan produksi sperma Hal ini dapat terjadi oleh karena kelainan seperti undescend testis, defek genetik, kelainan endokrin (DM), infeksi. Pembesaran vena di testis akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sperma. Kelainan ini disebut varikokel. Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada akhirnya akan berpengaruh pada produksi sperma.



Sperma pada laki-laki melalui beberapa saluran dari testis



sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini maka akan



4



dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada infertilitas. Pada Analisis semen ditemukan penurunan jumlah spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas (asthenozoospermia) dan banyak bentuk morfologi yang abnormal (teratozoospermia). Kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dan dapat dikatakan sebagai sindrom oligoastheno teratozoospermia. b.



Gangguan pengiriman sperma Kelainan ini dapat disebabkan oleh ejakulasi dini, ejakulasi retrogard, penyakit genetik seperti fibrosis kistik, kelainan struktural, atau kerusakan pada saluran reproduksi akibat trauma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik, namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi dan vasektomi.



c.



Paparan faktor lingkungan seperti bahan kimia, radiasi, marijuana, serta paparan panas yang berlebihan dapat meningkatkan temperatur tubuh dan mengganggu produksi sperma. Kemoterapi dan radioterapi pada pengobatan kanker juga dapat mengganggu produksi sperma. Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi lingkungan, dan kelainan genetik.



Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa golongan penyebab, yaitu: (2,4,6) 1) Kegagalan Ovulasi



5



Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering kenapa wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita infertil. Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi: a) Gangguan Hormonal Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang kompleks dari interaksi hormon-hormon. b) Disfungsi Hipotalamus-Hipofisis Hormon FSH dan LH diproduksi kelenjar hipofisis pada siklus menstruasi. Stress fisik atau emosi yang berlebih, berat badan yang kurang atau berlebih dapat mempengaruhi ovulasi. Tanda dari kelainan ini adalah periode absen atau ireguler dari menstruasi tanpa gangguan ovarium c) Scar pada ovarium Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang pada kista ovarium dapat menyebabkan



kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga



folikel tidak dapat menjadi matur dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga dapat berakibat seperti ini. d) Menopause premature Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ni mempengaruhi ovulasi. Hal ini diduga karena adanya autoimun yang menyerang jaringan ovarium atau karena adanya pengaruh genetik. Hal ini menyebabkan gangguan produksi sel telur dari ovarium serta penurunan estrogen sebelum mencapai usia 40 tahun. e) Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)



6



Pada penyakit ini, tubuh memproduksi hormon androgen yang terlalu banyak, sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan resistensi insulin dan obesitas. 2) Fungsi Tuba Fallopi yang Menurun Penyakit tuba terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat bervariasi, mulai dari adesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi. Ketika Tuba mengalami kerusakan atau penyumbatan, akan terjadi penutupan sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan sel telur, atau dapat mengganggu sel telur yang telah dibuahi menuju uterus. Penyebab utama kelainan tuba ini antara lain: a)



Infeksi Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan inflamasi pada tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Organism yang menyebabkan infeksi tersebut antara lain chlamydia, gonorrhea, atau infeksi menular seksual lainnya.



b) Penyakit Abdominal Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah apendisitis. Appendisitis dapat menimbulkan inflamasi pada cavum abdominal yang dapat mempengaruhi tuba fallopi yang dapat berakibat timbulnya jaringan ikat dan penutupan saluran tuba.



c) Riwayat Operasi Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb



7



terjadinya adhesi yang dapat mempengaruhi tuba sehingga sel telur tidak dapat melewatinya. d) Kehamilan ektopik Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba, sehingga dapat terjadi kerusakan tuba. 3) Endometriosis Endometriosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan endometrium pada daerah lain selain cavum uteri. Diagnosis pasti dari penyakit ini hanya bisa ditegakkan dengan laparoskopi untuk melihat uterus, tuba fallopi, ovarium, secara langsung. Gejala pada endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama, banyak dan nyeri, bercak premenstrual, perdarahan rektal, dan inkontinensia urin tipe urgensi. 4) Kelainan pada mukus serviks Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang masuk ke dalam vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk membantunya bergerak masuk kedalam uterus. Jika ada kelainan pada mukus ini dapat menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel telur. Pada beberapa kasus, mukus serviks juga dapat mengandung antibodi antisperma, yang juga dapat mengganggu sperma.



5) Kelainan Uterus



8



Kelainan uterus seperti adesi dan polips dapat menyebabkan infertilitas. Selain itu variasi posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga dapat menyebabkan infertilitas.



4.



Pemeriksaan Berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis infertilitas adalah



sebagai berikut (2,4,5,6,7) 1. Anamnesis Pada anamnesis dapat diketahui jenis infertilitas apakah primer atau sekunder. Tanyakan riwayat menstruasi pada isteri dan pada suami tanyakan riwayat trauma sebelumnya. Pada pasangan tanyakan juga riwayat merokok, alkohol, riwayat IMS sebelumnya 2. Pemeriksaan Fisik Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menemukan bukti kelainan yang dapat menyebabkan menyebabkan infertilitas. Pada pemeriksaan fisik dapat diperhatikan tanda kelebihan androgen, yaitu hirsutisme. Ukuran dan mobilitas organ reproduksi dan adanya nodul endometriosis dapat dinilai selama pemeriksaan bimanual. Jika ada kecurigaan infeksi PMS, spesimen serviks dapat diperiksa untuk dikultur. Pada pemeriksaan terhadap pasangan laki-laki, defisiensi androgen harus dicari, seperti rambut tubuh berkurang, dan ginekomastia. Pada pemeriksaan genital, yang harus dinilai adalah OUE untuk menyingkirkan adanya epispadia atau hipospadia, yang dapat mengganggu deposisi sperma di vagina. Evaluasi ukuran testis dengan orchidometer Prader dapat memberikan penilaian global mengenai fungsi testis. Pemeriksaan pada skrotum untuk menyingkirkan varikokel harus dilakukan dengan



9



posisi pasien berdiri dan kemudian dilakukan manuver Valsava. Tanda peradangan epididimis seperti penebalan nyeri tekan dapat ditemukan pada palpasi skrotum. 3. Pemeriksaan infertilitas Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab yang berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratorium khusus atau studi pencitraan. Pada pasangan infertil, pendekatan diagnosa secara sistematis diperlukan untuk evaluasi diagnostik infertilitas. a. Faktor Pria: Analisis Semen Hal yang diperhatikan dalam analisis sperma adalah konsentrasi, motilitas, morfologi, dan viabilitas. Menurut WHO parameter analisa sperma adalah sebagai berikut 



Volume 2-5 mL







pH 7.2-7.8







Konsentrasi 20 juta atau lebih







Motilitas 50%bergerak ke depan







Morfologi >4%







Sel darah putih kurang dari 1 juta sel /µL



Morfologi penting diperhatikan untuk menilai kualitas sperma dalam proses pembuahan. Kruger membagi klasifikasi analisa sperma. Menurut Kruger, morfologi harus kurang lebih dari 14%. Jika kurang dari 4% dikategorikan sebagai kriteria infertilitas berat dan memerlukan penanganan khusus.



10



Analisis biokimia terhadap fungsi glandula assesorius dapat dinilai dari sampel semen. Yang diperhatikan adalah fruktosa dari vesikel seminalis, zinc dan asam fosfatase dari prostat dan α-glucosidase serta carnitin dari epididimis Tes imunology dapat dilakukan untuk melihat IgG dan IgA pada sperma. IgA pada sperma dapat mengganggu interkasi sperma dan oosit sedangkan IgG mengganggu motilitas sperma. Antibodi terhadap sperma biasanya berhubungan dengan infeksi orchitis dan trauma testikuler. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakcocokan imunoligik antara suami dan istri maka dapat dilakukan uji kontak air mani dengan lendir serviks (sperm cervical mucus contact test (SCMC test)). Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya antibodi pada pria atau wanita. Pada autoimun gerakan maju spermatozoa akan terhenti mencapai lendir serviks. Uji ini untuk menyelidiki adanya faktor imunologik apabila ternyata uji pasca senggama (postcoital test) selalu negatif tapi kualitas air mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang maju dan yang tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.  Interpretasi Analisa Sperma Spermatogenesis terjadi selama 72 hari. Analisa sperma abnormal dapat terjadi karena berbagai alasan misalnya seksual abstinence dan stimulus seksual yang buruk sehingga penting dilakukan analisa sperma sekurang-kurangnya 1 bulan kemudian sebelum penegakkan diagnosis. Azoospermia mengindikasikan tidak adanya sperma yang dapat timbul akibat kelainan kongenital, obstruksi bilateral dari duktus ejakulatorius atau vas deferens, sertolli cell syndrome atau post vasectomy. Oligozoospermia mengidikasikan bahwa konsentrasi sperma kurang dari 20 juta sel sperma/ ml dan mungkin berhubungan dengan disfunsi ereksi seperti



11



ejakulasi



retrogard,



kondisi



genetik



dan



gangguan



hormonal.



Asthenozoospermia berarti motilitas sperma kurang dari 50%. Hal ini dapat disebabkan arena temperatur yang tinggi dan analisa sperma yang tertunda setelah dikumpulkan. Teratospermia menunjukkan peningkatan jumlah morfologi sperma yang abnormal pada kepala, leher atau ekor. Hipospermia berarti volume semen kurang dari 2 mL setiap ejakulasi Hiperspermia berarti volume semen lebih dari 8mL tiap ejakulasi.



b. Faktor Ovulasi Untuk melihat bagaimana fungsi ovulasi seorang wanita, riwayat menstruasi merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan siklus reguler antara 25-35 hari dan ada gejala premenstrual ternyata lebih dari 95% bersifat ovulatoar. Untuk mngetahui terjadinya ovulasi ada beberapa tes sederhana yang dapat dilakukan, seperti pengukuran serum progesteron dan pembuatan grafik suhu basal tubuh. Tes serum progesteron merupakan tes yang murah dan banyak digunakan. Tes ini melihat kenaikan progesteron setelah terjadi ovulasi. Spesimen darah diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi reguler 28 hari. Adanya serum progesteron lebih dari 3 ng/ml menunjukkan telah teradi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi negative palsu karena perlu pengambilan spesimen darah pada waktu yang kurang tepat. Pengukuran suhu basal tubuh digunakan untuk mengukur secara tidak langsung kenaikan level hormon progesteron yang mempunyai efek termogenik. Peningkatan hormon progesteron setelah terjadi ovulasi akan meningkatkan suhu basal tubuh 0,3o-0,6o C yang biasanya berlangsung selama 11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal tubuh ini dilakukan pada pagi hari setelah bangun



12



tidur. Pengukuran pertama dilakukan pada hari pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk memastikan adanya ovulasi namun kurang akurat untuk memastikan waktu terjadinya ovulasi. Selain kedua tes diatas juga ada tes dengan menggunakan ovulation predictor kit. Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi adanya peningkatan LH yang diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan urin pasien untuk mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan perubahan warna pada indikator alat. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari ke sepuluh setelah awal menstruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan warna indikator pada alat.



Kadar penyimpanan ovarium dan umur dari pasangan wanita juga turut mempengaruhi fungsi ovarium. Fungsi ovarium dianggap normal jika kadar FSH kurang dari 10mIU/mL dan estradiol kurang dari 65 pg/mL. Pada wanita berusia lebih dari 35 tahun dapat dilakukan Clomiphene Citrate Chalenge Test (CCCT). Diberikan kkolomifen sitrat 100 mg peroral pada hari ke 5-9 siklus dan serum FSH diperiksa pada hari ke 10. Jika FSH lebih dari 10 berhubungan dengan infertilitas dan kemungkinan hamil kecil.



c. Faktor Cervical Untuk mengetahui faktor cervical dapat dilakukan postcoital test (PCT) atau Sims Huhner Test. PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi diprediksikan terjadi, kemudian pasangan yang dilakukan tes diminta untuk melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes. Setelah itu wanita kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mukus serviksnya. Lendir kemudian ditempatkan pada kaca slide lalu dinilai. Jumlah sperma yang motil



13



juga dihitung per bidang high power mikroskopis. Namun PCT ini tidak tidak rutin dilakukan karena tidak terlalu bersifat prediktif dan ketepatan diagnostik kurang



d. Faktor uterus dan tuba Kelainan uterus dapat menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Penyakit yang paling sering pada kelainan tuba adalah pelvic inflammatory disease (PID) karena infeksi penyakit menular seksual yang disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Penyakit yang melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan menggunakan histerosalfingogram (HSG). HSG merupakan pencitraan yang menggunakan pewarna radioopak untuk melihat uterus dan tuba fallopi melalui fluoroskopi. Prosedur pemeriksaan harus dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah menstruasi berhenti. Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaian HSG adalah adanya infeksi pelvis iatrogenik, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID. Sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju endap darah (LED) terlebih dahulu. Jika ada peningkatan maka pemeriksaan dengan HSG harus ditunda terlebih dahulu. Dan bila LED normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan memberikan antibiotik profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin selama 5 hari dengan dosis 2x100 mg/hari.



14



Gambar 1. Obstruksi kornu bilateral Sumber : www emedicine/274143-overview



Gambar 2. Myoma Sumber : www emedicine/274143-overview



Gambar 3. Polip endometrial Sumber : www emedicine/274143-overview 15



e. Faktor peritoneum Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adhesi dapat ikut meberikan kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Dalam hal ini, laparoskopi bisa dilakukan untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila alat diagnostik lain gagal.



5.



Penatalaksanaan



Penatalaksanaan infertilitas dilakukan sesuai dengan penyebabnya. (2,4,7) 



Penatalaksanaan Infertilitas Pada Wanita 1) Pengobatan Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk mengobati wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak teratur. Adapun jenis-jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut a) Klomifen sitrat Klomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi terjadinya ovulasi pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur. Clomifen dapat digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tak diketahui dan PCOS. Clomifen bekerja dengan berkompetisi dengan hormon estrogen untuk menempati reseptornya di otak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat dengan reseptornya sedikit maka tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka kekurangan estrogen dan hal ini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH ke dalam pembuluh darah. Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan tinginya kadar LH akan menyebabkan pelepasan sel telur dari folikel matur dalam sebuah proses yang disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif untuk membantu meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar 70%80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian klomifen sitrat.



16



b) Gonadotropin Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa jenis sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas, antara lain: 



hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan LH alami yang diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenopause yang mempunyai kadar hormon tinggi.







uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH yang berasal dari purifikasi urin wanita postmenopause.







rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH yang diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.







rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.



Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin digunakan untuk merangsang pelepasan sel telur dari folikel matur. Pemberian gonadotropin jenis ini dilakukan ketika kita sudah mendeteksi bahwa folikel benar-benar matur dan berisi sel telur didalamnya baik dengan menggunakan tes darah maupun USG ovarium. Obat-obat tersebut adalah: 



uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai aktivitas biologi yang sama dengan LH, walaupun juga mengandung FSH. Hormon ini diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita hamil.







rhCG (recoombinant human chorionic gonadotropin) yang dihasilkan dari teknologi DNA dilaboratorium.



17







uLH (urinary luteinizing hormon) mengandung LH yang diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenoause.



 c.



rLH Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120 menit selama fase



folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH secara pulsatil dari hipotalamus di otak ke aliran darah akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk mensekresikan LH dan FSH. Pemberian medikasi ini melalui pompa yang dipasang pada ikat pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akan memberikan dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah jarum yang ditempatkan dibawah kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal ini bisa menimbulkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum tersebut. d.



Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonist)



e.



Dopamin Agonist Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan hormon



prolactin



yang



berlebihan



dari



kelenjar



pituitari



yang



biasa



disebut



hiperprolactinemia. Kelebihan hormon prolaktin ini akan mencegah terjadinya ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan terjadinya menstruasi yang tidak teratur dan bahkan hingga berhenti sama sekali. Dopamin agonist seperti bromokroptin dan cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik. f.



Aromatose Inhibitor Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara pada wanita



postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar estradiol dalam sirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang menstimulasi peningkatan sekresi dari



18



kelenjar pituitari dan sebagai akibatnya akan meningkatkan kerja ovarium. Jenis obat penghambat aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole. 2) Terapi Bedah Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan pembedahan. Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa kelainan tuba, PCOS, adhesi, endometriosis, dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitas antara lain: a)



Ovarian Drilling Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi



dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan PCOS yang resisten terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian drilling dilakukan secara laparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan panas atau laser. Proses ini akan memacu terjadinya ovulasi.



Gambar 7 Ovarian Drilling Sumber : ivfgo.com



19



b)



Pembedahan pada tuba fallopi Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai



macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis kerusakannnya.  Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi. HSG menggunakan sinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke traktus reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi melalui kateter dari serviks.  Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area. Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi dengan



memotong



perlengketan



tersebut,



biasanya



menggunakan



electrosurgery dengan memakai elektrokauter.  Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.  Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung tuba yang terpotong tersebut.  Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan dipandu fluoroskopi.



20



 Penatalaksanaan Infertilitas Pada Pria a.



Air mani abnormal Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan berturut-turut hasilnya tetap abnormal. Pada pasien dengan air mani abnormal kita hanya bisa memberikan nasihat agar melakukan senggama berencana pada saat-saat subur istri untuk meningkatkan persentasi terjadinya pembuahan.



b.



Varikokel Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan. Penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90% pria dengan varikokel, sekalipun hormon-hormonnya normal. Varikokelektomi hampir selalu dianjurkan untuk semua varikokel dengan penurunan motolitas spermatozoa. Kira-kira 2/3 pria dengan varikokel yang dioperasiakan mengalami perbaikan dalam motilitas spermatozoanya.



c.



Defisiensi Gonadotropin Sama halnya dengan wanita, kurangnya hormon gonadotropin pada pria juga dapat menyebabkan infertilitas walaupun hal ini jarang terjadi. Pria dengan defisiensi gonadotropin bawaan sering kali mengalami pubertas yang terlambat. Pengobatannya sama seperti pada wanita, yaitu dengan pemberian preparat hormon seperti LH dan FSH, ataupun GnRH.



d.



Hiperprolaktinemia Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel yang mengecil, dan kadang-kadang galaktorea. Analisi air mani biasanya normal atau sedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin dilaporkan dapat memperbaiki spermatogenesis.



21



6.



Prognosis Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi hubungan seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat. (4)



22



DAFTAR PUSTAKA



1. JimeiCong, PingpingLi, LiqiangZheng, JichunTan. Prevalence and Risk Factors of Infertility at a Rural Site of Northern China. 2016. Available from URL: http://journals.plos.org/plosone/article/file?id=10.1371/journal.pone.0155563&type=p rintable.htm. Accessed May 16, 2018. 2. Puscheck, Elizabeth E. Infertility. Emedicine.2013. Available from URL: http://www emedicine/274143-overview.htm. Accessed May 16, 2018. 3. Anastasia Oktarina, Adnan Abadi, Ramli Bachsin. 2014. Faktor-faktor yang Memengaruhi Infertilitas pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi. file:///C:/Users/User/Downloads/2722-6001-1-PB(1).pdf. 4. Prawirohardjo, Sarwono. Infertilitas in Ilmu kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2011 . 425-501. 5. Male



Infertility.Mayoclinic.2013.



Available



from



URL:



http://www



male



infertility/con-20033113.htm. Accessed May 18, 2018. 6. Female Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www female infertility/con-20033618_2.htm. Accessed May 18, 2018. 7. Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www mayo clinic/con20034770.htm. Accessed May 19, 2018.



23