Islam Dan Globalisasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS AKHIR



ISLAM DAN GLOBALISASI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam Dosen Pengampu : DR. Sutikno, M.Si., M.Fil.I.



Nama : Usmakrifah NIM : 202001260204



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH KRANJI PACIRAN LAMONGAN Januari 2021



PENDAHULUAN Kehadiran Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana saharusnya manusia menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Gambaran ajaran Islam yang demikian ideal pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia. Namun, kenyataanya Islam sekarang menampilkan keadaan yang jauh dari citra ideal tersebut. Ibadah yang dilakukan oleh umat Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji hanya terhenti sebatas membayar kewajiban dan menjadikan lammbang kesalehan serta hanya demi untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain., sedangkan ibadah yang berdimensi kepedulian social sudah kurang nampak. Di kalangan Masyarakat telah terjadi kesalahan dalam memahami dan menghayati pesan simbolis keagamaan tersebut. Terjadi kesenjangan antara citra Islam dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan, bisa dilacak penyebabnya dari cara, metode dan pendekatan umat Islam yang keliru dalam memahami Islam. Menyaksikan keadaan peradaba dan kebudayaan Barat modern dewasa ini, kita dihadapkan pada situasi muram yang memperlihatkan gejala bahwa arah perkembangannya sedang berangsurangsur berjalan menuju kematiannya. Peradaban dan kebudayaan barat modern dewasa ini telah melahirkan generasi urakan, yang marah, pemnberontak dan tidak lagi percaya kepada perasdabannya sendiri. Segala gemerlap pesona keemasan kebudayaannya menyebabkan umat Islam terbuai dan terlena dalam mimpi dan nina bobo ayunan masa silam. Sebab bagaimanapun kejayaan masa silam itu telah lama berakhir. Telah menjadi sejarah. Mengagung-agungkan kebesaran dan kejayaan masa silam Islam tidak lebih sekedar pemuasan konsumsi, suatu pemuasan perasaan yang tidak efektif. Mengagung-agungkan kebesaran umat Islam pada masa silam, adalah tak lebih dari sekedar pelarian dari kenyataan kenyataan yang harus dihadapi sekarang. Dengan beribu kali menyebut kebesaran dan kejayaan Islam masa silam untuk membela swrangan serangan dari luar islam, tidak dengan sendirinya umat Islam menjadi maju, mereka akan selalu berfikir dengan orientasi masa silam dan tidak berfikir dengan orientasi masa depan. Ini berarti umat Islam akan selalu berfikir secara reaktif, tidak kreatif.



PEMBAHASAN A. Pengertian Islam Dan Globalisasi Dari segi bahasa (etiomologi), islam berasal dari bahasa arab, yaitu salima yang yang mengandung arti selamat, damai dan sentosa. Dari kata salima, selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti aslama yang berarti berserah diri masuk kedamaian. Islam adalah agama Allah yang SWT, yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, untuk mengajarkan dan menyampaikan pada Umat-Nya. Adapun globalisasi berasal dari kata “global”. Globalisasi (globalization) merupakan proses menuju arah global. Arti global adalah menyeluruh atau menyatu, dari berbagai unsur menjadi satu. Globalisasi adalah era global/modern bahwa dunia ini terasa seperti kampong kecil. Interaksi antarnegara, peradaban, dan budaya semakin mudah dalam melakukannya, proses tersebut saling mempengaruhi antara satu budaya dengan budaya lain dengan proses yang cepat, baik budaya itu positif maupun negatif. Pada akhirnya, globalisasi menjadi alat untuk saling mempengaruhi antara peradaban, antarnegara, budaya, dan agama. Adapun kalimat “globalisasi” diambil dari terjemahan bahasa inggris “globalization”, yang muncul pertama kali di Amerika, dan mempunyai arti : menyebarluaskan dan memperluaskan jangkauan sesuatu agar menyentuh semua lapisan. Dari makna tersebut, bias kita pahami lebih dalam lagi, bahwa globalisasi tidak hanya sekedar digunakan di bidang ekonomi atau gerakan kapitalisme saja, tapi juga merupakan ajakan untuk mengadopsi paradigm tertentu. Mendefinisikan globalisasi secara tepat bukanlah hal yang mudah, karena berkaitan dengan kompleksnya sisi sisi yang berhubungan dengan globalisasi, namun ada satu kesepakatan , setidaknya untuk sebagian besar dari kita bahwa globalisasi dimaksudkan untuk merobohkan dinding pemisah ruang dan waktu, budaya, politik, ekonomi, dan berusaha dengan berbagai cara untuk menerapkan nilai nilai atau peradaban tertentu pada masyarakat dunia. B. Karakteristik Islam Globalisasi Ungkapan “Islam, globalisasi, dan peradaban dunia” berusaha menjelaskan pada pertentangan, persinggungan, atau persamaan. Oleh karena itu islam memiliki karakter sebagai berikut:



a. Menjanjikan keselamatan dunia dan akhirat b. Penyerahan diri seorang muslim kepada Allah SWT. c. Penyelamatan yang dijanjikan islam dengan kesempurnaan, komprensif dan mendetail. d. Islam sebagai agama yang sempurna e. Islam menjelaskan segala sesuayu yang semuanya itu untuk keselamatan manusia. f. Tidak ada satu pun yang dibiarkan dan tidak diperhatikan di dalam islam. g. Tebaran penyelamatan islam mencakup pada seluruh alam semesta, lebih dari sekadar globalisme. C. Karakteristik Globalisasi Dalam hal-hal yang bersifat duniawi, umat islam diberi kebebasan seluasluasnya untuk beradaptasi, berdialog, hidup berdampingan dengan non islam. Tetapi ia harus mengetahui prinsip-prinsip islam. globalisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: • Internasionalisasi (dari daerah menuju ke arah wilayah yang lebih luas). • Liberalisasi (paham menuju arah serba bebas dan melepaskan normanorma yang telah mapan, antaralain norma-norma agama islam). • Universalisasi (dunia telah menjadi dalam kesatuan, tetapi tidak ada wilayah yang melekat antara wilayah stu dengan wilayah lain sebagai berkah untuk memajukan IPTEK, terutama teknologi dan informasi. • Westernisasi (arah peradaban dari dunia timur menuju arah kultural dunia barat yang bercirikan sekularisme, individualisme, kapitalisme, liberalisme, dan hedonisme. • Suprateritoalisme (ruang-ruang sosialitas mulai tidak ada lagi dari jaraknya dan batas-batas wilayahnya. Dengan demikian, dunia adalah satu wilayah). Secara singkat, bahwa globalisasi dapat dikatakan terjadinya keterbukaan wilayah atau Negara sehingga memungkinkan terjadi interaksi antara wilayah atau Negara tersebut. Seperti dalam ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. D. Pengertian Modernisme Kata modern, medernitas, modernisasi dan modernisme, seperti kata lainnya yang berasal barat, telah dipakai dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru, secara baru, mutakhir. Dalam masyarakat barat kata



“modernisme” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-instintusi lama dan sebagainya, agar semua itu sesuai dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Perubahan dilakukan untuk menyesuaikan zaman dan keadaan masyarakat dalam mengejar bangsa lain agar memberi solusi nyata dengan mendatangkan paradigma baru dalam suatu masyarakat supaya mewujudkan kebangkitan bagi umat islam. Dalam masyarakat barat, modernisme mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham dan institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, modern lebih mengacu pada dorongan untuk melakukan perubahan karena paham-paham dan institusi-institusi lama dinilai tidak relevan. Kaum modernis kebanyakan lebih percaya bahwa keterbelakangan umat islam karena disebabkan oleh kesalahan sikap mental, budaya, atau teologi mereka. Pandangan kaum modernis lebih merujuk pada pemikiran modernis Muktazilah, yang cenderung bersifat antroposentris karena bagi Muktazilah, manusia itu dapat menentukan perbuatannya sendiri. Fenomena di atas adalah indikasi dari keberhasilan manusia dalam bidand sains dan teknologi, terutama bidang informatika. Maka, disepakati bahwa informasi adalah kebutuhan setiap insan, sehingga era sekarang dikenal dengan era informasi. E. Sikap muslim terhadap globalisasi Sikap menyadari bersama, globalisasi adalah tren baru sekaligus produk sejarah yang telah terjadi dan kita alami. Kita tidak punya kekuatan untuk menolak atau lari dari kenyataan sejarah ini. Yang harus kita lakukan adalah brgerak dinamis bersama arus ini, dan menjaga diri agar tidak kehilangan kendali dan jati diri, lalu terbawa arus. Ada tiga sikap umum di kalangan umat islam menghadapi globalisasi Pertama, mengikutinya secara mutlak. Mereka meyakini bahwa apa yang ada di balik globalisasi dan berbau westernisasi adalah standar, ideal, dan perlu ditiru. Golongan inilah yang disinggung Rasul dalam sebuah haditsnya “Mereka mengikuti tingkah laku orang sebelum mereka (tanpa berpikir), setapak demi setapak, hingga walau orang orang itu masuk ke lubang buaya, mereka akan iut masuk pula”.



Kedua, mereka yang menolak 100%. Golongan inilah yang disebut Qardlawy sebagai “penakut”. Mereka takut untuk berhadapan langsung dengan orang (baca:peradaban) lain. Menutup pintu rapat-rapat terhadap hembusan angin globalisasi, karena takut terkena debu dan polusi peradaban, padahal mereka membutuhkan udara. Ketiga, golongan moderat (wasathiyah). Kelompok ini mencerminkan sikap ideal seorang muslim. Mereka sadar bahwa menutup diri dan mengisolasi diri dari dunia luar tidak banyak gunanya. Mereka sadar, sikap eksklusif bertentangan dengan ajaran-ajaran universal Islam. Risalah Muhammad tidak menolak peradaban tertentu hanya karena ia adalah produk luar. Tapi, menyikapinya dengan kritis dan sikap netral, mengambil yang baik untuk kemudian dipraktekkan dalam realita sejarah. Rasul bersabda: “Hikmah adalah milik orang mukmin yang hilang, ambillah di mana ia berada.” Islam adalah agama humanisme, yang diturunkan untuk kemaslahatan manusia secara umum. Al Qur’an mengatakan: “Dan tidak kami utus kamu, kecuali sebagai rahmat untuk sekalian manusia”. Dan Rasulullah bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia”. Spirit untuk selalu berbuat yang terbaik dan bermanfaat ini bisa kita lihat juga dalam ayat “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” F. Sisi Globalisasi Dan Tinjauan Islam terhadapnya Secara global Islam memandang globalisasi sebagai sunnatullah yang tidak bisa kita tolak. Globalisasi adalah produk sejarah masa kini yang selalu bergerak dinamisdan menyentuh segala aspek kehidupan. Globalisasi adalah fenomena. Dan tidak akan berubah (lebih baik), jika umat Islam tidak punya niat (internal power) untu merubahnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Globalisasi mempunyai dua unsur penting dalam gerakannya; unsur inti (jauhariyah) dan unsur pendamping (mushahabah). Dalam tatanan reaalita unsur pendamping ini justeru terlihat lebih menonjol dan mengepung manusia dari berbagai arah. Sebagai contoh menjamurnya makanan dan minuman siap saji, warung-warung waralaba ( Mc Donals, KFC, Coca-Cola



dan lain-lain ), tren mode pakaian ( jeans, kaos funki,...), film-film Holywood, pesta ala barat, dan sebagainya. Berbicara mengenai pandangan Islam terhadap globalisasi, kita hanya akan menitikberatkan pada tiga unsur inti yang menjadi mainstream gerakan globalisasi; ekonomi, politik dan budaya. Ekonomi. Gerak globalisasi dalam bidang ini bisa kita rasakan secara jelas, seperti pasar bebas, kerjasama ekonomi antar negara dan "organisasi pasar" lainnya. jika umat islam menyikapi gejala ini secara positif, maka satu pelajaran yang dapat dipetik adalah; kesatuan dan persatuan umat (negara) Islam adalah sebuah keniscayaan. Negara-negara Islam harus bersatu untuk membangun kekuatan ekonomi baru, meningkatkan produktifitas, memperbaiki kualitas agar bisa bersaing dan mengarungi belantara globalisasi dengan dada membusung. Persoalan selanjutnya adalah; bagaimana cara terbaik untuk menghadapi tren ini dan saling bekerja sama dengan baik dan safety ?. Tidak selayaknya kita membanggakan kekayaan alam yang dimiliki oleh negara Islam. Yang diperlukan adalah kemauan, semangat baja dan spirit yang membara untuk mewujudkan kebangkitan ekonomi negara-negara Islam. Politik. Ada tiga permasalahan yang akan kita bahas; demokrasi, HAM, dan "pluralisme politik" (ta'addudiyah siyasiyah). Sejak empat belas abad yang lalu, Islam telah membahas tiga hal diatas, jauh sebelum globalisasi menyentuhnya. Ketika Islam berbicara tentang syuraa, sebetulnya ia sedang membangun pondasi dan landasan kokoh menuju kemerdekaan berpikir dan kebebasan berpendapat yang menjadi inti ajaran demokrasi. Hanya saja, kaum muslimin saat itu menutup "gerak" syuraa dalam mencari bentuk idealnya sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman. HAM sudah menjadi perbincangan hangat dalam wacana pemikiran Islam sejak dulu. Ini tercermin dalam ajaran Islam yang menghormati hak semua unsur manusia tanpa membedakan ras, suku dan agama. Meletakkan keadilan sebagai tujuan akhir dalam kasus-kasus kemanusiaan. Allah berfirman: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil."



Pluralisme politik. Islam memberikan ruang ijtihad bagi kita dalam masalah keagamaan, juga dalam hal keduniawian. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda: "kamu lebih tahu tentang urusan-urusan duniamu." Ijtihad berarti adanya keragaman pendapat dan ide. Islam memberikan iming-iming "dua pahala" bagi mereka yang benar berijtihad, dan "satu pahala" bagi mereka yang salah dalam berijtihad. Hal itu di maksudkan sebagai tasyji' agar kita selalu berijtihad, berinovasi dan improvisasi. Berangkat dari kenyataan ini, berbeda politik bukanlah hal terlarang dalam Islam. Ia adalah sarana untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan optimal dalam mewujudkan kemaslahatan bersama. namun perlu di garisbawahi bahwa hal tersebut harus berada dalam koridor-koridor keislaman. Budaya. Jika tujuan akhir globalisasi adalah menciptakan satu budaya sentral yang dianut oleh seluruh penduduk bumi, maka yang diperlukan adalah kesadaran yang tinggi pada masing-masing individu muslim, dan sikap antisipatif terhadap bahaya multi dimensial (melalui penitrasi budaya) yang mengancam; sosial, medis, pidana, lingkungan dan sebagainya. Hal tesebut akan berujung pula pada "pemaksaan" budaya, dimana budaya mayoritas akan menjajah budaya menoritas. Islam adalah agama inklusif. Menjaga identitas peradaban Islam bukan berarti menutup diri untuk berinteraksi dengan peradaban lain. Peradaban Islam adalah peradaban yang dinamis dan aktif, yang tidak menginginkan adanya status quo. Kita dituntut untuk memilih jalan terbaik dan sesuai dengan identitas keislaman kita.



PENUTUP



Islam berasal dari bahasa arab, yaitu salima yang yang mengandung arti selamat, damai dan sentosa Islam adalah agama Allah yang SWT, yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW, untuk mengajarkan dan menyampaikan pada Umat-Nya. Globalisasi berasal dari kata “global”. Globalisasi (globalization) merupakan proses menuju arah global. Globalisasi adalah era global/modern bahwa dunia ini terasa seperti kampong kecil. Interaksi antarnegara, peradaban, dan budaya semakin mudah dalam melakukannya. Modernisme adalah pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-instintusi lama dan sebagainya. Jadi, melihat brbagai masalah yang ada penulis menyarankan islam dalam globalisasi juga dibutuhkan di kalangan islam karena melihat perkembangan zaman dan kehidupan masyarakat, tetapi juga melihat titik positif dan negatif dalam menangapinya. Dengan cara menumbuhkan kembali kesadaran kultural, mengungkap kembali kebesaran dan kejayaan Islam di masa silam tak lain dimaksudkan agar mempunyai kesadaran masa lalu, kesadaran kultur yang dipakai sebagai jembatan dalam membangun kembali pilar pilar budaya masa kini dan masa depan. Jika kesadaran masa lalu ini hilang, manusia akan kehilangan jejak dan mungkin akan kehilangan arah untuk menuju ke masa depan.