Jasa Pelengkap Pada Bank Syariah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN OPRASIONAL PERBANKAN SYARIAH ( Jasa – Jasa Pelengkap Pada Bank Syariah )



MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok presentasi yang di ampu oleh : Nurfaedah, ME.Sy



Disusun Oleh Adawiyah



: 17. 4. 001



Agam Muthowi



: 17. 4. 002



Cepi Supriatna



: 17. 4. 016



M Khoirul Ibad



: 17. 4. 026



Vhia Qhori Aini



: 17. 4. 030



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM GARUT 2020 M / 1441 H



KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim, assalamu’alaikum Wr.Wb Segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam yang telah memberikansegala-galanya. Dimana hanya dengankuasa-Nya danr idha-Nya kami dapat menyusun makalah ini. Apabila terdapat banyak kesalahan mohon saran-Nya dari Pembaca. Semua kekurangan yang Penulis lakukan semoga dapat diperbaiki untuk kedepannya jauh lebih baik dari yang diharapkan. Kebenaran yang sebenar-benarnya hanya datang dari Allah dan segala kesalahan yang terjadi akibat dari kebodohan kami yang menyusun makalah ini. Dengan pembaca yang terhormat, semoga dengan membaca makalah ini dapat Memberikan wawasan yang lebih jauh lagi. Apabila berkenan segala kesalahan yang terjadi jangan di permaslahkan. Tapi dengan mengetahui kesalahan tersebut kami meminta saran yang dapat membangun dalampembuatan Karya Tulis Ilmiah agar menjadi penulis yang lebih baik lagi. Terimakasih kepada pembaca yang yang setia, mohon do’a-Nya agar setiap pembaca dan penulis yang belajar, akan selalu diberikan semangat yang berkobar terus tanpa mengenal padam dan berhenti dalam keputus asaan. Amiin Allhamdulillahi rabbil’alamin, wassalamu’alaikum Wr,Wb



Garut, April 2020



Penyusun



BAB I PEMBAHASAN A.



Latar Belakang Lembaga keuangan syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI,2003). Definisi ini menegaskan bahwa LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas dalam operasi sebagai lembaga keuangan.1 Lembaga keuangan bank dibutuhkan sebagai suatu lembaga intermediary (perantara) antara pihak yang surplus dana kepada pihak yang devisit dana. Perkembangan selanjutnya lembaga keuangan bank maupun non bank semakin berkembang pesat diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792 Tahun 1990, lembaga keuangan di beri batasan sebagai semua badan yang kegiatannya dibidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Meski dalam peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi perusahaan namun peraturan tersebut tidak berarti membatasi kegiatan pembiayaan lembaga keuangan hanya untuk investasi perusahaan. Dalam kenyataannya, kegiatan pembiayaan lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi dan kegiatan distribusi barang dan jasa.2 Dalam pasal 1 Undang-undang No. 21 tahun 2008, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentukbentuk laninya dalam rangka meningkatkan taraf



hidup rakyat banyak. Bank



terdiri dari dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional yang terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdsarkan prinsip syariah. Prinsip syariah adalah prinsip hokum Islam dalam kegiatan Riza Yaya, Aji Erlangga Matawireja, dkk, Akuntansi nPerbankan Syariah Teori dan Praktek Kontemporer, Jakarta: Salemba Empat, 2009, h. 38 2 Yusuf Burhanuddin, dkk, Manajemen Sumber Daya Manusia Di Lembaga Keuangan Syariah, Depok: PT Rajagrafindo Persada, h. 4 1



perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa dibidang syariah. Bank syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syaria (BPRS).3 B.



C.



Rumusan Masalah 1.



Apa itu akad Wakalah pada Bank Syariah ?



2.



Apa itu akad Kafalah pada Bank Syariah ?



3.



Apa itu akad Sharf pada Bank Syariah ?



4.



Apa itu akad Hawalah pada Bank Syariah ?



5.



Apa itu akad Rahn pada Bank Syariah ?



Tujuan Penulisan 1.



Bagaimana akad Wakalah pada Bank Syariah ?



2.



Bagaimana akad Kafalah pada Bank Syariah ?



3.



Bagaimana akad Sharf pada Bank Syariah ?



4.



Bagaimana akad Hawalah pada Bank Syariah ?



5.



Bagaimana akad Rahn pada Bank Syariah ?



Rizal yaya, Aji Erlangga Matawireja, dkk, Akuntansi nPerbankan Syariah Teori dan Praktek Kontemporer, ..., h. 54 3



BAB II PEMBAHASAN A.



Wakalah Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut. 4 Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al-hifzhu disebut dalam firman Allah :



ْ َ‫اس قَ ْد َج َمعُوا لَ ُك ْم ف‬ ‫ َح ْسبُنَا هَّللا ُ َونِ ْع َم‬Q‫م فَزَا َدهُ ْم إِي َمانًا َوقَالُوا‬Qُْ‫اخ َشوْ ه‬ َ َّ‫ال لَهُ ُم النَّاسُ إِ َّن الن‬ َ َ‫الَّ ِذينَ ق‬ ‫ْال َو ِكي ُل‬ Artinya : (Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (Ali Imran : 173).5 Dan di jelaskan dalam hadits : “bahwasannya Rasulullah saw. pernah Mewakilkan urwah al-Bariqi untuk membeli domba dan pernah mewakilkan kepada Abu Rafi’ untuk menerima pernikahan Maimunah”. 1. Rukun Wakalah a. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang menjadi wakil b. Sighot (lafadz) c. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan) 2. Syarat Wakalah a. Adanya kecakapan hukum bagi pemberi dan penerima wewenang serta adanya kemampuan dari kedua belah pihak untuk melakukan pekerjaan yang dilimpahkan. b. Misal salam jual beli unsur kejelasan barang seperti jenis, sifat dan harga. 3. Macam macam Wakalah a. Wakalah disertai imbalan 4 5



M. Syafi’i Antonio, Op. Cit, h. 131 Departemen Agama RI



b. Wakalah tanpa imbalan 4. Aplikasi Wakalah dalm Perbankan Syariah



Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini, bank dapat upah atau biaya administrasi atas jasa tersebut. Sebagai contoh, bank mewakili sekolah atau universitas sebagai penerima biaya spp dari para pelajar untuk biaya studi dan contoh jasa transfer.6 B.



Kafalah Akad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yang ditanggung (makful anhu). Istilah kafalah dalam praktek perbankan sekarang ini adalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban yang ditanggung (makful ‘anhu) apabila pihak yang ditanggung cidera janji atau wanprestasi. Secara teknis dapat dikatakan bahwa pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan kepada nasabahnya sehubungan dengan kontrak kerja/perjanjian yang telah disepakati antara nasabah dengan pihak ketiga. Pada hakikatnya pemberian kafalah ini akan memberikan kepastian dan keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan isi perjanjian/kontrak yang telah disepakati tanpa khawatir apabila terjadi sesuatu dengan nasabah sehingga nasabah cidera janji untuk memenuhi prestasinya.7



https://arsippkuliah.blogspot.com/2017/04/wakalah-jasa-jasa-pelengkap-pada-bank.html pukul 8:19 tanggal 11/04/2020 6



Menurut Syafi’i Antonio (1999), kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Sedangkan menurut Bank Indonesia (1999), kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.8 1.



Landasan Hukum Kafalah dalam Q.S Yusup : 72 :



۟ ُ‫قَال‬ ‫ير َوأَن َ۠ا بِِۦه زَ ِعي ٌم‬ Qَ ‫وا نَ ْفقِ ُد ص َُوا‬ ِ ِ‫ع ْٱل َمل‬ ٍ ‫ك َولِ َمن َجٓا َء بِِۦه ِح ْم ُل بَ ِع‬ Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya". (QS Yusuf; 72)9 2.



3.



Akad Kafalah Menurut madzhab Hanafi dan Syafi’i: akad tersebut bisa jadi sharih/terang-terangan, kinayah (sindiran). Dengan kata lain semua lafadz yang menurut kebisaaan mengandung makna perjanjian kafalah.  Akad Sharih artinya terang-terangan, menggunakan kata “jamin” atau sinonimnya. Contoh, saya menjamin utangnya, saya menanggung utangnya, utangnya saya jamin, utangnya saya tanggung, kalau ia tidak mampu saya yang membayarnya.  Akad Kinayah artinya tidak menggunakan kata “jamin” atau semisalnya, tetapi bisa dipahami dari kata-katanya, ia sebagai penjamin. Seperti, biarkan dia, jangan lagi usik dia dengan utang itu, tagihlah saya, percayalah pada saya, jika niatnya menjamin, maka harus ia tepati, jika tidak maka batal. Jika ia berkata,”hak fulan ada pada saya”, ini bis dipahami sebagai titipan (wadi’ah), bisa juga sebagai kewajiban (utang), kecuali ia menambahkan kata-kata yang menguatkan salah satunya. Syarat-Syarat Kafalah Dalam kafalah ada beberapa syarat yang berkenaan dengan Kafiil (penjamin), Ashil/Makful ‘anhu (yang berutang), Makful Lahu (yang memberikan utang/berpiutang) dan Makful Bih (harta/batang yang dijamin). Syarat-Syarat Penjamin (Kafiil) 1) FATWA DSN (Dewan Syariah Nasional)



Institut Bankir Indonesia. Tim Pengembangan, Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2001, hal. 239. 8 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, hal. 31 9 Departemen Agama RI 7



4.



5.



10



a) Kemampuan akal dan dewasa (baligh) b) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut. 2) FIQH KLASIK a) Kafil diminta makful ‘anhu dan ia meridjoi permintaan tersebut b) Ketika menjamin utang makful ‘anhu, si kafil menyatakan jaminan itu atas nama makful ‘anhu c) Kafil tidak mempunyai utang kepada makful ‘anhu d) Kafil mampu melunasi (membayar) kewajiban utang tersebut e) Tanggung jawab kafil tetap eksis, selama makful ;anhu memiliki utang kepada makful lahu. Jika makful ‘anhu sudah terbebas dari utang, barulah kafil bebas tanggung jawab f) Kafil boleh dari satu g) Jika dalam kafalah bil mal (jaminan berupa harta(, lalu makful ‘anhu meninggal, maka kafil bertanggung jawab Manfaat Kafalah Kafalah yang diberikan oleh bank sangat mendukung transaksi bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, karena dapat memberikan rasa aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis maupun proyek-proyek yang sedang mereka kerjakan sehingga proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kafalah memberikan manfaat bagi:10 1) Pihak yang dijamin (nasabah), bahwa dengan kafalah yang diberikan oleh bank, nasabah bisa mendapatkan/mengerjakan proyek dari pihak ketiga, karena bisaanya pemilik proyek menentukan syarat-syarat tertentu dalam mengerjakan proyek yang mereka miliki. 2) Pihak yang terjamin (pemilik proyek), bahwa dengan kafalah yang diberikan oleh bank, pemilik proyek mendapat jaminan bahwa proyek yang akan dikerjakan oleh nasabah tadi akan diselesaikan dengan jadwal yang telah ditentukan, karena kafalah merupakan pengambilalihan risiko oleh bank apabila nasabah cidera janji melaksanakan kewajibannya. 3) Pihak yang menjamin (bank), bahwa dengan kafalah yang diterbitkan oleh bank, maka pihak bank akan memperoleh fee yang diperhitungkan dari nilai dan risiko yang ditanggung oleh bank atas kafalah yang diberikan. Aplikasi Kafalah di Perbankan Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah dapat diaplikasikan dalam bentuk pemberian jaminan bank dengan terlebih dahulu diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank



Bank Syariah: Konsep, produk dan Implementasi Operasional, Institut Bankir Indonesia, hal.241



atas dasar hasil analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan fasilitas tersebut. Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada perkiraan administratif baik berupa komitmen maupun kontinjen. Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter of credit. Fungsi kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank bagi pihak-pihakyang terkait untuk menjalankan bisnis mereka secara lebih amandan terjamin, sehingga adanya kepastian dalam berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti akan mengambil alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah wanprestasi/lalai dalam memenuhi kewajibannya. Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka. Mekanisme dan Sistem Operasi Kafalah oleh Bank Syariah



(Dikutip dari : Slide presentasi kuliah MBKI)



C.



Sharf



Sharf secara etimology adalah penambahan, penukaran, pemindahan atau suatu bentuk transaksi jual beli. Wahbah Al-Zuhaily11 menyatakan bahwa arti pokok sharf adalah al-ziyadah artinya penambahan atau pertumbuhan. Sedangkan dalam pengertian terminology ulama memberikan definisi yang berbeda diantaranya menurut Ulama Al-Hanafiyah sharf adalah “perjanjian jual beli suatu valuta (mata uang) dengan valuta yang lainnya baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis, seperti jual beli emas dengan emas, perak dengan perak atau emas dengan perak dan perak dengan emas, baik berupa emas perak perhiasan maupun sebagai alat tukar. Dengan demikian transaksi jual beli valuta dapat dilakukan, baik dengan mata uang yang sejenis seperti rupiah dengan rupiah, dolar dengan dolar, maupun yang tidak sejenis seperti rupiah dengan dolar atau sebaliknya. Fuqaha mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjual belikan uang dengan uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Sebagaimana perjanjian jual beli bentuk ini pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama dalam hal menjual belikan harta ribawy yang sejenis dan berimbang atau menjual belikan harta ribawy yang berlainan jenis walaupun salah satunya kualitasnya lebih bagus dan kuantitasnya lebih banyak, dilakukan dengan cara kontan. 12 Akad sharaf termasuk salah satu akad jual beli yang dibolehkan sesuai firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 275 :



َ ‫الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْي‬ ‫طانُ ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم‬ ‫م الرِّ بَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه‬Qَ ‫قَالُوا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا ۗ َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر‬ Qَ ِ‫ى فَلَهُ َما َسلَفَ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَأُو ٰلَئ‬Qٰ َ‫فَا ْنتَه‬ َ‫ار ۖ هُ ْم فِيهَا خَالِ ُدون‬ ِ َّ‫ك أَصْ َحابُ الن‬ Artinya “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.13



Lihat Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz IV halaman 356. Wahbah Al-Zuhaily, loc.cit. 13 Departemen Agama RI 11 12



Yang menjadi dalil kebolehan akad sharf dalam ayat tersebut adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan jual beli (tukar menukar) dan mengharamkan riba’, ayat tersebut merupakan jawaban terhadap anggapan orang-orang Jahiliyah dengan menyatakan bahwa jual beli itu sama dengan riba. 14 D.



Hawalah



adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang. Tujuan hawalah adalah membantu pemasok mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya, karena ia memiliki piutang usaha belum dibayar oleh pembeli sehingga tidak memiliki cukup dana untuk memulai pekerjaan berikutnya. 1.



Landasan Hukum Hawalah Imam bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw,bersabda,



‫مطل الغنى فاذا اتبع احدكم على ملي فليتبع‬ Artinya :”Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Yang mampu atau kaya, terimalah hawalah itu.” Pada hadits tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang kaya atau mampu, hendaklah ia menerima hawalah terseebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan (muhal alaih). Dengan demikian haknya dapat terpenuhi. Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam hadits terseebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang mengutangkan (muhal) menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama brpendapat bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Jadi, sunnah hukumnya menerima hawalah bagi muhal. 2. Rukun dan Syarat Hawalah Dalam pelaksanaan, hawalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut : Lihat Abu Al-Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adlim Al-Syahir bi Tafsir Ibnu Katsir, (Bairut: Bairut: Dar Al-Thayyibah Li Al-Nasyr wa Al-Tauzi’, 1999) Juz I halaman 709. 14



a.



Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil).



b.



Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang berutang padanya secara langsung (muhal).



c.



Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal alaih)..



d.



Harta yang diutang  yang dialihkan( muhal bih)



e.



Shighat.



Syarat-syarat yang diperlukan pihak pertama (muhil): a.



Cakap melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, yaitu baligh dan berakal. Hawalah tidak sah bila dilakukan anak-anak meskipun ia sudah ia mengerti (mummayiz), ataupun dilakukan orang gila.



b.



Ada pernyataan persetujuan atau rida. Jika pihak pertama dipaksa untuk melakukan hawalah maka akad itu tidak sah. Adapun persyaratan ini ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian orang merasa keberatan dan terhina harga dirinya, jika kewajibannya untuk membayar utang dialihkan kepada pihak lain.



Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak kedua ( muhal) sebagai berikut: a.



Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama.



b.



Ada persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hawalah. Persyaratan ini berdasarkan pertimbangan bahwa kebiasaan orang dalam membayar utang berbeda-beda, ada yang mudah dan ada yang sulit membayarnya, sedangkan menerima pelunasan utang itu merupakan hak pihak kedua.



Syarat-syarat yang diperlukan oleh pihak ketiga (muhal alaih) adalah: a.



Cakap melakukan tindakan hukum, yaitu baligh dan berakal sebagaimana pihak pertama dan kedua.



b.



Adanya pernyataan persetujuan dari pihak ketiga (muhal alaih). Hal ini diharuskan karena tindakan hawalah merupakan tindakan hukum yang melahirkan pemindahan kewajiban kepada pihak ketiga (muhal alaih) untuk membayar utang kepada pihak kedua (muhal) , sedangkan kewajiban membayar utang baru dapat dibebankan kepadanya, apabila ia sendiri yang berutang kepada pihak kedua. Atas dasar itu,



kewajiban itu hanya dibebankan kepadanya, jika ia menyetujui akad hawalah. c.



Imam Abu Hanifah menambahkan syarat bahwa qabul atau pernyataan menerima akad harus dilakukan dengan sempurnaoleh pihak ketiga didalam suatu majelis akad.



Syarat-syarat yang diperlukan terhadap utang yang dialihkan (muhal bih) adalah: a.



Yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang telah pasti.



b.



Pembayaran utang itu mesti sama waktu jatuh tempo pembayarannya, jika terjadi perbedaan waktu jatuh tempo pembayaran diantara kedua utang itu, maka hawalah tidak sah.



c.



Utang pihak pertama kepada pihak kedua maupun utang pihak ketiga kepada pihak pertama mestilah sama jumlah dan kualitasnya. Jika diantara kedua utang itu terdapat perbedaan jumlah, misalnya utang uang, atau perbedaan kualitas misalnya utang dalam bentuk barang, maka hawalah itu tidak sah.



E.



Rahn



adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis dan nilai jual sekurang-kurangnya setara dengan pinjaman yang diterima menurut harga pasar. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Produk rahn dalam perbankan dapat dipakai sebagai produk pelengkap sebagai jaminan dalam pembiayaan, ataupun sebagai produk tersendiri atau yang biasa dikenal dengan gadai. “Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi” (HR Bukhari dan Muslim) Anas ra berkata, “Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau (HR Bukhari, Ahmad Nasa’I dan Ibnu Majah)



Abu Hurairah ra berkata bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya)” (HR Syafi’I dan Daruqutni)



BAB III PENUTUP A. Kesmpulan Secara kuantitatif perbankan syariah di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik, akan tetapi secara kualitatif masih perlu terus ditingkatkan. Bank Syariah sebagai badan usaha yang bersifat komersial (mencari keuntungan yang halal), mempunyai visi dan misi “social concern” mendorong kemajuan perekonomian umat dampaknya sedikit banyak telah dirasakan oleh warga Negara Indonesia baik yang beragama Islam maupun bukan Islam. Dalam Aplikasi pembuatan format akad (agreement) serta penanganan pembiayaaan bermasalah Bank Syariah telah memperhatikan nilai-nilai kesyariahan. B. Saran



Demikianlah tugas makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dewan dosen yang telah membimbing kami. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.



DAFTAR PUSTAKA _______Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000 _______Antonio, Syafi’i, Bank Syariah: Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta 1999 _______Bank Syariah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2001 ______Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2003 ______Karim, Adiwarman Ir., Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002 ______Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Robbani Press, 2004. ______Edwin N, Mustafa dkk. Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2006, Edisi Pertama, Cetakan ke-1.