Jenis2 Bahasa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer (kesewenangwenangan) yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana: 2002. 24). Budaya yang berbeda akan menghasilkan bahasa yang berbeda pula. Bahasa merupakan hal terpenting yang menjadi alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan berbahasa yang baik dan benar akan menjadikan seseorang dihargai dan dihormati oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Sehingga bahasa sangat penting untuk dikaji dan dipelajari.Ada beberapa aspek kajian bahasa yang sudah diterapkan pada sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi. B. Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud jenis bahasa? 2. Bagaimana jenis bahasa ditinjau dari segi tingkat sosiologis? 3. Bagaimana jenis bahasa ditinjau dari segi tingkat politis? 4. Bagaimana jenis bahasa ditinjau dari segi tingkat tahap pemerolehan? 5. Bagaimana jenis bahasa ditinjau dari segi lingua franca? C. Tujuan penulisan Untuk mengetahui jenis bahasa ditinjau dari beberapa aspek. 1



BAB II PEMBAHASAN



A. Jenis Bahasa Dalam pembahasan mengenai variasi bahasa yang membahas tentang satu bahasa yang memiliki berbagai variasi berkenaan dengan penutur dan penggunaannya secara konkret. Mengenai variasi bahasa tidak lengkap apabila tidak disertai dengan jenis bahasa pula yang dilihat dari kacamata sosiolinguistik. Adapun hal yang membedakan dalam jenis bahasa ini bukan hanya pada suatu bahasa serta variasinya, akan tetapi berkaitan juga dengan sejumlah bahasa baik, yang dimilki repertoire satu masyarakat tutur maupun yang dimilki dan digunakan oleh sejumlah masyarakat tutur. Secara sosiolinguistik, jenis bahasa dibedakan berdasarkan beberapa faktor yaitu sebagai berikut: 1. Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis Penjenisan berdasarkan faktor sosiologis artinya penjenisan ini tidak terbatas pada struktur internal bahasa, tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem linguistik lain dan pewarisan dari generasi satu ke generasi berikutnya. Penjenisan secara sosiologis ini penting untuk menentukan satu system linguistic tertentu, apakah bias disetujuibbatau tidak oleh anggota



2



masyarakat tutur untuk menggunakananya dalam fungsi tertentu misalnya sebagai bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya. Stewart (dalam Fishman (ed.) 1968)menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yaitu standarisasi, otonomi, historisitas, dan vitalitas. Keempat factor itu oleh Fishman (1972: 18) disebut sebagai jenis dan perilaku terhadap bahasa. 



Standardisasi atau pembakuan Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kondifikasi dan penerimaan



terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian “bahasa yang benar”. Jadi, standardisasi ini mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikondifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran bahasa, baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua. 



Otonomi atau keotonomian Sebuah sistem linguistik disebut mempunyai keotonomian apabila sistem



linguistik itu memiliki kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain. Jadi, apabila ada dua sistem linguistik atau lebih yang tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki keotonomian masingmasing. Umpamanya, bahasa inggris dan bahasa jawa keduanya mempunyai keotonomian sendiri-sendiri. Jika dua system linguistic atau lebih memiliki hubungan kesejarahan tetapi keduanya memiliki sejumlah perbedaan struktur, 3



maka dalam hal ini keotonomiannya masih tampak. Misalnya, bahasa Indonesia (di Indonesia) dan bahasa Malaysia (di Malaysia) mempunya hubungan kesejarahan , yaitu sama-sama berasal dari bahasa Melayu namun keduanya mempunyai keotonomian masing-masing 



Historisitas Sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai historisitas apabila



diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa lalu. Faktor kesejarahan ini berkaitan dengan tradisi dan etnik tertentu. Jadi, faktor historisitas mempersoalkan apakah sistem linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau sosial tertentu atau tidak. Para penutur suatu sistem linguistik yang memiliki unsur kesejarahan mempunyai kemungkinan untuk menguasai bahasa kedua (B2), yaitu bahasa lain yang buka bahasa ibunya. Bahasa Bugis, bahasa Makassar dan bahasa Indonesia masing-masing mempunyai unsur kesejarahan. 



Vitalitas atau keterpakaian Menurut Fishman (1968: 536) Vitalitas adalah pemakaian sistem



linguistik oleh suatu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak. Misalnya, bahasa Bugis dan bahasa Makassar dewasa ini jelas masih ada penutur aslinya, sedangkan bahasa Latin dan bahasa Sansekerta tidak memiliki vitalitas lagi. Sebuah bahasa bias saja kehilangan vitalitasnya, apabilapara penutur aslinya telah meninggal. Namun, bisa 4



juga sebuah bahasa yang sudah kehilangan vitalitasnya menjadi mempunyai vitalitas lagi, jika ada kesadaran dan usaha dari para “ahli waris” untuk menggunakannya kembali. Misalnya, bahasa Ibrani di Israel. Kemudian, berdasarkan ada (+) dan tidak ada (-) unsur-unsur tersebut (standardisasi, otonomi, historis dan vitalitas) Stewrat membedakan adanya tujuh jenis bahasa, seperti pada tabel berikut: Dasar Penjenisan



Jenis Contoh



Standardisasi



Otonomi



Hostorisits



Vitallitas



Bahasa



+



+



+



+



Standar



Inggris



+



+



+



-



Kalsik



Latin



+



+



-



-



Artifisial



Vo-lapuk Beberpa bahasa



-



+



+



+



Vernakuler daerah di Indonesia Beberapa dialek



-



-



+



+



Dialek bahasa Jawa



-



-



-



+



Kreol



*



-



-



-



-



Pijin



*



5



Keterangan: Bahasa yang berjenis standar seperti bahasa Inggris, bahasa Arab dan bahasa Indonesia memiliki keempat dasar penjenisan (klasifikasi). Bahasa yang berjenis klasik seperti bahasa Latin dan bahasa Sansekerta hanya memiliki tiga dasar penjenisan yaitu standarisasi, otonomi, dan historisitas, dan tidak mempunyai vitalita karena tidak ada penuturnya lagi. Bahasa artifisial adalah bahasa buatan yang disusun dengan maksud untuk dijadikan bahasa pengantar (lingua franca) internasional. Jadi bukan bahasa alamiah, seperti bahasa Vo-lapuk dan bahasa Esperanto. Bahasa jenis ini memiliki cirri standarisasi dan otonomi, tetapi tidak memiliki ciri historisitas dan vitalitas. Jenis bahasa vernakular menurut Pei dan Gaynor adalah bahasa umum yang digunakan sehari-hari oleh satu bangsa atau satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra yang dipakai terutama di sekolah-sekolah dan dalam kesusastraan yang ditandai dengan memiliki ciri otonomi, historis dan vitalitas, tetapi tidak mempunyai ciri standardisasi. Contohnya bahasa pribumi Eropa pada abad pertengahan sebagai kebalikan dari bahasa Latin yang pada waktu itu menjadi lingua franca di seluruh Eropa. Jenis bahasa yang disebut dialek memiliki ciri vitalitas dan historisitas, tetapi tidak memiliki ciri standardisasi dan otonomi sebab keotonomian bahasa itu berada di bawah langue bahasa induknya. Sedangkan, bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vitalitas, tidak memiliki ciri standardisasi, otonomi dan historisitas. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari bahasa pijin yang dalam 6



perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya, sebagai satu-satunya alat komunikasi verbal yang mereka kuasai. Bahasa yang berjenis pijin tidak memiliki keempat dasar penjenisan tesebut. Bahasa jenis ini terbentuk secara alami di dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejumlah penutur yang masing-masing memiliki bahasa ibu. Sebuah pijin biasanya terjadi di kota-kota pelabuhan, tempat bertemunya pedagang dan pelaut dari berbagai bangsa atau suku yang berlainan dengan bahasa ibunya. Pijin terbentuk sebagai bahasa campuran dari bahasa pelaut dan pedagang itu, serta hanya digunakan sebagai alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa ibu berbeda . 2. Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik Berdasarkan sikap politik atau sosial politik kita dapat membedakannya adanya bahasa nasional, bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Pembedaan ini dikatakan berdasarkan sikap sosial politik karena sangat erat kantanya dengan kepentingan kebangsaan. Ada kemungkinan keempat jenis bahasa yang disebutkan itu mengacu pada sebuah sistem linguistik yang sama, dan ada kemungkinan pula pada sistem linguistic yang berbeda. Di Indonesia keemapt jenis bahasa itu mengacu pada satu sistem linguistic yang sama. a. Bahasa Nasional/ bahasa Kebangsaan Bahasa nasional adalah apabila sistem linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu. Misalnya, bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu adalah bahasa 7



nasional bagi bangsa Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia dikenal sebagai suatu bangsa karena bahasa Indonesianya. b. Bahasa Negara Bahasa negara adalah sistem linguistik yang secara resmi dalam undangundang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara itu. Misalnya, di Indonesia yang dijadikan bahasa Negara (ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945) adalah bahasa Indonesia yang pada mulanya ketika masih bernama bahasa Melayu telah dipakai secara luas, sebagai lingua franca, di seluruh wilayah Indonesia. c. Bahasa Resmi Bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan, seperti seminar, konferensi, rapat dan sebagainya. Misalnya dalam siding internasional di PBB bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Spanyol, bahasa Cina, dan bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasaa resmi persidangan. Dalam konteks sosial di Indonesia, bahasa Negara dapat diidentikkan sama dengan bahasa resmi, yaitu bahasa nasionala Indonesia di beberapa Negara yang multilingual seperti Republik Rakyat Kongo dan Nigeria. 8



d. Bahasa Persatuan Bahasa persatuan pengangkatannya dilakukan oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa negara, bahasa resmi dan bahasa persatuan di Indonesia mengacu pada satu sistem linguistik yang sama yaitu bahasa Indonesia. 3. Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan Berdasarkan tahap pemerolehannya, bahasa dapat dibedakan menjadi bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. a. Bahasa Ibu Bahasa ibu lazim juga disebut dengan bahasa pertama (B1), karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya dan terjadi di lingkungan keluarga. Penanaman bahasa ibu dan bahasa pertama mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak. Misalnya, bahasa ibu penduduk asli Gowa adalah bahasa Makassar dan bahasa ibu penduduk asli Bone adalah bahasa Bugis. Bahasa ibu tidak mengacu pada bahasa yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu yang mengasuh anaknya. Dewasa ini dikota-kota besar di Indonesia, 9



seperti Jakarta dan Surabaya, banyak terjadi dimana ibu dan ayah menggunakan bahasa daerah saat mereka bercakap-cakap, tetapi menggunakan bahasa Indonesia bila bercakap dengan anak-anak mereka. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa ibu si anak adalah bahasa Indonesia, karena bahasa itulah yang dipelajari si anak dari ibunya dan keluarganya. b. Bahasa Kedua Bahasa kedua (B2) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh bahasa pertama. c. Bahasa Ketiga Bahasa ketiga (B3) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh bahasa kedua. d. Bahasa Asing Bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di samping itu bahasa asing ini juga bersifat politis, yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain. Misalnya bahasa Inggris, bahasa Cina, bahasa Arab adalah bahasa asing bagi bangsa Indonesia. 4. Lingua Franca Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Misalnya, dulu bahasa Latin di Eropa adalah sabuah lingua franca bagi bagsa-bangsa Eropa. Bahasa Melayu pernah menjadi lingua franca bagi sukusuku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Secara sendiri-sendiri baik bangsa10



bangsa di Eropa maupun suku-suku bangsa di Indonesia itu mempunyai bahasa vernakular yang berbeda. Lalu, untuk komunikasi antar bangsa atau antar suku bangsa diperlukan adanya sebuah bahasa yang menjadi lingua franca. Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya kesalingpahaman di antara sesama mereka, karena dasar pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesaling pengertian dari para partisipan yang digunakannya, maka bahasa apapun, baik sebuah langue, pijin maupun kreol dapat menjadi sebuah lingua franca.



11



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Bahasa adalah system lambing bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Ada beberapa jenis bahasa secara sosiolinguistik, yang dapat dibedakan berdasarkan beberapa faktor yaitu sebagai berikut. 1. Jenis bahasa berdasarkan sosiologis. 2. Jenis bahasa berdasarkan social politik. 3. Jenis bahasa berdasarkan tahap pemerolehannya. 4. Lingua Franca. B. Saran Setelah pembahasan ini selesai, penulis menyarankan agar makalah ini dapat menjadi salah satu bacaan kita, dan terus memperkaya bacaan acuan dari referensi yang lain sebanyak mungkin, agar kita dapat memahami tentang bagaimana menggunakan bahasa yang tepat dalam situasi dan kondisi yang tepat, dan begitupula mengenai kepada siapa kita berbicara dan dimana kita berbicara.



12



DAFTAR PUSTAKA Chaer, A. & Agustina, L. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. . 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. http://www.yahya.web.id/2012/01/variasi-dan-jenis-bahasa.html



13