18 0 181 KB
Asuhan Keperawatan Gangguan Jiwa pada Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II Dosen pembimbing : Yuni Shandra P. M.Kep
Disusun oleh kelompok 10 : 1. Anita Fitri Andarini
(17.1293.S)
2. Dyah Pratiwi
(17.1315.S)
3. Siti Amiroh Khoirunnisa
(17.1392.S)
Kelas : 3A
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN TAHUN AKADEMIK 2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kebudayaan masyarakat, membawa banyak perubahan dalam segala segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik yang sifatnya positif ataupun yang negative dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan sosial. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan agar selalu sehatbaik fisik, mental ataupun sosial. Manusia sebagai makhluk biologi-psikologi-sosialcultural mempunyai sejumlah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan apabila mengalami kegagalan dalam mendapatakan keutuhan tersebut, maka akan terjadi ketidakseimbangan (Stuart and Sunnden, 1991). Seseorang akan beradaptasi terhadap ketidakseimbangan melalui mekanisme penanganan yang dipelajari pada masa lampau. Apabila seseorang berhasil beradaptasi dimasa lampau, berarti ia telah mempelajari efektivitas mekanisme penanganan yang sangat berguna bagi dirinya pada saat ini dan dimasa yang akan dating dan sebaliknya, jika adaptasi dimasa lampau tidak berhasil, maka ia tidak punya mekanisme penanganan yang adekuat untuk beradaptasi terhadap kesulitan yang lebih komplek dimasa mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya keadaan yang mempunyai pengaruh buruh terhadap kesehatan jiwa atau dengan kata lain adalah gangguan jiwa. Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa adalah ungkapan marah yang mal adaptif yang dilakukan seseorang karena gagal dalam beradaptasi dan tidak punya mekanisme penanganan yang adekuat. Ungkapan marah yang mal adaptif, salah satunya adalah agresif, yang akan membahyakan karena dapat tibul dorongan untuk bertindak baik secara konstruktif maupun destruktif dan masih terkontrol. Pasien dengan marah agresif akan bersifat menentang, suka membantah, bersikap kasar, kecenderungan menuntut secara terus-menerus, bertingkah laku kasar disertai kekerasan (Stuart and Sunen,1991).
Permasalahan yang dihadapi dalam perawatan pasien dengan marah agresif adalah sikap pasien yang tidak kooperatif, membahayakan dirinya sendiri dan lingkungan serta masalah pasien yang dapat menimbulkan dorongan agresifnya. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Seirng tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisis. Perulaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-amarah merupakan alas an utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien setidaknya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yng diberikan di rmah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuahan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan. B. Tujuan 1. Tujuan umum Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan jiwa perilaku kekerasan pada keluarga yang diharapkan akan mampu mengidentifikasi seluruh masalah yang terjadi sehubungan dengan perilaku kekerasan. 2. Tujuan Khusus -
Untuk mengetahui konsep dasar mengenai perilaku kekerasan dalam rumah tangga
-
Untuk mengetahui mengenai Asuhan keperawatan klien perilaku kekerasan dalam rumah tang
BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana sesorang melakukan tindakan yang dapat menyebabkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk anacman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1). Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional dan seksual pada anak-anak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan terhadap suami atau istri dan penganiayaan lansia. Perilaku penganiayaan dan perilaku kekerasan yang tidak akan dapat diterima bila dilakukan orang yang tidak dikenal sering kali di toleransi selama bertahun-tahun dalam keluarga. Dalam kekerasan keluarga, keluarga yang normalnya merupakan tempat yang aman dan anggotanya merasa dicintai dan terlindungi, dapat menjadi tempat paling berbahaya bagi korban. B. Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga 1. Isolasi sosial Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain datang ke rumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang mengalami penganiayaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak-anak mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan mereka akan dibunuh jika orang diluar keluarga mengetahui penganiayaan tersebut. Mereka ditakuti agar mereka menyimpan rahasia atau mencegah orang lain mencampuri “urusan keluarga yang pribadi”. 2. Kekerasan dan control
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi berkuasa dan memiliki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satusatunya anggota keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan penganiayaan emosional dengan meremehkan atau menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan, biasnaya menyebabkan peningkatan perilaku kekerasaan (Singet at al, 1995). 3. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, alkohol, dengan kekerasan dalam keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat-akibat tidak menyebabkan individu menjadi penganiaya sebalik, penganiaya juga cenderung menggunakan alcohol atau obat-obatan lain. 50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumlah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol mencapai 50%. 4. Proses transmisi antargenerasi Berarti bahwa pola perilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial. Transmisi antargenerasi menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu pola yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi tidak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi penganiaya tau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan perilaku kekerasan yang terus ada. C. Faktor Presdiposisi Faktor Psikologis Psychoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di
pengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspesikan dengan agresivitas. Frustration aggression theory : teori yang dikembangkan oleh Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan makan akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang lain atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai perilaku agresif. Faktor Sosial Budaya Sosial kultural dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif. Faktor presipitasi Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa ternacam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya. D. Etiologi Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan / keinginan yng diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekiatrnya misalnya dengan kekerasan. Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia itu mempeunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Kebutuhan akan status dan prestise : manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya. Beberapa faktor penyebab lain terjadi kekerasan dalam rumah tangga, yaitu faktor individu (seperti korban penelantaran anak, penyimpngan psikologis, penyalahgunan alkohol, dan riwayat kekerasan di masa lalu), faktor keluarga (seperti pola pengasuhan yang buruk, konflik dalam pernikahan, kekerasan oleh pasangan, rendahnya status sosial ekonomi, keterlibatan orang lain dalam masalah kekerasan), faktor komunitas (seperti kemiskinan, angka kriminalitas tinggi, mobilitas penduduk tinggi, banyaknya pengangguran perdagangan obat terlarang lemahnya kebijakan intsitusi, kurangnya sarana pelayanan korban, faktor situasional), dan faktor lingkungan sosial (seperti perubahan lingkungan sosial yang cepat, kesenjangan ekonomi, kesenjangan gender, kemiskinan, lemahnya jejaring ekonomi, lemahnya penegakan hukum, budaya yang mendukung kekerasan, tingginya penggunaan senjata api illegal, massa konflik atau pasca konfik) E. Tanda dan Gejala Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah : 1. Perubahan fisiologis Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat. 2. Perubahan emosional Muah tersinggung, tidak sabra, frustasi, ekspresi wajah tampak tegang, bila mengamuk kehilangan control diri. 3. Perubahan perilaku Agresif pasif, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk. Nada suara keras dan kasar. 4. Menyerang atau menghindar 5. Menyatakan secara asertif 6. Memberontak
7. Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. F. Bentuk-Bentuk KDRT 1. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. 2. Kekerasan psikis Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. 3. Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. 4. Penelantaran Rumah Tangga Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hokum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjamjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan kergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah tangga sehingga korban berada di bawah kebdali orang tersebut. G. Strategi pencegahan kekerasan dalam rumah tangga 1. Pendidik Instansi pendidikan dari jenjang SD sampai SMA memiliki andil yang penting dalam usaha pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. 2. Penegak hukum dan keamanan Pemerintah bersama penegak hukum juga memiliki peran yang lebih kuat melalui UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, BAB II Pasal 2 yang
menyatakan “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
secara
wajar”. Selain itu, UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Oleh karenanya, tidak ada alas an bagi siapapun untuk boleh melakukan kekerasan dalam rumah tangga. 3. Media massa Media massa sebaiknya menampilkan berita kekerasan yang diimbangi dengan artikel pencegahan dan penanggulangan dampak kekerasan yang diterima korban jangka panjang atau pendek, sehingga masyarkat tidak menjadikan berita kekerasan sebagai inspirasi untuk melakukan kekerasan. 4. Pelayanan kesehatan a. Prevensi primer, yaitu promosi orang tua dan keluarga sejahtera b. Prevensi sekunder, yaitu diagnosis dan tindakan bagi keluarga yang stress c. Prevensi tersier, yaitu edukasi ulang dan rehabilitasi keluarga.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA PADA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) A. Pengkajian 1. Pengumpulan data a. Aspek biologis Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epinepria sehingga tekanan darah meningkat, takikardia, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala kecemasan yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflex cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. b. Aspek emosional salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut. c.
Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu megkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konseprasa percayadan ketergantugan. Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain-lain. Individu seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputiaspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : aspek fisik, terdiri dari muka merah, pandangan tajam, nafas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel, aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,berdebat, meremehakn. Aspek sosial : menarik diri, penolakan kekerasan, ejekan, humor. 2. Klasifikasi data Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu ata subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancaraperawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. 3. Analisa data Dengan melihat data obyektif dan subyektif dapat menentukan masalah yang dihadapi keluarga dan dengan memperlihatkan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan. 4. Aspek fisik Aspek fisik terdiri dari : muka merah,pandangan tajam, nafas pendek dan cepat, berkeringat sakit fisik, penalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
B. Pohon Masalah
resiko mencederai diri sendiri, ora lain dan lingkungan : resiko perilak kekerasan
Efek Core
perilaku kekerasan
Causa
HDR
koping individu tidak efektif
marah, frustasi, cemas, dendam, sa hati, tidak enak
C. Diagnosa keperawatan 1. Risiko perilaku kekerasan D. Intervensi keperawatan Tgl No. Diagnosa
Intervensi
dx
keperawatan
1.
Risiko
a. Tujuan umum :
perilaku
Klien
kekerasan
perilaku kekerasan pada saat
perkenalkan diri, beritahu memungkinkan
berhubungan
tujuan interaksi, kontrak terbuka
pada
lain
waktu yang tepat, ciptakan perawat
dan
b. Tujuan khusus :
waktu yang aman dan sebagai dasar untuk
Tujuan
1) Klien
dapat
Intervensi
1. Bina hubungan saling Hubungan mengontrol
dengan
dapat
orang
membina
hubungan saling percaya 2) Klien
Rasional
dapat
saling
percaya. Salam terapeutik, percaya
tenang, observasi respon intervensi verbal dan non verbal, selanjutnya. bersikap empati.
mengidentifikasi penyebab 2. Klien
dapat Informasi
bagi
perilaku kekerasan
mengidentifikasi
3) Klien mengdentifikasi
dapat
penyebab
tanda-
kekerasan.
tanda perilaku kekerasan 4) Klien
dapat
mengidentifikasi kekeerasan
perilaku
yang
biasa
dilakukan
Beri membantu pada
klien
klien dalam
mengungkpkan menyelesaikan
perasaannya. Bantu untuk masalah
yang
mengungkapkan penyebab konstruktif dapat Pengungkapan
dapat 3. Klien
mengidentifikasi
akibat
mengidentifikasi
tanda- perasaan
masalah
tanda perilaku kekerasan. dalam
perilaku kekerasan 6) Klien dapat melakukan cara terhadap
kemarahan
secara
7) Klien mendemonstrasikan
klien lingkungan
Anjurkan mengungkapkan yang
suatu yang
dilema tidak
mengancam
saat akan
menolong
dirasakan
pasien
untuk
dapat
Observasi tanda perilaku sampai
kepada
sikap
kekerasan pada klien.
konstruktif
jengkel.
perilaku kekerasan 8) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan 9) Klien dapat menggunakan obat yang benar
untuk
perasaan jengkel kesal
5) Klien
berespon
perilaku perawat
kesempatan untuk
klien penting bagi
akhir penyelesaian
Simpulkan bersama tanda- persoalan. tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
Pengungkapan
dapat kekesalan mengidentifikasi perilaku konstruktif kekerasan yang biasa mencari
4. Klien
secara untuk
dilakukan. Anjurkan klien penyelesaian yang untuk mengungkapkan masalah perilaku kekrasan yang kostruktif biasa dilakukan. Bantu Mengetahui
pula.
klien bermain peran sesuai perilaku dengan perilaku kekerasan dilakukan
yang klien
dilakukan. sehingga Bicarakan dengan klien memudahkan untuk yang
biasa
apakah dengan cara yang intervensi. klien lakukan masalahnya Memudahkan klien selesai.
dalam mengontrol
5. Klien
dapat perilaku kekerasan.
mengidetifikasi
perilaku Bicarakan Memudahkan
kekerasan.
dari dalam
akibat/kerugian
pemberian
perilaku kekekrasan yang tindakan
kepada
dilakukan klien. Bersama klien. menyimpulkan Mengetahui
klien akibat
perilaku bagaimana
dari
kekerasanyang dilakukan
cara
klien
6. Klien dapat melakukan melakukannya. terhadap Membantu
caraberespon
klien
secara dalam memberikan
kemarahan
Tanyakan motivasi
kondtruktif.
untuk
pada klien apakah ingin menyelesaikan mempelajari
cara
baru masalahnya.
yang sehat. Berikan pujian Mencari
metode
jika klien mengetahui cara koping yang tepat yang
sehat.
Diskusikan dan konstruktif.
dengan klien caralain yang Mengerti cara yang benar
sehat.
dalam
– secara fisik : tarik nafas mengalihkan dalam/memukul
perasaan marah.
kasur/memukul yang Menambah pengetahuan klien memerlukan tenaga koping - Secara verbal : katakan tentang botol/olahraga
bahwa
Anda
kesal/jengkel
sering yang konstruktif. Mendorong
- Secara sosial : lakukan pengulangan dalam kelompok cara-cara perilaku
yang
marah yang sehat, latihan positif, asertif, latihan manajemen meningkatkan perilaku kekerasan - Secara
harga
diri
klien.
spiritual: Dengan cara sehat
anjurkan
klien
sembahyang,
berdoa, dapat
dengan
meminta mudah mengontrol
pada Tuhan agar diberi kemarahan klien. kesababran
Memotivasi
7. Klien
klien
dapat dalam
mendemonstrasikan
sikap menemonstrasikan
perilaku kekerasan. Bantu cara
mengontrol
klien memilih cara yang perilaku kekerasan. paling tepat untuk klien. Mengetahui respon Bantu
klien klien terhadap cara
mengidentifikasi
manfaat yang diberikan
yang telah dipilih. Bantu Mengetahui klien menstimulasikan
untuk kemampuan
klien
cara melakukan
cara
tersebut. Beri reinforcement yang sehat positif klien
atas
keberhasilan Meningkatkan
menstimulasi
tersebut.
Anjurkan
cara harga diri klien klien Mengetahui
untuk menggunakan cara kemajuan
klien
yang telah dipelajari saat selama intervensi jengkel/marah. 8. Klien
dapat
keluarga mengontrol kekerasan.
dukunga Memotivasi dalama keluarga
dalam
perilaku memberikan Identifikasi perawatan
kepada
kemampuan keluarga dalam klien merawat klien dan sikap Menambah apa yang telah dilakukan pengetahuan bahwa keluarga
klien keluarga
sangat
selama ini. Jelaskan peran berperan
dalam
serta
terhadap keluarga
merawat
dalam perubahan perilaku
klien.
Jelaskan klien.
cara-cara merawat klien:
Meningkatkan
-terkait cara-cara merawat pengetahuan klien -terkait
dengan
mengontrol
keluarga
dalam
car merawat
klien
perilaku secara bersama.
kekekrasan
secara Mengetahui sejauh
konstruktif
mana
keluarga
-sikap tenan, bicara tenang menggunakan cara dan jelas
yang dianjurkan.
-bantu keluarga mengenal Mengetahui penyebab marah -bantu
responkeliarga keluarga dalam
mendemonstrasikan
merawat
cara klien.
merawat klien -bantu
keluarga
mengungkapkan persaannya setelah
melakukan
demonstrasi. 9. Klien dapat meggunakan obat yang benar Jelaskan pada klien dan kelaurga
jenis-jenis
obat
yang diminum klien Diskusikan manfaat minum
Menambah pengetahuan klien dan
keluarga
tentang obat dan fungsinya. Memberikan informasi
obat dan kerugian berhenti pentingnya minum minum obat tanpa seizin obat dalam proses dokter
penyembuhan.
BAB IV STRATEGI PELAKSANAAN Harga diri rendah
Pasien :
Keluarga :
Sp I P
SP I K
Mengidentifikasi penyebab PK
Mendiskusikan
Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
dorasakan
Mengidentifikasi PK yang dilakukan
merawat pasien
Mengidentifikasi akibat PK
Menjelaskan
Menyebutkan cara mengontrol PK
tandagejala,
Membantu
pasien
keluarga
yang dalam
pengertian serta
PK, proses
mempraktekkan terjadinya PK
latihan cara mengontrol fisik I Meganjurkan
masalah
pasien
Menjelaskan cara merawat pasien
memasukkan dengan PK
dalam kegiatan harian SP II K Sp II P
Melatih keluarga mempraktekkan
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian cara merawat pasien dengan PK pasien Melatih
Melatih keluarga melakukan cara pasien
mwngontrol
PK merawat langsung kepada pasien
dengan cara fisik II
PK
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III K Membantu
SP III P
keluarga
membuat
jadwal aktivitas di ruma termasuk
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian minum obat (discharge planning) pasien
Menjelaskan
Melatih pasien mengontrol PK dengan setelah pulang. cara verbal Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
follow
u
pasien
SP IV P Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual Menganjurkan pasien memasukkan dalam jaddwal kegiatan harian SP V P Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat Menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
BAB V PENUTUP A. Simpulan Perilaku kekerasan dalam keluarga adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secra fisik baik terhadap perempuan maupun anak. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. Undang-undang PKDRT ini menyebutkan bahwa kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau peneritaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional dan seksual pada anak-anak pengabaian anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan terhadap suami atau istri dan penganiayaan lansia. B. Saran Dengan adanya makalah ini diharapkan kita dapat mengerti, mengetahui tentang asuhan keperawatan kekerasan dalam rumah tangga, serta tindakan-tindakan yang akan diambil dalam membuat Asuhan Keperawatan yang bermutu dan bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi di lapangan atau lahan praktik yang terkadang terjadi ketidaksinkronan dan kesinkronan yang wajar. Semoga bermanfaat bagi semua dan membantu dalam pembuatan Asuhan Keperawatan kelak.
Daftar Pustaka Mery Ramadani, dkk. 2015. Jurnal Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Sebagai Salah Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Padang : Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : Rsud Dr. Amino Gonohutomo,