Jurnal Administrasi Rumah Sakit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengorganisasian Clinical Governance dengan Menerapkan Good Corporate Governance Pada Rumah sakit



Fitri Widyacahya



101311133167



ABSTRAK



PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan publik yang memegang peranan penting dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu, Rumah sakit harus mampu berkembang, mandiri dan mampu bersaing. Selain itu adanya tuntutan bagi Rumah sakit untuk meningkatkan tata kelola yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance) secara terus-menerus. Secara umum, corporate governance merupakan suatu struktur yang bertujuan agar lembaga usaha berperilaku secara efisien. Dalam pengertian efisien ini adalah bagaimana cara untuk meningkatkan hasill semaksimal mungkin. Berdasarkan pada tata kelola Rumah sakit dalam UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 33 Ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Pada Pasal 36 UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa “Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik”. Tata kelola rumah sakit yang baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen Rumah Sakit yang berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi dan responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran. Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, resiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit. Tata kelola klinis (clinical governance) merupakan bentuk penerapan



sistem pelayanan klinis pada Rumah sakit. Tata kelola klinis dimuat dalam peraturan internal Rumah sakit yang dijadikan sebagai acuan untuk pelaksanaan operasional klinis. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan R.I nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By laws), Hospital Bylaws ini diterjemahkan menjadi Peraturan Internal Rumah Sakit. Peraturan internal rumah sakit adalah suatu produk hukum yang merupakan anggaran rumah tangga rumah sakit yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit atau yang mewakili. Peraturan internal Rumah sakit itu sendiri memiliki fungsi sebagai acuan bagi pemilik rumah sakit dalam melakukan pengawasan rumah sakit, acuan direktur rumah sakit dalam mengelola rumah sakit dan menyusun kebijakan yang bersifat teknis operasional, Sarana untuk menjamin efektefitas, efisien dan mutu, Sarana perlindungan hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan rumah sakit, Sebagai acuan bagi penyelesaian konflik di rumah sakit antara pemilik, direktur, rumah sakit, dan staf medis, dan Untuk memenuhi persyaratan akreditasi rumah sakit. Dilihat dari sisi lain mengenai profesi, dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya dan keprofesiannya dalam wadah etik-sosio-budaya serta peraturan dan perundangan hukum. Dalam undangundang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pada pasal 45 menjelaskan bahwa kewajiban menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya, pada undang-undang RI nomor 44 tahun 2010 tentang Rumah sakit pada pasal 33 menjelaskan bahwa organisasi Rumah sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel. Peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan badan layanan umum dan peraturan menteri dalam negeri nomor 61 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan



dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. DISKUSI 1.



Definisi Good Corporate Governance Corporate governance merupakan suatu struktur yang bertujuan agar lembaga usaha berperilaku secara efisien. Good corporate governance adalah prosedur dan proses yang diarahkan dan dikendalikan oleh organisasi. Struktur tata kelola perusahaan menentukan pembagian hak dan tanggung jawab antara setiap peserta dalam organisasi - seperti dewan, manajer, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya - dan menetapkan aturan dan prosedur untuk pengambilan keputusan.” (OECD) 2.



Tujuan Good Corporate Governance Secara umum, sistem corporate governance bertujuan untuk memberikan pedoman strategis dan mengoperasionalkan sebuah dewan yang melakukan monitoring terhadap pekerjaan manajer (OECD, 2011). Penerapan good corporate governance berguna untuk perbaikan sistem pengawasan internal, peningkatan efisiensi untuk meningkatkan daya saing, melindungi hak dan kepentingan stakeholder, meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja governing board dan CEO; (6) serta meningkatkan mutu hubungan governing board dengan CEO (Sutojo & Aldrige,2005). 3.



Prinsip-prinsip Dasar Tata Kelola Secara umum ada lima prinsip dasar yang terkandung dalam good corporate governance atau tata kelola yang baik menurut Daniri (2005). Kelima prinsip tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kesetaraan/kewajaran. Namun dalam Permendagri No. 61 tahun 2007, prinsip yang dituntut untuk dilaksanakan hanya empat prinsip yang pertama. Secara lebih rinci prinsip-prinsip dasar dalam tata kelola yang baik adalah sebagai berikut: a. Transparansi (Transparancy) yaitu keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun



dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Efek terpenting dari dilaksanakannya prinsip transparansi ini adalah terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest ) berbagai pihak dalam manajemen. b. Akuntabilitas ( Accountability) yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ lembaga sehingga pengelolaan lembaga dapat terlaksana dengan baik. Dengan terlaksananya prinsip ini, lembaga akan terhindar dari konflik atau benturan kepentingan peran. c . Responsibilitas (Responsibility) yaitu kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan lembaga terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku, termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian dan persaingan yang sehat. d . Independensi (Independency) yaitu suatu keadaan dimana lembaga dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Kesetaraan dan kewajaran ( Fairness) Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. 4.



Definisi Clinical Governance Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) adalah sistem peningkatan mutu rumah sakit yang terdiri dari komponen quality assurance yakni setting standards, conform to standards dan contonous quality improvement (CQI). Tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di rumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis. Clinical governance is a system through which NHS organisations are accountable for continuously improving the quality of



their services and safeguarding high standards of care by creating an environment in which excellence in clinical care will flourish. (Scally and Donaldson 1998, p.61) Tata kelola klinik sebagaimana tertulis dalam A First Class Service (NHS.Executive 1998b) adalah sebuah pola pikir di mana melalui hal tersebut suatu organisasi kesehatan menjadi akuntabel untuk menjalankan peningkatan mutu pelayanannya secara kontinu serta menjaga standar yang telah ditetapkan dengan menciptakan suasana yang kondusif di mana masingmasing individu dapat terus mengembangkan kemampuan dan keterampilan klinisnya. Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit (Penjelasan Pasal 36 UU No 44 Tahun 2009)



b. Keluaran yang diharapkan sangat bergantung dari partisipasi setiap orang yang berada dalam organisasi tersebut. c. Prosedur tata kelola tidak bertujuan untuk memperbaiki kesalahan setelah kesalahan itu terjadi melainkan untuk mencegah kesalahan itu terjadi di awal mula. ini berarti komitmen untuk melakukan peningkatan kualitas secara kontinu. Sistem yang akuntabel dan bertanggung jawab (bukan hanya organisasi tapi juga perlu ditambahkan tenaga medis juga harus bertanggung jawab terhadap dirinya dan perbuatannya). Tujuan akhir diterapkannya good clinical governance adalah untuk menjaga agar pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan baik berdasarkan standar pelayanan yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang memiliki tingkat profesionalisme tinggi. Dengan demikian pada gilirannya akan mendukung dalam upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan melalui upaya klinik yang maksimal dengan biaya yang paling cost-effective.



5.



6.



Tujuan, Fungsi dan Manfaat Clinical governance Pentingnya pelaksanaan tata kelola klinik yang baik antara lain: a. Walaupun keselamatan merupakan hal yang tidak mungkin untuk dijamin 100%. Tiga komponen utama dari tata kelola klinik yang baik dengan demikian adalah: 1) Standard sendiri didefinisikan sebagai menggabungkan bukti – bukti ilmiah dengan efektivitas. 2) Dibutuhkan banyak sekali keterampilan dan kompetensi baru untuk mencapai tata kelola klinik yang baik dan hal tersebut sangat mudah sekali diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Sistem yang mengacu pada standar dan kemudian dapat memenuhi standar tersebut. 3) Namun upaya untuk meningkatkan kualitas dari produk kesehatan yang ditawarkan akan meminimalisasi risiko yang ada. Komitmen terhadap peningkatan kualitas secara kontinu (CQI) dalam memberikan pelayanan kesehatan dan juga dalam melakukan manajemen pelayanan kesehatan.



Konsep Clinical Governance



Gambar 1. Clinical governance self-concept a. Transparansi: rumah sakit dikelola secara terbuka dan transparan. b. Responsibilitas: Tanggung Jawab terhadap semua pemangku kepentingan. c. Akuntabilitas: staf dan manajemen yang bertanggung jawab dan bertanggung jawab atas tindakan mereka baik organisasi dan masyarakat. d. Etika: staf dan manajemen melaksanakan tanggung jawab mereka secara etika. e. keterbukaan, tidak menyalahkan budaya: pendekatan sistematis



f.



untuk peningkatan kualitas daripada pendekatan 'rasa malu dan menyalahkan'. Berpusat pada perawatan pasien: pasien, konsumen dan masyarakat pada umumnya terlibat dalam semua aspek pelayanan kesehatan.



7.



Komponen Clinical Governance Terdapat 7 komponen dalam Clinical Governance



Gambar 2. The elements of clinical governance a. Education dan Training Dalam organisasi harus mempunyai struktur diklat untuk semua staf baik klinis maupun nonklinis. Mengenai tingkatan diklat terdapat organisasi, direktorat atau tim, dan individu. Praktek yang tepat berkaitan dengan perekrutan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia rumah sakit adalah dasar penting bagi keberhasilan jangka panjang. b. Clinical Audit Audit klinik adalah cara yang digunakan dokter, perawat dan tenaga kesehatan profesional lainnya untuk mengukur kualitas pelayanan yang mereka tawarkan. Hal ini memungkinkan untuk membandingkan kinerja mereka terhadap standar, untuk melihat kinerja yang lakukan dan mengidentifikasi peluang untuk melakukan perbaikan. Perubahan dapat dilakukan, diikuti dengan audit lebih lanjut untuk melihat apakah perubahan ini telah berhasil. c. Clinical Effectiveness (efektivitas klinis)



Perlakuan dalam pelayanan kesehatan harus didasarkan pada efektivitas klinis dan efektivitas biaya, di dukung oleh bukti pelayanan yang baik d. Research dan Development Penelitian dan pengembangan praktek yang tepat merupakan komponen penting berkaitan dengan jaminan standar kualitas dalam rumah sakit dan realisasi potensi yang belum terpenuhi. e. Openness Kinerja yang buruk dan praktik yang buruk sering terjadi tetapi tidak terlihat. Proses yang terbuka digunakan sebagai pengawasan publik, sementara pemeriksaan dan praktisi dijaga kerahasiaannya untuk menghormati pasien, dan yang sengaja dijadikan keterbukaan merupakan bagian penting dari jaminan untuk menjaga kualitas. Proses yang terbuka dan diskusi tentang isu tata kelola klinis seharusnya dijadikan fitur kerangka kerja. f. Risk Management Manajemen risiko mencakup mekanisme untuk menilai kemungkinan buruk pada peristiwa, dampak dan prosedur yang dibuat, maka perlu manajemen untuk mencegah kerugian tersebut. Komponen manajemen risiko, antara lain: 1) Risiko terhadap pasien: mempertanyakan secara berkala dan meninjau sistem dapat meminimalkan risiko terhadap pasien, misalnya, pemeriksaan kritis atau pembelajaran dari keluhan. Menegakkan standar etika medis merupakan kunci faktor untuk mempertahankan pasien dan keselamatan publik dan kesejahteraan. 2) Risiko terhadap praktisi: Memastikan bahwa dokter diimunisasi terhadap penyakit menular serta bahwa mereka bekerja dalam lingkungan kerja yang aman dan diperbarui bagian penting dari jaminan kualitas untuk mengurangi risiko untuk praktisi. 3) Risiko untuk organisasi: Kualitas yang buruk merupakan ancaman bagi setiap organisasi. Selain mengurangi risiko terhadap pasien dan praktisi, organisasi dapat mengurangi risiko didalamnya sendiri dengan memberikan praktek kerja yang



berkualitas tinggi, lingkungan kerja yang aman, dan kebijakan yang dirancang dengan baik pada keterlibatan publik Menurut Departemen kesehatan Australia Barat dalam tata kelola klinis ada 4 pilar antara lain: a. Nilai pelanggan Rumah sakit melibatkan pelanggan dan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kinerja serta perencanaan ke depan untuk perbaikan pelayanan. b. Kinerja klinis dan evaluasi Menjamin pengenalan yang progresif, penggunaan, monitoring dan evaluasi standar yang berbasis kejadian (evidence based). c. Risiko klinis Meminimalkan risiko dan meningkatkan keselamatan pasien. Adanya analisis terhadap potensi terjadinya risiko klinis, manajemen terhadap insiden dan KTD. d. Manajemen dan pengembangan profesional Mendukung dan mendokumentasikan pengembangan profesionalisme pelayanan klinis dan memelihara diterapkannnya standar profesi. Jika adanya prosedur baru harus diperkenalkan melalui audit dan penelitian. 8.



Komite Medik Berdasarkan permenkes 755/MENKES/IV/2011 mengatur tata kelola klinis yang baik agar keselamatan pasien di Rumah sakit lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di Rumah sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis. Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tatakelola klinis (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjagaprofesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutuprofesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. 9.



Fungsi Komite Medik Fungsi komite medik adalah sebagai pengarah (steering) dalam pemenrian pelakasana pelayanan medis. Secara rinci yaitu: a. Memberikan saran kepada Direktur RS/Direktur Medik



b. c.



d.



Mengkoordinasikan dan mengarahkan kegiatan pelayanan medis Menangani hal-hal yang berkaitan dengan etik kedokteran, karena itu dibawah Komite Medik perlu dibentuk SubKomite Etik (untuk menangani masalah etik dalam bidang lain sebaiknya Rumah sakit membentuk Komite etik tersendiri diluar Komite Medik) Menyusun kebijakan pelayanan medis sebagai standar yang harus dilaksanakan oleh semua kelompok staf medis di Rumah sakit



10. Struktur Komite Medik Rumah Sakit Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/SK/Menkes/IV/2005 tentang pedoman peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) di rumah sakit. Prinsip-prinsip pengorganisasian : 1. Dokter yang bekerja di unit pelayanan rumah sakit wajib menjadianggota Staf Medis 2. Dalam melaksanakan tugas Staf Medis dikelompokan sesuai spesialisasiatau keahliannya 3. Setiap Kelompok Staf Medis minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter,ke dalam 1 (satu) Kelompok Staf Medis Komite Medik adalah wadah profesional medis yang keanggotaanya berasaldari ketua kelompok staf medis atau yang mewakili. Komite Medik mempunyaiotoritas tertinggi didalam pengorganisasi staf medis. Didalam strukturorganisasi rumah sakit pemerintah, Komite Medik berada dibawah Direkturrumah sakit, sedangkan didalam struktur organisasi rumah sakit swasta,Komite Medik bisa berada di bawah Direktur rumah sakit atau dibawahPemilik dan sejajar dengan Direktur rumah sakit. Susunan Komite Medik terdiri diri: a. Ketua Dipilih secara demokratis oleh ketua ketua kelompok staf medis. Surat Keputusan Pengangkatan Ketua Komite Medik tergantung posisi Komite Medik di dalam struktur organisasi rumah sakit. Komite Medik dibawah Direktur RS maka Surat Keputusan pengangkatan KetuaKomite Medik oleh Direktur RS,



Komite Medik sejajar dengan DirekturRS maka surat keputusan pengangkatan Ketua Komite Medik olehPemilik RS. Ketua Komite Medik memilih Sekretaris Komite Medik. Ketua Komite Medik dapat menjadi Ketua dari salah satu Ketua SubKomite. b. Wakil Ketua Bisa dijabat oleh dokter purna waktu atau dokter paruh waktu yang dipilihsecara demokratis oleh Ketua-ketua kelompok staf medis. Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Ketua Komite Medik tergantungposisi Komite Medik di dalam struktur organisasi rumah sakit. KomiteMedik dibawah Direktur RS maka SK pengangkatan oleh Direktur RS,Komite Medik sejajar dengan Direktur RS maka surat keputusanpengangkatan Wakil Ketua Komite Medik oleh Pemilik RS. Wakil Ketua Komite Medik dapat menjadi Ketua Sub Komite. c. Sekretaris Sekretaris Komite Medik dipilih oleh Ketua Komite Medik. Sekretaris Komite Medik dijabat oleh seorang dokter purna waktu. Rumah sakit dengan jumlah dokter terbatas maka sekretaris Komite Medikdapat dipilih dari salah satu anggota Komite Medik. Sekretaris Komite Medik dapat menjadi Ketua dari salah satu Sub Komite. Dalam menjalankan tugasnya, sekretaris Komite Medik dibantu oleh tenaga administrasi (staf sekretariat) purna waktu d. Anggota Anggota Komite Medik terdiri dari semua Ketua kelompok staf medis. Dalam melaksanakan tugasnya Komite Medik dibantu oleh sub komite. SubKomite dibentuk disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. Sub komite tersebut dapat terdiri dari: 1) Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi Medis 2) Sub Komite Kredential 3) Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi 4) Sub Komite lainnya yang dianggap perlu, antara lain Sub Komite Farmasidan Terapi, Sub Komite Rekam Medis dan Sub Komite PengendalianInfeksi Nosokomial, Sub Komite Transfusi Darah, dan lain-lain. Struktur Organisasi Sub Komite meliputi: 1) Susunan Sub Komite terdiri dari Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota dan Anggota.



2) Ketua Sub Komite dapat salah seorang Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Komite Medik. 11. Kewajiban dan Tata Kerja Komite Medik Kewajiban Komite Medik antara lain: a. Menyusun peraturan internal satf medis (medical satf by laws) b. Membuat standarisasi format untuk pelayanan medis, standar prosedur operasional dibidang manajerial/administrasi dan bidang keilmuan/profesi, standar profesi dan standar kompetensi c. Membuat standarisasi format pengumpulan, pemantauan, dan pelaporan indikator mutu klinik d. Melakukan pemantauan mutu klinik, etika kedokteran dan pelaksanaan pengembangan profesi medis. Masa Kerja Komite Medik adalah 3 tahun. Tata kerja komite medik antara lain: a. Secara administratif 1) Rapat rutin komite medik dilakukan minimal 1 kali 1 bulan 2) Rapat komite medik dengan semua kelompok staf medik atau 3) Rapat komite medik dengan semua tenaga dokter dilakukan minimal 1 kali 1 bulan 4) Rapat komite medik dengan Direktur RS/Direktur medik dilakukan minimal 1 kali 1 bulan 5) Rapat darurat diselenggarakan untuk membahas masalah mendesak dilakukan sesuai kebutuhan 6) Menetapkan tugas dan kewajiban subkomite, termasuk pertanggungjawabannya terhadap suatu program b. Secara teknis 1) Mengkaitkan perjanjian kerja dokter di rumah sakit dengan kewenangan Komite Medik sebagai peer profesi medik di rumah sakit 2) Menjabarkan hubungan antara Komite Medik sebagai penilai kompetensi dan etika profesi dengan manajemen rumah sakit sebagai pemegang kewenangan pengelolaan rumah sakit 3) Koordinasi antara Komite Medik dengan pengelola rumah sakit



dalam menangani masalah tenaga dokter serta pengaturan penyampaian informasi kepada pihak luar seperti perkumpulan profesi dan pihak lain non profesi seperti kepolisian dan jajaran hukum 12. Peraturan Internal Staf Medis (medical staff bylaws) Peraturan internal staf medis merupakan aturan yang mengatur tata kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga profesionalisme staf medis di rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/Iv/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit disebutkan bahwa Setiap rumah sakit wajib menyusun peraturan internal staf medis dengan mengacu pada peraturan internal korporasi (corporate bylaws) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan internal staf medis menjadi acuan mekanisme pengambilan keputusan oleh komite medik, dan menjadi dasar hukum yang sah untuk setiap keputusan yang diambil sesuai dengan mekanisme yang ditentukan oleh peraturan internal staf medis. Selain itu, peraturan internal staf medis juga menjadi dasar hukum yang sah untuk setiap keputusan yang diambil kepala/direktur rumah sakit yang mengambil keputusan sesuai dengan lingkup tugasnya yang terkait dengan staf medis. Dalam hubungannya dengan direksi rumah sakit, peraturan internal staf medis juga mengatur mekanisme pertanggungjawaban komite medik kepada kepala/direktur rumah sakit untuk hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan profesionalisme kedokteran di rumah sakit. Peraturan internal staf medis dapat berbeda untuk setiap rumah sakit, karena situasi dan kondisi setiap rumah sakitpun berbeda (hospital specific) sesuai dengan sumber daya dan lingkup pelayanannya. Namun demikian,pada dasarnya peraturan internal staf medis memuat pengaturan pokok untuk menegakkan profesionalisme tenaga dengan mengatur mekanisme pemberian izin melakukan pelayanan medis (entering to the profession), mekanisme mempertahankan profesionalisme



(maintaining professionalism), dan mekanisme pendisiplinan (expelling from the profession). Peraturan internal staf medis juga mengatur tugas spesifik dari subkomite kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi sesuai dengan kondisi setiap rumah sakit. 13. Kerangka Teori Tata kelola Klinis INPUT Pemenuhan standar a. Pertanggungjawaban b. Kebijakan dan strategi c. Struktur organisasi d. Penyediaan sumber daya e. Komunikasi f. Pengembangan profesi dan pelatihan g. Pengukuran efektivitas h. Akreditasi



PROSES a. Manajemen komplain b. Survey kebutuhan dan kepuasan pasien c. Informasi yang cukup d. Keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan e. Std pelayanan klinis f. Indikator klinis g. Audit klinis/audit medis h. Monitoring dan analisis KTD i. Analisis terhadap potensi terjadinya risiko klinis j. Manajemen terhadap insiden dan KTD k. Std kompetensi l. Pengembangan profesi berkelanjutan m. Pembinaan profesionalisme kedokteran



OUTPUT Pasien memperoleh pelayanan klinis dengan mutu terbaik



14. Kerangka Konsep Struktur a. Pertanggungjawaban b. Kebijakan dan strategi c. Struktur organisasi d. Penyediaan sumber daya e. Komunikasi f. Pengembangan profesi dan pelatihan g. Pengukuran efektivitas h. Akreditasi



PROSES a. Manajemen komplain b. Survey kebutuhan dan kepuasan pasien c. Informasi yang cukup d. Keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan e. Std pelayanan klinis f. Indikator klinis g. Audit klinis/audit medis h. Monitoring dan analisis KTD i. Analisis terhadap potensi terjadinya risiko klinis j. Manajemen terhadap insiden dan KTD k. Std kompetensi l. Pengembangan profesi berkelanjutan m. Pembinaan profesionalisme kedokteran



15. Contoh Penerapan Tata Kelola Klinis Pada Rumah Sakit a. Tata Kelola Klinis Rumah sakit Siloam Perseroan berkomitmen untuk menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas kepada pasien. Setiap rumah sakit Perseroan mengikuti protokol standar yang ditetapkan oleh JCI dan National Healthcare Regulation. Pendekatan Perseroan terhadap tata kelola klinis dibagi menjadi empat unsur utama, yaitu akreditasi Sumber Daya Manusia, tata kelola praktek klinis, manajemen risiko klinis dan komitmen untuk pendidikan klinis berkelanjutan. 1. Mandat Sumber Daya Manusia



Untuk memastikan bahwa semua dokter Perseroan telah memenuhi syarat dengan benar dan standar yang tertinggi, semua calon dokter harus melalui proses mandat sebelum bekerja dengan Perseroan dan semua dokter yang saat ini bekerja bersama Perseroan harus melakukan proses mandat ulang setiap 3 tahun di masing-masing lingkup praktek mereka. Pelatihan pengobatan darurat dan sertifikasi tersendiri yang mengambil model dari program Rumah Sakit Johns Hopkins, untuk memberikan pelatihan tambahan bagi perawat, paramedis dan dokter, sebagai tambahan dari program pelatihan standar yang dilakukan oleh masing-masing staf medis. Sebagai tambahan, Perseroan bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin untuk menyediakan program PhD untuk dokter. 2. Tinjauan Praktek Klinis Perseroan telah membentuk struktur organisasi di setiap rumah sakit yang melibatkan semua tingkat staf klinis di rumah sakit, termasuk komite medis dan komite perawatan, yang melakukan peninjauan atas laporan pagi, laporan kasus dan komen apapun yang diterima setiap hari. Manajemen Perseroan juga terus memantau dan meninjau standar klinis rumah sakit Perseroan untuk memastikan adanya perbaikan secara terus menerus serta untuk memastikan bahwa program saat ini berfungsi secara efektif dan staf medis rumah sakit memenuhi standar yang ditetapkan. Ulasan praktek klinis Perseroan meliputi audit klinis atas catatan medis dan kasus penyakit, pembentukan prosedur yang ketat untuk mengatur pasien bedah, pengendalian infeksi dan kesadaran keselamatan kerja. Saat ini terdapat 23 pedoman klinis dan 370 prosedur operasi standar guna mengelola dan mendukung kinerja klinis. Semua dokumen ini disimpan oleh aplikasi Q-Pulse Enterprise sebagai edocument dan juga mendukung proses audit klinik dan CAPA (Corrective Action & Preventive Action). Dalam rangka menyediakan layanan terbaik kepada pasien, Perseron berfokus pada IPSG (International Patient Safety Goals). 3. Manajemen Risiko Klinis



Selain pengawasan dan penilaian internal, Perseroan juga melakukan penilaian dan kritik eksternal terhadap praktek klinis melalui penggunaan konsultan eksternal dalam bidang-bidang seperti pengendalian infeksi, protokol klinis, pedoman klinis dan tata kelola klinis. Melakukan peniliain dan kritik eksternal memungkinkan staf klinis dan manajemen untuk mendapatkan perspektif obyektif pada bidang tertentu yang berfungsi dengan baik maupun daerah yang membutuhkan perbaikan dari praktek. Ini juga termasuk pengakuan eksternal dalam bentuk akreditasi, secara nasional oleh National Hospitals Accreditation Committee dan secara internasional oleh JCI dan ISO. Selanjutnya, Perseroan juga menerima masukan dari pasien. 4. Komitmen Untuk Pendidikan Klinis Berkelanjutan Pendidikan berkelanjutan staf medis Perseroan merupakan bagian yang integral untuk menjaga pengetahuan dan keterampilan kontemporer staf, sehingga mereka dapat menegakkan protokol praktek klinis dan menerapkan solusi inovatif untuk mengatasi masalah klinis. Perseroan menyediakan pelatihan untuk staf klinis melalui kombinasi pelatihan on-the-job, program internal dan eksternal dan workshop. Kebijakan Perseroan menyatakan bahwa staf medis harus menyelesaikan 40 jam pelatihan, sedangkan staf nonmedis menyelesaikan 20 jam pelatihan per tahun. Perseroan percaya bahwa pemahaman atas inovasi baru dan pentingnya protokol tertentu memfasilitasi penerimaan dan penggunaan protokol, yang pada akhirnya menjunjung tinggi keselamatan pasien. Perseroan berlangganan pada database online, Uptodate.com, yang menyediakan akses kepada staf klinis ke lebih dari 300.000 jurnal medis. Selain itu, SDPDP menyediakan spesialis pengujung dengan manfaat dan hak istimewa untuk mendukung pertumbuhan profesional mereka. Berpartisipasi dalam program tersebut juga memungkinkan dokter untuk mendapatkan akses ke program-program Continuous Medical Education melalui seminar dan konferensi di Indonesia maupun di luar negeri. Selanjutnya, Perseroan telah menandatangani nota



kesepahaman dengan Singapore Health Services Pte Ltd (“SingHealth”), dimana SingHealth akan menyediakan pelatihan untuk staf medis Perseroan dan Perseroan akan mereferensikan pasien kepada SingHealth untuk jenis perawatan khusus. b. Tata kelola klinis di RSUP Fatmawati Jakarta 1. Kebijakan Tata kelola Klinis: a. Fokus pada pasien b. Pelayanan terintegrasi dan berkesinambungan sesuai panduan praktik klinis bagi satf medis, panduan praktik klinis – asuhan keperawatan bagi staf keperawatan, panduan praktik klinis bagi staf farmasis, SPO dan standing Order bagi petugas laboratorium, SPO bagi jajaran manajemen struktural, dan SPO bagi manajemen fungsional. c. Tempat layanan: rawat jalan, rawat inap, emergensi, instalasi bedah sentral, dan penunjang diagnostik. d. Upaya rujukan kesehatan e. Manajemen risiko klinis dan keselamatan pasien 2. Konsep Clinical Governance Konsep mendasar dari tata kelola klinis RSUP Fatmawati Jakarta adalah perpaduan: a. Kebijakan (policy) tingkat makro dan mikro sesuai kebijakan dari kementerian RI sehingga mampu laksana untuk diimplementasikan dengan secara sistematis dalam bentuk program dan kegiatan layanan pada tingkat organisasi RSUP Fatmawati dan institusi/ unit di dalamnya. b. Provinsi layanan kesehatan berdasarkan layanan berjenjang dengan pola rujukan untuk Jakarta Selatan dan sekitarnya. c. Pembiayaan dengan strategi peningkatan upaya efisiensi, realokasi sesuai prioritas, dan peningkatan pendanaan ‘net revenue generating’.



SIMPULAN



DAFTAR PUSTAKA