Jurnal Praktikum Kromatografi Gas - Abdul Wahid - 1909297 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN DAN PENGUKURAN PENENTUAN KOMPONEN HEKSANA, TOLUENA, DAN XYLENA PADA SAMPEL PERTALITE, PERTAMAX, DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Pemisahan dan Pengukuran Dosen Pengampu : Dr. Hernani, M.Si Dr. Wiji, M.Si



Tanggal Awal Praktikum Tanggal Akhir Praktikum



: 13 September 2021 :



Disusun oleh : Abdul Wahid



( 1909297 )



DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2021



A. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui cara pengoperasian instrumen GC 2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif 3. Menentukan beberapa komponen dalam sampel premium, pertamak, dan pertamak plus B. Dasar Teori Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen ke dalam 2 fasa, yaitu fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa cairan atau padatan. Selain pemisahan, kromatografi gas juga dapat melakukan pengukuran kadar komponen-komponen dalam sampel. Kromatografi gas merupakan salah satu teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil juga apat diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu. (Tim Praktikum Kimia Pemisahan & Pengukuran, 2021) Komponen-komponen utama dalam instrumentasi kromatografi gas terdiri dari gas pembawa, injektor, kolom, detektor dan recorder. Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi, ko-kromatografi atau spiking, dan spektrometri. (Tim Praktikum Kimia Pemisahan & Pengukuran, 2021) Keuntungan kromatografi gas adalah dapat menganalisis zat yang sifatnya volatile dengan memanfaatkan gas inert sebagai gas pembawa dan adsorben sebagai fasa diam, GC dapat memisahkan senyawa volatile seperti asam lemak dengan cepat dan dengan jumlah sampel yang sedikit. Kelemahannya hanya untuk zat yang mudah menguap. (Budhiraja, R.P. 2004: 265) Dalam kromatografi gas, fasa bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fasa gas bergerak dan fasa diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya. Sedangkan dalam kromatografi padat-gas, digunakan suatu zat pada penyerap. (Khopkar, 2014: 149) Prinsip kerja dari Gas Chromatography yaitu sampel yang diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak, kemudian akan dibawa oleh fase gerak yang berupa gas inert ke dalam kolom untuk dilakukan pemisahan komponen sampel berdasarkan kemampuannya interaksi diantara fase gerak dan fase diam. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat dan penunjangnya. (Khopkar, 2014: 175) Dalam kromatografi gas (GC), sampel dapat berupa gas atau cairan yang diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak gas inert (sering disebut gas pembawa). Sampel dibawa melalui kolom yang dikemas atau kapiler di mana komponen sampel dipisahkan berdasarkan kemampuannya untuk mendistribusikan dirinya sendiri di antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak yang paling umum dalam kromatografi gas adalah gas N 2, He, Ar dan H2, yang mana gas-gas yang dipilih sebagai fasa gerak haruslah inert (tak mudah bereaksi) terhadap sampel dan fasa diam. Pemilihan fasa gerak/gas pembawa disesuaikan dengan detektor yang digunakan. Dengan kolom



yang dikemas (kolom kemasan konvensional/kolom pak), kecepatan fase gerak biasanya berada dalam kisaran 25–150 mL/menit, sedangkan laju aliran untuk kolom kapiler adalah 1–25 mL/menit. Selektivitas kromatografi gas dipengaruhi oleh pemilihan fasa diam. Kriteria utama dalam pemilihan fasa diam adalah harus senyawa inert, stabil, volatilitas rendah, dan kepolaran yang sesuai agar zat terlarut dapat dipisahkan. (Harvey, 1956: 563-565) Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut: 1. Gas pada silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. 2. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikan ke dalam aliran gas tersebut. 3. Cuplikan dibawa oleh gas pembawa kedalam kolom dan terjadi proses pemisahan. 4. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. 5. Suatu detector diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. 6. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Sedangkan luas peak bergantung kepada kuantitas suatu komponen dalam campuran, karena peak dalam kromatogram berupa segitiga maka luasnya dapat dihitung berdasarkan tinggi dan lebar peak tersebut. (Hendayana, 2006: 32)



Skema Sistem Kromatografi Gas (Wiryawan, Adam. 2008: 195) Berikut akan dibahas komponen-komponen instrumentasi kromatografi gas: 1) Gas Pembawa Gas yang dapat digunakan sebagai fasa gerak dalam kromatografi gas harus bersifat inert (tidak bereaksi) dengan cuplikan maupun fasa diam. Gas - gas yang biasa digunakan adalah gas Helium, Argon, Nitrogen, dan Hidrogen. Karena gas disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara cepat sambil membawa komponen komponen campuran yang akan atau yang sudah dipisahkan. Dengan demikian gas tersebut disebut juga gas pembawa (carrier gas). Oleh karena gas pembawa mengalir dengan cepat maka pemisahan dengan teknik kromatografi gas hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Karakteristik tiga jenis gas pembawa hidrogen, helium, dan nitrogen diperlihatkan pada gambar berikut:



Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak kolom secara perlahan karena fasa diam berekasi dengan kotoran tersebut. Oleh karena itu, gas berkualitas tinggi harus digunakan untuk merawat kolom dari kerusakan. Untuk menghilangkan kotoran dalam gas pembawa, biasanya gas dialirkan melalui saringan yang disebut molecular seive untuk menghilangkan air dan hidrokarbon. Kriteria gas pembawa antara lain  Bersifat inert dan kemurniannya tinggi  Tekanan berkisar 10-50psi  Laju alir berkisar antara 25-50 mL/menit 2) Pemasukan Cuplikan (Injektor) System injeksi (cara masuknya sampel) adalah salah satu komponen pada GC dan merupakan komponen yang suhunya harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengubah sampel kedalam bentuk gas dengan kata lain suhu pada injector harus lebih tinggi dibandingkan dengan titik didih sampel. Injector terdiri dari tabung kaca yang modelnya tergantung dari metode pemasukan sampel ada tabung injector yang agak cembung yaitu diperuntukan bagi metode splitless yaitu untuk menganalisis komponen trace dan tabung yang tanpa cembungan yang diperuntukan untuk metode split yaitu untuk menganalisis senyawa utama, tabung kaca injector juga dilengkapi karet o-ring, dan karet tumpuan suntikan. Umumnya sampel yang diinjeksikan berupa cairan namun bagi sampel padatan juga dapat diinjeksikan hanya saja harus di derivatifkan dengan cara dicairkan terlebih dahulu. (Skoog, 2013: 809) Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan injeksi spitless (spitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk menguangi volume cupllikan yang masuk ke kolom. Volume cuplike yang masuk ke kolom hanya 0,1-10% dari 0,1-2 µ, sementara sisanya dibuang. Untuk keperluan analisis kuantitatif yang baik dan analisis renik maka injeksi jenis splitless lebih cocok.



(Hendayana, Sumar. 2006: 34-36) 3) Fasa Diam (kolom) Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Untuk kromatografi gas dikenal dua jenis kolom yaitu jenis pak (packed column) dan jenis terbuka (open tubular column).



Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas denga garis tengah 3-6 mm dan panjang 1-5 m. Jenis kolom pak ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak. Sementara kolom terbuka (kolom kapiler) lebih kecil dan lebih panjang daripada kolom pak. (Hendayana, 2006:37-38) Dua metode kromatografi yaitu mode isothermal dan mode pemograman suhu. Dengan isothermal, suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran. Sedangkan program suhu, suhu kolom divariasikan selama pengukuran berlangsung. Melalui mode pemisahan program suhu maka hasil pemisahan akan lebih sempurna. (Hendayana, 2006:64) 4) Detektor Komponen-komponen analit yang telah dipisahkan oleh kolom dideteksi dan akhirnya dibuat suatu gambar (kromatogram) oleh rekorder yang terhubung dengan detektor. (Ibrahim, 2003:30) Pada dasarnya detektor yang digunakan sesuai dengan sifat fisik dari komponen analit yang dideteksi. Berikut ini adalah prinsip kerja dari detektor yang biasa digunakan. (Ibrahim, 2003:30) Karakteristik detector yang ideal memiliki: 1. Sensitivitas memadai 2. Stabilitas dan kemampuan reproduksi yang baik 3. Respon linear terhadap zat terlarut 4. Suhu berkisar antara suhu ruang sampai sekurang kurangnya 400oC. 5. Respon waktu pendek yang tidak bergantung pada laju alir 6. Reliable dan mudah digunakan 7. Mudah diprediksi dan memiliki selektivitas terhadap zat terlarut 8. Detector seharusnya tidak bersifat merusak (Skoog, 2007) Beberapa sifat detektor yang digunakan dalam kromatografi gas ialah seperti berikut:



Tabel 1. Beberapa Sifat Detektor Kromatografi Gas



a. Detektor FID (Flame Ionization Detector) FID merupakan detektor yang paling luas penggunaannya, bahkan dianggap sebagai detektor yang universal untuk analisis obat dalam cairan biologis menggunakan GLC. Pada detector ini, komponen-komponen sampel yang keluar dari kolom dibakar dalam nyala (campuran gas hidrogen dan udara atau oksigen).



Keunggulan detektor ini: - Kepekaannya yang lebih besar - Waktu tanggapnya lebih singkat - Cukup stabil dan tak pekaterhadap suhu hingga 400°C - Memberikan respon linier pada rentang konsentrasi yang culup lebar - Memberi respon terhadap hampir semua senyawa organic b. Detektor ECD (Electron Capture Detector)



Pada ECD terdapat pemancar radioaktif β, seperti 3H atau 63Ni yang akan mengionisasi gas pembawa. Aliran elektron sebagai hasil ionisasi gas pembawa (nitrogen atau argon/methan) dalam ECD memberikan sinyal yang berupa baseline suatu kromatogram. Bila kemudian suatu senyawa masuk ke dalam detektor, sebagian dari elektron tersebut akan ditangkap oleh senyawa sebelum mereka mencapai plat detektor.



c. Detektor TCD (Thermal Conductivity Detector) TCD berdasar atas prinsip, suatu benda yang panas akan kehilangan panasnya pada suatu kecepatan yang tergantung kepada komposisi gas di sekitarnya. Jadi, kecepatan hilangnya panas itu dapat digunakan sebagai ukuran tentang komposisi gas. Gas pembawa yang mengandung sample atau analit masuk ke dalam kolom, maka konduktivitas gas akan turun dan suhu filamen akan meningkat serta resistansi. Lewatnya sampel melalui kolom menyebabkan Jembatan Wheatstone yang tak seimbang sehingga terjadi signal yang terbaca pada detektor.



(Hendayana, 2006) d. Flame Photometric Detector (F.P.D.) Flame Photometric Detector dapat melakukan pengukuran yang sensitif dan selektif terhadap senyawa yang mengandung sulphur atau phosphorus. Jenis S2 dan jenis HPO yang



dibentuk dalam pengurangan karakteristik bakar Chemiluminescene emision, bisa di ukur dari jenis ini, dengan photomultiplier tube. Filter optic dapat diganti dalam detektor untuk memperlihatkan cahaya 394 nm yang dihasilkan dari sulphur atau 526 nm untuk cahaya dari phosphorus. Walaupun F.P.D. utamanya digunakan untuk P dan S, telah ditunjukkan bahwa dengan mengganti kondisi pembakaran, F.P.D. dapat memberi respon terhadap nitrogen, halogen, boron, chromium, solenium, tellurium, dan germanium. e. Thermionic Specific Detector N, P Specific (T.S.D) Versi modern dari detektor, Thermionic Spesific Detector untuk Nitrogen dan fosfor menggunakan ujung keramik yang dipanaskan secara elektrik yang terdiri dari logam alkaliRubidium yang dioperasikan dalam lingkungan hidrogen-udara. Sebuah potensial dipasang pada sistem dan menghasilkan arus yang sebanding dengan konsentrasi nitrogen atau fosfor yang ada. Mekanisme yang pasti pada operasional ini masih belum jelas.Thermionic Spesific Detector digunakan secara ekstensif dalam analisa obat-obatan dan pestisida. f. Photo Ionization Detector (P.I.D) P.I.D. digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sampel; sampel yang keluar dari kolom diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan elektron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada elektroda sehingga menghasilkan arus listrik. (Direktorat Pembinaan SMK, 2013:194-195) 5) Oven Oven adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus dikontrol. Temperatur kolom bervariasi antara 50ºC – 250ºC. Suhu injektor lebih rendah dari suhu kolom dan suhu kolom lebih rendah daripada suhu detektor. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derajat pemisahan yang diinginkan. (Direktorat Pembinaan SMK, 2013:192-193) 6) Rekorder Rekorder berfungsi sebagai pencetak hasil percobaan pada lembaran kertas berupa kumpulan puncak, yang selanjutnya disebut sebagai kromatogram. Seperti telah diberitahukan diawal, jumlah puncak dalam kromatogram menyatakan jumlah komponen penyusun campuran. Sedangkan luas puncak menyatakan kuantitas komponennya. (Direktorat Pembinaan SMK, 2013: 195) Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis. Alasan dilakukan derivatisasi diantaranya: 1. Senyawa tersebut tidak dimungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan volatilitas dan stabilitas. 2. Untuk menentukan batas deteksi dan bentuk kromatogram. 3. Meningkatkan batas detksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD). 4. Menurunkan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatile. 5. Senyawa polar yang akan menyerap permukaan aktif dari kolom dibuat kurang polar. Ada dua jenis analisis yang sering dilakukan dengan kromatografi gas. Analisis kualitatif akan didasarkan pada beberapa parameter retensi seperti volume retensi dan waktu retensi dari senyawa yang keluar. Jika kromatografi gas difungsikan untuk analisis kuantitatif maka penentuan



konsentrasi senyawa campuran dapat dilakukan dengan membandingkannnya dengan konsentrasi senyawa bakunya. (Wonorahardjo, Surjani. 2013: 180) a. Analisa kualitatif Analisa kualitatif adalah untuk menentukan jenis dari senyawa yang di analisis. Secara umum gambar yang diperoleh dari hasil analisis dengan GC misalkan untuk satu komponen dengan suatu standar eksternal. Parameter yang digunakan untuk analisa kualitatif adalah penahanan atau waktu retensi/time retention (tR). (Ibrahim, Sanusi. 2003: 31-32) Analisa Kualitatif untuk mengidentifikasi tiap peak GC. Caranya: a) Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. b) Melakukan ko-kromatografi. Standar ditambahkan ke cuplikan kemudian dilakukan kromatografi gas. c) Menggunakan MS atau IR. d) Menggunakan spektrometri NMR. (Hendayana, Sumar. 2006: 11) b. Analisa kuantitatif Analisa kuantitatif untuk menghitung konsentrasi suatu komponen dapat juga dilakukan dengan membuat kurva standar atau persamaan regresi antara luasan puncak (A) vs Konsentrasi. Peralatan GC ini sudah komputerisasi yaitu dilengkati dengan intergrator untuk menghitung luasan puncak dan print-out yang diperoleh telah menyertakan persen komposisi. (Ibrahim, Sanusi. 2003: 33) Analisa kuantitatif dengan kromatografi gas dapat didasarkan pada salah satu pendekatan, yaitu; a) Pendekatan Tinggi Peak. Mula-mula ditarik garis yang menghubungkan kedua dasar puncak, kemudian ditarik garis vertikal yang sejajar dengan sumbu tegak. Dengan mengukur tinggi sampel dan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan. b) Pendekatan Area Peak. Ditentukan menggunakan rumus luas segitiga dengan nilai lebih baik menggunakan lebar pada setengah tinggi puncak. c) Metode Kalibrasi. Analisis dengan metode ini, kita harus mempersiapkan sederet larutan standar yang komposisisnya sama dengan analit. Kemudian tiap larutan standar di ukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk setiap larutan standar. Selanjutnya di plot are peak atau tinggi peak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol. Restandarisasi diperlukan untuk mendapatkan ketelitian tinggi. d) Metode Normalisasi Area. Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan metode ini diperlukan elusi yang sempurna, semua komponen campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak yang muncul dihitung. Kemudian area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen. (Hendayana, Sumar. 2006: 58-60) Bensin adalah satu jenis bahan bakar minyak yang digunakan untuk bahan bakar mesin kendaraan bermotor. Bensin pada umumnya merupakan suatu campuran dari hasil pengilangan yang mengandung



parafin, naphthene dan aromatic dengan perbandingan yang bervariasi. Tiga jenis bensin, yaitu premium, pertamax, dan pertamax plus. Ketiganya mempunyai mutu atau prilaku (perfomance) yang berbeda. Mutu bensin dipergunakan dengan istilah bilangan oktana (Octane Number). Angka oktan merupakan acuan untuk mengukur kualitas dari bensin yang digunakan sebagai bahan bakar motor bensin. Makin tinggi angka oktan maka makin rendah kecenderungan bensin untuk terjadi knocking. Knocking adalah ketukan yang menyebabkan mesin mengelitik, mengurangi efisiensi bahan bakar dan dapat pula merusak mesin. Bilangan oktan angka oktan riset (RON) pada premium, pertamax, dan pertalite: Premium : 88,0 Pertamax : 92,0 Pertamax Plus : 95,0 Pertalite : 90,0 (erepa.unud.ac.id, 2018) C. Alat dan Bahan 1. Alat  Perangkat GC  Botol vial  Gelas ukur 10 mL 2. Bahan  Standar Heksana p.a  Standar Toluena p.a  Standar Xilena p.a  Sampel premium  Sampel pertamak  Sampel pertamak plus D. Langkah Kerja No Langkah Kerja 1. Penyiapan Larutan Standar Larutan Heksana, Toluena, Xilena -



2.



Larutan Standar Penyiapan Larutan Sampel Premium, Pertamax, Pertamax Plus -



3.



Diambil Sebanyak 0,5 mL masing-masing larutan Dicampurkan



Dipipet masing-masing larutan sampel sebanyak 1 mL



Larutan Sampel Penyiapan Larutan Standar + Sampel



Larutan Standar -



Dipipet masing-masing larutan standar sebanyak 0,5ml



Larutan Sampel -



4.



Dipipet masing-masing larutan sampel sebanyak 0,5 ml Dicampurkan masing-masing larutan sampel dan larutan standar



Larutan Sampel Pengoprasian Instrumen GC Instrumen GC -



Disetting gas pembawa dan gas pembakar Dinyalakan GC, diikuti komputer Diatur suhu injector 150ºC, suhu detector 250ºC, suhu awal kolom pada 40ºC Diprogram dengan kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC Dipertahankan selama 2 menit, detector FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar.



Instrumen GC siap digunakan Kromatogram



Diukur larutan standar, sampel dan campuran yang sudah disiapkan dengan instrumen GC Diambil sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe Diinjeksikan pada GC. Disimak operator saat mengukur Dicetak hasil Diskusikan hasil pengukuran dengan dosen praktikum



Daftar Pustaka Budhiraja, R.P. (2004). Separation Chemistry. Delhi: Delhi University India. Erepa.unud.ac.id. BAB II Dasar Teori 2.1. Bahan Bakar. [online]. Diakses: erepa.unud.ac.id. (12 September 2021). Harvey, David. (1956). Modern Analytical Chemistry. Depauw University: Mc-Graw-Hill Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisaaan: Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ibrahim, Sanusi. (2013). Teknik Laboratorium Kimia Organik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Khopkar, S.M. (2014). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Skoog. (2013). Fundamental of Analytical Chemistry edition 9th. USA: Eangage Learning. Tim Kimia Pemisahan dan Pengukuran. (2021). Penuntun Praktikum Pemisahan dan Pengukuran. Bandung: Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Wiryawan, Adam. (2008). Kimia Analitik SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Kejuruan. Wonorahardjo, Surjani. (2013). Metode-Metode Pemisahan Kimia. Jakarta: Akademia Pertama.