Kasus 7 Studi Kasus Komunikasi Dokter [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STUDI KASUS FARMASI PRAKTISI “KOMUNIKASI DOKTER”



Dosen Pengampuh : Prof. Dr. Apt. RA. Oetari, S.U., M.M., M.Sc.



Disusun Oleh : Rizky Akbar Latif



(2220434884)



Kelas B4



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2022



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Telinga berdenging atau dikenal dalam bahasa medis sebagai tinitus, banyak dikeluhkan sebagai suatu bising atau bunyi yang muncul di kepala tanpa adanya rangsangan dari luar. Adapun keluhan yang dialami ini seperti bunyi mendengung, mendesis, menderu, atau berbagai variasi bunyi yang lain. Tinitus bukanlah penyakit atau sindroma, tapi hanya merupakan gejala yang mungkin berasal dari satu atau sejumlah kelainan. Tinitus kerap diderita terutama orang pada kelompok usia pertengahan dan usia tua (Agustini, 2016). Sistem keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting untuk kehidupan manusia. Sistem keseimbangan membuat manusia mampu menyadari kedudukan terhadap ruangan sekitar. Keseimbangan merupakan sebuah sistem yang saling berintegrasi yaitu sistem visual, vestibular, sistem propioseptik dan cerebelar. Gangguan pada sistem keseimbangan tersebut akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya berupa sensasi berputar yang sering disebut vertigo (Ramos ZR et al, 2016) Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar-putar dan berjungkir balik. Vertigo disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak dapat menjaga keseimbangan tubuh dengan baik Prevalensi vertigo di Jerman, usia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan vestibular. Penelitian di Prancis menemukan prevalensi vertigo 48% (Grennberg DA, et al, 2013). Keluhan vertigo sering muncul pada berbagai kasus yang sering kita jumpai di kehidupan seharihari diantaranya pada kasus cedera kepala .Distribusi cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-55 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Japardi, 2010). Vertigo pasca cedera kepala bisa timbul pasca cedera, beberapa hari atau minggu pasca cedera kepala ringan, sedang maupun berat. Angka kejadian vertigo pada pasien cedera kepala berkisar 55%. Insiden vertigo yang terjadi setelah cedera kepala sekitar 4060% biasanya terjadi setelah cedera kepala ringan dan sedang (Ramos ZR et al, 2016).



BAB II TUNJAUAN PUSTAKA A. DEFENISIS a) Cedera Kepala Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, RutlandBrown, Thomas, 2006). Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.(Syahrir H.2012) b) Vertigo Vertigo merupakan sensasi berputar dan bergeraknya penglihatan baik secara subjektif mupun objektif. Vertigo dengan perasaan subjektif terjadi bila seseorang mengalami bahwa dirinya merasa bergerak, sedangkan vertigo dengan perasaan objesktif bila orang tersebut merasa bahwa di sekitar orang tersebut bergerak. Vertigo sering terjadi pada orang tua. Penyebab vertigo yaitu Benign Paroxymal Positional Vertigo (BPPV), Acute Vestibular Neuronitis (AVN), dan peyakit Meniere.



B. PATIFISIOLOGI VERTIGO Reseptor yang berfungsi sebagai penerima informasi untuk sistem vestibular terdiri dari vestibulum, proprioseptik dn mata, serta integrasi dari ketiga reseptor terkait dengan batang otak serta serebelum. Informasi yang berasal dari sistem vestibular 50 persen terdiri dari vestibulum, sisanya dari mata dan proprioseptik. Adanya gangguan dari sistem vestibular menimbulkan berbagai gejala antara lain vertigo, ystagmus, ataksia, mual muntah, berkeringat dan psikik. Gejala- gejala tersebut dapat timbul scara bersamaan, sendiri atau terjadi bergantian. Gejala tersebut dipengaruhi oleh derajat, sumber, maupu jenis dari rangsangan. Fungsi sistem vestibular terletak pada kanalis semisirkularis yang berada pada dalam apparatus vestibular, terisi cairan yang apabila bergetar berfungi mengirim informasi



tentang gerakan sirkular atau memutar. Ketiga kanalis semisirkularis bertemu di vesibulum yang terletak berdekatan dengan koklea. Adanya kerjasama dari maa dan sistem vestibular mengakibatkan terjaganya pandangan agar benda terlihat dengan jelas ketika bergerak. Hal ini disebut dengan reflek vestibular-okular. Gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis memberi pesan kepada otak bagaimana kecepatan kepala otak bagaimana kecepatan kepala berotasi, ketika kepala mengangguk, atau saat kepala menoleh. Setiap kanalis semisirkularis memiliki ujug yang menggembung dn berisi sel rambut. Adanya rotasi kepala mengakibatkan gerakan aliran cairan yang akan mengubah posisi pada bagian ujung sel rambut terbungkus jelly-like cupula. Selain kanalis semisirkularis, termasuk organ yang termasuk dalam bagian sistem vestibuler, yaitu sakulus dan untrikulus. Kedua organ tersebut termasuk dalam organ otolit. Organ otolit memiliki otokonia yaitu sel rambut terbungkus jelly-like layer bertabur batuan kecil kalsium. Saat kepala menengadah maupun posisi tubuh berubah, terjadinya pergeseran batuan kalsium karena pengaruh gravitasi. Akibatnya, sel rambut mnejadi bengkok sehingga terjadinya influx ion kalsium yang selanjutnya neurotransmitter keluar memasuki celan sinap dan ditangkap oleh reseptor. Selanjutnya terjadi penjalaran impuls melalui nervus vestibularis menuju tingkat yang lebih tinggi. Adanya sistem vestibular bekerja sama dengan sistem visual dan proprioseptik membuat tubuh dapat mempetahankan orientasi atau keseimbangan. C. TATALAKSANA VERTIGO Tatalaksana vertigo dibagi menjadi dua yaitu : 1. Non Farmakologi Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel /  Particle Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus. Hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Ada lima manuver yang dapat dilakukan, antara lain:  Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45° lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90° ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30- 60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.  Manuver Semont, manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat







 



2.



diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi. Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 360° yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi. Forced Prolonged Position, manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam. Brandt-Daroff exercise, manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan. Farmakologi



Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan. Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuvermanuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi. D. TELINGA BERDENGING Tinitus barasal dari bahasa Latin tinnire yang berarti menimbulkan suara atau dering. Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran berupa keluhan perasaan pada saat mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi atau suara dari luar. Adapun keluhan yang dialami ini seperti bunyi mendengung, mendesis, menderu, atau berbagai variasi bunyi yang lain. E. MACAM TELINGA BERDENGING (Tinitus)



Tinitus ada 2 macam yang terbagi atas tinitus obyektif dan tinitus subjektif. Tinitus obyektif terjadi apabila bunyi tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dapat juga dengan auskultasi di sekitar telinga. Sifatnya adalah vibritorik yang berasal dari vibrasi atau getaran sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Sedangkan tinitus subjektif terjadi apabila suara hanya terdengar oleh pasien sendiri, dan jenis tinitus ini yang paling sering terjadi. Sifat dari tinitus subjektif adalah nonvibratorik karena adanya proses iritatif ataupun perubahan degenaratif pada traktus auditorius yang dimulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pada pusat saraf dari pendengar F. PENYEBAB TINITUS Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya tinitus. Beberapa diantaranya adalah:    



Kelainan vaskular baik pada arteri atau vena. Kelainan muskular: klonus otot palatum atau tensor timpani. Lesi pada saluran telinga dalam: Tumor saraf kedelapan. Gangguan kokhlea: trauma akibat bising, trauma tulang temporal, penyakit Meniere’s, presbikusis, tuli saraf mendadak, emisi otoakustik.  Ototoksisitas: aspirin, kuinin, dan antibiotika tertentu (aminoglikosida).  Kelainan telinga tengah: infeksi, sklerosis, gangguan tuba eustachi.  Lain-lain: serumen, benda asing pada saluran telinga luar dan penyakit sistemik seperti anemia. G. PATOFISIOLOGI TINITUS Mekanisme terjadinya tinitus karena aktivitas elektrik di sekitar auditorius yang menimbulkan perasaan adanya bunyi, tetapi impuls yang terjadi bukan berasal dari bunyi eksternal atau dari luar yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls yang abnormal di dalam tubuh penderita sendiri. Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar. Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut atau pulsasi tinitus. Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis, dan lain-lain. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba Eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis, maka suara aliran darah akan mengakibatkan tinitus juga.



Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi. Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomysin, dehidro-streptomysin, garamysin, digitalis, kanamysin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit Meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan tuli sensorineural dan vertigo. Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus atau gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah kembali normal. H. TATALAKSANA TINITUS Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahinya penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Kadang-kadang penyebabnya itu sukar diketahui. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu : 1) Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker. 2) Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap hari. 3) Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas. Berbagai penelitian untuk menemukan jenis obat masih terus dilakukan. Adapun jenis obat yang dapat secara konsisten efektif pada pengobatan jangka panjang belum juga ditemukan. Meski demikian pemakaian beberapa jenis obat sedikit banyak dapat memberikan perbaikan pada pasien tinitus, seperti:  Vitamin B dan derivatnya: nicotinamide (vasodilator) yang secara empiris telah digunakan secara luas untuk kelainan kokhlea (contoh: penyakit Meniere’s).  Trimetazidine: obat anti iskemia dengan antioksidan.  Vitamin A: pada dosis tinggi dilaporkan memperbaiki ambang persepsi dan mencegah tinnitus. Namun perhatian terhadap toksisitasnya dapat membatasi vitamin A dalam penggunaan praktis.  Lidokain intravena: suatu golongan anestetik local amide dengan aktivitas system saraf pusat, dilaporkan berguna dalam mengontrol tinnitus.  Tocainine: merupakan lidokain oral dengan waktu paruh yang panjang.  Trisiklik trimipramine: suatu anti depresan. 4) Pembedahan juga berperan dalam penanganan tinnitus jika diaplikasikan untuk mengoreksi sumber penyebab. Misalnya: stapedektomi untuk kelainan otosklerotik, lainnya adalah koklear implant. Pertimbangan juga dapat diberikan untuk melakukan terhadap pengikatan saraf ke-8 divisi koklearis, walaupun hasilnya tidak dapat diprediksikan.. dan tentu saja hanya bisa dilakukan terhadap pasien yang memang fungsi pendengarannya sudah rusak berat alias tuli berat yang tidak mungkin lagi dikoreksi.



BAB III PEMBAHASAN KASUS 7 Bapak Eko Sunarjo datang ke apotik saudara dengan membawa resep setelah periksa dari dokter spesialis penyakit dalam untuk menebus obat-obatnya, Bapak Eko didiagnosa menderita gangguan pada syaraf otaknya karena trauma kepala akibat kecelakaan. Setelah kecelakaan itu sering sakit kepala seperti berputar-putar dunianya dan telinga sering berdenging. Setelah membaca resep, saudara selaku farmasis kemudian menghubungi dokternya untuk menyampaikan permasalahan yang ada pada resep tersebut agar disamping resep tersebut legal secara administratif juga obat yang diserahkan tepat obat, tepat bentuk sediaan, tepat cara pemakaian dan tepat dosisnya. Kajilah resep tersebut sehingga saudara tahu permasalahan yang tertulis dalam resep tersebut, kemudian hubungi dokter penulis resepnya untuk mendiskusikan permasalahan tersebut. A. Kelengkapan resep



B. Skrining administrasi /kelengkapan resep Nama dokter SIP Alamat dokter No. Telpon Tempat penulisan resep Tanggal penulisan resep Tanda R Nama obat Kekutan obat Jumlah obat Aturan Pakai Nama Pasien Umur Pasien Alamt Pasien Paraf Dokter



ADA ADA ADA ADA ADA TIDAK ADA ADA ADA TIDAK APA ADA ADA ADA ADA TIDAK ADA ADA



C. Informasi Spesialit Obat 1) Brainact Kandungan Sediaan Lazim Dosis Lazim



Citicolin Tablet 500 mg; tablet dispersible oral 500 mg; Kaplet 1000mg; Sachet 1000mg. Tab dispersible oral :500mg/hari



2) Meloxicam Kandungan Sediaan Lazim Dosis Lazim



Meloxicam Tablet 7,5mg;15mg;Supositoria 15 Dewasa : Rhemat Rhematoid oid Artriti Artritiss : 15 mg/hari. Dapat diturunkan menjadi  : 15 mg/hari. Dapat diturunkan menjadi 7,5 mg/hari. Osteoarthritis Osteoarthritis   : 7,5 mg/hari.Dapat ditingkatkan s/d 15mg/hari Pasien resiko tinggi : 7,5 mg 1 x sehari



3) Noverty Kandungan Sediaan Lazim Dosis Lazim



Betahistine mesylate 6 mg Tablet 6mg Dewasa : 6-12 mg, 3 kali sehari



4) Amitriptyline Kandungan



Amitriptyline 25 mg



Sediaan Lazim Dosis Lazim



Tablet 25 mg Dewasa : 1x pakai : 25 mg 1 x hari : 100 mg



Dosis Maksimum



Dewasa : 1x pakai : 30 mg 1 x hari : 300 mg



D. Skrining Kinis 1) Brainact Kandungan



Indikasi



Citicoline



2) Meloxicam Kandung an Meloxica m



Kontra indikasi Gangguan Hindari fungsi penggunaan kognitif pada penderita pada lanjut hipertonia usia. (meningkatnya ketegangan otot) pada sistem saraf parasimpatis.



Indikasi Untuk mengobati nyeri sendi, seperti: osteoarthrit is (sendisendi terasa sakit, kaku, dan bengkak), rheumatoid arthritis (radang sendi).



Kontra indikasi Tukak peptic aktif, gangguan hati berat, gangguan ginjal, anak, remaja < 15 tahun, hamil, laktasi, pendarah an GI, gangguan pendarah



Efek samping



Interaksi



Gangguan Mempotensiasi epigastrium, efek levodopa. mual,kemeraha n pada kulit sakit kepala, pusing



Efek Interaksi samping Gangguan • Meningkatkan risiko GI, anemia, ulserasi gastrointestinal gatal, atau perdarahan jika kemerahan di berikan bersamaan pada kulit, dengan antikoagulan sakit (misalnya: Heparin, kepala,ede warfarin),agen ma, antiplatelet,SSRI,kortikost pusing eroid (misalnya: Glukokortikoid), salisilat, NSAID lain (termasuk aspirin). • Dapat mengurangi efek antihipertensi diuretik, inhibitor ACE, antagonis angiotensin II, dan β-



an lain.



blocker. • Dapat meningkatkan nefrotoksisitas dari penghambat kCailcslionsepuorriinn, (misalnya: tacrolimus). • Meningkatkan konsentrasi serum lithium, digoxin dan metotreksat. • Meningkatkan eliminasi jika di berikan bersamaan dengan colestyramine



3) Noverty Kandunga n Betahistine mesylate



Indikasi



Kontraindikasi



Efek samping



Interaksi



Untuk • Pasien yang • ruam, pruritus • Obat mengobati memiliki riwayat (rasa gatal), golongan vertigo penyakit sindrom antihistamin (Pusing yang phaeochromocyt • Stevens dapat diserati rasa oma (tumor Johnson mengurangi berputarlangka pada (kelainan efek terapi. putar), kelenjar adrenal) genetik), • Betahis tine pusing dan • Pasien yang urtikaria maleate sindrom memiliki riwayat (biduran), dapat meniere hipersensitif dyspepsia, mengurangi (gangguan (respon berlebih mual, muntah, efek keseimbanga atau sangat dan kembung, bronkodilato n tubuh yang sensitif) terhadap sakit kepala, ragonis β2 terjadi pada betahistine kebingungan, gangguan mesilate. • kejang-kejang, sirkulasi) mengantuk, • halusinasi, • parestesia (kesemutan), hipotensi, takikardia (meningkatnya irama detak • jantung), nyeri, ulkus peptikum (peradangan diusus), sesak napas.



4) Amitriptyline Kandungan



Indikasi



Kontra



Efek samping



Interaksi



Amitriptyline



indikasi Untuk • Penderita mengatasi insufisiensi depresi, arteri meringanka koroner, n aritmia kecemasan (gangguan sehingga irama pasien jantung) mudah • Penggunaan beristirhata. bersama MAOI dan cisapride • Anak usia