Kel. 13 Mazahib Tafsir Sufi Dan Salafi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“TAFSIR SUFI DAN SALAFI” Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Madzahib al-Tafsir Dosen Pengampu: Muhammad Ridho, MA.



Disusun oleh: Kelompok 13 1. Alfina Muamarotul Hikmah



(12301193007)



2. Nafiatun Nailiyah



(12301193026)



3. Fadhila Zulfa Finasari



(12301193044)



JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR(5-A) FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG



1



DAFTAR ISI



BAB I................................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3 BAB II .............................................................................................................................. 5 PEMBAHASAN............................................................................................................... 5 Sejarah Tafsir Falsafi .................................................................................................... 8 Tokoh-Tokoh tafsir Falsafi ......................................................................................... 10 Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Sufi ...................................................................... 12 Kelebihan dan kekurang tafsir Falsafi ........................................................................ 14 Karaktersitik tafsir Falsafi ........................................... Error! Bookmark not defined. Sumber-sumber tafsir falsafi ........................................ Error! Bookmark not defined. BAB III ........................................................................................................................... 15 PENUTUP ...................................................................................................................... 15 KESIMPULAN ....................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 17



2



BAB I PENDAHULUAN



Al-Qur’an merupakan petunjuk seluruh umat manusia dan menjadi sumber utama rujukan umat islam. Dalam memahami kandungan Al-Qur’an, seseorang melakukan penafsiran. Penafsiran Al-Qur’an berbagai macam bentuk dan coraknya. Keberagaman tersebut memunculkan banyak perbedaan. Dalam melakukan penafsiran seorang mufassir harus memperhatikan beberapa kaidah, seperti kemampuan bahasa arab, nahwu, sorof, munasabah, asbabul nuzul, dan lain sebagainya. Kitab tafsir Al-Qur’an semakin beragam. Hal tersebut dipengaruhi dengan ragamnya metode dan corak. Adapun metode penafsiran yaitu tahlily, ijmali, muqorin, dan maudhu’i. tidak berbeda dengan metode penafsiran, corak tafsir Al-qur’an yang hadir di tengah-tengah umat islam juga beragam, diantaranya corak fiqhi, ilmi, falsafi, sufi, adabi, ijtima’i, dan lain-lain. Berangkat dari keberagaman yang telah disebutkan, penulis akan mengulas tentang corak tafsir falsafi dan sufi, serta mengetahui lebih jauh terkait kelebihan dan kekurangan corak tafsir tersebut. Rumusan Masalah A. Apa yang dimaksud dengan Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi ? B. Bagaimana sejarah dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi ? C. Siapa tokoh dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi ? D. Apa kekurangan dan kelebihan dari Tafsir Sufi dan Falsafi ?



Tujuan Penulisan A. Mengetahui pengertian dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi. B. Mengetahui sejarah dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi.



3



C. Mengetahui tokoh dari Tafsir Sufi dan Tafsir Falsafi D. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari Tasir Sufi dan Falsafi.



4



BAB II PEMBAHASAN A. Tafsir Sufi Dalam tradisi ilmu tafsir klasik, tafsir bernuansa tasawuf atau juga sufistik sering didefinisikan sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-ayat alQuran dari sudut esotorik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Kata tasawuf sendiri menurut Muhammad Husen alDzahabi adalah transmisi jiwa menuju Tuhan atas apa yang ia inginkan atau dengan kata lain munajatnya hati dan komunikasinya ruh. Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian, yaitu tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr shûfi isyary. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak.15 Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Quran al-‘Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya alSulami dan ‘Arâis al-Bayân fî Haqâiq al-Quran karya al-Syairazi. Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui) dengan beberapa syarat, (1) ada dalil syar’i yang menguatkan; (2) tidak bertentangan dengan syariat/rasio; (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika tidak memenuhi syarat ini, maka ditolak. Corak penafsiran sufi ini didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat al-Quran secara potensial mengandung empat tingkatan makna: zhahir, bathin, hadd, dan matla’. Keempat tingkatan makna ini diyakini telah diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila corak penafsiran semacam ini memang bukan hal yang baru, bahkan telah dikenal sejak awal turunnya al-Quran kepada Rasulullah SAW, sehingga dasar yang dipakai dalam penafsiran ini umumnya juga mengacu pada penafsiran ini al-Quran melalui hierarki sumber-sumber Islam tradisional yang disandarkan kepada Nabi SAW, para sahabat,



5



dan pendapat kalangan tabi’in. Di samping itu, selain penafsiran yang didasarkan melalui jalan periwayatan secara tradisional, ada sebuah doktrin yang cukup kuat dipegangi kalangan sufi, yaitu bahwa para wali merupakan pewaris kenabian. Mereka mengaku memiliki tugas yang serupa, meski berbeda secara substansial. Jika para Rasul mengemban tugas untuk menyampaikan risalah ilahiyah kepada umat manusia dalam bentuk ajaran-ajaran agama, maka para sufi memikul tugas guna menyebarkan risalah akhlaqiyyah, ajaran-ajaran moral yang mengacu pada keluhuran budi pekerti.17 Klaim sebagai pengemban risalah akhlaqiyyah memberi peluang bagi kemungkinan bahwa para sufi mampu menerima pengetahuan Tuhan berkat kebersihan hati mereka ketika mencapai tahapan ma’rifat dalam tahap-tahap muraqabah kepada Allah SWT. Sebuah konsep mistik yang oleh Ibn ‘Arabi dikategorikan sebagai kemampuan para sufi dalam mencapai kedudukan yang disebutnya sebagai al-nubuwwat al-amma al-muktasabah (predikat kenabian umum yang dapat diusahakan). Berbeda dengan predikat para Rasul dan Nabi yang menerima nubuwwat al-ikhtisas (kenabian khusus) ketika mereka dipilih oleh Allah sebagai utusannya, kenabian umum bisa dicapai oleh siapa saja, bahkan setelah pintu kenabian tertutup sampai akhir zaman nanti.18 Walhasil, dalam penafsiran sufi mufassir-nya tidak menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Quran melalui jalan i‘tibari dengan menelaah makna harfiah ayat secara zhahir, tetapi lebih pada menyeruakan signifikansi moral yang tersirat melalui penafsiran secara simbolik, atau dikenal dengan penafsiran isyari. Yaitu, bukan dengan mengungkapkan makna lahiriyahnya seperti dipahami oleh penutur bahasa Arab kebanyakan, tetapi dengan mengungkapkan isyarat-isyarat yang tersembunyi guna mencapai makna batin yang dipahami oleh kalangan sufi. Contoh karya yang menampilkan corak tafsir sufi adalah Tafsir al-Quran al-Azhim karya Sahl al-Tustari (w. 283 H). Haqaiq al-Tafsir karya Abu Abd al-Rahman al-Sulami (w. 412 H). lata’if al-Isyarat karya al-Qusyairi, dan ‘Ara’is al-Bayan fi Haqaiq al-Quran karya al-Syirazi (w. 606 H). B. Tafsir Falsafi



6



Karakteristik dari corak tafsir Falsafi adalah penggunaan ilmu filsafat sebagai penafsiran Al-Qur’an. Cara yang ditempuh adalah pena’wilan teks-teks agama dan hakikat hukumya yang sesuai dengan pandangan filosof. Selain itu juga menggunakan metode pensyarahan teks-teks agama dan hakikat hukumnya berdasarkan pandangan filosofi. Nuansa tafisr filsafat adalah mengungkap pandangan Al-Qur’an secara komprehensif tentang keyakinan dan sistem teologi. Akan tetapi, proses yang dilakukan bukan dalam rangka pemihakan terhadap madzhab tertentu, lebih pada upaya menggali secara serius bagaimana Al-Qur’an berbicara dalam soal-soal teologis itu dengan melacak tema-tema pokok, serta konteks-konteks di mana terma itu dipakai Al-Qur’an.1 Setiap corak ataupun metode dalam penafsiran Alquran memiliki ciri masingmasing. Jika menurut Muhammad Ali ar-Ridhā’ȋ al-Isfāhani memberikan karakteristik tafsir falsafi sebagai berikut. 1) Penafsiran ayat-ayat Alquran berhubungan dengan wujud Allah dan sifat-sifatNya. 2) Memperhatikan ayat-ayat mutasyābihāt. 3) Menakwilkan zahir Alquran dan merekonsiliasikan antara pendapat filsafat dengan ayat-ayat Alquran, serta mengambil ayat-ayat yang sesuai dengan filsafat. 4) Memanfaatkan akal dan bukti (burhan) dan mengadopsi pendekatan Ijtihad, dan rasional dalam tafsir. 5) Motif untuk interpretasi adalah pertahanan pandangan filosofis dan teori-teori filsafat pada khususnya.2



Sumber-sumber Tafsir falsafi



1



Syafieh, , PERKEMBANGAN TAFSIR FALSAFI DALAM RANAH PEMIKIRAN ISLAM, Jurnal At-Tibyan Volume 2 No. 2, Desember 2017, hlm. 146 2 Aldomi Putra, KajianTasir Falsafi,al-Burhan Vol.7 No.1 Tahun 2017,hlm.25



7



Muhammad Ali ar-Ridha’i al-Isfahani menjelaskan bahwa yang menjadi rujukan atau sumber-sumber dalam menafisrkan ayat-ayat Al-Qur’an secara falsafi merujuk pada : a) Ittijah al-Falsafiyah al-Masya’iyah fi al-Tafsir, yakni istilah falsafah alMasya’iyah yang berdasarkan pada metode tafsir yang merujuk pada akar pemikiran Aristoteles. b) Ittijah al-Falsafah al-Isyraqiyah fi al-Tafsir, yakni ittijah al-Falsafah yang merujuk pada akar pemikiran New Plai tinus (al-aFathaniyah al-jadidah) dan pada filsafat Iran Klasik (al-Qudama’). c) Ittijah al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Tafsir, yakni menggabungkan cotak filsafat al-Masya’iyah dengan ak-Isyraqiyah. 3 Sejarah Tafsir Falsafi



Pada saat ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan, kebudayaankebudayaan islam berkembang di wilayah kekuasaan Islam dan penerjemahan buku asing ke dalam bahasa Arab. Dan diantara buku-buku yang diterjemahkan adalah buku-buku karangan filosof seperti Aristoteles dan Plato. Perkembangan corak falsafî di dunia tafsir dimulai semenjak periode penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab, yaitu pada masa khalifah Abbasiyah. Khalifah Abbasiyah terkenal dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya ilmu filsafat. Hal tersebut juga merujuk pada al-Dzahabî, ia menjelaskan bahwa cikal bakal lahirnya penafsiran bercorak falsafi di mulai pada masa Abbasiyah khususnya khalifah al-Mansur (136 H) dan al-Ma’mun, pada masa tersebut dipengaruhi oleh perkembangan kebudayaan dan pengetahuan bersamaan dengan hal tersebut juga dilakukan gerakan untuk penerjemahan karya-karya Yunani, Persia, dan India kedalam bahasa Arab.4 Perkembangan selanjutnya para ulama tafsir mencoba memahami Al-Qur’an dengan metode filsafat, maka dari ini lahirlah



3 4



Aldomi Putra, KajianTasir Falsafi,al-Burhan Vol.7 No.1 Tahun 2017,hlm 26 Aldomi Putra, KajianTasir Falsafi,al-Burhan Vol.7 No.1 Tahun 2017,hlm.22



8



metode filsafat.5 Dalam menyikapi hal ini para ulama Islam terbagi menjadi dua golongan, yakni : Pertama, golongan yang menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan filosof. Karena mereka memahami ada di antara yang bertentangan dengan aqidah dan agama. Mereka dengan menolak buku-buku itu dan menyerang paham-paham yang dikemukakan di dalamnya, membatalkan argumen-argumennya, mengharamkannya untuk dibaca dan menjauhkannya dari kaum muslimin. Diantara kitab tafsir yang ditulis berdasarkan corak falsafi, dari golongan pertama yaitu : 1) Mafatih al-Ghaib karya Fakhr al-Razy (w. 606 H) 2) Al-Isyarat karya Imam al-Ghazaly Kedua, Sebagian ulama Islam yang lain mengagumi filsafat. Mereka menekuni dan menerima selama tidak bertentangan dengan dasar Islam. Berusaha memadukan filsafat dengan agama. Menghilangkan pertentangan yang terjadi diantara keduanya. Dari golongan kedua seperti tidak pernah mendengar bahwa di antara filosof mengarang kitab tafsir al-Qur’an secara lengkap, karena sejauh ini tidak lebih dari sebagian pemahaman terhadap al-Qur’an secara keseluruhan yang termuat dalam kitab falsafah yang mereka tulis. Diantara penulisan tafsir falsafi secara menyeluruh yakni : 6 1) Fushush al-Hikam karya al-Farabi (w. 339 H); 2) Rasail Ibn Sina karya Ibn Sina (w. 370 H); 3) Rasail Ikhwan al-Safa.



Abd ar-Rahman al-‘Ak, menggunakan istilah falsafi al-Kalamî untuk menyebutkan tafsir falsafi, dalam perkembangannya ia menyebutkan bahwa perkembangan kajian filsafat kalamiyah, mulai semenjak diterjemahkannya filsafat Yunani kedalam bahasa Arab, dalam istilah lain ia menyebutkan karena hembusan angin filsafat Yunani. Sehingga bercampurlah pembahasan tentang al-Kaun al-Mahshus dari ilmu-ilmu ghaib dengan pemahaman al-Jahmiyah dan al-Mu’atazilah, hal tersebut menimbulkan 5



Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Perepannya, Penerjemah, Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 20 6 U. Abdurrahman, METODOLOGI TAFSIR FALSAFI DAN TAFSIR SUFI, ‘Adliya, Vol. 9 No. 1, Edisi: JanuariJuni 2015,hlm.250-252



9



perdebatan kalami seputar pemikiran-pemikiran yang masuk kedalam dunia Islam, sehingga perdebatan tersebut menghasilkan interpretasi terhadap ayat-ayat mutasyābihāt dan penatakwilan sifat-sifat Tuhan yang sesuai dengan arah dan pendapat masing-masing. Penafsiran terhadap Al-Qur’an secara falsafî relatif banyak ditemui dalam sejumlah kitab tafsir yang membahas ayat-ayat tertentu yang memerlukan pendekatan secara falsafî, namun demikian secara spesifik tafsir yang menggunakan pendekatan falsafî secara keseluruahan terhadap semua ayat Alquran relatif tidak begitu banyak. Diantara kitab tafsir yang menggunakan corak ini adalah tafsir Al-Qur’an al-Karim karya Shadr al-Mutaalihin al-Siyraziy.7 Tokoh-Tokoh tafsir Falsafi



Ibn Sina (w. 370 H) Karya tafsir Ibn Sina adalah ‘Rasail Ibn Sina’. Metode Ibn Sina dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah dengan memandang Al-Qur’an dan filsafat, kemudian menafsirkan Al-Qur’an secara filsafat murni. Salah satu ayat yang ditafsirkan oleh Ibn Sina adalah surah al-Haqqah ayat 17 :



ٰٓ ُ‫و ْالملَك‬ ‫ش َر ِبكَ فَ ْوقَ ُه ْم يَ ْو َم ِٕى ٍذ ثَمنِيَة‬ َ ‫على ا َ ْر َج ۤا ِٕى َه ۗا َويَحْمِ ُل‬ َ َ ‫ع ْر‬ َ َّ



“.. dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung arsy Tuhanmu di atas kepala mereka” (QS. Al-Haqqah [69] : 17) Menurut Ibn Sina, Arsy adalah planet ke-9 yang merupakan pusat planet-planet lain, sedangkan delapan malaikat adalah delapan planet penyangga yang berada di bawahnya. Ia menyatakan bahwa Arsy itu merupakan akhir wujud ciptaan jasmani. Al-Faraby (w. 339 H) Karya tafsir Al-Farabi adalah ‘Fushush al-Hikam’. Metode penafsirannya sama dengan Ibn Sina, yaitu sama-sama menilai Al-Qur’an dengan filsafat. Dalam kitabnya 7



Aldomi Putra, KajianTasir Falsafi,al-Burhan Vol.7 No.1 Tahun 2017,hlm.23



10



“Fushus al-Hikam” ia menafsirkan surah al-Hadid [57] ayat 3 dengan pendekatan filosofis: َّ ‫ٱل َءاخِ ُر َوٱل‬ ْ ‫ه َُو ْٱْل َ َّو ُل َو‬ ‫علِيم‬ َ ‫ظ ِه ُر َو ْٱلبَاطِ نُ ۖ َوه َُو ِب ُك ِل‬ َ ٍ‫ش ْىء‬



“Dialah yang awal dan yang akhir……”(QS. al-Hadid [57] : 3) Dia menafsirkan ayat tersebut berdasarkan filsafat Plato tentang kekadiman alam, Setiap wujud yang lain berasa dari wujud yang pertama. Alam itu awal (qadim) karena kejadiannya paling dekat dengan wujud pertama. Sedangkan tafsir ia merupakan wujud yang terakhir ialah segala sesuatu yang diteliti, sebab-sebabnya akan berakhir pada-Nya. Dialah wujud terakhir karena Dia tujuan akhir yang hakiki dalam setiap proses. Dan Dialah kerinduan utama karena itu Dia akhir dari segala tujuan. Ibn Rusd Penafsiran Ibn Rusyd ini lebih cenderung pada perpaduan pemikiran filosof dan teori-teori yang ada dalam nas-nas Al-Qur’an. Dimana Ibn Rusyd mempertimbangkan dengan matang agar tidak terjebak dalam pemikiran filosof radikal yang mampu menjerumuskan alam pikiran kepada jalan yang menyesatkan. Contoh tafsir Ibn Rusyd pada surah Hud [11] ayat 7: ُ ‫ع ْر‬ ‫ع َم ًل‬ ِ ‫س َم َو‬ َّ ‫َوه َُو ٱلَّذِى َخلَقَ ٱل‬ َ ‫س ُن‬ َ ُ‫ش ۥه‬ َ َ‫ض فِى ِست َّ ِة أَي ٍَّام َو َكان‬ َ ‫علَى ْٱل َمآٰءِ ِليَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أ َ ْح‬ َ ‫ت َو ْٱْل َ ْر‬



“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dan tahtanya berada di atas air, agar Ia uji siapa diantara kamu yang paling baik amalnya”. (QS. Hud [11] : 7) Menurutnya alam bukanlah diajadikan dari tiada tetapi dari sesuatu yang memang sudah ada. Sebelum ada wujud langit dan bumi telah ada wujud yang lain yaitu air yang diatasnya terdapat tahta kekuasaaan Tuhan. Sedangkan dalah al-Anbiya ayat 30 dan Ibrahim ayat 47-48 disebutkan bahwa bumi dan langit pada umumnya berasal dari unsur yang sama, kemudian dipecah dari benda yang berairan. Dengan demikian sebelum bumi dan langit telah ada benda lain yang dalam sebagian ayat diberi nama air, dan dalam ayat yang lain disebut uap. Uap dan air berdekatan selanjutnya langit dan bumi dijadikan dari



11



uap atau air bukan dijadikan dari unsur yang tiada, dalam arti unsurnya bersifat kekal dari zaman yang qadim. Thabathaba’i Karya tafsir Thabathaba’i adalah ‘Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur’an’ . Salah satu Ayat Al-Qur’an yang ditafsirkan oleh Thabathaba’i dengan menggunakan metode filosofis ialah al-Baqarah [2] ayat 167 yang berbunyi: ‫ار‬ ِ َّ‫َو َما هُم ِب َخ ِر ِجينَ مِ نَ ٱلن‬ “...Dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka”(QS.Al-Baqarah [2] : 167) Menurutnya siksaan di neraka tidak akan kekal, karena Tuhan Maha Pengasih dan sangat luas, sehingga bagaimana mungkin Tuhan Yang Maha Pengasih akan menyiksa hambanya selamnaya. Alasan lainnya yang dikemukakan bahwa balas dendam terhadap perbuatan orang yang menganiaya hanyalah pekerjaan yang sia-sia. Sedang Allah Swt. tidak pernah berbuat dzalim terhadap hamba-Nya serta balas dendam, maka siksaan di neraka akan putus atau tidak kekal.8



Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Sufi



Berbicara tentang karya tidak lepas dengan sebuah kelebihan dan kekurangan, tak lain halnya tafsir sufi. Di dalamya terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan, antara lain sebagai berikut. a) Kelebihan •



Mampu memaknai ayat pada wilayah esoterik atau melalui dimensi bathiniyah







8



Mengungkap makna Al-Qur’an secara dzahir dan bathin



Ibid,hlm. 146-149



12



Yang dimaksud aspek dzahir yaitu teks ayat, sedangkan aspek bathin yaitu upaya penta’wilan ayat yang tekstual.9 •



Mengungkap isyarat-isyarat yang terdapat dalam Al-Qur'an10







Tepat untuk rujukan orang yang hendak meningkatkan martabat spiritual







Penafsiran banyak yang memfokuskan ayat akhlak.



b) Kekurangan •



Hanya dapat difahami kalangan tertentu Biasanya tafsir yang bercorak sufistik hanya mampu difahami oleh para sufi atau orang yang menafsirkan ayat itu sendiri karena mereka menafsirkan dengan mengandung subjektivitas sendiri.







Maknanya sulit untuk ditangkap secara tematis Karya tafsir sufistik banyak menggunakan metode tahlily dan metode penafsirannya mengikuti mushaf Utsmani. Metode inilah yang menyebabkan seseorang sulit untuk menangkap makna al Qur’an secara sitematis.11







Tolok ukur validitas tafsirnya kurang begitu jelas







Tafsirnya diambil dari isyarat-isyarat yang samar







Bercampur dengan teori filsafat Adanya percampuran dengan teori filsafat ini menyebabkan tafsir sufi tidak bisa berkembang seperti tafsir lain12







Dengan mengambil makna bathin, dikhawatirkan syariat agama dilecehkan karena seringkali didapatkan dari hasil pengalaman ruhaniyahdan juga kurang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.







Banyak menyimpang dari kaidah penafsiran dan tata gramatikal arab



9



Ulil M. Abshor, Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Jurnal Syifa al-Qulub, Vol.2 No 1 Juli 2017, hlm.8 10 Ibid., hlm.11 11 Ibid., hlm.12 12 http://kutaradja92.blogspot.com/2014/02/tafsir-sufi.html?m=1 Diakses pada hari Minggu, 12 September 2021 pukul 05.43



13



Dikatakan demikian karena dalam tafsir sufistik mengandalkan makna bathin sehingga tata bahasa dan kaidah – kaidah bahasa arab kurang begitu diperhatikan. •



Banyak karya tafsir yang tidak berhasil dituntaskan 1 Al Qur'an penuh







Banyak campur tangan tokoh lain ketika melakukan penafsiran Maksudnya yaitu dalam sebuah karya sering kali diselesaikan oleh beberapa tokoh. Dengan kata lain satu tokoh berusaha menafsirkan, kemudian kadang kala belum sampai tuntas kemudian dihimpun oleh tokoh yang lain.







Jarang ditemui wujud konkretnya







Mengandung tingkat subjektivitas yang tinggi



Kelebihan dan kekurang tafsir Falsafi



Setiap karya tafsir yang lahir pasti memiliki sisi positif dan negatif, demikian juga tafsir falsafi. Berikut kelebihan dan kelemahan dari tafsir falsafi : Kelebihan : 1. Membangun khazanah keislaman sehingga nantinya akan mampu mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama aspek filsafat.13 2. Membangun abstraksi dan proposisi makna-makna latent (tersembunyi) yang diangkat dari teks kitab suci untuk dikomunikasikan lebih luas lagi kepada masyarakat dunia tanpa hambatan budaya dan Bahasa.14



Kelemahan :



13



https://qurantoedjoeh.wordpress.com/2013/12/31/tafsir-falsafi/ Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 21 dikutip Syafieh, PERKEMBANGAN TAFSIR FALSAFI DALAM RANAH PEMIKIRAN ISLAM, Jurnal At-Tibyan Volume 2 No. 2, Desember 2017, hlm. 143 14



14



1. Pola bernalar filsafat. Nalar filsafat pada dasarnya adalah disiplin ilmu yang bukan dari Islam sendiri, selain penafsiran corak filsafat sering terlihat terlalu mendalam dalam memaknai ayat dan terkesan berlebihan.15 2



Cenderung membangun proposisi universal hanya berdasarkan logika dan karena peran logika begitu mendominasi, maka metode ini kurang memperhatikan aspek historisitas kitab suci.16



BAB III PENUTUP



KESIMPULAN



15 16



Aldomi Putra, KajianTasir Falsafi,al-Burhan Vol.7 No.1 Tahun 2017,hlm.31 ibid



15



Tafsir falsafi, yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat sebagai paradigmanya. Ada juga yang mendefinisikan tafsir falsafi sebagai penafsiran ayat-ayat al-Quran dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti bahwa ayat-ayat alQuran dapat ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena ayat al-Quran bisa berkaitan dengan persoalan-persoalan filsafat atau ditafisirkan dengan menggunakan teori-teori filsafat. Dengan kata lain, Tafsîr al-Falâsifah berarti menafsirkan ayat-ayat alQuran berdasarkan pemikiran atau pandangan falsafi, seperti tafsir bi al-ra’y. Berbicara tentang karya tidak lepas dengan sebuah kelebihan dan kekurangan, tak lain halnya tafsir sufi. Kelebihan dan kekurangannya terdiri dari mampu memaknai ayat pada wilayah esoterik atau melalui dimensi bathiniyah. Dan kekurangannya hanya dapat difahami kalangan tertentu, biasanya tafsir yang bercorak sufistik hanya mampu difahami oleh para sufi atau orang yang menafsirkan ayat itu sendiri karena mereka menafsirkan dengan mengandung subjektivitas sendiri,maknanya sulit untuk ditangkap secara tematis, karya tafsir sufistik banyak menggunakan metode tahlily dan metode penafsirannya mengikuti mushaf Utsmani. Metode inilah yang menyebabkan seseorang sulit untuk menangkap makna al Qur’an secara sitematis. Adapun untuk kelebihan membangun khazanah keislaman sehingga nantinya akan mampu mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama aspek filsafat dan untuk kelemahannya Pola bernalar filsafat. Nalar filsafat pada dasarnya adalah disiplin ilmu yang bukan dari Islam sendiri, selain penafsiran corak filsafat sering terlihat terlalu mendalam dalam memaknai ayat dan terkesan berlebihan.



16



DAFTAR PUSTAKA



Ulil M. Abshor, Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Qur'an, Jurnal Syifa alQulub, Vol.2 No 1 Juli 2017 http://kutaradja92.blogspot.com/2014/02/tafsir-sufi.html?m=1 Diakses pada hari Minggu, 12 September 2021 pukul 05.43 Aldomi Putra, KajianTasir Falsafi,al-Burhan Vol.7 No.1 Tahun 2017 https://qurantoedjoeh.wordpress.com/2013/12/31/tafsir-falsafi/ Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 21 dikutip Syafieh, PERKEMBANGAN TAFSIR FALSAFI DALAM RANAH PEMIKIRAN ISLAM, Jurnal At-Tibyan Volume 2 No. 2, Desember 2017 Syafieh, , PERKEMBANGAN TAFSIR FALSAFI DALAM RANAH PEMIKIRAN ISLAM, Jurnal At-Tibyan Volume 2 No. 2, Desember 2017 Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Perepannya, Penerjemah, Suryan A. Jamrah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), U. Abdurrahman, METODOLOGI TAFSIR FALSAFI DAN TAFSIR SUFI, ‘Adliya, Vol. 9 No. 1, Edisi: Januari-Juni 2015.



17