Kelompok 8 Produksi Tablet Effervescent Vitamin C Yang Baik Lia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI



PRODUKSI SEDIAAN EFEERVESCENT VITAMIN C YANG BAIK



KELOMPOK 8 DISUSUN OLEH 1. 2. 3. 4. 5.



THAMRIN ROSADI LIA WULANDARI ANNISA NURUL FAJRIN METASARY HUTAPEA KURNIA AYU WULANDARI



20344137 20344138 20344139 20344140 20344141



Dosen : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS., Apt



PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PRODUKSI SEDIAAN EFFERVESCENT YANG BAIK”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Teti Indrawati,M.S.,Apt selaku dosen mata kuliah TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI yang telah membimbing dalam penyusunanan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya sehingga pada akhirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang. . Jakarta, April 2021



Penyusun



ii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 1.1 Latar Belakang...........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2 1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4 2.1 Vitamin C...................................................................................................4 2.2 Tablet Effervescent....................................................................................4 2.2.1 Bahan Tablet Effervescent.....................................................................5 2.2.2 Pembuatan Tablet...................................................................................7 2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik .............................................................9 2.4 Alur pengadaan Bahan Baku Sediaan Obat.............................................11 2.5 Alur Produksi Obat..................................................................................12 2.6 Evaluasi Sediaan Tablet ..........................................................................13 2.7 Pengemasan.............................................................................................17 2.8 Penyimpanan dan Distribusi Yang Baik..................................................18 2.9 Formulasi.................................................................................................19 2.10 Monografi Bahan...................................................................................19 BAB III Pembahasan...........................................................................................22 3.1 Produksi Effervescent Vitamin C yang Baik...........................................22 3.2 Komponen Rancangan Formulasi............................................................23 3.3 Pengadaan Bahan Baku dan Alurnya ......................................................27 3.4 Alur, Proses, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi .......................30 3.5 Formulasi Sediaan Yang di Buat..............................................................34 BAB IV Kesimpulan Dan Saran.........................................................................35 4.1 Kesimpulan............................................................................................35 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitamin C adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah kecil, untuk memelihara fungsi metabolisme. Vitamin ini sangat diperlukan oleh manusia . Vitamin C tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia, sehingga diperlukan vitamin C dari luar tubuh. Vitamin C sering terdapat bersama dengan zat-zat atau vitamin-vitamin lainnya di dalam makanan. Bahan makanan yang mengandung vitamin C paling utama adalah buah-buahan dan sayuran. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan tubuh dan proses metabolisme tubuh melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan, mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon koteks adrenal, pembentukan kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Fungsi Vitamin C dalam tubuh adalah untuk membentuk kolagen interselluler guna menyempurnakan tulang dan gigi, mencegah bisul dan pendarahan. Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain (Godam, 2006). Diantara bentuk sediaan farmasi adalah tablet effervescent merupakan pilihan formulasi yang praktis. Bentuk effervescent lebih disukai karena praktis, cepat larut dalam air, membentuk larutan yang memberikan efek sparkle seperti pada rasa minuman bersoda. Sediaan effervescent merupakan campuran senyawa asam dan basa bila ditambahkan dengan air akan bereaksi membebaskan karbondioksida, sehingga menghasilkan buih. Larutan karbonat yang dihasilkan dapat menutupi rasa garam atau rasa lain yang tidak diinginkan dari zat obat. Selain itu, sediaan ini dalam hal tertentu relatif memiliki keuntungan dibanding bentuk sediaan lain. Beberapa keuntungan sediaan effervescent yaitu penyiapan larutan dalam waktu seketika, penggunaannya lebih mudah, dapat diberikan kepada orang yang



1



mengalami kesulitan menelan tablet atau kapsul dan bentuk granul effervescent akan larut dengan lengkap dalam air sehingga lebih mudah untuk diabsorbsi dan adanya karbonat dapat memberikan rasa yang menyegarkan (Ansel, 1989). Proses pembuatan tablet Vitamin c menggunakan metode kempa langsung dan granulasi kering sesuai dengan sifat fisika dan kimianya yaitu berupa serbuk hablur putih, agak kuning dan mudah larut dalam air. Vitamin c tidak tahan terhadap panas sehingga tidak memungkinkan diproduksi dengan metode granulasi basah. Penggunaan metode kempa langsung akan menghasilkan tablet vitamin c yang memenuhi syarat dalam Farmakope Indonesia dan pustaka lain. Tablet effervescent vitamin c biasa nya memiliki dosis 500 mg vitamin c dalam setiap tabletnya. Produk effervescent sangat banyak digunakan oleh kalangan farmasi untuk obatobatan dan suplemen vitamin. Industri farmasi sebagai produsen obat memiliki tanggung jawab pada kualitas (quality), keamanan (safety), dan efektifitas (efficacy). Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang telah di tetapkan dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Apoteker bertanggung jawab untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat utuk memenuhi persyaratan yang tercantum dalam CPOB. Pengetahuan mengenai aspek-aspek CPOB, proses registrasi produk, pelaksanaan pengawasan mutu, proses produksi adalah beberapa hal dasar yang harus dimiliki seorang apoteker. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Cara Produksi Sediaan Effervescent Vitamin C yang Baik”.



2



1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana memproduksi sediaan effervescent vitamin c yang baik 2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan tablet effervescent vitamin c. 3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya. 4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik (alur, proses produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi. 5. Bagaimana formulasi sediaan effervescent vitamin c yang baik 1.3 Tujuan Makalah 1. Menganalisis dan memahami cara produksi sediaan effervescent yang baik. 2. Menganalisis dan memahami komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan tablet effervescent vitamin c. 3. Menganalisis dan memahami pengadaan barang dan alurnya. 4. Menganalisis dan memahami produksi sediaan yang baik (alur, proses produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi 5. Menganalisis dan memahami formulasi effervescent vitamin c yang baik



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vitamin C Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam (Almatsier S, 2005). Vitamin ini mempunyai rasa asam, enak untuk di konsumsi sehari-hari dan fungsinya banyak sekali untuk kesehatan. Banyak bukti dari penilitian yang mendukung fakta bahwa vitamin C memiliki peran penting dalam pelbagai mekanisme imunologis. Kadarnya yang tinggi di dalam sel darah putih (10 sampai 80 kali lebih tinggi dari kadar plasma), terutama limfosit, dengan cepat habis selama infeksi. Kondisi tersebut mirip dengan kasus gusi berdarah bila kekurangan vitamin C (Vitahealth, 2004 dalam Dwi dan Istikhomah). Status vitamin C seseorang sangat bergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin C harian, kemampuan absorpsi dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu (Schetman dkk, 1989; Levine dkk, 1995 dalam Dwi dan Istikhomah). Nama lain vitamin C adalah asam askorbat, antiskorbut vitamin, acidium ascorbinicum, cevitamid, cantau, cabion, ascorvit, planacit C,I-ascorbinezuur, 3 okso-L-gulofucanolakton, asam sevitamat, asam xiloaskorbat, dan phamascorbine (Depkes, 1995). 2.2 Tablet Effervescent Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan saja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Depkes RI, 1995).



4



Menurut Farmakope edisi IV, tablet effervescent adalah tablet yang larut, dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida. Tablet dilarutkan atau didispersikan dalam air sebelum pemberian. Tablet effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup atau kemasan lembab, pada etiket tidak tertera tidak untuk langsung ditelan (Depkes RI, 1995)19. Tablet effervescent adalah tablet tidak bersalut, mengandung asam karbonat atau bikarbonat yang bereaksi dengan cepat pada penambahan air dengan melepaskan gas karbondioksida. 2.2.1 Bahan Tablet Effervescent Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent meliputi sumber asam basa, pengikat, pengisi, dan pemanis serta pelincir. 1. Sumber Asam Sumber asam yang diperlukan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu asam makanan (asam sitrat, asam tartrat, asam malat, asam fumarat, asam adipat dan asam suksinat), asam ahnihdrat (asam suksinat anhidrat dan asam sitrat anhidrat) dan asam garam (natrium dihidrogen pospat garam asam sitrat dan natrium sulfit). Asam sangat penting pada pembuatan tablet effervescent. Asam sitrat bersifat sangat mudah larut air dan mudah larut etanol. Sifat asam sitrat yang higroskopis dan mudah larut dalam air merupakan alasan yang menyebabkan asam sitrat lebih sering digunakan dalam pembuatan suasana asam pada pembuatan tablet effervescent. Asam sitrat digunakan sebagai asidulan dalam



pembuatan



minuman



berkarbonasi



atau



mikroenkapsulasi



yang



memperkuat rasa jeruk (Surya, 2015). Asam tartrat lebih larut dalam air dan lebih higroskopis dibandingkan dengan asam sitrat. Asam tartrat terlarut di dalam kurang dari 1 bagian air, hal ini berarti satu bagian asam larut dalam kurang dari 1 bagian air dan larut dalam 2,5 bagian alkohol. Sumber asam akan menghasilkan reaksi effervescent yang baik bila digunakan pada kisaran konsentrasi 25%-45% dari berat tablet (Siregar, 2010).



5



2. Sumber Basa Sumber basa yang paling banyak digunakan dalam formulasi effervescent adalah garam karbonat kering karena kemampuannya menghasilkan CO2 . Sumber karbonat yang biasa digunakan adalah natrium bikarbonat, natrium karbonat, kalium hidrogen karbonat dan kalium bikarbonat. Natrium Bikarbonat (NaHCO3 ) merupakan serbuk kristal berwarna putih, berasa asin dan mampu menghasilkan karbon dioksida. Senyawa ini berhasil menghasilkan karbondioksida dalam sistem effervescent karena harganya yang murah dan dapat larut dalam air secara sempurna. Senyawa ini tersedia secara komersial dalam bentuk bubuk sampai granula dan mampu menghasilkan karbon dioksida sekitar 52% (Siregar, 2010). Natrium karbonat dan natrium bikarbonat, keduanya adalah yang paling reaktif. Dalam tablet effervescent, sodium bikarbonat merupakan sumber karbon yang paling utama, yang dapat larut sempurna, nonhigroskopik, murah, banyak, dan tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk sampai bentuk granul. Natrium karbonat menunjukkan efek menstabilkan ketika digunakan dalam tablet effervescent dikarenakan kemampuannya mengadsorbsi lembab. Hal ini dapat mencegah reaksi awal (asam basa) effervescent. Sehingga natrium bikarbonat lebih banyak dipakai dalam pembuatan tablet effervescent (Candra, 2008). 3. Bahan Pengikat Pengikat adalah bahan yang membantu mengikat bahan lain bersama–sama. Kebanyakan bahan memerlukan beberapa pengikat untuk memformulasi suatu granul yang sesuai untuk pengempaan tablet. Dibandingkan dengan tablet konvensional, penggunaan pengikat dalam formulasi tablet effervescent lebih terbatas, bukan karena pengikat tidak diperlukan, tetapi karena dua cara kerja dari pengikat itu sendiri. Pengikat seperti gom alam, gom selulosa, gelatin, dan mucilago amilum pada umumnya tidak digunakan karena kelarutannya yang rendah atau kandungan residu air yang tinggi. Pengikat kering seperti laktosa, dekstroksa, dan manitol dapat digunakan tetapi sering tidak efektif dalam konsentrasi yang rendah yang biasanya diperbolehkan dalam tablet effervescent karena sifatnya sebagai perintang disintegrasi dan juga pengendali bobot atau 6



volume. Bahan pengikat yang biasa digunakan dalam tablet effervescent adalah PVP (Siregar, 2010). 4. Bahan Pengisi Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Bahan pengisi menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan. Bahan pengisi yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu tidak bereaksi dengan zat aktif dan eksipien lain, tidak memiliki aktivitas fisiologis dan farmakologis, mempunyai sifat fisika dan kimia yang konsisten, tidak menyebabkan dan berkontribusi pada segragasi campuran bila ditambahkan, tidak menyebabkan berkembang biaknya mikroba, tidak mempengaruhi disolusi dan bioavailabilitas, tidak berwarna, dan tidak berbau. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain sukrosa, laktosa, amilum, kaolin, kalsium karbonat, dekstroksa, manitol, sorbitol, dan bahan lain yang cocok (Kumullah, 2016). 5. Bahan Pelincir Bahan pelincir memenuhi fungsi berbeda, antara lain berfungsi sebagai bahan pengatur aliran, bahan pelincir dan bahan pemisah bentuk. Bahan pengatur aliran berfungsi memperbaiki daya luncur masa yang ditabletasi. Bahan pelincir berfungsi untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas dan ke ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dan permukaan sisi tablet. Sedangkan bahan pemisah bentuk berguna untuk menghindarkan lengketnya masa tablet pada stempel dan pada dinding dalam ruang cetak (Hidayati, 2007). Garam magnesium, kalsium, dan garam seng dari asam stearat adalah zat yang paling efisien dan biasa digunakan. Konsentrasi 1 % atau kurang biasanya efektif. Akan tetapi, zat tersebut tidak larut air sehingga dapat merintangi disintegrasi tablet dan menghasilkan larutan keruh (Siregar, 2010).



7



2.2.2



Pembuatan Tablet Secara sederhana proses pembuatan tablet effervescent dapat di bagi dalam dua tahap, yaitu tahap pencampuran dan proses pembuatan tablet. a. Proses Pencampuran Pencampuran adalah proses dimana dua atau lebih komponen diperlakukan sehingga saling berdekatan dan memungkinkan untuk terjadi kontak dengan partikel dari masing-masing komponen. Proses pencampuran ini bertujuan untuk mendapatkan massa tablet yang homogen. Proses ini harus dilakukan dalam kelembaban yang rendah, sebaiknya kelembaban relative (RH) dibawah 25%. b. Proses pembuatan tablet Pada prinsipnya tablet dapat dibuat melalui kempa langsung atau granulasi, baik granulasi basah atau granulasi kering. Untuk menentukan metode pembuatannya apakah dibuat kempa langsung atau granulasi sangat tergantung pada dosis dan sifat zat aktifnya. Dibandingkan dengan metode granulasi, metode kempa langsung dinilai lebih menguntungkan dalam hal penghematan waktu, peralatan, ruangan maupun energy yang dibutuhkan (Rohdiana, 2003). Proses pembuatan tablet harus dilakukan pada ruangan khusus sehingga bisa diatur kelembaban relatifnya, kira-kira dibawah 25%. Apabila kelembaban relatifnya diatas 25% maka akan mengalami kesulitan pada proses pembuatan dan sukar tercapai tablet effervescent yang stabillitasnya bagus (Mohrle, 1989).



Kelembaban relatif didefinisikan seabagai perbandingan antara



tekanan uap air dalam atmosfer dengan tekanan uap air jenuh pada temeperatur tertentu (Anonim, 2007). Kelembaban related dinyatakan seabagai presentase dan dihitung dengan cara berikut:



RH =



TekananUap Air dalam Atmosfer X 100 %(Moehtar, 1990) TekananUap Air Jenuh



8



2.2.3 Formulasi Komponen Vitamin C Serbuk Belimbing Wuluh Sumber Basa/ penghancur Sumber Asam Bahan Pengikat Bahan Pengisi Pemanis Pelicin



Bahan F1 10 Na Bicarbonat Na Karbonat Asam Sitrat Asam Tartrat CMC PVP Manitol Lactosa Aspartam Sakarin Na Mg Stearat PEG 6000



Jumlah (%) F2 F3 10 10 -



32



-



53



9 19



38 14 14



19 28



1,17 3 2



1 11 1,8 0,1 -



1 11 3 2



2.2.4 Monografi Bahan Berikut monografi bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian. Monografi meliputi rumus kimia, berat molekul, pemerian dan kelarutan bahan tersebut. 1. Vitamin C Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian serbuk hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan benzen (Farmakope Indonesia III, 1979). 2. Asam sitrat (Acidum Citricum) Asam sitrat memiliki rumus kimia C6 H8 O7 dengan berat molekul 192, 12. Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 100,5% C6 H8 O7 dihitung terhadap 9



zat anhidrat. Pemerian dari bahan ini yaitu hablur bening tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasanya sangat asam. Bentuk hidrat mekat dalam udara kering. Kelarutan bahan ini sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan sedikit sukar larut dalam eter (Farmakope Indonesia IV, 1995). 2. Asam tartrat (Asam Tartaricum) Asam tartrat memiliki rumus kimia C4 H6 O6 dengan berat molekul 150, 09. Pemerian dari bahan ini yaitu hablur, tidak berwarna atau bening atau serbuk hablur halus, warna putih, tidak berbau, rasa asam dan stabil di udara. Kelarutan bahan ini sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Farmakope Indonesia IV, 1995)32. Bersifat higroskopis, merupakan asam kuat dan pemakaiannya lebih banyak daripada asam sitrat sehingga mudah ditemukan di pasaran. 3. Manitol (Mannitolum) Manitol mengandung tidak kurang dari 96, 0% dan tidak lebih dari 101,5% C6 H14O6 , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Mempunyai berat molekul 182, 17. Pemerian dari bahan ini serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, dan rasa manis. Kelarutannya mudah larut dalam air, larut dalam larutan basa, sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter. Manitol digunakan sebagai pengisi tablet pada kadar 10%-90% dalam formulasi tablet dan merupakan serbuk yang kohensifitasnya tinggi dan memiliki densitas 1,541g/cm3 . Tingkat kemanisan manitol sama dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa. Bersifat non-higroskopis sehingga mudah dikeringkan dan membutuhkan lubrikan dalam jumlah besar agar dapat dikempa dengan mudah (Farmakope Indonesia IV, 1995). 4. Natrium Bikarbonat Natrium bikarbonat mempunyai rumus kimia NaHCO3 dengan berat molekul 84, 01. Natrium mengandung tidak kurang dari 99, 0% dan tidak lebih dari 100, 5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemeriannya serbuk hablur, putih, stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembap secara perlahanlahan akan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa 10



terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyangkan kuat atau dipanaskan (Farmakope Indonesia IV, 1995). Standar penggunaan natrium bikarbonat dalam tablet effervescent menurut Handbook of Pharmaceutical Exicipient adalah 25% -50%. 2.3 Evaluasi Sediaan Tablet A. Evaluasi Serbuk 1. Kecepatan Alir Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah serbuk melalui lubang corong yang diukur dalam sejumlah zat yang mengalir dalam sewaktu-waktu tertentu. Untuk 10 gram serbuk waktu alirnya tidak boleh lebih dari 1 detik. Waktu alir berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet. Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi massa tablet adalah pemeriksaan laju alirnya. Rumus : Kecepatan alir = w/t Dimana w : massa serbuk (g) t : waktu (detik) Tabel 1. Kecepatan Laju Sifat Alir Laju Alir Terhadap Sifat Alir Laju Alir (gr/detik) Laju Alir Terhadap Sifat Sifat Aliran Alir Laju Alir (gr/detik) >10



Bebas Mengalir



4-10



Mudah Mengalir



1,6-4



Kohesif



40



Buruk Sekali



Gambar 2. Alat uji kompresibilitas



13



Pengukuran lain dari sebuk yang bebas mengalir adalah kompresibilitas yang dihitung dari kerapatan granul, yaitu dengan memasukkan sejumlah tertentu granul kedalam gelas ukur. Adapun cara melakukanya menurut Lachman (1994), adalah sebagai berikut : a. Masukkan granul ke dalam gelas ukur sebanyak 100 ml. b. Pasang gelas ukur pada alat. c. Volume awal dicatat, kemudian ketuk atau hidupkan alat sampai tidak terjadi pengurangan volume. d. Catat volume akhir. e. Selanjutnya dihitung persen kompressibilitasnya. 4. Uji Kadar lembab Uji terhadap kadar lembab ini dikhususkan untuk granulasi basah. Penentuan kelembaban terhadap granul ini sangat diperlukan. Selanjutnya, untuk menentukan kandungan air didalam bahan padat dapat digunakan metode cara timbang-pengeringan. Cara ini berdasarkan atas perbedaan berat zat, dimana yang paling sederhana, bahan yang akan dikeringkan (granulat) ditimbang sebelum dan sesudah pengeringan (misalnya di dalam lemari pengering) dan selisihnya adalah kandungan air (%) (Lachman, dkk, 1994). Persyaratan kadar air adalah kurang dari 2 – 4 % (Farmakope Indonesia, 1979). Dari uji kadar lembab dapat diperoleh persen kelembaban di bawah ini : % kadar lembab = 𝑊𝑜−𝑊1 x 100 % 𝑊1 Keterangan : Wo = Bobot granul awal W1 = Bobot setelah pengeringan



14



Uji kadar lembab terhadap granul (granulasi basah) dapat juga dilakukan menggunakan alat yang bernama Moisture Analyzer.



Gambar 3. Moisture Analyzer B. Evaluasi Tablet 1. Pemeriksaan Organoleptik Pemeriksaan organoleptic adalah Pemeriksaan meliputi warna, rasa, bau, penampilan (mengkilap atau kusam), tekstur permukaan (halus atau kasar), derajat kecacatan seperti serpihan, dan kontaminasi benda asing (rambut, tetesan minyak, kotoran). Warna yang tidak seragam dan adanya kecacatan pada tablet selain dapat menurunkan nilai estetikanya juga dapat menimbulkan persepsi adanya ketidakseragaman kandungan dan kualitas produk yang buruk. 2. Keseragaman Ukuran Ukuran tablet meliputi diameter dan ketebalan. Ketebalan inilah yang berhubungan dengan proses pembuatan tablet, karena harus terkontrol sampai perbedaan 5 % dari nilai rata-rata. Pengontrolan ketebalan tablet diperlukan agar dapat diterima oleh konsumen dan dapat mempermudah pengemasan. Alat untuk mengukur tablet adalag jangka sorong.



15



Gambar 4. Jangka Sorong Prosedur kerja uji keseragaman ukuran adalah sebagai berikut (Farmakope Indonesia, 1976)



a. Ambil 20 tablet, dapat juga menggunakan hanya 10 tablet. b. Ukur diameter dan tebal tablet satu persatu. c. Lihat syarat keseragaman ukuran tablet. d. Tablet yang baik mempunyai diameter tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ tebal tablet.



3. Keseragaman Bobot Bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara acak untuk memastikan bahwa setiap tablet mengandung obat dengan jumlah yang tepat. Syarat keseragam bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bila bobot rata-rata lebih kurang 300 mg, jika ditimbang satu persatu tidak lebih dari 2 buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang 5% dari bobot rata-ratanya, dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-ratanya. Alat yang digunakan yaitu Timbangan.



Gambar 5. Timbangan Analitik Tabel 3. Penyimpanan Bobot Rata-Rata Bobot Rata-rata



Penyimpangan Bobot rata-rata Dalam %



25mg atau kurang



15



30



26-150 mg



10



20



151-300 mg



7,5



15



Lebih dari 300 mg



5



10



16



Adapun cara melakukan uji keseragaman terhadap bobot tablet menggunakan timbangan analitik adalah sebagai berikut:



a. Pilih 20 tablet. b. Timbang 20 tablet tersebut. c. Timbang satu persatu. d. Hitung bobot rata-ratanya. e. Hitung persen penyimpangan tiap-tiap tablet dengan cara: % penyimpangan = selisih 𝑊𝑜−𝑊1 x 100 % 𝑊1



f.



Keterangan: Wo = bobot rata-rata W1 = bobot tablet Hasilnya, tidak lebih dari dua tablet yang mempunyai penyiampangan lebih besar dari kolom



A dan tidak boleh ada satu tabletpun yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari kolom B (lihat tabel 3). (Farmakope Indonesia, 1979) 4. Kekerasan Tablet Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa digunakan adalah hardness tester. Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Keseragaman minimum 4 kg diukur dengan alat Hardness tester. Caranya : 1. Ambil masing-masing 6 tablet dari tiap batch 2. Yang kemudian diukur kekerasanya dengan alat pengukur kekerasan tablet 3. Letakkan sebuah tablet dengan posisi tegak diantara anvit dan punch 4. lalu tablet dijepit dengan cara memutar sampai tablet pecah dan retak 5. Pada saat tersebut angka yang ditunjukkan oleh jarum adalah kekerasan tablet tersebut.



17



Gambar 6. Alat uji kekerasan tablet manual



Gambar 7. Alat uju kekerasan tablet digital 5. Kerapuhan Tablet (Friabilitas) Kerapuhan tablet atau Friabilitas dinyatakan dengan presentase selisih bobot sebelum dan sesudah pengujian dibagi dengan bobot mula-mula. Alat yang digunakan yaitu Friabilator. Cara nya yaitu : 1. Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibersihkan dari sebunya dan ditimbang dengan seksama. 2. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator dan diputar sebnayak 100 kali putaran selama 4 menit , jadi kecepatan putaranya 25 putaran per menit. 3. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang kembali seluruh tablet dengan seksama. 4. Kemudian hitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. 5. Tablet yang baik memiliki keregasan kurang dari 1 %.



18



Gambar 8. Alat uji kerapuhan tablet 6. Waktu Hancur Waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet biasa dan 60 menit untuk tablet bersalut gula dan selaput. Nama alat Disintegration Tester tipe ZT 2-Erweka. Cara kerjanya yaitu : 1. Pengujian waktu menggunakan 6 buah tablet. 2. Masukkan tablet pada masing-masing tabung kecil dari keranjang. 3. Masukkan 1 cakram pada tiap-tiap tabung. 4. Gunakan air bersuhu 37 +/- 2 c sebagai media yang ada di penangas. 5. Setelah alat dioperasikan, keranjang akan bergerak keatas dan kebawah sebanyak 30 kali dalam semenit. Tablet hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan waktu yang ditambah sebanyak 15 menit. Semua tablet harus hancur tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan untuk tablet bersalut waktunya 60 menit.



19



Gambar 9. Desintegrator Tester 2.4 Alat Cetak Sediaan Tablet 1. Komponen Dasar Mesin Pencentak Tablet secara umum komponen dasar mesin pencetak tablet menurut Fathur (2014) mencakup komponen-komponen:



a. Hopper (corong pengisi) Hopper adalah tempat untuk menyimpan dan memasukkan granulat dan kemudian mengalirkan granul untuk dikempa. Bagian bawah hopper disebut sepatu pengisi yang mengandung bahan yang akan dibuat tablet. Sepatu pengisi ini bergerak di atas piring ruang cetak. Saat mesin dijalankan, dasar dari sepatu pengisi sebagian dipotong. Dengan demikian, massa tablet pada gerakan ke depan dapat meluncur dari corong ke dalam ruang cetak. Saat maju ke depan sepatu pengisi mendorong sekaligus tablet yang terbentuk pada pencetakan sebelumnya di atas sebuah jalan penyalur.



b. Die Die adalah tempat granul yang akan di cetak dan juga yang menentukan ukuran dan bentuk tablet



c. Punch atas Punch atas adalah alat untuk mengempa granul yang telah berada di die. Saat mesin dijalankan, punch atas meluncur ke dalam ruang cetak dan mendorong serbuk bersamasama, kemudian mencetaknya menjadi tablet. Tebal tablet, kekompakan, dan kilau dari hasil pencetakan tablet tersebut tergantung dari punch atas dan tekanannya. Kedalaman dan kuatnya tekanan dapat diatur.



20



d. Punch bawah Punch bawah adalah alat untuk mengeluarkan tablet yang telah dicetak. Punch bawah dijumpai di bagian dalam ruang cetak, yaitu yang membatasi ruang pengisian ke bawah. Selama pencetakan punch bawah membentuk tempat lawan (hanya pada mesin-mesin yang lebih besar juga terlibat pada aksi pencetakan). Setelah pencetakan selesai, punch bawah akan mengarah ke atas dan dengan demikian membawa tablet ke sisi atas ruang cetak, dimana tablet ini didorong kesamping. Pada saat yang bersamaan punch bawah jatuh kembali ke posisi semula dan kemudian ruang cetak siap untuk pengambilan pengisisan selanjutnya. Saudara mahasiswa, ada yang perlu Anda ketahui bahwa seluruh pengempaan dilakukan oleh punc atas.



Gambar 10. Komponen dasar mesin tablet 2. Macam-Macam Mesin Pencetak Tablet Voight (1995), menginformasikan kepada kita bermacam-macam mesin pencetak tablet yang pernah digunakan untuk memproduksi tablet dalam industri farmasi. Mesinmesin pencetak tablet yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Mesin cetak tunggal (exzenter/single punch) Karakteristik yang menonjol pada mesin cetak ini adalah bahwa ruang cetak diam dan corong pengisi bergerak. Corong pengisi meluncur kesana kemari di atas



21



ruang cetak dan mendukung untuk pengisian yang baru di ruang cetak secara tetap. Pada mesin cetak ini hanya melibatkan punch atas. Tekanan berlangsung mendadak, sehingga tablet-tablet yang dihasilkan berbentuk khas. Bagian bawah dan bagian tablet menunjukkan kekerasan yang tidak sama. Akibat gerakan sepatu pengisi yang tersendat-sendat. Pada granulat dengan bentuk tidak seragam dapat terjadi suatu pemisahan parsial yang menyebabkan granulat berupa butiran kecil terkumpul pada bagian bawah sepatu pengisi. Kondisi inipun dapat menyebabkan variasi bobot. Mesin tunggal ini biasanya digunakan dalam apotik dan pusat-pusat obat galenika, karena mudah digunakan dan lagi pula harganya cukup terjangkau. Bila menggunakan punch ganda menghasilkan tablet menjadi berlipat. Jenis lain mesin tunggal ini dapat menghasilkan 4000 tablet/jam.



Gambar 11. Mesin single punch b. Mesin cetak rotary Desain mesin cetak rotary maupun cara operasionalnya sangat berbeda sekali dengan mesin cetak tunggal apalagi dengan mesin cetak yang menggunakan tangan. Mesin cetak rotary ini dilengkapi dengan meja die yang bundar yang memiliki beberapa dies didalamnya disertai satu set punch yang jumlahnya sesuai 22



dengan dies yang ada pada meja tersebut. Pada mesin ini sepatu pengisi dalam keadaan diam, sedangkan ruang cetaknya bergerak. Mesin ini berupa suatu piringan bundar horizontal memuat sejumlah ruang cetak. Mesin tablet yang kecil memiliki 3 – 5 ruang cetak. Namun demikian, pada umumnya mempunyai jumlah yang besar (misalnya 12 – 16). Untuk setiap ruang cetak memiliki sebuah punch atas dan punch bawah. Melalui pemutaran piringan horizontal, ruang-ruang cetak dengan punchnya berturut-turut dibawa kedalam posisi pengisian di bawah sepatu pengisi. Massa tablet disorong bersama dari atas dan bawah kemudian dibentuk menjadi tablet. Kekerasan bagian atas dan bagian bawah tablet adalah sama. Mampu memproduksi 800/menit diameter 12,7 dengan tebal 17,8-50,8 mm.



Gambar 12. Mesin tablet rotary



23



2.5 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Prinsip dasar CPOB adalah: a. semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten; b. tahap kritis dalam proses pembuatan, dan perubahan signifikan dalam proses divalidasi; c. tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan mencakup: 1. personel terkualifikasi dan terlatih; 2. bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai; 3. peralatan dan sarana penunjang yang sesuai; 4. bahan, wadah dan label yang benar; 5. prosedur dan instruksi yang disetujui sesuai Sistem Mutu Industri Farmasi; dan 6. tempat penyimpanan dan transportasi memadai. d. prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada fasilitas yang tersedia; e. prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi pelatihan untuk menerapkannya; f. pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan/atau dengan alat pencatat yang menunjukkan bahwa semua langkah pembuatan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa jumlah serta mutu produk sesuai yang diharapkan; g. setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi dengan tujuan untuk menentukan akar masalah dan pelaksanaan tindakan korektif dan tindakan pencegahan yang tepat; h. catatan pembuatan termasuk distribusi obat yang memungkinkan ketertelusuran riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan mudah diakses;



24



i. Cara Distribusi Obat yang Baik memperkecil risiko yang berdampak pada mutu obat; j. sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia; dan k. keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan pencegahan keberulangan keluhan. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau didistribusi sampai mutunya dinilai memuaskan. Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab individual secara jelas dipahami oleh masing-masing dan didokumentasikan. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Personel Kunci dalam industry farmasi adalah Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. 2.3.1



Cara Memproduksi Obat Yang Baik (CPOB)



1. Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya,



memenuhi



persyaratan



yang



tercantum



dalam



dokumen



izin



edar(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karenatidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu



25



secarakonsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Mutu suatu produk tergantung pada: a. Bahan awal b. Proses pembuatan c. Pengawasan mutu d. Bangunan e. Peralatan yang digunakan f. Personalia Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi selalu memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality Managemen adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal kedalam produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangankonsumen. Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu : a. Quality Control (Pengawasan Mutu) b. Quality Assurance (Pemastian Mutu) 2. Personalia Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang dihasilkan bermutu (BPOM 2018). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenispenyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM 2018). Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi 26



hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada Uraian Tugas masing-masing (BPOM 2018).Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilak ukan secara tergesagesa dengan segala akibatnya. Disamping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM 2018). 3. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Pintu hendaklah didesain untuk menghindarkan bagian yang tersembunyi dan sukar dibersihkan, pintu sorong hendaklah dihindarkan karena alasan tersebut. Pipa dan saluran serta sarana pendukung lain hendaklah dipasang dengan tepat sehingga tidak menimbulkan tempat tersembunyi yang sukar dibersihkan. Bak cuci dan drainase hendaklah dilarang di area kelas C, B dan A. Di area lain penyekat udara hendaklah dipasang di antara mesin atau bak cuci dan drainase. Saluran pembuangan untuk daerah yang lebih rendah tingkat kebersihannya, jika dipasang, hendaklah dilengkapi dengan jebakan yang efektif atau penutup air untuk mencegah aliran balik. Semua saluran air hendaklah terbuka dan mudah dibersihkan serta dihubungkan dengan drainase luar dengan tepat untuk mencegah masuknya cemaran mikrobiologis. Ruang ganti pakaian hendaklah hanya digunakan untuk personil dan tidak digunakan untuk lalu lintas bahan, wadah dan peralatan. Ruang ganti pakaian hendaklah 27



didesain seperti ruang penyangga dan digunakan sebagai pembatas fisik untuk berbagai tahap penggantian pakaian dan memperkecil cemaran mikroba dan partikulat terhadap pakaiann pelindung. Ruang ganti tersebut hendaklah dibilas secara efektif dengan udara yang telah tersaring. Tahap terakhir dari ruang ganti hendaklah pada kondisi ”nonoperasional”, mempunyai tingkat kebersihan yang sama dengan ruang berikutnya. Penggunaan ruang ganti terpisah untuk memasuki dan meninggalkan daerah bersih kadang-kadang diperlukan. Suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dijaga pada tingkat yang tidak menyebabkan personil berkeringat secara berlebihan dalam pakaian kerjanya. (BPOM, 2018) a. Area Penimbangan Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi. b. Area Produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran-silang, suatu sarana khusus dan selfcontained hendaklah disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi. Produk lain seperti antibiotik tertentu (misal: penisilin), produk hormon seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi (misal: yang berasal dari mikroorganisme hidup) dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk: 1. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan 2. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan 3. Memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif 4. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi 28



kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewatnya atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan. 5. Permukaan dinding, lantai dan langit langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar kelingkungan hendaklah halus, bebasretak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan



partikulat,



serta



memungkinkan



pelaksanaan



pembersihan



(bilaperludisinfeksi) yang mudah dan efektif. 6. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan. 7. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah dirancang dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari terbentuknya ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk kepentingan perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana penunjang seperti ini hendaklah dapat dijangkau dari luar area pengolahan. 8. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan sikusiku pada jarak cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh. 9. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dihindari. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti. 10. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, dirancang dan dilengkapi dengan bak kontrol serta ventilasi yang baik untuk mencegah aliran balik. Sedapat mungkin saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah cukup dangkal untuk memudahkan pembersihan dan disinfeksi. 11. Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran-silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali



29



kelembaban udara sesuai kebutuhanp roduk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik. 12. Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu misalnya pada saat pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk, pencampuran dan pengolahan bahan atau produk, pengemasan produk serbuk, memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah pencemaran-silang dan memudahkan pembersihan. 13. Tata letak ruang area pengemasan hendaklah dirancang khusus untuk mencegah campur baur atau pencemaran-silang. 14. Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar, seperti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut hendaklah diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat sebagai pintu keluar. Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan. 4. Peralatan Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk steril hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan menggunakan uap, atau panas kering atau metode lain. Peralatan, fiting dan sarana lain, sejauh memungkinkan hendaklah dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga kegiatan, perawatan dan perbaikan dapat dilaksanakan dari luar area bersih. Jika proses sterilisasi diperlukan hendaklah dilakukan setelah perakitan kembali selesai, bila memungkinkan. Bila standar kebersihan tidak dapat dipertahankan saat dilakukan pekerjaan perawatan yang diperlukan di dalam ruang bersih, ruang tersebut hendaklah dibersihkan, didisinfeksi dan/atau disterilkan sebelum proses dimulai kembali. Instalasi pengolahan dan sistem distribusi air hendaklah didesain, dikonstruksi dan dirawat untuk menjamin agar air yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang sesuai. Hendaklah dipertimbangkan agar perawatan sistem air mencakup program pengujian yang diperlukan. Sistem hendaklah tidak dioperasikan melampaui kapasitas yang dirancang. Hendaklah dilakukan validasi dan perawatan terencana terhadap semua peralatan seperti sterilisator, sistem penanganan dan penyaringan udara, ventilasi udara



30



dan filter gas serta sistem pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian air. Persetujuan untuk penggunaan kembali setelah dilakukan perawatan harus dicatat. (CPOB, 2006) 5. Sanitasi dan Hygine Pada setiap aspek produk sediaan injeksi penicillin setiap tahapnya harus diperhatikan agar terbebas dari kontaminasi mikroba, dari komponen toksik, tingkat kemurnian yang tinggi dan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu ditingkatakan oleh perusahaan terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan, proses produksi, pengemasan dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Hygiene dari personil/karyawan diwajibkan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Personil/karyawan diwajibkan mencuci tangan dan menyemprotkan alcohol 70% setiap memasuki ruangan produksi, diwajibkan mengenakan pakaian yang hanya dikenakan di ruangan produksi agar produk tidak terkontaminasi benda-benda asing. Selama melakukan pekerjaan karyawan diharuskan menahan diri untuk tidak makan dan minum atau melakukan pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk. (BPOM, 2006) 6. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM,2006). Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan. Prinsip utama produksi adalah : a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.



31



b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Sedangkan hakikat produksi adalah : a. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisa saja, tetapi ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built inprocess). b. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengankonsisten. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain: a. Pengadaan Bahan Awal Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa (BPOM, 2006). b. Pencegahan Pencemaran Silang Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, antara lain: 1. Produksi di dalam gedung yang terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitostatik, dan produkbiologi). 2. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara. 3. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk yang beresiko tinggi terhadap pencemaran silang diproses. 4. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif (BPOM, 2006). 32



5. Penimbangan dan Penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006). 6.



Pengembalian Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).



7.



Pengolahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).



c. Kegiatan Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets. d. Pengawasan Selama Proses Pengawasan selama proses hendaklah mencakup : 1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan. 2. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan 33



memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk. e.



Karantina Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk



diserahkan



ke



gudang,



pengawasan



yang



ketat



hendaklah



dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. 7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tuju nan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obatjadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian sertatermasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakaiatau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus



terlibat



dalam



semua keputusan



yang terkait



dengan



mutu



produk.



Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. (BPOM, 2006).



34



8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. 9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif. Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk, temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk, atau isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku.



35



Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan (BPOM, 2009). Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan beredar yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009). 10. Dokumentasi Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas, elektronik atau fotografi. Tujuan



utama



sistem



dokumentasi



yang dimanfaatkan



haruslah



untuk



membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Acuan lebih lanjut terkait penerapan Cara Dokumentasi yang Baik untuk menjamin integritas dokumen dan catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO Guidance on Good Data and Record Management Practices atau pedoman internasional lain terkait.Dokumen harus bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis dan menjelaskan tentang aktivitas yang sesuai CPOB.



36



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Produksi Effervescent Vitamin C Yang Baik Kegiatan produksi dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Pemegang Izin Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji Klinik, jika diperlukan, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan pasien pengguna disebabkan karena keamanan, mutu atau efektivitas yang tidak memadai. Industri farmasi harus menetapkan manajemen puncak yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan atau pabrik dengan kewenangan dan tanggung jawab memobilisasi sumber daya dalam perusahaan atau pabrik untuk mencapai kepatuhan terhadap regulasi. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua tingkat diberbagai departemen dalam perusahaan, juga pemasok dan distributor. Untuk mencapai sasaran mutu yang handal, diperlukan Sistem Mutu yang didesain secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu. Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Manajemen puncak hendaklah menunjuk Personel Kunci termasuk Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala 37



Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. Dalam melakukan produksi obat yang baik, formula dirancang oleh formulator pada bagian Research and Developmetn ( R and D) yang di kepalai oleh Apoteker, kemudian obat di produksi di ruang produksi, dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten dibawah tanggung jawab Apoteker sebagai Kepala Produksi. Selanjutnya bahan akan dikemas oleh personel bagian pengemasan yang memperoleh pelatihan agar memahami persyaratan pengawasan selama-proses dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan pada saat mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut, Di bawah tanggung jawab Apoteker. Setelah selesai dikemas, produk jadi hendaklah ditempatkan di area karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Setelah pelulusan suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), produk tersebut hendaklah disimpan sebagai stok yang dapat digunakan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh industri farmasi. Produk dapat dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi. 3.2 Komponen rancangan formulasi Komponen



Bahan F1 -



Vitamin C Serbuk Belimbing Wuluh Sumber Basa/ penghancur Sumber Asam



Bahan Pengikat Bahan Pengisi



Jumlah (%) F2 F3 10 10



33,33



-



-



Na Bicarbonat Na Karbonat Asam Sitrat



32



-



53



-



38



-



9



14



19



Asam Tartrat CMC PVP Manitol



19



14



28



1,17



1 -



1 -



Karakteristik Mudah larut, mudah teroksidasi, tidak tahan panas



Bersifat basa, mudah larut air Bersifat basa, mudah larut air Rasa sangat asam, mudah larut air Rasa asam dan mudah larut air Larut air, tidak berasa Larut air 38



Pemanis



Pelicin Metode Prosedur



Lactosa Aspartam



3



11 -



11 3



Sakarin Na



-



1,8



-



Larut air Sangat manis, mudah larut Sangat manis, mudah larut Tidak larut air Larut air



Mg Stearat 0,1 PEG 6000 2 2 Garnulasi kering Alur prosedur pembuatan tablet menggunakan metoda granula kering adalah sebagai berikut ini : a. Bahan aktif dan eksipien dihaluskan terlebih dahulu. b. Bahan aktif dan semua eksipien (pengisi, pengikat kering, sebagian penghancur, lubrikan, dan glidan) sampai lebih kurang 50% dari jumlah yang ada dalam formula. c. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar khusus dan kuat yang disebut “mesin bongkah” (slugging machine) yang menghasilkan bongkahan (slug) atau dengan mesin chilsonator yang menghasilkan pita/lempeng yang rapuh. d. Bongkahan atau pita/lempeng kemudian diayak melalui pengayak dengan mesh 18 – 20. e. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak dengan ayakan yang sama. f. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar yaitu sisa lubrikan, penghancur, dan glidan lalu siap dicetak menjadi tablet



3.3 Pengadaan Bahan Baku dan Alurnya Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur biaya produk adalah biaya pengadaan barang, termasuk di dalamnya adalah pengadaan bahan awal (starting material) yang terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif maupun bahan penolong) serta bahan pengemas. Tidak kurang dari 60 - 70% dari total biaya perusahaan digunakan untuk melakukan pengadaan bahan awal ini. Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan (BPOM, 2018). Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah tidak dipakai (BPOM, 2018) 39



Pengadaan barang dilakukan sesuai dengan pemintaan masing-masing bagian. Permintaan barang-barang inventory dilakukan oleh bagian PPIC dengan cara mengeluarkan MPR (Material Purchase Requisition), sedangkan barang-barang non-inventory diminta oleh bagian yang bersangkutan dengan cara mengeluarkan Purchase Requisition (PR). Kedua surat tersebut kemudian diserahkan ke bagian Purchasing, kemudian bagian purchasing, melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan. Bagian purchasing melakukan pembelian sesuai dengan supplier yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelian barang dilakukan oleh bagian purchasing dengan cara mengeluarkan Purchase Order (PO) yang diserahkan ke supplier. Purchase Order yang akan diberikan kepada supplier, sebelumya harus sudah mendapatkan persetujuan dari Plant Manager. A. Pengadaan bahan baku pengadaan barang di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Pemilihan dan treatment terhadap bahan baku harus dilakukan dengan baik, karena setiap bahan baku yang berasal dari suplier yang berbeda memiliki ciri khas masing-masing, dan pemilihan bahan baku sesuai yang dibutuhkan. Bagian PPIC dikepalai oleh seorang apoteker. B. Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian adalah seorang apoteker karena apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta dokumen-dokumen penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih atau tertipu oleh supplier (pemasok bahan baku atau bahan kemas). C. Penerimaan Bahan Baku Setelah bahan baku diterima, bagian Quality Control yang dikepalai oleh seorang apoteker akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan ke pemasok atau suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya dari quarantine menjadi released. 1. Barang diterima bagian gudang, lalu disimpan sementara diarea karantina, diberi label karantina (label kuning), dicek fisik secara visual sesuai dengan surat pesanan barang yang meliputi kebenaran label bahan, nomer batch/lot, keutuhan 40



kemasan (wadah, label, segel, bruto, asal negara, tanggal pembuatan, tanggal kedaluarsa), jumlah dan CoA. 2. Apabila sudah selesai, maka dibuatkan bukti titipan barang sementara (BTBS). BTBS dibuat tiga rangkap, lembar asli untuk supplier, copy 1 untuk arsip gudang, copy 2 sebagai surat permohonan pemeriksaan kepada QC. 3. Barang diterima oleh supervisor penyimpanan bahan baku dan disetujui oleh asisten manager penyimpanan. Dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium QC, selama masa pemeriksaan QC memberi label karantina berwarna kuning pada label tersebut. 4. QC akan melakukan sampling terhadap bahan baku yang datang, barang diterima atau ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. 5. Setelah bahan baku diluluskan, bagian penyimpanan akan membuat bukti penerimaan bahan baku (BPBB). Bahan baku akan disimpan dalam gudang sesuai dengan stabilitas bahan baku. Bahan baku yang diluluskan diberi label hijau dengan tulisan diluluskan dan ditempel diatas label karantina. 6. Jika bahan baku ditolak, maka gudang akan membuat surat pemberitahuan kepada bagian pembelian bahwa barang yang dikirim oleh pemasok tidak memenuhi syarat dengan melampirkan HPL (Hasil Pemeriksaan Laboratorium) dan surat pengembalian barang ke supplier dan pemasok (retur). Bahan baku yang ditolak diberi label merah dan ditempel diatas label karantin. 7. Bahan baku akan diperiksa ulang 1 tahun sekali maksimal 12 hari sebelum jatuh tempo bagian penyimpanan bahan baku harus mengajukan surat permohonan pemeriksaan ke laboratorium QC. Selam pemeriksaan ulang berlangsung, status bahan baku adalah karantina (label kuning). 8. Untuk bahan baku maupun bahan jadi yang diimpor dari manufacturing asing langsung dilakukan pemeriksaan QC. Jika bahan baku ditolak, maka barang bisa dikembalikan. D. Penyimpanan Bahan Baku Setelah bahan baku diterima, bagian gudang memiliki tugas yang penting untuk menyimpan bahan baku. Penyimpanan bahan baku tidak sesederhana yang dibayangkan, karena bahan baku memiliki spesifikasi penyimpanan 41



tersendiri. Lingkungan penyimpanan juga harus dijaga dengan baik. Ada bahan yang harus disimpan dalam suhu ruang biasa, ada yang harus disimpan dalam suhu dingin, dan ada yang harus disimpan dalam lemari es. Bahan baku terutama yang dapat rusak karena terpapar panas, hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya dikondisikan dengan ketat; bahan yang peka terhadap kelembaban dan/atau cahaya hendaklah disimpan di bawah kondisi yang dikendalikan dengan tepat. E. Penyerahan (Distribusi) Bahan Baku Proses produksi bahan tersebut akan diminta melalui form permintaan bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi. Karena spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda. Penyerahan hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang telah disetujui. Catatan persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan.



Pengadaan / Pemesanan



Pembelian



Penerimaan



Penyimpanan



Distribusi Gambar 1. Alur Pengadaan Bahan Baku



42



c.4 Alur, Proses, Evaluasi, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi Sediaan Tablet Effervescent Vitamin C 1. Alur pembuatan tablet effervescent vitamin c metode granulasi kering



43



2. Proses Pembuatan Tablet Effervescent Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Semua proses pembuatan dilakukan dalam ruang dengan kelembaban relative terkontrol ± 25%. Tablet effervescent yang diproduksi dengan menggunakan metode granulasi kering. Granulasi kering (slugging) ini adalah memproses partikel bahan aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat. Setelah menjadi masa padat, selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul). Pembuatan tablet dengan metoda granulasi kering ini dilakukan dengan menggunakan mesin khusus pembuat bongkahan (slugging), yaitu mesin berat pembuat tablet besar dengan lubang, kempa, dan pons besar yang biasanya berdiameter 2,5 cm atau lebih. Selanjutnya, bongkahan tersebut dihancurkan dengan mesin granulator untuk memperoleh karakteristik granul yang dikehendaki. Pada proses ini, komponen-komponen tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan dikompakan dengan punch, sehingga diperoleh massa yang disebut slug. Oleh karena itu, prosesnya disebut dengan istilah slugging. Pada proses selanjutnya, slug ini kemudian diayak dan diaduk untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal. Alur prosedur pembuatan tablet menggunakan metoda granula kering adalah sebagai erikut ini : g. Bahan aktif dan eksipien dihaluskan terlebih dahulu. h. Bahan aktif dan semua eksipien (pengisi, pengikat kering, sebagian penghancur, lubrikan, dan glidan) sampai lebih kurang 50% dari jumlah yang ada dalam formula.



44



i. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar khusus dan kuat yang disebut “mesin bongkah” (slugging machine) yang menghasilkan bongkahan (slug) atau dengan mesin chilsonator yang menghasilkan pita/lempeng yang rapuh. j. Bongkahan atau pita/lempeng kemudian diayak melalui pengayak dengan mesh 18 – 20. k. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak dengan ayakan yang sama. l. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar yaitu sisa lubrikan, penghancur, dan glidan lalu siap dicetak menjadi tablet Granul yang didapat selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan penambahan fase luar sesuai dengan bobot granul yang didapatkan. Granul yang diperoleh dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan kadar zat aktif, jika hasil pemeriksaan memenuhi persyaratan, granul dicetak menjadi produk ruahan. Tablet yang dihasilkan diuji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat aktif pada waktu-waktu tertentu.. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet. Produk yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi.



45



c.5



Evaluasi Sediaan Tablet Effervescent Vitamin C Untuk melakukan pengujian terhadap suatu produk sediaan tablet yang dihasilkan dilakukan secara 2 (dua) tahapan, yaitu tahap evaluasi sediaan granul (massa cetak) dan tahap evaluasi sediaan tablet.



3.5.1 Evaluasi Sediaan Granul 1. Kecepatan Alir Uji kecepatan alir serbuk pada Formula 1 memiliki waktu alir 8,43g/detik. Formula 2 memiliki 3.68g/detik dan Formula 3,83 g/detik. Syarat yang ditetapkan adalah untuk 10 gram massa massa tidak lebih dari 1 detik (Aulton, M.E. 1988). Hasil uji kecepatan alir serbuk pada 3 formulasi memenuhi syarat uji kecepatan alir. Ketiga formulasi memeiliki sifat alir yang baik. 2



Sudut Diam Formulasi 1 memiliki sudut diam 34,300 dapat disimpulkan memiliki sifat alir baik. Formulasi 2 dan formulasi 3 tidak dilakukan uji sudut diam.



3.



Kompresibilitas Uji kompresibilitas yang dilakukan pada formula 1 adalah 13,37% , formula 2 adalah 13,35% dan formula 3 adalah 13,29% dapat disimpulkan uji kompresibilitas dari ketiga formulasi adalah baik.



4



Uji kadar lembab Uji kadar lempab pada formula 1 adalah 0,65%, formula 2 adalah 1,71% dan formula 3 adalah 1,83% dapat disimpulkan ketiga formula memenuhi persyaratan. Persyaratan kadar air adalah kurang dari 2 – 4 % (Farmakope Indonesia, 1979).



46



B. Evaluasi Tablet 1. Uji Organoleptis Penampilan fisik tablet dan larutan effervescent, hasil evaluasi penampilan tablet effervescent formula I, II dan III adalah sama yaitu tablet berbentuk bulat pipih dengan permukaan halus. Larutan effervescent formula I, II dan III yang dihasilkan juga sama yaitu koloid kuning 2. Uji keseragaman bobot Formula 1 memiliki hasil keseragaman bobot 4.474mg, formula 2 adalah 2588,7mg dan. Formula 3 memiliki uji keseragaman bobot 2802,3 mg. Ketiga fomula tidak ada yang menyimpang dari berat 20 tablet yang lain maka dapat disimpulkan keseragaman bobot dari tablet effervescent memenuhi persyaratan. 3. Uji Keseragaman Ukuran Uji keseragaman ukuran pada formula 1, formula 2 dan formula 3 terlihat memenuhi persyaratan keseragaman yakni diameter 25,2 mm dengan tebal berkisar 6,60-7,00 mm.. Dapat disimpulkan uji keseragaman ukuran ketiga formulasi memenuhi persyaratan. Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 ⅓ tebal tablet (Farmakope Indonesia, 1979). 4. Uji Kekerasan Uji kekerrasan tablet effervescent pada formula 1 adalah 12kp, formula 2 adalah 5,8 kp dan formula 3 adalah 7,1 kp. Menurut Wehling and Freed (2004), kekerasan tablet yang baik untuk tablet effervescent adalah 6-8kp. Dari uji kekerasan disimpulkan bahwa formula 1 tidak memenuhi persyaratan uji kekerasan tablet effervescent.



47



5. Kerapuhan Tablet Uji kerapuhan tablet formula 1 adalah 0.878%, formula 2 adalah 0.985% dan formula 3 adalah 0,5%. Ketiga formulasi memenuhi persyaratan uji kerapuhan tablet. Menurut Banker and Anderson (1986)kerpuhan tablet memenuhi persyaratan bila kerapuhan lebih kecil dari 1%. Kekerasan dan keregasan ini berpengaruh pada ketahanan terhadap guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan pengangkutan(Lachman, 1986). 6. Uji Waktu Hancur Uji waktu hancur dilakukan pada formula 1 adalah 2,590 menit, formula 2 adalah 1.3844 menit dan formula 3 adalah 1,4820 menit. Menurut Lindberg dkk (1992) tablet effervescent yang baik memiliki waktu kelarutan 1-2 menit. Formula 2 dan formula 3 memiliki uji waktu hancur yang memenuhi persyaratan. Formula 1 memiliki waktu hancur lebih dari 2 menit sehingga formula 1 tidak memenuhi persyaratan waktu hancur.



3.6 Pengemasan Tablet Effervescent Vitamin C Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Kegiatan pengemasan, hendaklah diberikan perhatian khusus untuk meminimalkan risiko kontaminasi silang, kecampur bauran atau substitusi. Produk yang berbeda tidak boleh dikemas berdekatan kecuali ada segregasi fisik atau sistem lain yang dapat memberikan jaminan yang sama. Adanya prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan untuk menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas cetak dan bukan cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah benar, pengawasan selama-proses pengemasan rekonsiliasi terhadap produk ruahan, bahan pengemas cetak dan 48



bahan cetak lain, serta pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Risiko kesalahan terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan cara sebagai berikut: a.



menggunakan label-gulung;



b.



pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label;



c. dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label elektronis; d. label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masing-masing mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda; dan e. di samping pemeriksaan secara visual selama pengemasan berlangsung, hendaklah dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian Pengawasan Mutu selama dan pada akhir proses pengemasan. Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan terakhir diperiksa dengan cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah ditempatkan di area karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).



3.7 Penyimpanan dan Distribusi Tablet Effervescent Vitamin C Penyimpanan dan distribusi adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. Obat



49



hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi, kecampurbauran dan kontaminasi silang. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Obat hendaklah disimpan dan diangkut dengan memenuhi prosedur sedemikian hingga kondisi suhu dan kelembaban relatif yang tepat dipertahankan, misal menggunakan cold chain untuk produk yang tidak tahan panas. Penyimpanan dan pengangkutan produk yang tidak tahan panas dapat mengacu pada dokumen WHO Model Guidance for the Storage and Transport of Time and Temperature–Sensitive Pharmaceutical Products atau pedoman internasional lain yang setara. Kendaraan dan perlengkapan yang digunakan untuk mengangkut, menyimpan atau menangani obat hendaklah sesuai dengan penggunaannya dan diperlengkapi dengan tepat untuk mencegah pemaparan produk terhadap kondisi yang dapat memengaruhi stabilitas produk dan keutuhan kemasan, serta mencegah semua jenis kontaminasi. Rancangan dan penggunaan kendaraan dan perlengkapan harus bertujuan untuk meminimalkan risiko kesalahan dan memungkinkan pembersihan dan/atau pemeliharaan yang efektif untuk menghindarkan kontaminasi, penumpukan debu atau kotoran dan/atau efek merugikan terhadap obat yang didistribusikan. Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal meliputi informasi berikut: a. tanggal pengiriman; b. nama dan alamat perusahaan transportasi; c. nama, alamat dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik); d. deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika tersedia); e. jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah;



50



f. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa; g. kondisi transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan; dan h. nomor unik untuk order pengiriman.



3.5 Formulasi Sediaan Tablet Effervescent yang Baik 3.5.1 Zat Aktif Vitamin C oleh adanya kelembaban akan mengalami oksidasi sehingga bahan aktif obat akan berubah. Vitamin C tidak sesuai bila digunakan metode granulasi basah dalam pembuatannya. Sehingga metode granulasi kering dan kempa langsung merupakan pilihan yang terbaik. Formula 1 menngunakan ekstarak belimbing wuluh dengan konsentrasi 33,33%. Formula 2 dan formula 3 menggunakan vitamin c dengan konsentrasi 10%



3.5.2



Sumber Asam dan Sumber Basa Tablet effervescent mengandung unsur zat aktif dalam campuran kering, biasanya terdiri dari sumber basa dan sumber asam bila ditambahkan dengan air menmbebaskan karbondioksida sehingga menghasilkan buih. Larutan dengan karbonat yang dihasilkan menutupi rasa garam dan rasa lain yang tidak diinginkan dari zat aktif. Sumber asam biasanya adalah asam sitrat dan asam tartrat sedangkan sumber basa adalah natrium bikarbonat atau natrium karbonat Tablet effervescent biasanya diolah dari kombinasi asam sitrat dan asam tartrat daripada hanya satu macam asam saja, karena penggunaan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran(Ansel, 1985). Apabila asam tartrat sebagai asam tunggal, granul



51



yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal. Asam sitrat saja akan menghasilkan campuran lekat dan sukar menjadi granul. Reaksi antara asam sitrat dan natrium bikarbonat serta asam tartrat dan natrim bikarbonat adalah sebagai berikut : H3C6H5O7 . H2O + 3NaHCO3 Asam sitrat H2C4H4O6 Asam tartrat



na bikarbonat + 2NaHCO3 Na bikarbonat



Na3C6H5O7 + 4H2O + 3CO2 Na sitrat



air



karbondioksida



Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2 Na tartrat



air



karbondioksida



Dibutuhkan 3 molekul natrium bikarbonat untuk menetralisir 1 molekul asam sitrat dan 2 molekul natrium bikarbonat untuk menetralisir 1 asam tartrat. Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat menentukant jumlah sumber asam dan basa yang digunakan. Menurut USP formularium tablet effervescent adalah 53% campuran natrium bikarbonat, 28% asam tartrat dan 19% asam sitrat berdasarkan ini maka formulasi 3 dibuat untuk memnentukan jumlah sumber asam dan sumber basa dari agar terbentuk sediaan effervescent yang optimal dan stabil. Pada formula 1 dan 2 campuran sumber asam dan sumber basa belum sesuai dengan formulasi standar USP. Hal ini dapat menyebabkan kelarutan tablet effervescent pada formula 1 dan formula 2 lebih dari 2 menit . Pada rasio sumber asam dan sumber basa di 40-45%, memiliki waktu disintegrasi yang optimal yaitu 190 detik (Sun, et al, 2020). Menurut Lindberg (1992). Sediaan tabet effervescent yang baik mempunyai kelarutan 1-2 menit dan memiliki residu dari bahan yang tidak terlarut seminimal mungkin. Asam sitrat dominan dalam menentukan kekerasan dan waktu larut sediaan effervescent vitamin 52



C sedangkan asam tartrat dominan dalam menentukan kerapuhan sediaan effervescent vitamin C. 3.5.3



Bahan Tambahan 1. Bahan Pengikat Bahan pengikat yang digunakan pada formula 2 dan formula 3 adalah PVP (polivinilpirolidon). PVP adalah bahan pengikat yang efektif dalam pembuatan tablet effervescent (Mohrle, 1980). Konsentrasi PVP yang digunakan sebagai bahan pengikat berkisar antara 0,5% - 5% (Khankari dan Hortz, 1997). Pada formulasi 2 dan formulasi 3 mengunakan konsentrasi PVP 1 %



sudah dapat menunjukkan



kemampuan sebagai bahan pengikat terlihat dari kekerasan tablet effervescent yang dihasilkan jika dibandingkan oleh formulasi yang ttidak menggunakan PVP. Pada konsentrasi diatas 1%



tablet yang dihasilkan mengalami sticking karena sifat



campuran serbuk yang lengket dikarenakan PVP yang bersifat higroskopis. Selain itu, tablet yang dihasilkan sangat keras sehingga waktu larutnya menjadi semakin lama meskipun PVP bersifat hidrofilik (larut air). Polivinilpirolidon digunakan untuk meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air dan dalam larutan dengan konsentrasi 0,5 % - 3 % dapat sekaligus meningkatkan kekompakan tablet (Voigt,1994). Formula 1 tidak menggunakan bahan pengikat sehingga dikhawatirkan tablet yang dihasilkan akan sukar dicetak dan menjadi terlalu rapuh. Hal ini dapat menyebabkan tablet effervescent yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan. b. Bahan Pengisi



53



Bahan pengisi biasanya digunakan untuk membuat kecocokan berat tablet. Bahan pengisi dapat ditambahkan dengan pertimbangan memiliki sifat mudah larut dalam air, ukuran partikel yang mirip dengan komponen lain dalam tablet, serta bentuk kristal sehingga memiliki sifat kompresibilitas yang besar. Pada tablet effervescent umumnya membutuhkan adanya bahan pengisi. Hal ini karena komposisi bahan effervescent itu sendiri sudah tersedia dalam jumlah yang banyak (Mohrle, 1980). Bahan pengisi ditambahkan juga untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi harus inert dan stabil (Rohdiana, 2002). Formula 1 menggunakan manitol sebagai bahan pengisi. Manitol merupakan gula yang biasa digunakan sebagai pengisi tablet, mempunyai rasa yang manis dan dingin dimulut, tetapi kelarutannya lambat, dan relatif tidak higroskopis. Formula dengan manitol mempunyai sifat alir yang kurang baik. Selain itu juga manitol merupakan gula yang paling mahal, oleh karena itu biasanya dikombinasikan untuk mengurangi biaya produksi, antara lain dengan kombinasi laktosa (Lachman dkk, 1994). Manitol mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang kurang baik, oleh karena itu formula dengan konsentrasi dengan manitol lebih besar, waktu alirnya semakin lama (Lachman dkk, 1994). Formula 2 dan Formula 3 mengunakan laktosa sebagai bahan pengisi tablet effervescent. ). Laktosa stabil secara kimia, fisika, dan mikrobiologis. Umumnya formula dengan laktosa sebagai bahan pengisi menunjukkan laju pelepasan obat yang baik. Selain itu, harga laktosa lebih murah daripada banyak bahan pengisi lainnya (Siregar, 2010). Pemilihan penggunaan laktosa sebagai



54



pengisi tablet effervescent menghasilkan tablet effervescent yang stabil dan ekonomis. 7. Bahan Pelicin Bahan



pelicin



penting



penggunaannya



dalam



pembuatan



tablet



effervescent, karena tanpa bahan ini produk tablet effervescent pada kecepatan tinggi tidak mungkin bisa dilaksanakan. Bahan pelicin yang digunakan harus mudah larut dalam air supaya tidak meninggalkan residu. Bahan pelicin dapat ditambahkan secara internal maupun eksternal. Bahan pelicin internal ditambahkan ke dalam campuran granul dan termasuk dalam formula. Bahan pelicin eksternal ditambahkan ke alat selama proses penabletan. Bahan pelicin yang sering digunakan adalah magnesium stearat dan polyethylenglycol (PEG) untuk bahan pelicin internal dan asam lemak untuk bahan pelicin eksternal (Mohrle, 1980). Antirekat (pelincir) yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta membuat tablet menjadi lebih bagus dan mengkilat (Lieberman, et al, 1989). Pada formula 1 digunakan bahan pelicin PEG 6000 dengan konsentrasi 2%. PEG 6000 dapat terdispersi dalam air sehingga menghasilkan larutan



effervescent yang jernih. Konsentrasi yang biasa digunakan berkisar 1-5%. PEG 6000 dapat larut dengan mudah dalam air dan memiliki tingkat higroskopisitas yang rendah. Formula 2 menggunakan magnesium stearat 0,1%



dari bobot tablet



sebagai pelicin. Mg stearate bersifat tidak larut air. Idealnya bahan pelicin untuk tablet effervescent memenuhi persyaratan tidak toksik, tidak berasa, dan larut air (Lindberg, et al.1992). Magnesium stearat tidak larut air maka semakin tinggi 55



konsentrasi magnesium stearat maka akan semakin banyak partikel magnesium stearat yang menempel dan menyumbat pori partikel-partikel lai sehingga dapat menhalangi air untuk masuk ke dalam tablet. Akibatnya membutuhkan waktu yang lebih lama bagi tablet effervescent untuk larut. Formula 3 menggunakan PEG 6000 sebagai pengisi dengan pertimbangan kelarutannya yang baik dalam air. PEG 6000 dengan kosentrasi 2% mampu berfungsi secara optimal sebagai bahan pelicin dalam tablet effervescent. Penggunaan PEG 6000 meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta membuat tablet menjadi lebih bagus dan mengkilat. 8. Bahan Pemanis Dalam tablet effervescent biasanya sering ditambahkan bahan pemanis dan pewarna untuk memperbaiki penampilan dan rasa tablet. Bahan tambahan yang digunakan harus mudah larut dalam air agar tidak meninggalkan residu (Mohrle, 1980). Bahan pemanis yang bisa digunakan adalah manitol, aspartam, sukrosa, dan sakarin. Sakarin 500 kali lebih manis dibandingkan sukrosa, kekurangannya berasa pahit pada akhir dan bersifat karsinogenik. Aspartame 180 kali lebih manis dibanding sukrosa, tetapi kurang stabil pada kondisi lembab sehingga tidak dapat digunakan dengan komponen yang higroskopis. Pada formula 2 mrnggunakan bahan pemanis sakarin konsentrasi 1,8% sedangkan formula 2 menggunakan aspartam dengan konsentrasi 3%, maka pada formula 3 dipilih aspartam sebagai bahan pemanis dengan pertimbangan aspartame tidak memiliki efek karsinogenik dan stabil pada kondisi kering.



56



Formula 1 menggunakan sakarin dengan konsentrasi 1,8% dari bobot tablet. Sakarin memnag lebih manis dibandingkan aspartame tetapi dengan efek karsinogenik sehingga penggunaan sakarin dalam pemanis tablet effervenscent harus dihindari.



BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN



57



4.1 Kesimpulan 1. Kegiatan produksi tablet effervescent harus memenuhi ketentuan CPOB yang yang bertujuan untuk memastikan agar mutu sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Personel kunci dalam produksi tablet effervescent pada industri farmasi adalah Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. 2. Komponen yang digunakan dalam formula tablet effervescent, terdiri dari bahan aktif, sumber asam (asam sitrat dan asam tartrat) dan sumber basa (natrium bikarnat, natrium karbonat), bahan pengikat (polivinil pirolidon, sukrosa, CMC), bahan pengisi (Lactosa, Manitol, Amilum), bahan pelicin (Magnesium stearat), dan pemanis (sukrosa, aspartam). 3. Alur proses pengadaan bahan baku di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Bagian PPIC dikepalai oleh seorang apoteker. Bagian pembelian melakukan pembelian bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian adalah seorang apoteker karena apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta dokumen-dokumen penyertanya. Penerimaan bahan baku dilakukan oleh bagian Quality Control (QC) yang dikepalai oleh seorang apoteker akan melakukan pemeriksaan terhadap penerimaan bahan baku untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan ke pemasok atau suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya dari quarantine menjadi released. 4. Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Tablet yang diproduksi dengan menggunakan metode granulasi kering. Tablet yang dihasilkan evaluasi dengan uji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), keseragaman ukuran, waktu hancur. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan strip atau dalam botol (tube) effervescent, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan



58



pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet. 5. Formulasi sediaan effervescent vitamin c yang dibuat dengan kontrol kelembaban relatif ±25% dengan metode granulasi kering dikarenakan vitamin c mudah teroksidasi oleh air dan dan tidak tahan panas. Evaluasi tablet effervescent yang dilakukan pada formula 1 tidak memenuhi persyaratan pada uji kekerasan tablet dan uji waktu hancur, sedangkan formulasi 2 dan formulasi 3 memenuhi semua uji evaluasi tablet effervescent. Formulasi 3 mempunyai hasil evaluasi terbaik dibandingkan formula lainnya. 4.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan variasi sumber asam dan sumber basa untuk memperoleh konsentrasi terbaik dlam pembuatan tablet effervescent, 2. Perlu dilakukan uji stabilitas untuk menentukan stabilitas dari tablet effervescent. 3. Sebaiknya ditambahkan bahan pewarna dan pengaroma pada tablet effervescent agar lebih disukai dan diterima untuk di konsumsi.



59



DAFTAR PUSTAKA



Ansel, 2011. Pharmaceutical Dosage Forms And Drug Delvery Systems Ninth Edition, Philadelphia. Author. 6th edition. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition, London: Pharmaceutical Press. Aulton M, Taylor KMG. Aulton’s Pharmaceutics 4th Edition.; 2013. doi:10.1016/01683659(89)90050-3 Ayu, Anesakirani. Et.al. 2018. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Tablet Effervescent Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.), Jurnal Teknologi Pangan 2(1)59–63. Depkes. III edition. 1979, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. IV edition. 1995, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. V edition. 2014, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Lachman, L., Liberman, H.A., Kanig, J.L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed III. (Terjemahan) Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Hal 267, 383,



60



Lieberman, dkk. 1998. Pharmaceutical Dosage Form: Disperse System, 3rd Edition. , New York: Marcel Dekker Inc. hal 267 Mohrle. R. 1989. Effervescent Tablets in Lieberman. HA. Lachman L (eds). Pharmaceutical Dossage Form : Tablet Vol I. 225-228. Marcel Dekker. Nye York. Murtini Gloria. 2018. Teknonologi Sediaan Tablet. Kemenkes RI. Jakarta. Rosmala, Dewi., et al. 2014. Tablet Effervescent Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan variasi Kadar Pemanis Aspartam. Jurnal, Pharm Sci Res ISSN 2407-2354 Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Terjemahan). Noerono, S. Edisi V. Yogyakarta : UGM Press, hal 202, 208, 205, 223.



61