Kemampuan Penalaran Matematis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HIGH ORDER THINKING ( HOT ) JUDUL : KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS ( KPM )



Dosen Pengampu : Dr. Nahor Murani Hutapea, M.Pd Disusun Oleh : Dhea Ika Putri Kelas : 4A



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2020



KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS 1. Pengertian Kemampuan Penalaran Matematis Kemampuan berasal dari kata “mampu”. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia mampu artinya kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat. Sedangkan kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Menurut Robbin (Meilani, 2013:11) menyatakan bahwa kemampuan berarti kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Berdasarkan pengertian diatan dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang. Penalaran memiliki pengertian yang berbeda-beda. Menurut Ensiklopedia Wikipedia penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Menurut Sumedi dan Mustakin (Ma’sum, 2012:3) penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menentukan kebenaran. Sedangkan menurut Marsigit (Setiadi, 2011:11) mengatakan bahwa penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan untuk memperoleh kebenaran. Menurut Suherman dan Winataputra (1993) penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bernalar, didasarkan pada pengamatan data-data yang ada sebelumnya dan telah diuji kebenarannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Shadiq (2004) yang mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau suatu aktifitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.



Turmudi (2008) menyatakan bahwa penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya kebiasaan yang lain yang harus dikembangkan secara konsisten dengan menggunakan berbagai macam konteks. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Brodie (2010:7) menyatakan bahwa, “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematics.” Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai dan dengan objek matematika. Penalaran sering pula diartikan cara berfikir yang merupakan penjelasan dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih yang diakui kebenarannya dengan langkah-langkah tertentu yang berakhir dengan suatu kesimpulan hasil (Kurniawati,2006). Penalaran merupakan tahapan berpikir matematik tingkat tinggi, mencakup kapasitas untuk berpikir secara logis dan sistematis.“Kemampuan bernalar memungkinkan peserta didik untuk dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupannya, di dalam dan di luar sekolah” (Yaniawati,



2010).



Selain



itu,



Menurut Sukirwan (2008) istilah penalaran merupakan proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan. Penalaran matematika adalah salah satu proses berpikir yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan (Nurahman, 2011). Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri (1999:42) menyatakan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan dan mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu sehingga penarikan kesimpulan baru tersebut dianggap sahih (valid). Kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa untuk berpikir logis menurut alur kerangka berpikir tertentu.



Penalaran matematika (Ahmad Thontowi, 1993:78) adalah proses berpikir secara logis dalam menghadapi problema dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada. Proses penalaran matematika diakhiri dengan memperoleh kesimpulan. Penalaran dapat dikatakan sebagai suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Kemampuan penalaran berarti kemampuan menarik konklusi atau kesimpulan yang tepat dari bukti-bukti yang ada dan menurut aturan-aturan tertentu. Sebagai kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu pertama, adanya suatu pola berpikir logis yang merupakan kegiatan berpikir menurut pola, alur dan kerangka tertentu (frame of logic) dan kedua, adanya proses berpikir analitik yang merupakan konsekuensi dari adanya pola berpikir analisis-sintesis berdasarkan langkah-langkah tertentu. Menurut Lithner (2008), penalaran adalah pemikiran yang diadopsi untuk menghasilkan pernyataan dan mencapai kesimpulan pada pemecahan masalah yang tidak selalu didasarkan pada logika formal sehingga t i d a k te r b a t a s p a d a



bukti. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran



merupakan suatu kegiatan, suatu proses, suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar dan berdasarkan pada pernyataan yang kebenarannya sudah dibuktikan atau sudah diasumsikan sebelumnya. Definisi berbeda diungkapkan oleh B j u land (2007) yang mendefinisikan penalaran berdasarkan pada tiga model pemecahan masalah Polya. Menurutnya, “Penalaran merupakan lima proses yang saling terkait dari aktivitas berpikir matematik yang dikategorikan sebagai sense-making, conjecturing, convincing, reflecting, dan generalising”. Sense-making terkait erat dengan membangun skema p e r m a s a l a h a n



dan



kemampuan



merepresentasikan



pengetahuan yang dimiliki. Ketika memahami situasi matematik kemudian mencoba dikomunikasikan kedalam simbol atau bahasa matematik maka pada saat



itu juga terjadi proses sense-making melalui proses adaptasi dan pengaitan informasi yang baru diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya sehingga membentuk suatu informasi baru yang saling berhubungan dalam struktur pengetahuannya. Proses pemaknaan akan tepat tergantung pada prior experience dan kualitas prior knowledge (conceptual framework) mahasiswa. Conjecturing berarti aktivitas memprediksi suatu kesimpulan, dan teori yang didasarkan pada fakta yang belum lengkap dan produk dari proses conjecturing adalah strategi penyelesaian. Berargumentasi, dan berkomunikasi matematis merupakan proses kognitif yang memungkinkan mahasiswa untuk dapat melakukan proses ini. Convincing berarti melakukan atau mengimplementasikan strategi penyelesaian yang didasarkan pada kedua proses sebelumnya. Reflecting berupa aktivitas mengevaluasi kembali ketiga proses yang sudah dilakukan dengan melihat kembali keterkaitannya dengan teoriteori yang dianggap relevan. Kesimpulan akhir yang diperoleh dari keseluruhan proses kemudian diidentifikasi dan digeneralisasi dalam suatu proses yang disebut generalising. Pendapat



Bjuland



menggambarkan aktivitas bernalar matematik dengan



menganalisis situasi-situasi matematik, memprediksi, membangun argumenargumen secara logis dan mengevaluasi. Menganalisis situasi-situasi matematik secara teliti berarti melihat dan membangun keterkaitan antar ide atau konsep matematik, antara matematika dengan objek-objek yang lain, dan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari. 2. Pentingnya Kemampuan Penalaran Matematis Pentingnya kemampuan penalaran matematis bagi siswa tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika di sekolah, yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta



mengembangkan



kemampuan



menyampaikan



informasi



atau



mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya (Depdiknas, 2006).



Kemampuan penalaran matematis membantu siswa dalam menyimpulkan dan membuktikan



suatu



pernyataan,



membangun



gagasan



baru,



sampai



pada



menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika. Oleh karena itu, kemampuan penalaran matematis harus selalu dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika. Pembiasaan tersebut harus dimulai dari kekonsistenan guru dalam mengajar terutama dalam pemberian soal-soal yang non rutin. Kemampuan penalaran



menjadi salah satu tujuan dalam



pembelajaran



matematika di sekolah yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam kesimpulan,



mengembangkan



kemampuan



memecahkan



menarik



masalah,



serta



mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya (Depdiknas,2006: 6). Secara rinci diuraikan dalam KTSP (dalam Depdiknas 2006), peserta didik harus memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan peryataan matematika. Penalaran merupakan suatu kegiatan atau proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang didasarkan pada pernyataan sebelumnya dan kebenarannya telah dibuktikan. Menurut



Al Krismanto



(1997), di dalam



mempelajari



matematika



kemampuan penalaran dapat dikembangkan pada saat siswa memahami suatu konsep (pengertian), atau menemukan dan membuktikan suatu prinsip. Ketika menemukan atau membuktikan suatu prinsip, dikembangkan pola pikir induktif dan deduktif. Siswa dibiasakan melihat ciri-ciri beberapa kasus, melihat pola dan membuat dugaan tentang hubungan yang ada diantara kasus-kasus itu, serta selanjutnya menyatakan hubungan yang berlaku umum (generalisasi, penalaran induktif). Disamping itu siswa juga perlu dibiasakan menerima terlebih dahulu suatu hubungan yang jelas kebenarannya, selanjutnya menggunakan hubungan itu untuk menemukan hubungan-hubungan lainnya (penalaran deduktif). Jadi baik penalaran deduktif maupun induktif, keduanya amat penting dalam pembelajaran



matematika. Penalaran (reasoning) matematis memiliki peranan penting dalam proses berpikir seseorang. Ciri utama penalaran matematis adalah deduktif. Kurniasari & Susanah (2012:2) menyatakan bahwa dalam matematika penalaran deduktif lebih banyak digunakan. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran matematika untuk menarik kesimpulan matematis harus didasarkan pada beberapa pernyataan yang telah diyakini kebenarannya yaitu berupa aksioma, definisi, atau teorema yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya. Penalaran matematika diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah dan dipakai untuk membangun suatu argumen matematika. Penalaran matematika tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian atau pemeriksaan program, tetapi juga untuk inferensi dalam suatu sistem kecerdasan buatan. Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan kemampuan penalaran. Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan dapat dievaluasi. Dan untuk mengerjakan hal-hal yang berhubungan diperlukan bernalar. 3. Jenis Jenis Kemampuan Penalaran Matematis Secara garis besar penalaran terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang umum menuju hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada. Menurut Pesce (dalam Sumarmo, 1987), penalaran deduktif adalah proses penalaran dan pengetahuan prinsip atau pengalaman umum yang menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus. Penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan mengambil suatu kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu pernyataan baru dari kasuskasus yang khusus. Seperti yang dikemukakan oleh Pierce (Dahlan, 2004), penalaran induksi adalah proes penalaran yang menurunkan prinsip atau aturan umum dari



pengamatan hal-hal atau contoh-contoh khusus. Sedangkan menurut Copi (Sumarmo,1987),



penalaran



induktif



merupakan



proses



penalaran



yang



kesimpulannya diturunkan dari premis-premisnyadengan suatu probabilitas. Sumarmo (2010) mengemukakan beberapa kegiatan yang tergolong penalaran induktif yaitu sebagai berikut a. Transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkanpada kasus yang khusus lainnya. b. Analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. c. Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati. d. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan, interpolasi, dan ekstrapolasi. e. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada. f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur. Beberapa ahli mengklasifikasikan kemampuan penalaran kedalam beberapa jenis kegiatan bernalar yang berdasarkan pada proses penarikan kesimpulan. Menurut Sumarmo (2010), secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Sedangkan menurut Baroody (1993), penalaran matematis diklasifikasikan dalam tiga jenis penalaran yaitu intuitif, deduktif, dan induktif. Baroody (1993) menjelaskan bahhwa penalaran intuitif merupakan penalaran yang memainkan intuisi sehingga memerlukan kesiapan pengetahuan. Konklusi diperoleh dari apa yang dianggapnya benar sehingga pemahaman yang mendalam terhadap suatu pengetahuan berperan penting dalam melakukan proses bernalar intuitif. Penalaran induktif diartikan Sumarmo (2010) sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati dengan nilai kebenaran yang dapat bersifat benar atau salah. Hal yang sama, Baroody (1993)



menyatakan bahwa penalaran induktif dimulai dengan memeriksa kasus tertentu kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Dengan kata lain, dalam penalaran induktif diperlukan aktivitas mengamati contoh- contoh spesifik dan sebuah pola dasar atau keteraturan. Dengan demikian penalaran induktif merupakan aktivitas penarikan kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan pada data-data berupa contoh-contoh khusus dan pola atau keteraturan yang diamati. Nilai kebenaran suatu penalaran induktif dapat benar atau salah tergantung pada argumen selama penarikan kesimpulan. Baroody (1993) mendefinisikan penalaran deduktif sebagai suatu aktivitas yang dimulai dengan premis-premis (dalil u m u m ) y a n g m e n g a r a h p a d a sebuah kesimpulan tak terelakkan tentang contoh tertentu. Penalaran deduktif melibatkan suatu proses pengambilan kesimpulan yang berdasarkan pada apa yang diberikan, selain itu berlangsung dari aturan umum untuk suatu kesimpulan tentang kasus yang lebih spesifik. Menurut Sumarmo (2010), penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah: a. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu; b. Menarik



kesimpulan



logis



berdasarkan aturan inferensi, memeriksa



validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid; c. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika. 4. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis Wardani



(Nailil,



2011:12)



menyatakan



kemampuan penalaran matematika siswa adalah: 1) Mengajukan dugaan.



bahwa



indikator-indikator



Maksudnya adalah jika siswa diberi pernyataan secara lisan atau tertulis, maka siswa mampu menjawabnya. 2) Melakukan manipulasi matematika. Manipulasi adalah mengatur (mengerjakan) dengan cara yang pandai sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki. 3) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan terhadap kebenaran solusi 4) Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. 5) Memeriksa kesahihan suatu argumen. 6) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Sedangkan menurut Romadhina (2007:29), indikator penalaran matematis adalah: 1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram. 2) Mengajukan dugaan 3) Melakukan manipulasi matematika 4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau buktiterhadap beberapa solusi 5) Menarik kesimpulan dari pernyataan 6) Memeriksa kesahihan suatu argument 7) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Adapun indikator kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo (2006) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut: 1) Menarik kesimpulan logis 2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan 3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi 4) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis 5) Menyusun dan mengkaji konjektur



6) Merumuskan lawan, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen 7) Menyusun argumen yang valid 8) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematis. Menurut dokumen di atas indikator yang menunjukkan adanya penalaran menurut TIM PPPG Matematika (Dian Romadhina,2007:29) antara lain: 1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram. 2) Mengajukan dugaan (conjegtures) 3) Melakukan manipulasi matematika 4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi 5) Menarik kesimpulan dari pernyataan 6) Memeriksa kesahihan suatu argumen 7) Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Jadi kemampuan penalaran matematis yang dimaksud adalah kemampuan berpikir menurut alur kerangka berpikir tertentu berdasarkan konsep atau pemahaman yang telah didapat sebelumnya. Kemudian konsep atau pemahaman tersebut saling berhubungan satu sama lain dan diterapkan dalam permasalahan baru sehingga didapatkan keputusan baru yang logis dan dapat di pertanggung jawabkan atau dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan uraian di atas indikator (aspek) kemampuan penalaran matematis yang peneliti gunakan sebagai berikut: 1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika melalui lisan, tulisan, gambar, sketsa atau diagram 2) Kemampuan mengajukan dugaan 3) Kemampuan menentukan pola 4) Kemampuan melakukan manipulasi matematika 5) Kemampuan memberikan alasan terhadap beberapa solusi 6) Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen



7) Kemampuan menarik kesimpulan atau melakukan generalisasi



5. Rubrik Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis Rubrik adalah pedoman penskoran. Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang mana. Berikut ini adalah kriteria rubrik penilaian kemampuan komunikasi matematis yang diadaptasi dan disesuaikan dari Cai, Lane, dan Jakabesin (dalam Lestari, 2008) : Skor 0 1



Kriteria Paham Seluruhnya (P) Jawaban benar dan mengandung seluruh konsep ilmiah. Paham Sebagian (PS) Jawaban benar dan mengandung paling sedikit satu konsep



2



ilmiah serta tidak mengandung suatu kesalahan konsep. Miskonsepsi Sebagaian (MS) Jawaban memberikan sebagian informasi yang benar tetapi juga



3



menunjukkan adanya kesalahan konsep dalam menjelaskannya. Miskonsepsi (M) Jawaban menunjukkan kesalahan pemahaman yang mendasar



4



tentang konsep yang dipelajari. Tidak Paham (TP) Jawaban salah, tidak relevan, hanya mengulang pertanyaan serta jawaban kosong.



Sedangkan kriteria rubrik penilaian Cai, Lane dan Jakabesin (Nasution, 2012) : Skor 4 3 2 1 0



Kriteria Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap. Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar. Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar. Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah. Tidak ada jawaban.



DAFTAR PUSTAKA



Dahlan, M.D, et, al. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis Siswa SLTP Melalui Pendekatan pembelajaran OpenEnded. Disertasi Sps UPI: Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2006). Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah aliyah. Jakarta: Depdiknas Jacob. (2003). “Matematika Sebagai Penalaran (Suatu Upaya Meningkatkan Kreatifitas Berpikir)”. Makalah Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI. Shadiq, F. (2004). “Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi”. Diklat instruktur/Pengembangan Matematika SMA di Yogyakarta. Suherman, E dan Winataputra U.S. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Dengan Kemampuan Penalaran Logic Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan. Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi doktor pada PPS IKIP Bandung: Tidak dipublikasikan.