Kerjasama Interdisiplin Dan Multidisiplin Pada Keperawatan Bencana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KERJA TIM INTERDISIPLIN DAN MULTIDISIPLIN DALAM KEPERAWATAN BENCANA



DI SUSUNOLEH: KELOMPOK 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Anita Yunika Gobel Alwi Ibrahim Cindy Oktarina kadir Febriani Hinur Gledis Riskilawati Laboro Indriyani Rusli madidi Megawati Samuri Mutia Nur Hidayah Mussa



9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.



Nur Rahmatia Zumrah Rantika S Kadir Rafina Sucy Sagalulu Susinta Ismail Satrio Kamasi Slamed Yunus Welly Santoso Nadia Jesika Aprilia



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO 2021 KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan hidayah –Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas tentang kerja sama interdisiplin dan multidisiplin pada penangan atau penanggulangan bencana Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.



Penulis



DAFTAR ISI



COVER KATA PENGANTAR.........................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2 1.3 Tujuan.................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kerja Sama Interdisiplin Dalam Keperawatan Bencana.................... 2.2 Kerja Sama Multidisiplin Dalam Keperawatan Bencana................... 2.3 Komunikasi Multidisiplin Dalam Keperawatan................................. BAB II PENUTUP 3.1 Kesimpulan......................................................................................... 3.2 Saran................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................



BAB I



PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana telah menjadi bagian integral dari pengalaman manusia sejak awal zaman yang menyebabkan kematian dini, gangguan kualitas hidup, terjadinya dislokasi, dan perubahan status kesehatan (veenema, 2012). Menurut Perka No 2 Tahun 2012 (BNPB, 2012). Bencana merupakan suatu peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik oleh faktor alam atau non alam, maupun faktor manusia, muncul korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian dalam harta benda, dan dampak psikologis. Bencana juga dapat didefinisikan sebagai peristiwa perusak yang mengganggu fungsi normal dalam komunitas. Hal ini dapat dipandang sebagai gangguan ekologis, maupun keadaan darurat, dengan tingkat keparahan yang mengakibatkan kematian, cedera, penyakit, dan bahkan kerusakan properti yang tidak dapat dikelola secara efektif dengan menggunakan suatu prosedur atau sumberdaya yang memerlukan bantuan dari luar. Oleh karena itu, penyedia pelayanan kesehatan mengkarakterisasi bencana dengan apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang, yang berakibat kepada kesehatan dan pelayanan kesehatan (Veenema, 2012; Dwivedi et Al., 2018). Wilayah negara Indonesia adalah rawan terjadi bencana alam terutama bencana gempa bumi dan erupsi gunung berapi. Hal ini diakibatkan letak posisi Indonesia terletak pada lempengan tektonik yaitu Indo-Australian, Eurasia dan Pacific yang menghasilkan tumpukan energi dalam batas ambang tertentu. Posisi inilah yang pada akhirnya menyebabkan Indonesia sering terjadi bencana seperti gempa bumi dan tsunami. Berdasarkan kondisi tersebut, maka beberapa daerah di Indonesia dibentuk tim siap siaga bencana untuk membimbing , memberikan penyuluhan dan motivator kepada masyarakat dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana (Safety Sign, 2018).



Pelatihan merupakan suatu proses (kegiatan) Pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir yang dirancang untuk meningkatkan berbagi keahlian, pengetahuan, pengalaman, yang berarti perubahan sikap (Siagian,2014). Menurut (International Federation Red Cross, 2012) kesiapsiagaan adalah Segala upaya untuk menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki persiapan yang baik saat menghadapi bencana.



Kesiapsiagaan



preparednes



yaitu



upaya



perencanaan



bagaimana



menanggapi bencana dan menyusun respon bencana sebelum terjadi bencana seperti rencana kesiapan; latihan/pelatihan darurat: sistem peringatan. Perencanaan tersebut meliputi evaluasi potensi kerentanan (penilaian risiko) dan kecenderungan terjadi bencana titik sistem peringatan (warning) adalah pemantauan aktivitas atau peristiwa untuk mencari indikator yang memprediksi lokasi, waktu, dan besarnya bencana di masa depan. Peringatan dini merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam memberikan peringatan segera dan secepat mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana di suatu tempat yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang (Indonesia, 2007). Peringatan dini sangat diperlukan khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah yang rawan bencana, sehingga mereka dapat memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri dengan adanya pemberian atau isyarat terhadap terjadinya suatu bencana di awal (Sutanto, 2012). Kesiapsiagaan bencana merupakan suatu proses yang berkesinambungan dalam melibatkan berbagai kegiatan dan sumber daya dari multisektoral, yang bertujuan agar kesiapsiagaan dapat dilaksanakan dengan hasil yang baik dari mitigasi, tanggap darurat, dan pemulihan. Oleh karena itu, kesiapsiagaan bencana melibatkan persiapan setiap individu, komunitas, dan penyedia



pelayanan di komunitas, sehingga dengan cepat untuk mengambil tindakan ketika terjadi bencana. Peran perawat dalam manajemen bencana yaitu pada saat fase pra, saat dan pasca bencana. Salah satu peran perawat dalam fase pra bencana adalah perawat terlibat dalam promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Perawat memiliki peran kunci dalam kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Perawat sebagai profesi tunggal terbesar dalam layanan kesehatan harus memahami siklus bencana, tanpa integrasi keperawatan dalam setiap tahap bencana masyarakat akan kehilangan bagian penting dalam pencegahan bencana karena perawatan merupakan respon terdepan dalam penanganan bencana (Efendi & Makhfudli, 2009). B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana kerja sama interdisiplin dan multidisiplin pada penangan atau penanggulangan bencana C. TUJUAN Dapat mengetahui kerja sama inter dan multidisiplin pada penanggulangan bencana



BAB II PEMBAHASAN



2.1.



Kerja Sama Interdisiplin Dalam Keperawatan Bencana a. Definisi Interdisiplin merupakan kombinasi dari berbagai disiplin ilmu dalam tugas, namun dalam pemecahan suatu masalah saling bekerjasama dengan disiplin ilmu lain, saling berkaitan. Interdisiplin merupakan interaksi intensif antar satu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program penenlitian dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Interdisipliner merujuk pada suatu pendekatan yang menggunakan berbagai sudut pandang ilmu dengan melakukan intgrasi metode dan analisis baik serumpun atau tidak untuk memecahkan suatu masalah (Ratnasiri, 2016), (Jessup, 2007). Menurut NRC (National Research Council, 2006) “the term interdisciplinary is used as an umbrella term to represent efforts usually conducted by research teams that involve ideas and methods from more than one discipline”. Namun seringkali bahwa apa yang dimaksud “interdisiplin”” pada kenyataannya adalah “multidisiplin” (National Research Council, 2006). Menurut Ingham et al (Ingham et al.,2012) manajemen bencana akan lebih bagus dengan menggunakan pendekatan interdisiplin yang tidak hanya meningkatkan pengembangan pengelolaan bencana tetapi juga dapat mentransfer pengetahuan dari konsep kepada kebijakan dan praktek-praktek yang dikembangkan untuk tujuan pencegahan, tanggap darurat dan pasca bencana. Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok professional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. b. Ciri-Ciri Interdisiplin 1) Peran dan tanggung jawab tidak kaku, dapat beralih sesuai dengan perkembangan 2) Menyadari adanya tumpang tindi kompetensi dan menerapkan dalam praktek sehari- hari.



3) Menemui dan mengenali keunikan peran berbagai disiplin yang tidak bias diabaikan dan merupakan modal bersama. 4) Ranah perluasan ilmu dan ketrampilan yang dimiliki dan akan diterapkan merupakan yang paling komprehensif, terdapat keinginan untuk memikul beban berat bersama, hasrat untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan. 5) Interdisiplin dimulai dari disiplin, setelah itu mengembangkan permasalahan seputar disiplin tersebut. c. Anggota Tim Interdisiplin 1) Peran dan fungsi dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ) BMKG mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen(LPND), dipimpin oleh seorang Kepala Badan. BMKG mempunyai tugas yakni melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. b. Perumusan kebijakan teknis di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; d. Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian observasi, dan pengolahan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. e. Pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; f. Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan perubahan iklim; g. Penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika; h. Pelaksanaan kerja sama internasional di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; i. Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; j. Pelaksanaan, pembinaan, dan pengendalian instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika;



k. Koordinasi dan kerja sama instrumentasi, kalibrasi, dan jaringan komunikasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; l. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keahlian dan manajemen pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; m. Pelaksanaan pendidikan profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; n. Pelaksanaan manajemen data di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; o. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan BMKG; p. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BMKG; q. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG; r. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. s. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BMKG dikoordinasikan oleh t. Menteri yang bertanggung jawab di bidang perhubungan.



2.2.



Kerja Sama Multidisiplin Dalam Keperawatan Bencana a. Definisi Menurut Wywialowski (2004), multidisiplin atau multidisipliner mengacu pada tim dimana sejumlah orang atau individu dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam suatu proyek namun masing-masing individu bekerja secara mandiri. Setiap individu dalam tim multidisiplin memiliki keterampilan dan keahlian yang berbeda namun saling melengkapi satu sama lain. Pengalaman yang dimiliki masing-masing individu memberikan kontribusi yang besar bagi keseluruhan upaya yang dilakukan. Tim multidisiplin adalah sebuah kelompok pekerja kesehatan atau pekerja medis yang terdiri dari anggota – anggota dengan latar belakang ilmu profesi yang berbeda dan masing – masing anggota tim memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. b. Ciri-Ciri Multidisiplin 1) Setiap bagian ikut berperan cukup besar, melakukan perencanaan pengelolaan bersama. 2) Setiap bagian beraktivitas berdasarkan batasan ilmunya. 3) Konseptual dan operasional : terpisah-pisah. 4) d. Dalam pelayanan kesehatan, berbagai bidang ilmu berupaya mengintegrasikan pelayanan untuk kepentingan pasien. Namun setiap



disiplin membatasi diri secara ‘tegas’ untuk tidak memasukan ranah ilmu lain. c. Anggota Tim Multidisiplin 1) Dokter Peran dokter dalam keadaan bencana. Dokter merupakan salah satu praktis kesehatan yang sangat diperlukan dalam keadaan bencana peran dokter tersebu diantaranya:  Melakukan penanganan kasus kegawat daruratan trauma maupun non trauma seperti PPGD-GELS, ATLS, ACLS)  Melakukan pemeriksaan umum terhadap korban bencana.  Mendiangnosa keadaan korban bencana dan ikut menentukan status korban triase.  Menetapkan diagnosa terhadap pasien kegawat daruratan dan mencegah terjadinya kecatatan pada pasien.  Memberikan pelayanan pengobatan darurat  Melakukan tindakan medis yang dapat dilakukan di posko tanggap bencana.  Memberikan rekomendasi rujukan ke rumah sakit apabila memerlukan penanganan lebih lanjut  Melakukan pelayanan kesehatan rehabilitative



2) Tenaga dokter dalam tim penanggulagan kritis Dalam keadaan bencana diadakannya mobilisasi SDM kesehatan, diantarnya dokter, yang tergabung dalam suatu tim penanggulangan kritis yang meliput tim gerak cepat, tim penilaian cepat kesehatan (Tim RHA), dab tim bantuan kesehatan berikut kebutuhan minimal tenaga dokter untuk masing-masing tim tersebut:  Tim gerak cepa Merupakan tim yang bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah adanya kejasin bencana. Tenaga dokter yang dibutuhkan terdiri dari dokter umum/BSB 1 orang, dokter spesialis bedah 1 orang, dan dokter spesialis anastesis 1 orang.  Tim RHA Merupakan tim yang bisa diberangkatkan bersama dengan tim gerak cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Pada tim ini, tenaga dokter umum minimal 1 orang dikirikan.  Tim bencana kesehatan



Merupakan tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah tim gerak cepat dan tim RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka dilapangan. 3) Perawat Fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana dapat dijabarkan menurut fase dan keadaan berlaku saat terjadi bencana seperti dibawah ini : a) Fase pra bencana  Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.  Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembagalembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.  Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi Usaha pengobatan diri sendiri (pada masyarakat tersebut) dan Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota keluarga yang lain. b) Fase bencana  Bertindak cepat  Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan takut memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.  Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan d) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan. c) Fase pasca bencana  Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban.  Stress psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang merupkan sindron dengan tiga kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa – peristiwa yang memacunya. Ketiga, individu akan menunjukkan gangguan fisik. Selain itu individu dengan PTSD



dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalahm dan gangguan memori.  Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure lintas sector manangani masalah kesehatan masyarakat pasca bencana.



4) Ahli gizi Kegiatan penaganan dan tugas ahli gizi pada situasi bencana perlu efesien dan efektif antara lain, sebagai berikut:  Menyusun menu bagi sekelompok masyarakat korban bencana alam.  Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari perisapan samppai perindistribusian.  Pegawasan logistik bantuan bahan makanan dan minuman.  Memantau keadaan gizi pengungsian khusus balita dan ibu hamil.  Pelaksanaan koseling gizi gratis yang disediakan untuk masyarakat korban bencana alam.  Pemberian suplemen zat gizi makro (kapsul vitamin A, untuk balita dan tablet besi untuk ibu hamil). 5) Fisioterapi  Fisioterapi harus mampu mebina hubungan baik secara intense dengan instansi yang diakui secara internasional / LSM untuk memastikan bahwa layanan professional dikoordinasikan dan dimasukkan sebagai bagian dari program rancangan pembangunan nasional yang berkelajutan dalam kerangka manajemen bencana.  Mitigasi dan kesiapan adalah cara utama untuk mengurangi dampak bencana dan mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis masyarakat/manajemen harus menjadi praktek manajemen fisioterapi.  Korban bencana yang mengalami luka fisik dapat di fase awal dapat mendapat perawatan di rumah sakit terdekat, atau pada langkah sementara dilokasi dengan bantuan medis oleh tim bantuan bencana local secaara organisasi bantuan internasional. Namun kembali ke rumah mereka untuk membangun kembali kehidupan mereka adalah keentingan utama bagi para korban. 6) Pekerja sosial Profesi pekerja sosial memiliki peran penting dalam penggulangan bencana baik pada saat pra bencana, tanggap darurat maupun pasca bencana pada saat pra bencana, kontribusi pekerja sosial berfokus pada



upaya pengurangan risiko bencana, antara lain melalui kegiatan , peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dan mitigasi dala menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, pemetaan kapasitas masyarakat, dan melalukan advokasi ke berbagai pihak terkait kebijakan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, pekerja sosial membantu pemulihan kondisi fisik dan penanganan psikososial dasar bagi korban bencana. Pada saat pasca bencana, pekerja sosial melakukan upaya pemulihan kondisi psikologis korban bencana, khususnya mengatasi trauma dan pemulihan kondisi sosial, serta pengembangan kemandirian korban bencana. 7) POLRI Peran Polri dalam mendukung manajemen penanggulangan bencana melalui;  Meningkatkan pembinaan masyarakat melalui kegiatan community policing sehingga masyarakat diharapkan mampu mencegah dan menghindari terjadinya tindakan kejahatan yang akan menimpa dirinya mampu kelompoknya.  Melaksanakan sosialisasi antisipasi terhadap bencana melalui pelatihan penyelamat saat terjadinya bencana serta terbentuknya sistem deteksi dini adanya bencana yang dapat dimengerti oleh masyarakat.  Meningkatkan kepatuhan hukum dari masyarakat agar tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum pada saat terjadinya bencana penyuluhan dan pengorganisasian kelompok masyarakat sadar hukum.  Melakukan kegitan kepolisian dalam rangka memberikan jaminan rasa aman kepada masyarakat baik jiwa maupun harta melalui kegiatan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta penegakan hukum yang professional dengan menjunjung tinggi HAM.  Melakukan pembenhan dan peningkatan internasional organisasi polri melalui peningkatan kuantitas dan kualitas personil medasari paradigma baru polri, meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, menciptakan sistem dan metode serta anggaran yang mampu mendukung operasional polri dalam penggulangan bencana. 8) Tim SAR (Search And Rescue) Dalam hal kejadian bencana alam, peranan SAR adalah yang paling mengemuka karena harus bertindak paling awal pada setiap



bencana alam yang terjadi, sehingga SAR menjadi titik pandang bagi masyarakat yang tertimpa musibah. d. Kecakapan relawan Dalam perka BNPB No 17 ahun 2011 tentang pedoman relawan penanggulangan bencana mengatakan bahwa relawan penanggulangan bencana perlu memiliki kecakapan kecakapan atau keterampilan khusus yang dibutuhkan



dalam



penanggulangankhusus



yang



dibutuhkan



dalam



penanggulangan bencana. Kemahiran relawan dapat digolongkan dalam kelompok kecakapan berikut : 1. Perencanaan Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau memiliki pengalaman terlibat dalam perencanaan penanggulangan bencana dapat mendukung proses perencanaan kontinjensi, perencanaan tanggap darurat dan perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. 2. Pendidikan Relawan yang terdidik sebagai pendidik dan atau pengalaman menyelenggarakan pendidikan dalam situasi darurat dan pasca bencana dapat membantu petugas dalam menjalankan akan pendidikan bagi para penyintas bencana terutama anak-anak yang masih berada dalam usia sekolah. 3. Pelatihan, geladi dan simulasi bencana Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang pelatihan, gladi dan simulasi bencana dapat mendukung masyarakat dalam peningkatan kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan dan simulasi bencana. 4. Kaji cepat bencana Relawan yang pernah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam kayu cepat bencana dapat mendampingi para petugas kaji cepat dalam melakukan pendataan korban pengungsian dan kerusakan serta kerugian akibat bencana.



5. Pencarian dan penyelamatan (SAR) dan evakuasi Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat membantu dalam upaya pencarian dan penyelamatan ataupun evakuasi korban bencana. 6.



Logistik Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang logistik bencana dapat membantu para petugas dalam mengelola penerimaan penyimpanan dan distribusi logistik bencana, termasuk pencatatan dan pelaporan nya.



7. Keamanan pangan dan nutrisi Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung para petugas dan menjaga kecukupan pangan dan status nutrisi para penyintas bencana dalam penampungan sementara. 8. Dapur umum Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang pengelolaan dapur umum dapat mendukung para petugas dalam



menyiapkan



makanan



bagi



para



penyintas



bencana



dan



penampungan sementara termasuk menjaga kecukupan, kualitas dan kehigienisan makanan yang disiapkan. 9. Pengelolaan lokasi pengungsian dan Huntara Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung para petugas dalam mengelola lokasi penampungan bagi para penyintas bencana. 10. Pengelolaan posko penanggulangan bencana Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung para petugas dalam mengelola posko penanggulangan bencana. 11. Kesehatan/medis Relawan yang terdidik dalam bidang kesehatan dan atau memiliki pengalaman dalam bidang medis dapat mendukung para petugas dalam



menjaga



kesehatan



para



penyitas



bencana,



termasuk



dalam



penyelenggaraan pelayanan kesehatan keliling. 12. Air bersih, sanitasi dan kesehatan lingkungan Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung para petugas dalam mencegah timbulnya penyakit di lokasi lokasi penampungan para penyintas bencana melalui pengelolaan air bersih, sanitasi dan kesehatan lingkungan. 13. Keamanan dan perlindungan Relawan yang terdidik atau telah menerima pelatihan dan atau memiliki pengalaman dalam bidang ini dapat mendukung petugas dalam menyediakan keamanan dan perlindungan bagi para penyintas bencana dan aset mereka. 14. Gender dan kelompok rentan Relawan yang terjadi atau telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam isu gender dan kelompok rentan dapat mendukung petugas dalam menjaga serta melindungi kepentingan kelompok kelompok yang lebih rentan. 15. Psikososial/konseling/penyembuhan trauma Relawan yang terdidik atau pernah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung petugas dalam menjaga kesehatan jiwa penyitas bencana termasuk menangani dampak pada hubungan keluarga. 16. Administrasi Relawan yang telah menerima pendidikan dan atau pelatihan pengelolaan



administrasi



dan



berpengalaman



menguasai



prosedur



administrasi dapat membantu kegiatan-kegiatan administrasi dalam penanggulangan bencana. 17. Bahasa asing Relawan yang telah menerima pendidikan atau pelatihan bahasa asing dan atau menguasai serta berpengalaman dalam menggunakan



bahasa asing dapat membantu mendampingi pihak-pihak asing yang terlibat dalam respon bencana di Indonesia. 18. Informasi dan komunikasi Relawan yang telah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung para petugas dalam mengelola penyampaian informasi, termasuk informasi peringatan dini jika bahaya masih mengancam, dan mendukung kelancaran komunikasi dalam situasi darurat bencana. 19. Hubungan media dan masyarakat Relawan yang telah menerima pendidikan dan pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat mendukung petugas dalam menyampaikan informasi kepada media dan masyarakat termasuk menampung keluhan keluhan dari pihak media dan masyarakat termasuk menampung keluhan keluar dari pihak masyarakat penyintas bencana maupun pendukung yang tinggal di sekitar lokasi penampungan sementara. 20. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan Relawan yang telah menerima pelatihan pemantauan, evaluasi dan pelaporan dan atau berpengalaman dalam menguasai keterampilan keterampilan ini dapat membantu kegiatan pemantauan evaluasi dan pelaporan dalam penanggulangan bencana. 21. Promosi dan mobilisasi relawan Relawan yang terdidik atau pernah menerima pelatihan dan atau berpengalaman dalam bidang ini dapat membantu promosi relawan serta memobilisasi relawan dalam situasi bencana. 2.3.



Komunikasi Multidisiplin Dalam Keperawatan a. Menciptakan hubungan interpersonal yang baik Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting dalam upaya penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan baik antara pasien dan anggota tim memberikan dampak positif pada kepuasan pasien, pengetahuan dan pemahaman,



kepatuhan terhadap program pengobatan, dan hasil kesehatan yang terukur. b. Bertukar informasi Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin informasi dari pasien agar dapat mendiagnosa dengan tepat jenis penyakit yang diderita pasien dan merumuskan rencana penanganan dan perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui, memahami, merasa dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu, kedua belah pihak sangat perlu melakukan komunikasi dua arah sebagai upaya untuk saling bertukar informasi. c. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian adalah salah satu penyebab keberhasilan dalam komunikasi. Perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab dalam memberikan perhatian dan memobilisasi semua indera untuk mempersespi semua pesan verbal maupun pesan nonverbal yang diberikan oleh pasien. Dengan mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, perawat dapat menilai situasi dan masalah yang dialami pasien. Selain itu perawat juga dapat meningkatkan harga diri pasien dan mengintergrasikan diagnosa keperawatan dan proses perawatan. d. Penggunaan bahasa yang tepat Informasi yang diberikan selama proses konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien perlu dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasien dan anggota pasien. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam proses konsultasi, penanganan, dan perawatan pasien hendaknya tidak menggunakan jargon dan istilah teknis kesehatan kecuali dijelaskan secara komprehensif. Yang harus dihindari juga adalah penggunaan eufemisme karena dapat mengarah pada ambigu. e. Bahasa tubuh dan penampilan Bahasa tubuh dalam komunikasi dan penampilan juga hendaknya menjadi bahan pertimbangan dan perlu diperhatikan dengan baik. Berbagai komunikasi nonverbal yang ditampilkan seperti postur tubuh, gaya, dan perilaku dapat berdampak pada kemajuan dan hasil konsultasi antara pasien dan anggoa tim. Untuk itu, bahasa tubuh yang ditampilkan selama proses konsultasi harus ditampilkan secara lengkap dan fokus pada pasien.



f. Bersikap jujur Bersikap jujur merupakan salah satu konsep moral dalam komunikasi keperawatan. Anggota tim seperti perawat harus bersikap jujur agar diskusi atau konsultasi yang dilakukan tidak menimbulkan kecurigaan, keraguan, dan kesalahpahaman. Jika ada kebutuhan untuk diskusi yang terpisah dengan anggota keluarga pasien maka harus dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik seperti hati – hati memperhatikan tempat diskusi, dan waktu yang tepat. g. Memperhatikan kebutuhan pasien Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa yang menjadi kebutuhan komunikasi pasien. Beberapa orang pasien hanya ingin didengar tanpa banyak penjelasan dan beberapa pasien lainnya ingin mengetahui penjelasan yang lengkap tentang penyakit yang diderita. Perawat harus dapat mendeteksi setiap apa yang diinginkan pasien. h. Mengembangkan sikap empati Empati merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik.Yang dimaksud dengan empati adalah perawat dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien. Dalam artian, perawat hendaknya dapat memposisikan dirinya pada posisi pasien.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang digunakan untuk mengantisipasi bencana. Faktor utama yang menjadi kunci untuk kesiapsiagaan adalah pengetahuan. Dengan pengetahuan yang dimiliki dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu proses manajemen bencana, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan resiko bencana.



B. SARAN Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA Agus Muslim M,kep & Afif M,kep (2018). Modul pembelajaran Keperawatan Bencana. Jombang: @ 2018 Icme Press Adventina Delima Hutapea, D. H. DKK (2021). Keperawatan Bencana. Jakarta: Yayasan Kita Menulis. Wigyono Adiyoso, (2021).Uergensi pendekatan multi dan inter-disiplin ilmu dalam penanggulangan bencana . Jurnal, vol IV No 2. Hikmat, 2001. Masyarakat Dalam Kesehatan Agung Sentosa. Jakarta.