Kisah Seorang Penjual Koran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kisah Seorang Penjual Koran Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi. Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Doni. Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Doni?” tanya Bang Karno. “Biasa saja.”jawab Doni. Bang Karno mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Doni untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat. Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Doni setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab. Ketika Doni sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam. Doni jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Doni khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus. “Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Doni segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?” Doni membolak-balik cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya. “Lho,…ini kan milik Pak Alif. Kasihan sekali Pak Alif , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam hati. Apa yang diperkirakan Doni itu memamg benar. Rumah Pak Alif telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Doni dengan segera memberitahukan Pak Alif. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Alif karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur. Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Alif memberikan modal kepada Doni untuk membuka kios di rumahnya. Kini Doni tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan majalah kepada pelanggannya, Doni digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.



Cerpen singkat yang kedua Gadis Penjaja Tikar Suasana Kebun Raya Bogor dipenuhi dengan pengunjung. Laki-laki, perempuan, tua maupun muda semuanya ada disana. Saat itu adalah hari libur panjang sekolah sehingga banyak pengunjung yang pergi liburan. Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan kejenuhan. Seorang anak kecil tiba-tiba datang. Dengan pakaian sederhana, ia menjajakan tikar dari plastik kepada para pengunjung ke pengunjung lain, ia terus menawarkan tikarnya. “Pak, mau sewa tikar?”katanya pada Pak Umar. “Berapa harga sewa satu lembar tikarnya?”tanya Pak Umar. “Lima ribu rupiah, Pak!”jawabnya dengan suara lembut. “Bagaimana kalau Bapak ambil tiga puluh ribu rupiah?”tanya Pak Umar lagi. Gadis itu diam sejenak. Kemudian ia pun berkata,”Baiklah kalau begitu. Silahkan pilih, Pak!” Pak Umar memilih tikar plastik yang akana disewanya. Dalam hati Pak Umar ada rasa tak tega terhadap gadis itu. Gadis berusia delapan tahun harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. “Kamu sekolah?”tanya Pak Umar. “Sekolah, Pak! Saya kelas empat SD. “jawabnya.”Mengapa kamu menyewakan tikar plastik ini?”tanya Pak Umar lagi. “Saya harus membantu ibu saya. “jawab gadis itu. “Kemana ayahmu?”Pak Umar bertanya lagi. “Bapak telah lama meninggal dunia. Untuk itu, saya harus membantu ibu untuk mencari uang,”jawab gadis itu pelan. Mendengar cerita gadis tersebut, Pak Umar merasa terharu. Pak Umar merasa kasihan terhadap anak tersebut. Diambilnya beberapa lembar uang dua puluh ribuan lalu diberikannya kepada gadis kecil itu. “Pak maaf, saya tidak boleh menerima uang jika tidak bekerja, “katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Mengapa?”tanya Pak Umar heran. “Kata ibu, saya boleh menerima uang kalau memamg hasil bekerja. Saya tidak boleh meminta belas kasihan dari orang. “Mendengar perkataan gadis itu, Pak Umar makin terharu. Ia tahu kalau ibu gadis kecil itu seorang yang berbudi luhur. “Begini saja, kalau memang harus bekerja, sekarang bantu Bapak beserta keluarga. Tolong kamu bawakan rantang ini. Kita akan makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!” kata Pak Umar ramah. Pak Umar dan keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut. Mereka pun menggelar tikar plastik yang baru saja disewanya. Gadis kecil itu pun diajak untuk makan bersama



SALAH MENGARTIKAN “Maaf aku gak bisa” itulah jawaban yang dia berikan setelah aku menyatakan perasaanku dan berharap dia menjadi pasanganku. Dia adalah Hana, wanita yang aku sukai sejak awal kita bertemu, bisa dibilang dialah cinta pandangan pertama ku. Tapi dia telah menolak cintaku meski tanpa ada alasan yang jelas. Dan sekarang semua berubah setelah kejadian itu. Dulu kita adalah teman yang dekat, sudah lama kita saling kenal. Dia telah menganggapku sebagai sahabatnya, dan dia juga menganggapku sebagai kakaknya karena memang aku lebih tua beberapa bulan. Sejak kelas 1 smp sampai kelas 1 sma kita selalu satu kelas namun kelas 2 sma kita mulai beda kelas karena aku lebih memilih jurusan ips dan dia memilih jurusan ipa. Meskipun berbeda kelas tapi kita masih tetap dekat bahkan sering bermain bersama. Hari demi hari aku semakin dekat dengan Hana dan perasaan suka yang aku simpan sejak awal kita bertemu pun semakin tumbuh. Karena aku merasa nyaman dengan hana, aku pun berencana untuk menyatakan rasa cintaku. Dan hari ulang tahun hana satu minggu lagi, aku pikir itulah momen yang tepat untuk menyatakan perasaanku. Seminggu kemudian, hari ulang tahun hana pun tiba. Dengan membawa seikat bunga dan sekotak kado akupun datang ke kelas hana. “Hana.. Selamat ulang tahun yaa” kataku sambil memberikan bunga dan kado untuknya. “Terima kasih ya.. Kak” jawab Hana. “Ciee.. Ciee..” Sahut meriah teman satu kelas Hana. Aku meninggalkan surat di atas bunga, dan berharap dia akan membacanya. Setelah itu aku kembali ke kelas ku dan menanti jawaban dari surat itu. Setelah satu minggu terlewati dan jawaban dari hana pun tak kunjung datang. Tiba tiba “tuutt.. tuutt..” tanda panggilan masuk dan ternyata dari hana. “Hallo, ada apa Han?” Kataku mengawali percakapan. “Hallo kak, ada yang aku mau omongin kak tentang surat yang di bunga itu” Jawab Hana panjang lebar. “Iya” Kataku. “Sebelumnya makasih ya kak atas kadonya, tapi soal surat itu, maaf aku gak bisa, tapi kita masih bisa jadi sahabat kok kak” Katanya. “Tapi kenapa gak bisa?” Tanyaku. “tutt.. tutt..” Dia menutup telpon tanpa menjawab pertanyaan ku. Keesokan harinya saat kita bertemu, keaadaan sedikit berbeda, aku sedikit kaku ngobrol dengan Hana. Tapi Hana memang sahabat yang baik, dia menganggap tidak ada yang perlu dipermasalahkan tentang surat itu. Aku pun mulai sadar kalau dia cuma menganggapku sebagai sahabatnya saja, mungkin aku yang salah mengartikan persahabatan kita. END



"Nasihat Sahabat" "Sudah seribu kali, aku mengatakan hal itu padamu. Dia kan beda Ras dengan kita"ucap Dinda. "Kamu milih dia apa aku, sahabatmu." "Jelas aku milih dia! Kamu enggak tau gimana rasanya jatuh cinta."teriakku kesal dan pergi meninggalkannya. Dinda, sahabatku selalu berkata hal yang sama. Dia tidak menyetujuiku dengan White, pacarku yang bule ini. Memang aku dan Dinda sudah bersahabat dari SMP dan sekarang kami sudah mau lulus SMA. Aku enggak suka kalau Dinda ikut campur urusanku dengan White, cowo bule yang baru berpacaran denganku sebulan lalu. Dinda selalu saja menyuruhku untuk tidak dekat dengan White apa lagi berpacaran dengannya. Dinda yang memperkenalkanku dengan White. Awalnya mereka sering chat dan Dinda mengenalkan White padaku karena aku suka dengan cowo bule. Tapi Dinda enggak pernah menyangka, kalau hubungan kami akan seserius ini. White, cowo bule dari California, Amerika. Berumur setahun lebih tua daripadaku. Ia baik, sopan dan ramah. Awalnya White memintaku menjadi pacarnya sehari setelah aku berkenalan dengannya. Menurutku ini terlalu cepat. Jadi aku tidak menerimanya. Seminggu kemudian, ia menembakku lagi, karena aku sudah merasakan getar-getar cinta, ya aku pun menerimanya. Toh tidak ada salahnya mencoba hubungan ini. White selalu bilang, 'Disini (California) mereka pacaran untuk mengenal seseorang lebih jauh.' Sementara di Indonesia, kebanyakan remaja pacaran karena sudah mengenal pasangannya. Aku dan Dinda sudah tidak saling bicara lagi semenjak hari itu. White berjanji akan datang ke Indonesia dan memintaku menemaninya untuk berjalan-jalan. Timbullah rasa penasaranku mengapa aku tidak boleh terlalu dekat dengan White. "Din, jelasin ke aku, kenapa aku ga boleh deket sama White!"ucapku sambil duduk disampingnya. "Kamu enggak bakal percaya sama aku, lagian kamu sudah mencintainya kan?"Dinda yang sekarang meninggalkan aku sendiri dikelas. Terserah! Terserah si Dinda deh, aku tidak akan menanyainya lagi. Entahlah, mengapa aku bisa mengucapkan kata-kata itu, aku lebih memilih White, orang yang baru ku kelas daripada Dinda, sahabatku? White pun memutuskan untuk datang ke Indonesia. Aku sudah janji akan menemaninya. Kami pun pergi ke mal dan aku mengantar White ke hotel tempatnya ia mengginap. "Kamu harus tidur bersamaku. Kan kamu sudah janji ingin menemaniku. Bukankah kamu mencintaiku?"ucap White menarik lenganku.



"Lepasin White. Aku enggak mau."aku terus merontah. Klik! Pintu kamar terbuka, security dan Dinda berdiri didepan pintu. Aku langsung lari kedekapan Dinda. Kami pun pergi meninggalkan White sendiri. "Itulah mengapa aku enggak mau kamu sama White."ucap Dinda. "Dulu setelah aku mengenalkan White padamu, ia memintaku berfoto tanpa pakaian. Tapi aku tidak melakukannya dan aku mengingatkanmu supaya kamu tidak dekat dengannya." "Kok kamu bisa tau aku disini?" "Aku mengikuti kalian seharian ini."ucap Dinda. Kisah menyentuh hati (TENTANG IBU) ;'( Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang. Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?” ” Ya, tetapi, aku tdk membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu “Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”. Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. “Adaapa nona?” Tanya si pemilik kedai. “tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya. “Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi !, tetapi,… ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”



“Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi utukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya” Ana, terhenyak mendengar hal tsb. “Mengapa aku tdk berpikir ttg hal tsb? Utk semangkuk bakmi dr org yg baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya. Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia mnguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg hrs diucapkan kpd ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tdk memakannya sekarang” Pada saat itu Ana tdk dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya. Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kpd org lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kpd org yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.