Kitab Kuning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KHAB KUNING PESAINTREN DAN TAREHAT



Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia



Martin Van Bruinessen Pengantar: Abdurrahman Wahid



o



PEHEHMT MIZAN KHAZANAH ILMU-ILMU ISLAM



KITAB KUNING, PESANTREN, DAN TAREKAT: TRADISI-TRADISI ISLAM DI INDONESIA Karya



Martin van Bruinessen Hak cipta dilindungi undangundang All rights reserved Cetakan I, Sya'ban 1415/Januari 1995 Cetakan II, Dzulhijjah 1415/Mei 1995 Cetakan III, Rabi' Al-Awwal 1420/Juli 1999 Diterbitkan oleh Penerbit Mizan Anggota IKAPI Jin. Yodkali 16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 — Faks. (022) 707038 e-mail: [email protected], [email protected] http://www.mizan.co.id, //www.mizan.com Desain sampul: Gus Ballon



U CAP AN TERIMA KASIH



6 Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat



Beberapa tulisan yang dikumpulkan dalam buku ini merupakan hasil pengamatan dan penelitian saya selama berada di Indonesia, yakni sekitar satu windu. Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada dua lembaga dan dua orang yang memungkinkan saya melanjutkan kajian ini. Dari tahun 1986 sampai 1990 saya bertugas di LIPI Jakarta sebagai konsultan metodologi penelitian dan antara lain dilibatkan dalam penelitian tentang sikap dan pandangan hidup ulama Indonesia. Satu tahun kemudian, saya kembali ke Indonesia dan mengajar dua setengah tahun (1991-1993) di IAIN Sunan Kalijaga, dalam rangka proyek INIS (keija sama Departemen Agama RI dengan Universitas Leiden di bidang Studi Islam). Melalui kedua tugas ini saya sempat bertemu dengan banyak ulama dan pemikir Islam Indonesia dan secara berangsur mulai mengenal budaya pesantren. Di LIPI sayajuga bertemu dengan Abdurrahman Wahid, yang ikut serta dalam penelitian tersebut sebagai nara- sumber. Ia memperkenalkan saya kepada kiai-kiai terkemuka dan sangat membantu saya mencari bahan tertulis. Ia juga yang banyak mendorong saya untuk menulis tentang Islam "tradisional." Dorongan pertama, sebetulnya, saya dapat dari Masdar F. Mas’udi, yang juga saya kenal melalui penelitian LIPI. Masdar menjadi teman berbincang tentang tradisi pesantren dan kitab kuning, dan ia mengajak saya menulis di majalah Pesantren. Saya telah belajar banyak dari Gus Dur dan Masdar; dampak diskusi dengan mereka dapat dijumpai dalam hampir setiap bab buku ini. Beberapa tulisan yang pembaca temukan dalam buku ini pernah diterbitkan dalam bahasa Indonesia di majalah Pesantren dan Ulumul Qur’an; sejumlah tulisan lain telah terbit (atau akan terbit dalam waktu dekat) dalam majalah atau buku berbahasa Inggris. Dua tulisan ("Studi Tasawuf di Makkah pada Akhir Abad Kedelapan Belas" dan "Asal-usul dan Perkembangan Tarekat di Asia Tenggara”) merupakan tulisan baru yang saya susun khusus untuk melengkapi buku ini. Yang dicantumkan di sini, hanya tulisan saya tentang tradisi pengajaran dan pengamalan Islam di Nusantara, agar bukunya tidak terlalu beraneka ragam. Pada lain kesempatan, insya Allah, tulisan-tulisan saya mengenai Islam, kemiskinan dan politik akan dikumpulkan dan diterbitkan kembali. Untuk keperluan buku ini, tulisan berbahasa Inggris diteijemahkan dengan baik oleh Farid Wajidi, sedangkan semua artikel berbahasa Indonesia disusun kembali dan diperbaiki dengan bantuan Kholidy Ibhar dan Farid Wajidi. Kepada



7 Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat



kedua teman ini saya mengucapkan terima kasih banyak atas usaha mereka membuat uraian saya menjadi lebih jelas dan mudah dimengerti. Yogyakarta, 16Januari 1994



ISI BUKU



Ucapan Terima Kasih — 5 Daftar Tabel dan Bagan — 7 Martin van Bruinessen dan Pencariannya — 11 Oleh Abdurrahman Wahid



BAGIAN I. PENDIDIKAN TRADISIONAL ISLAM DI INDONESIA—15 Pesantren dan Kitab Kuning: Kesinambungan dan Perkembangan dalam Tradisi Keilmuan Islam di Indonesia — 17 Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji — 41 Studi Tasawuf pada Akhir Abad Kedelapan Belas: ‘Abd Al-Samad AlFalimbani, Nafis Al-Banjari, dan Tarekat Sammaniyah — 55 Ulama Kurdi dan Murid Indonesia Mereka — 88 Kitab Fiqih di Pesantren Indonesia dan Malaysia — 112 Kitab Kuning: Buku-buku Berhuruf Arab yang Dipergunakan di Ling- kungan Pesantren — 131 Kitab Kuning dan Perempuan, Perempuan dan Kitab Kuning — 172 BAGIAN II. TAREKAT-TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA — 185 Asal-usul dan Perkembangan Tarekat di Asia Tenggara — 187 Tarekat Qadiriyah dan Ilmu Syaikh Abdul Qadir Jilani di India, Kurdistan, dan Indonesia — 207 Najmuddin Al-Kubra,Jumadil Kubra, dan Jamaluddin AlAkbar:Jejak- jejak Pengaruh Tarekat Kubrawiyah terhadap Islam Indonesia



Masa Awal — 223 Qadhi, Tarekat, dan Pesantren: Tiga Lembaga Keagamaan di Banten pada Zaman Kesultanan — 246 Tarekat Khalwatiyah di Sulawesi Selatan — 285 Tarekat dan Guru Tarekat dalam Masyarakat Madura — 304 Tarekat dan Politik: Amalan untuk Dunia atau Akhirat? — 330 Sumber Tulisan — 345 Kepustakaan — 347 Indek —367



DAFTAR TABEL DAN BAGAN



TABEL 1. Daftar Kitab Fiqih dan Ushul Al-Fiqh yang Digunakan di Pesantren — 115 dan 154 2. Persentase Ruang yang Digunakan untuk Pokok-pokok Bahasan Utama dalam Kitab Fiqih Pilihan — 126 3. Daftar Kitab Tata Bahasa Arab, Tajwid, dan Logika — 149 4. Daftar Kitab Akidah (Ushuluddin dan Tauhid) — 155 5. Daftar Kitab Tafsir Al-Quran — 158 6. Daftar Kitab Hadis Dan Ilmu Hadis — 160 7. Daftar Kitab Tasawuf dan Akhlak — 163 8. Daftar Kitab Sirah Nabi Saw. — 168 BAGAN 1. Silsilah Kubrawiyah Cabang Hamadaniyah dan Cabang Ahmad AlQusyasyi — 245



MARTIN VAN BRUINESSEN DAN PENCARIANNYA Abdurrahman Wahid1) Buku kumpulan tulisan Martin van Bruinessen ini menggambarkan intensitas pencarian kebenaran ilmiah yang sangat menarik yang di- lakukan oleh pakar kajian Islam dari negeri Kincir Angin. Selain sebagai sebuah proses berpikir yang benar-benar ilmiah, hasil karya Martin van Bruinessen ini juga mencerminkan sebuah upaya pencarian jati diri yang sangat menarik. Bermula dari upaya mengenal objek kajian berupa berbagai aspek kehidupan Islam di negeri ini, upaya pakar yang satu ini akhirnya berujung pada pemetaan masalah-masalah yang masih diha- dapi oleh umat Islam di Indonesia. Bermula dari sekadar keingintahuan objektif dari seorang peneliti, buku ini berkesudahan pada munculnya rasa empati akan kehadiran Islam di kepulauan katulistiwa ini. Martin van Bruinessen tidaklah asing dengan berbagai aspek kehidupan umat Islam, karena ia memang menaruh minat besar kepada Islam sebagai cara hidup yang dijalani oleh sebuah satuan etnis bernama bangsa atau suku bangsa. Kajiannya yang mendalam atas kehidupan kaum tarekat Naqsyabandiyah di tanah Kurdistan, yang menjadi objek disertasi ilmiahnya, memberikan kepadanya lebarnya spektrum wilayah kehidupan umat Islam yang diliputnya. Tidak hanya dari sudut teologis dan doktrin agama belaka, iajuga harus meliputinteraksi empirik antara kaum Muslim Kurdi dengan tantangan yang dibawakan oleh proses modernisasi. Tidak hanya perkembangan politik yang dihadapi para pengikut tarekat tersebut di tanah Kurdistan, dengan latar belakang historis yang sangat beraneka ragam coraknya, tetapi juga pengamatan sosiologis dan antropologis yang sangat rumit yang dilalui oleh bangsa tersebut selama ini. Bukan hanya gambaran etnografis dari bangsa malang yang kini terpecah dalam empat kawasan kenegaraan, sebagai salah satu bukti keterbelakangan dari bentuk negarabangsa (nation- state), tetapi juga pergumulan strategis dalam percaturan antarbangsa yang sangat dahsyat. Dari pengalamannya yang sangat mendalam akan tradisi keilmuan Islam ulamaulama Kurdi, Martin van Bruinessen mampu menelusuri perjalanan tradisi tersebut ke kawasan Asia Tenggara melalui jalur penu- laran ilmu-ilmu agama di tanah Arabia, dari Aleppo di kawasan utara (Syria) hingga Yaman di sebelah selatan. Sudah tentu dengan tidak melupakan kawasan Hijazdi pantai baratjazirah Arabia, utamanya kedua kota suci Makkah dan Madinah. Khususnya sejak abad ke-19 ketika pelayaran teratur dengan kapal api telah dibuka melalui terusan Suez yang menghubungkan Asia Tenggara dengan Eropa. Sedangkan pada saatyang bersamaan, perkebunan-perkebunan tebu, teh, 1 Abdurrahman Wahid adalah Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.



9



10 Kitab Kuning, Pesan tren, dan Tarekat



dan sebagainya telah melahirkan kelompok orang kaya baru di kalangan para petani Muslim yang taat (santri). Kedua faktor di atas menyebabkan terbukanya jalur pelayaran baru dan munculnya kekuatan ekonomi baru pula, yang pada gilirannya memungkinkan munculnya tradisi baru untuk "menuntut ilmu di tanah suci". Superioritas tradisi keilmuan kaum tarekat Naqsyabandiyah dari Kurdistan, yang telah merajai kawasan Hijaz dalam abad ke-19 M, segera dirasakan bekasnya yang sangat mendalam oleh kaum Muslim dari kawasan Asia Tenggara. Keterpautan kaum Muslim Kurdi kepada mazhab Syafi‘i dalam fiqih (hukum agama) membuat mudahnya tradisi keilmuan mereka segera diserap dan disebarluaskan di kalangan ulama Nusantara, yang umumnya juga bermazhab yang sama. Penelusuran Martin van Bruinessen akan pengaruh sangat kuat dari para ulama Kurdi dalam pengembangan tradisi keilmuan Islam klasik di kawasan Asia Tenggara, melalui kajiannya yang mendalam tentang silsi- lah keilmuan (intellectual genealogy) dan studi kritis atas buku-buku teks yang diajarkan di pesantren-pesantren sejak dua abad terakhir (ke-19 dan 20 M), menunjukkan betapa besarnya vitalitas cara-cara tradisional dalam menularkan ilmu pengetahuan yang diyakini oleh sebuah gene- rasi kepada generasi berikutnya. Dilihat dari pemetaan berkembangnya tradisi keilmuan Islam klasik yang dilakukan atas kawasan Asia Tenggara itu saja, dengan keberha- silannya mengungkapkan sumber-sumber tradisi itu sendiri di tanah Kurdistan, Martin van Bruinessen telah memberikan sumbangan sangat besar kepada kajian Islam di kawasan ini. Ia telah berhasil melepaskan tradisi keilmuan itu dari bayang-bayang para ilmuwan sebelumnya, se- misal Drewes dengan referensi langsung kepada masa Wali Songo, sebuah upaya memjuk yang sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun pencarian kebenaran ilmiah yang dilakukan Martin van Bruinessen itu tidak hanya berhenti di situ. Ia masih belum puas dengan temuannya tentang alur-alur sejarah keilmuan yang ditemukannya. Ia



Martin van Bruinessen dan Pencariannya 11



juga masih berusaha menemukan keterkaitan antara berbagai aspek tradisi tersebut. Wataknya yang terus mempertanyakan apa-apa yang telah dianggap sebagai kemapanan ilmiah membuatnya terus bertanya dan memperta- hankan segala sesuatu. Ia mempertanyakan kebenaran anggapan bahwa pondok pesantren dengan kurikulum yangdikenal sekarang, dengan 14 cabang kajian yang disilabuskan oleh Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Itmam Al-Dirayah, memang telah ada sejak zaman Wali Songo (abad ke-15 dan 16 M) itu. Telusuran Martin yang membawanya kepada sumber-sum- ber literatur keratonJawa (seperti Serat Centhini) dan arsip-arsip Kolonial Belanda tentang tanah Perdikan, akhirnya membawanya kepada kesim- pulan bahwa kurikulum universal yang digunakan kalangan pesantren saat ini berasal dari permulaan abad ke-19 M, dan bersumber pada dominasi tradisi keilmuan Islam di tanah Hijaz oleh para ulama Kurdi. Dengan demikian kita lalu mengetahui bahwa untuk waktu hampir dua abad lamanya, para "ulamajawi" telah menyerap tradisi dari kawasan Timur Tengah itu, untuk dijadikan standar baku bagi kawasan tanah asal mereka di Kepulauan Nusantara. Nama-nama besar seperti Syekh Arsyad Banjar, Syekh Abdul Karim Banten, Syekh Abd Al-Shamad Palembang, Syekh Saleh Darat di Semarang, Syekh Abd Al-Muhyi Pamijahan di Tasikmalaya, Syekh Mahfudz Termas di Pacitan, Syekh Khalil Bangkalan, dan Syekh Hasyim Asy'ari Tebuireng di Jombang merupakan perwakilan utama "tradisi Kurdi" di Kepulauan Nusantara. Namun, tidak hanya berhenti di situ saja proses perkembangan tradisi keilmuan kajian Islam di kawasan ini. Martin van Bruinessen juga menunjuk kepada penalaran kreatif oleh para "ulama Jawi" tersebut, seperti tertuang dalam karya- karya tulis mereka yang telah diterbitkan maupun yang belum. Ratusan judul karya mereka telah berhasil dihimpun dalam sebuah kepustakaan "kitab kuning pesantren" oleh Martin van Bruinessen, yang tentunya nanti akan berlanjut hingga menjadi ribuan judul, manakala upaya pencarian tetap diteruskan. Penelusuran Martin van Bruinessen atas isi karya-karya tulis para "ulama Jawi" itu membawanya kepada sebuah pengenalan yang unik akan respon adaptif dan kreatif oleh para ulama tersebut terhadap tantangan modernisasi yang dibawakan oleh peradaban modern dalam dua abad terakhir ini. Salah satu topik yang diliputnya adalah perubahan pandangan akan tempat dan peranan perempuan dalam kehidupan kaum Muslim di kawasan ini. Ditunjukkannya betapa luas jangkauan perubahan dalam pandangan para ulama dan kaum Muslim pada umum- nya tentang hak-hak dan posisi perempuan di kawasan ini, khususnya di Indonesia. Melalui telaah akan cara-cara para ilmuwan, ulama, dan para aktivis gerakan wanita Muslim di negeri ini dalam merumuskan posisi wanita dalam kehidupan itu, Martin van Bruinessen menunjuk kepada kemajuan besar yang telah dicapai di kawasan ini. Namun ini juga mencatat masihjauhnya cara-cara tersebut dari pemenuhan yang tuntas akan kebutuhan yang sangat terasa untuk memajukan hak-hak dan peranan para wanita Muslim secara keseluruhan. Melalui serangkaian hipotesis yang dikemukakannya dalam salah satu tulisan pada buku ini, Martin van Bruinessen memetakan jalan apa yang seharusnya ditempuh lebih jauh oleh para pemikir Muslim dalam konteks tersebut. Namun perhatian Martin van Bruinessen tidak hanya terkait dengan masalahmasalah kontemporer belaka. Ia juga menoleh ke belakang, ke sejarah masa lampau



12 Kitab Kuning, Pesan tren, dan Tarekat



Islam di negeri ini. Telaahnya akan tradisi ziarah ke makam Syekh Jamaluddin AlKabir bin Husain, atau di sementara lokasi dikenal dengan sebutan makam Syekh Jumadil Kubra, membawa Martin van Bruinessen kepada hipotesis tentang pernah berkembangnya tarekat Kubrawiyah di negeri ini. Tarekat yang berwatak perlawanan politik terhadap kekuasaan yang dianggapnya lalim itu hingga kini pun masih dilarang berkembangdi Turki, sehingga sangatlah menarik untuk melihat kemungkinan rekonstruksi masa lampau sejarah Islam di kawasan ini melalui pendekatan hipotesis itu. Kemampuan melihat proses yang berlangsung secara lintas sektoral dan lintas waktu itu, dengan kejelian-kejelian melihat berbagaifenomena dengan kerumitan konfigu- rasinyayang sangat tinggi tanpa kehilangan kejernihan pemikiran sama sekali, membuat telaah yang dilakukan Martin van Bruinessen sebagai sebuah proses rekonstruksi sejarah masa lampau bangsa kita sebagai sesuatu yang sangat hidup. Tampak dari apa yang diuraikan di atas bahwa sejarahwan umat Islam yang berasal dari negeri Kincir Angin ini memiliki jangkauan sangat luas dan refleksi sangat dalam akan kondisi kehidupan kaum Muslim sendiri. Sebagai pewaris tradisi kajian etnografis Belanda, yang terkenal dengan kedalaman refleksi, menunjukkan banyaknya data yang diolah Martin van Bruinessen untuk sampai kepada kesimpulan-kesim- pulan yang dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah. Kesabaran para ambtenar kolonial Belanda yang mencatat segala sesuatu dengan sangat setia, harus diimbangi dengan keberanian melakukan refleksi terus- menerus, yang hasilnya tentu akan bermanfaat bagi kita semua. Dari sudutinilah saya rasa betapapenting peranan kajian yang dilakukan oleh para pakar, semisal Martin van Bruinessen, dalam menggugah daya tahan umat Islam dari gempuran internal dan eksternal. 10-10-1994



til



BAGIAN PERTAMA



PENDIDIKAN TRADISIONAL ISLAM DI INDONESIA PESANTREN DAN KITAB KUNING: KESINAMBUNGAN DAN PERKEMBANGAN TRADISI KEILMUAN ISLAM DI INDONESIA



Salah satu tradisi agung ("great tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pesantren Jawa dan lembagalembaga serupa di luar Jawa serta Semenanjung Malaya. Alasan pokok munculnya pesantren ini adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional



14 Kitab Kuning, Pesan tren, dan Tarekat



sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. Kitab-kitab ini dikenal di Indonesia sebagai kitab kuning. Jumlah teks klasik yang diterima di pesantren sebagai ortodoks (al-kutub al-mu‘tabarah) pada prinsipnya terbatas. Ilmu yang bersangkutan dianggap sesuatu yang sudah bulat dan tidak dapat ditam- bah; hanya bisa dipeijelas dan dirumuskan kembali. Meskipun terdapat karya-karya baru, namun kandungannya tidak berubah. Kekakuan tradisi itu sebenarnya telah banyak dikritik, baik oleh peneliti asing maupun oleh kaum Muslim reformis dan modernis. Pesantren (atau pondok, surau, dayah dan nama lain sesuai daerah- nya) bukaolah satu-satunya lembaga pendidikan Islam. Dan tradisi yang muncul itu hanyalah satu dari beberapa aliran Islam Indonesia masa kini. Aliran-aliran modernis, reformis dan fundamentalis yang pada mulanya muncul sebagai penentang terhadap tradisi ini, dalam kadar terentu bahkan juga telah berkembang menjadi tradisi lain yang tidak kalah kakunya. Perhatian saya dalam tulisan ini adalah pada Islam tradisonal, meskipun pembatasan secara ketat untuk tidak membicarakan beberapa kelompok terakhir—yang dengannya selalu terjadi interaksi—tidak mungkin dapat dilakukan, dan pada tahun-tahun terakhir ini terlihat adanya konvergensi dengan kelompok-kelompok tersebut. Organisasi kaum reformis Muhammadiyah, misalnya, sekarang mempunyai pesantren, di mana di samping ada kurikulum sekolah, juga diajarkan kitab- kitab klasik berbahasa Arab (meskipun seleksi kitab-kitab klasiknya berbeda dengan 1 pesantren tradisional). Di hampir semua pesantren, pada sisi lain, teijadi pergeseran penekanan dalam materi kitab-kitab tradisional, yang tampaknya akibat pengaruh modernisme. Tafsir, hadit