Konsep Pasien Safety [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP PATIENT SAFETY 1.1. Definisi Patient Safety The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasien sebagai freedom from accidental injury. Senada dengan hal ini Hughes (2008) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi perawatan medis. Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



nomor



691/MEN



KES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit, definisi keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial cedera. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya



disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran. Dari beberapa definisi dari diatas dapat di simpulkan secara garis besar keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem rumah sakit yang membuat asuhan pasien lebih aman dengan pencegahan cidera terhadap pasien. 1.2. Tujuan Patient Safety Menurut Depkes RI (2006) Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) tujuan keselamatan pasien adalah : a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit b. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit. d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. 1.3. Standar Patient Safety Menurut Gerties dalam Rebecca (2007) patient-centered care terdiri dari 7 upaya keselamatan pasien : a. Peduli terhadap nilai-nilai pasien, pecegahan dan pengendalian kebutuhannya. b. Melakukan koordinasi dan integrasi perawatan. c. Pendidikan, Komunikasi dan Informasi d. Kenyaman fisik e. Dukungan emosi f. Membuat pasien sebagai keluarga atau teman. g. Transition and Continuity (keberlanjutan) Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : 1. Hak pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.



2. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “. b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden. c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien. e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien. 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.



b. Rumah



sakit



menyelenggarakan



pendidikan



dan



pelatihan



yang



berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. 1.4. Langkah penerapan patient safety (Depkes R1, 2006) Mengacu kepada standar keselamatan pasien , maka rumah sakit harus mendesain (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yaitu : a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien b. Pimpin dan dukung staf anda c. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko d. Kembangkan sistem pelaporan e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien g. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien 1.5. Sembilan Solusi live saving patient safety di RS (KKPRS, 2007) a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names). b. Pastikan identifikasi pasien. c. Komunikasi secara benar saat serah terima / pengoperan pasien d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar. e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated). f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.



g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube). h. Gunakan alat injeksi sekali pakai. i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi nosokomial. 1.6. Dasar hukum patient safety Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut: a. Pasal 53 (3) UUNo.36/2009 tentang kesehatan Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya. b. Pasal 32n UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit c. Pasal 29b UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman,



bermutu,



antidiskriminasi,



dan



efektif



dengan



mengutamakan



kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. d. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 tentang rumah sakit Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. e. Pasal 32d UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. f. Pasal 32e UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.



g. Pasal 32j UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. h. Pasal 32q UU No.44/2009 tentang rumah sakit Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana. i. Pasal 43 UU No.44/2009 1) Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. 2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. 3) Rumah sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri. 4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam angka meningkatkan keselamatan pasien. 5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri. j. Permenkes RI no.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: a. Assessment risiko b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien c. Pelaporan dan analisis insiden d. Kemampuan belajar dari insiden e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan risiko



1.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan patient safety Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di rumah sakit adalah sebagai berikut : a. Kepemimpinan Kuntoro (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu seni dan proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka memiliki motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi tertentu, sehingga sangat berperan dalam menentukan arah organisasi, mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan organisasi yang efektif. b. Individu Patient safety merupakan tantangan global yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai area, mencakup faktor manusia dan system perencanaan. Menurut Jones (2007) pemberian layanan kesehatan adalah aktivitas tim, serta para professional dan anggota tanpa lisensi dari berbagai disiplin. Berdasarkan model manajemen tradisional, penekanan adalah pada individu dalam tempat kerja, dan lebih menghargai pencapaian individu. Dalam hal keselamatan pasien, pemimpin harus memastikan bahwa menempatkan pekerja yang dimiliki mempunyai keterampilan untuk menjalankan fungsinya sehingga pelayanan yang diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit harus dapat mengadakan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para staf, karena pengetahuan para staf akan menentukan sikap mereka dalam mendukung keselamatan pasien. c. Budaya Jones (2007) berpendapat the organizational culture affects the outcomes of quality for the organization. Budaya organisasi mempengaruhi hasil dari mutu organisasi. Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Menurut Whithebead, Weiss & Tappen (2010) suatu kultur keselamatan mempromosikan kepercayaan, kejujuran, keterbukaan, dan ketransparanan. Organisasi dan kepemimpinan senior harus melakukan perubahan arah untuk mengembangkan budaya keselamatan, suatu lingkungan yang tidak menyalahkan di mana pelaporan kesalahan dipromosikan dan dihadiahi.



d. Infrastruktur Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Menurut Hughes (2008) temuan riset menunjukkan bahwa IT aplikasi dapat tingkatkan keselamatan pasien dengan standardisasi, kesalahan , dan mengengurangi data tulis tangan, diantara fungsi lain. e. Lingkungan Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan efektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari lingkungan fisik dan pengaturan di mana perawatan diberikan. Hughes (2008) berpendapat bahwa lingkungan kerja adalah tempat dimana perawat menyediakan perawatan pada pasien yang bisa menentukan kualitas dan keselamatan pelayanan.



DAFTAR PUSTAKA Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Nuha Medika : Yogyakarta. Yulia, Sri. 2010. Pengaruh Pelatihan Keselamatan Pasien Terhadap Pemahaman Perawat Pelaksana Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien di RS Tugu Ibu Depok, tesis M.Kep, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. Diakses tanggal 20 Oktober 2014,http://www.edu.ui.ac.id/files Depkes RI, 2006, Panduan nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). diakses tanggal 20 Oktober 2014, http ://www.depkes.go.id. Mustikawati, Yully H. 2011. Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera dan Kejadian Tidak Diharapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, tesis M.Kep, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. diakses tanggal 20 Oktober 2014, http://www.edu.ui.ac.id/files Hughes, Ronda. G.2008.Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of Nurses. Rockville MD : Agency for Healthcare Research and Quality Publications, diakses 20 Oktober 2014, http://www.ahrg.gov/QUAL/nursehdbk.



Peran SDM Kesehatan Menghadapi MEA Peran SDM Kesehatan menghadapi MEA diantaranya mengadvokasi pemerintah bahwa program Indonesia sehat yang dicita citakan Kementrian Kesehatan adalah sejalan dengan cita-cita MEA yang menekankan pada upaya promosi untuk hidup sehat. SDM Kesehatan berperan juga mengurus dan mengupayakan promotif preventif kesehatan masyarakat. Tercantum dalam Asean strategic Framework on Health Development (20102015). Area kerjasama Asean bidang kesehatan termasuk akses pelayanan kesehatan dan promosi prilaku sehat serta peningkatan kemampuan pengendalian penyakit menular. Peran selanjutnya adalah mendorong pergeseran anggaran dari upaya kuratif dan rehabilitatif



ke arah promotif dan preventif. Saat ini Kementrian Kesehatan telah



menganut paradigm sehat tetapi anggaran untuk promotif dan preventif masih belum mmencukupi. Dalam era MEA upaya kuratif lebih diprioritaskankarena terkait dengan “bisnis” alat dan fasilitas kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat



mempertahankan anggaran untuk



promotif dan preventif agar ditingkatkan untuk usaha kecil dan menengah (UKM). SDM Kesehatan masyarakat juga berperan dalam standarisasi mutu menuju daya saing global. Oleh sebab itu tenaga kesehatan masyarakat harus memenuhi antara lainstandarisasi dan sertifikasi agar siap uji kompetensi dan memiliki Surat Tanda Regristasi (STR) dan Institusi Pendidikan Kesehatan harus terakreditasi



perguruan



tinggi. Tidak kalah penting SDM Kesehatan masyarakat merupakan konsultan kesehatan dalam menata program-program pembangunan kesehatan dari mulai perencanaan hingga evaluasi sektor kesehatan. Saat ini Kementerian Kesehatan melalui program MTAF sedang mendata konsultan kesehatan masyarakat dan ahlinya. SDM Kesehatan memiliki peran sebagai penata system informasi dan mengumpulkan data kesehatan.Kementrian Kesehatan mulai merancang untuk ke depannya di era Informasi Teknologi semua data kesehatan dengan mengembangkan website dan sosial media sebagai wadah untuk penguatan promosi kesehatan. Data tenaga kesehatan akan lebih dinamis karena pesatnya arus keluar masuk tenaga kesehatan. Pada akhirnya SDM Kesehatan dapat berperan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan adalah biaya yang efektif dan efisien serta berkesinambungan.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan Masyarakat” dikutip dari http://www.toodoc.com/ 08 maret 2020. 09:06 WIB