Konsep Utama Dalam Auditing Mautz Dan Sharaf [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP UTAMA DALAM AUDITING Konsep adalah ide umum yang diambil dan dianggap sebagai bagian dari suatu disiplin yang diamati melalui perasaan. Konsep merupakan sesuatu yang saling berhubungan dalam totalitasnya. Konsep berbeda dengan persepsi, yang terakhir ini merupakan rekonstruksi mental dan kombinasi dari pemahaman terhadap data. Konsep adalah bentuk abstraksi yang diambil dari pengamatan, pengalaman, ide umumyang membantu kita melihat kesamaan dan perbedaan. Dengan konsep ini kita akan lebih mudah dan lebih baik memahami suatu persoalan yang dibahas. Tanpa konsep maka permasalahan hanya merupakan hasil pengamatan yang berserakan yang tidak berkaitan satu sama lain. Konsep akan membantu pemikiran dan membuat struktur teori dan membantu pengembangan ilmu. Untuk merumuskan konsep dari suatu bidang ilmu maka dapat dilakukan dengan merumuskan; 1. Hasil observasi dari fakta yang berhubungan dengan suatu bidang kegiatan. 2. Perumusan dengan melakukan generalisasi berdasarkan fakta yang diobservasi. 3. Mengaitkan berbagai generalisasi tadi, menghilangkan duplikasi, pengulangan, hal yang tidak konsistendan yang tidak relevan. 4. Mereview kembali dan mengkajinya sehingga dapat dirumuskan konsep yang lebih bermanfaat. Mautz dan Sharaf mengemukakan beberapa tentative konsep sebagai berikut: 1 [5] 1. Bukti (evidence)  Tujuannya adalah untuk memperoleh pengertian, sebagai dasar untuk memberikan kesimpulan, yang dituangkan dalam pendapat auditor.  Bukti harus diperoleh dengan cara-cara tertentu agar dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai yang diinginkan.  Bukti dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut: 1) Authoritarianisme, yaitu bukti yang diperoleh berdasarkan informasi dari pihak lain 2) Mistikisme, yaitu bukti dihasilkan dari intuisi. 3) Rasionalisasi, yaitu pemikiran asumsi yang diterima, 4) Empidikisme, yaitu pengalaman yang sering terjadi, 5) Pragmatisme, yaitu merupakan hasil praktik, 2. Pelaksanaan audit yang hati-hati  Konsep ini berdasarkan adanya issue pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada auditor yang bertanggungjawab (prudent auditor)  Dalam hal ini yang dimaksud dengan tanggung jawab yaitu tanggungjawab seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya. dengan konsep konservatif. 1



 Auditor juga seorang manusia,oleh karenanya meskipun seseorang sudah disebut sebagai auditor yang berpengalaman dan memiliki profesionalisme yang tinggi pasti juga tak luput dari kesalahan, namun sebagai seorang yang profesional ia dituntut utk dpt melaksanakan pekerjaannya dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. 3. Penyajian Atau Pengungkapan Yang Wajar  Konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran kas perusahaan yang wajar.  Konsep ini dijabarkan lagi dalam tiga sub konsep, yaitu: 1) Accounting propriety yang berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi tertentu, dalam kondisi tertentu. 2) Adequate Disclosure yang berkaitan dengan jumlah dan luasnya pengungkapan. 3) Audit obligation yang berkaitan dengan kewajiban auditor untuk bersikap independen dalam memberikan pendapat. 4. Independensi  Yaitu suatu sikap yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit.  Masyarakat pengguna jasa audit memandang bahwa auditor akan independen terhadap laporan keuangan yang diperiksannya, dari pembuat dan pemakai laporan-laporan keuangan.  Konsep independensi berkaitan dengan independensi pada diri pribadi auditor secara individual (practitioner-independence), dan independen pada seluruh auditor secara bersama-sama dalam profesi (profession-independence) 1) Practioner- Independence  Merupakan pikiran, sikap tidak memihak, dan percaya diri yang mempengaruhi pendekatan auditor dalam pemeriksaan.  Harus independen dalam memilih aktivitas, berhubungan secara profesional, dan kebijakan mabajemen yg akan diperiksannya (investigation –independence), dan harus independen dalam mengemukakan fakta hasil pemeriksaannya yang tercermin dalam pemerian pendapat dan rekomendasi yg diberikan (reporting- independence) 2) Profession Independence  Merupakan persepsi yang timbul dari anggota masyarakat keuangan / bisnis dan masyarakat umum tentang profesi akuntan sebagai kelompok. 5. Etika Perilaku  Etika dalam auditing, berkaitan dengan konsep perilaku yang ideal dari seorang auditor profesional yang independen dalam melaksanakan audit.  Pengguna laporan keuangan yg diaudit mengharapkan auditor untuk: 1) Melaksanakan audit dengan kompetensi teknis, integritas, independensi, dan objektivitas;



2) Mencari dan mendeteksi salah saji yang material, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja; 3) Mencegah penerbitan laporan keuangan yang menyesatkan. Konsep ini merupakan bagian dari struktur teori auditing sebagian dasar pengembangan disiplin auditing. Mautz dan Sharaf mencoba menjadikan auditing sebagai science sehingga 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. a. b. c. 8. a. b.



mereka sampai pada perumusan metodologi auditing sebagai berikut: Pengakuan adanya masalah dengan kesediaan menerima penugasan. Mengamati fakta-fakta yang relevan terhadap masalah itu. Memilah problem menjadi berbagai problem individual. Menentukan kecukupan bukti yang berkaitan dengan problem individu. Memeilih teknik audit dan menyusun prosedur yang tepat. Melakukan pengumpulan bukti. Menilai kecukupan bukti dengan melihat: Keterkaitan dengan keabsahan. Melihat petunjuk adanya masalah baru. Melihat kecukupan untuk mengambil keputusan professional. Perumusan kesimpulan professional. Menurut problem individual Secara keseluruhan Metode ini merupakan tahapan yang dilalui oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas profesinya, mulai dari penugasan, pengumpulan bukti, sampai pada pengambilan keputusan. Khususnya dalam proses pengambilan keputusan atau value judgment maka



1. 2. 3. 4. a. b. c. 5.



Mautz dan Sharaf mengemukakan beberapa tahap sebagai berikut: Pengakuan masalah Perumusan masalah Memilih beberapa aternatif pemecahan masalah Menilai alternative pemecahan masalah Melihat pengalaman masa lalu dalam kasus yang sama Mempertimbangkan akibat dari alternatife yang ada Melihat kesesuaian alternative itu dengan prinsip dan sifat professi. Perumusan kesimpulan. Dari tahapan ini dapat kita lihat bahwa seorang auditor dalam proses pengambilan keputusan tidak hanya terbatas pada pengetahuan teknik, metode pemeriksaan, tetapi juga kemampuan menggunakan pertimbangan professi. Dan ini membutuhkan pengalaman, pengetahuan, ingatan, persepsi, imajinasi dan tanggung jawab yang besar terhadap integritas professi.