Konservasi Sumberdaya Hayati Laut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSERVASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT “SEJARAH KONSERVASI SUMBERDAYA HAYATI LAUT DI INDONEISA”



DOSEN PENGAMPU: Dr. NIRMALASARI S.Pi M.Si DISUSUN OLEH: TAUFIK HIDAYAT



2017.02.4.0061



OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2019



BAB I PENDAHULUAN Menurut Robert Stipe dalam Legal Techniques in Historic Preservation (1972), hal yang menyebabkan kita melakukan konservasi terhadap objek-objek sejarah adalah karena sebagai penghubung ke masa lalu; objek-objek bersejarah telah menjadi bagian dari kehidupan; menyelamatkan sebagian dari warisan fisik karena kita hidup di zaman teknologi komunikasi dan globalisasi dimana terjadi homogenitas budaya; hubungan dengan masa lalu berupa kejadian-kejadian, zaman, gerakan-gerakan, tokoh-tokoh yang penting untuk dihormati dan dikenang; nilai-nilai seni yang dikandung dalam obyek-obyek bersejarah; kota dan kampung mempunyai hak untuk tetap indah dan cantik; usaha-usaha konservasi dan preservasi akan dapat memelihara perikehidupan sosial dan kemanusiaan dalam masyarakat. Danisworo (1999) mengatakan bahwa hal yang melatarbelakangi pentingnya memelihara aset kota dapat dijelaskan sebagai berikut:  Identitas dan “Sense of Place” Peningkatan sejarah adalah satu-satunya hal yang secara fisik menghubungkan kita dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu, serta membedakan kita dengan orang lain. Ia merupakan bagian dari identitas kita. Saat ini kita hidup dalam era komunikasi global, dengan teknologi yang berubah cepat dan budaya yang semakin seragam. Sedapat mungkin kita, kita memelihara warisan budaya yang unik sehingga memiliki identitas diri dan “sense of place” yang membuat kita berbeda dari orang lain.  Nilai Sejarah Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan dan bangunan yang bernilai historis menunjukkan penghormatan kita pada masa lalu, yang merupakan eksistensi kita pada masa sekarang.



 Nilai Arsitektural Pada mulanya, salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan bersejarah adalah karena nilai intrinsiknya sebagai karya seni. Ia dapat berupa hasil pencapaian artistik yang tinggi, contoh yang mewakili langgam/mazhab seni tertentu, atau sebagai tengaran (landmark).  Manfaat Ekonomis Bangunan yang telah ada sering kali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Selain lokasi yang umumnya strategis didalam kota, banyak bangunan lama berada dalam kondisi yang masih baik. Bukti empiris menunjukkan bahwa bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada sering kali lebih murah dari pada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek-proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui program urban re-newal dan adaptive re-use.  Pariwisata dan Rekreasi Manusia selalu tertarik pada tempat yang unik dan bersejarah. Kekhasan atau nilai sejarah mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut. Mengunjungi tempat bersejarah dan memahami bagaimana masayarakat pada masa lampau hidup, merupakan kegiatan yang selain menyenangkan juga mendidik.  Sumber Inspirasi Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial, serta orang dan peristiwa penting di masa lalu tempattempat tersebut memiliki daya asosiatif yang mampu memuaskan emosi manusia.  Pendidikan Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat atau individu



tertentu serta menghormati lingkungan alam. Sebagai laboratorium pembelajaran tempat yang direvitalisasi dapat berfungsi sebagai katalis yang membantu proses transformasi budaya seperti yang sekarang sedang terjadi di Indonesia.



BAB II SEJARAH KONSERVASI SUMBER DAYA HAYAT LAUT 2.1 Sejarah Sejarah kegiatan konservasi Indonesia telah dimulai sejak lama, bahkan sebelum Indonesia berada dalam pendudukan Belanda. Masyarakat Indonesia sudah secara turun temurun secara arif memanfaatkan sumberdaya alam sekitar. Banyak bukti di masyarakat tentang pemanfaatan lestari sumberdaya alam ini, seperti adanya panglima laot di Aceh, lubuk larangan di Sumatera, kelong di Batam, mane'e di Sulawesi Utara, sasi di Maluku dan Papua, awig-awig di Lombok. Deskripsi evolusi program-program konservasi di Indonesia ini selanjutnya sebagian besar disadur dari Mulyana dan Dermawan (2004). Di jaman pendudukan Belanda, sejarah konservasi dimulai pada tahun 1714 ketika Chastelein mendonasikan 6 ha tanah di daerah Banten untuk dijadikan cagar alam. Setelah itu, suaka alam pertama di Cibodas dideklarasikan secara resmi oleh Direktur Kebun Raya Bogor pada tahun 1889 dalam rangka melindungi hutan serta flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Pada tahun 1913, dibawah pimpinan Dr. S.H. Koorders, Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda mengajukan 12 kawasan perlindungan, yaitu Pulau Krakatau, Gunung Papandayan, Ujung Kulon, Gunung Bromo, Nusa Barung, Alas Purwo, Kawah Ijen beserta dataran tingginya, dan beberapa situs di daerah Banten. Dalam bidang konservasi perairan, pada tahun 1920 keluar Staatsblad No. 396 dalam rangka melindungi sumberdaya perikanan dan melarang penangkapan ikan dengan bahan beracun, obat bius, dan bahan peledak. Setelah itu keluar staatsblad No. 167 Tahun 1941 tentang penataan cagar alam dan suaka margasatwa. Sejak saat itu, sampai masa pendudukan Jepang, dan dua puluh tahun setelah merdeka, Indonesia masih mewarisi langkah-langkah konservasi dari pemerintah Hindia Belanda. Beberapa perkembangan yang signifikan di era ini diantaranya kemudahan kegiatan penelitian laut, riset kelautan melalui operasi Baruna dan Cenderawasih, dan konsep Wawasan Nusantara melalui Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 yang diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1960.



Pada tahun 1971 dibentuk Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam dibawah Departemen Pertanian sebagai bentuk keseriusan pemerintah terhadap kegiatan perlindungan alam. Dan pada tahun 1973 Indonesia ikut meratifikasi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora dan Fauna) dan dikukuhkan melalui Kepress No. 43 Tahun 1978. Selama kurun waktu 1974 - 1983, pemerintah Indonesia mendapatkan bantuan dari FAO untuk mengelola Program Pengembangan Taman Nasional. Dalam rentang waktu tersebut, pemerintah meresmikan 10 Taman Nasional baru. Selain itu terbentuk pula Departemen Kehutanan dan Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, yang sekarang dikenal dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Langkah besar dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelesatrian Alam (PHPA) Departemen Kehutanan pada tahun 1984, yaitu merilis Sistem Kawasan Pelestarian Bahari Nasional yang berisi kerangka kerja bagi berbagai aktifitas perlindungan perairan, dasar-dasar pemilihan dan penetapanya, serta daerah-daerah prioritas pengembangan daerah konservasi laut. Nilai penting sumberdaya perairan dalam pembangunan nasional mulai dimasukkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1998. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa wilayah pesisir, laut, daerah aliran sungai, dan udara harus dikelola dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alamnya. Pengelolaan areal laut secara khusus harus ditingkatkan supaya berdaya guna dan berkelanjutan. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya mendapat dukungan secara hukum dengan disahkannya UU No. 5 Tahun 1990, yang mengatur seluruh aspek perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem. Menurut peraturan ini, konservasi dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Undang-undang ini juga menggeser paradigma pelestarian yang hanya bertumpu pada pencadangan area menjadi konservasi ekosistem, spesies, dan genetik.



Pengembangan kawasan konservasi perairan terus berkembang sejalan dengan waktu. Sampai dengan 1997 Indonesia telah memiliki lebih dari 2,6 juta perairan yang masuk dalam 24 kawasan konservasi, enam diantaranya sebagai taman nasional yaitu Kepulauan Seribu, Karimunjawa, Teluk Cenderawasih, Bunaken, Wakatobi, dan Takabonerate. Sumberdaya pesisir dan laut mendapat perhatian lebih besar dengan berdirinya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan pada tahun 1999, yang kemudian berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan dan terakhir berubah nama menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk menangani kegiatan-kegiatan konservasi sumberdaya pesisir dan laut, kementerian membentuk Direktorat Konservasi dan Taman nasional Laut (KTNL) yang kemudian berubah menjadi Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (Dit. KKJI). Pada awalnya, Dit. KKJI mengembangkan konsep-konsep konservasi dan memfasilitasi upaya konservasi di daerah, yaitu dengan mengembangkan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Saat ini telah banyak inisiatif pemerintah daerah mengembangkan KKLD dalam upaya meningkatkan luasan kawasan konservasi menuju pegelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Lebih lanjut, upaya harmonisasi dan penyelarasan urusan bidang konservasi kawasan dan jenis ikan antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagian telah membuahkan hasil yang baik. Pada tanggal 4 Maret 2009, telah ditandatangani Berita Acara Serah Terima Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dari Kementerian Kehutanan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor: BA.01/Menhut-IV/2009 BA.108/MEN.KP/III/2009 (Suraji et al., 2010). Upaya tersebut langsung ditindaklanjuti dengan keluarnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.63/MEN/2009 sampai No. Kep.70/MEN/2009 tentang penetapan dan penamaan 8 KSA/KPA tersebut sesuai dengan nomenklatur yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60/2007. Nama-nama 8 (delapan) KSA/KPA yang diserahterimakan tersebut adalah Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Aru Tenggara; SAP Kepulauan Raja Ampat; SAP Kepulauan Waigeo sebelah Barat; Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang; TWP Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan; TWP Kepulauan Padaido; TWP Laut Banda; dan TWP Pulau Pieh.



Dalam rangka mendukung pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan secara umum dan pengelolaan KKP secara spesifik, Kementerian Kelautan dan Perikanan membentuk Unit Pelaksana Teknis di beberapa daerah. Pada Maret 2008, dibentuk Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang. Selanjutnya pada November 2008 menyusul dibentuk Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, BPSPL Denpasar, BPSPL Makassar, dan BPSPL Pontianak. Bulan Januari 2009 berdiri Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) Pekanbaru dan setahun kemudian dibentuk LPSPL Serang. Tugas utama BKKPN/LKKPN adalah melaksanakan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan kawasan konservasi perairan nasional demi kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, sedangkan tugas utama BPSPL/LPSPL adalah  melaksanakan pengelolaan meliputi antara lain perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Pada Bulan Mei 2009, Indonesia menjadi tuan rumah even besar yaitu World Ocean Conference (WOC) - Konferensi Kelautan Dunia. Dalam even ini, para ahli kelautan mempresentasikan berbagai kegiatan penelitian dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut. Selain itu, even ini juga sebagai ajang diskusi, komunikasi, dan sharing pengalaman ahliahli kelautan dunia. Dalam even tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) mendeklarasikan pencadangan Laut Sawu sebagai Taman Nasional Perairan (TNP). TNP Laut Sawu ini mencakup luasan 3,5 juta ha dan secara administratif berada dalam wilayah 14 kabupaten/kota dalam lingkup Provinsi NTT. Sebagai tindak lanjut dari pencadangan ini, pemerintah mendapat bantuan dari Pemerintah Jerman dan CTSP dalam menyiapkan kajian ilmiah potensi sumberdaya, sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat, penyiapan kelembagaan, dan penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi. Bersamaan dengan WOC 2009, Indonesia juga menekankan kembali komitmennya untuk mengembangkan KKP menjadi 20 juta Ha pada tahun 2020. Komitmen tersebut didukung oleh negara-negara tetangga dalam wilayah Coral Triangle seperti Malaysia, Philippines, Solomon, Papua New Guinea, dan Timor Leste, serta komitmen dukungan dana dari Amerika Serikat dan Australia. Komitmen tersebut juga ditindaklanjuti dengan berbagai kegiatan yang dapat



mendukung pengembangan dan pengelolaan KKP, yang salah satunya adalah penyusunan National Plan of Action (NPoA) dan Regional Plan of Action (RPoA). NPoA merupakan perencanaan nasional disusun berdasarkan pada RPoA termasuk tujuan dan target-target yang akan dicapai.Terdapat lima goal di dalam RPoA, yaitu: 



Goal 1 : "Priority Seascapes" designated and effectively managed (Bentang laut prioritas ditetapkan dan dikelola secara efektif);







Goal 2 : Ecosystem Approach to Management of Fisheries (EAFM) and other marine resources fully applied (Penerapan pendekatan ekosisten dalam pengelolaan perikanan dan sumberdaya kelautan lainnya);







Goal



3



: Marine



Protected



Areas



(MPAs)



established



and



effectively



managed(Kawasan Konservasi Perairan dikembangkan dan dikelola secara efektif); 



Goal 4 : Climate Change adaptation measures achieved (Tercapainya langkahlangkah adaptasi terhadap perubahan iklim); and







Goal 5 : Threatened spesies status improving (Perbaikan informasi status spesies terancam).



2.2 Hukum yang mengatur konservasi sumber daya perairan Pada perkembanan selanjutnya, saat ini sudah banyak peraturan perundangan ataupun turunannya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan dan mengelola kawasan konservasi perairan, diantaranya adalah: 



UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,







UU No. 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,







UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,







UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah,







UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,







Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan,







Permen KP No. Per.17/Men/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,







Permen KP No. Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan,







Permen KP No. Per.03/Men/2010 tentang Tata Cara Penetapan Perlindungan Jenis Ikan,







Permen KP No. Per.04/Men/2010Â Â tentang Pemanfataan Jenis dan Genetika Ikan,







Permen KP No. Per.30/Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.



BAB III PENUTUP Konservasi Sumber daya Alam Hayati dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi kepunahan dan kerusakan, mengupayakan agar berbagai variasi gen dan jenis dapat dimanfaatkan serta mengupayakan agar penggunaan SDA hayati berdasarkan prinsip prinsip konservasi. Perlindungan yang dilakukan yaitu dengan menetapkan undang-undang seperti penetapan kawasan cagar alam, taman nasional dan lain-lain sebagainya yang dapat melindungi kawasan yang telah dianggap penting untuk dilestarikan sesuai dengan criteria penetapan kawasan konservasi.



DAFTAR PUSTAKA https://life.trubus.id/baca/19033/sejarah-dan-fakta-menarik-kawasan-konservasi-diindonesia. Diakses pada 10/03/2019 pukul 03:00 wib http://ksdae.menlhk.go.id/sejarah-ksdae.html. Diakses pada 20/03/2019 pukul 01:00 wib. http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/informasi-konservasi/87-sejarahperkembangan. Diakses pada 21/03/2009 pukul 03:00 wib