Kristologi Gregorius Nazianze: Yesus Kristus Memiliki Satu Pribadi Dan Dua Kodrat Sebagai Allah Dan Manusia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Gregorius dari Nazianze mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah satu pribadi yang memiliki dua kodrat, Allah dan manusia, yang menyatu dalam kombinasi secara utuh demi keselamatan manusia. Oleh: M. Ari Saputra Keywords: Kristologi, Bapa-Bapa Gereja, man of the Lord, sotereologi, deifikasi, sanctification, penebusan. I.



PENGANTAR Pergumulan kristologi, tentang identitas Yesus, telah ada sejak awal Gereja. Upaya



mengenal siapa Yesus Kristus sudah dimulai sejak para murid masih bersama-sama dengan Yesus. Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi." Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Mat 16:13-16). Yesus bertanya kepada para muridNya, “Siapakah Aku ini?” Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Petrus memberikan jawaban seturut kehendak Bapa. Yesus menegaskan bahwa jawaban Petrus itu bukan saja jawaban manusia, melainkan Bapa sendiri yang menyatakan jawaban itu melalui perkataan Petrus (bdk. Mat 16:17). Identitas Yesus, siapa Dia, diungkapkan dalam tulisan-tulisan Kitab Suci. Misalnya, Yesus adalah Firman yang tinggal bersama dengan Allah (bdk. Yoh 1:1) dan menjadi manusia dan tinggal di tengahtengah manusia (bdk. Yoh 1:14). Adapun, pengenalan tentang identitas Yesus, tidaklah berhenti dan statis dalam perkembangan kekristenan. Pemahaman tentang identitas Kristus bersifat dinamis di antara para pengikut Kristus. Dinamika itu tampak dengan munculnya pemahaman yang berbeda-beda tentang Kristus. Ada aliran-aliran yang berupaya memahami dan mengajarkan tentang siapa Yesus, seperti, kelompok Ebionit yang mengajarkan keesaan Allah (monoteisme absolut) dan menganggap bahwa Yesus hanyalah manusia biasa (bukan Allah), anak Maria dan Yosef, yang pada saat pembaptisan di Sungai Yordan disatukan dengan zat ilahi sehingga menjadi mesias. 1



Ada juga aliran Doketisme yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus sepenuhnya adalah Yang Ilahi dan pada saat datang ke dunia tampaknya saja Ia mengenakan tubuh manusiawi. Selain itu, ada aliran Arianisme yang cukup kuat dan berkembang pada masa itu. Aliran Arianisme mengajarkan dan menekankan keesaan Allah secara absolut (monoteisme). Aliran ini menegaskan bahwa satu-satunya yang tidak dilahirkan (aghenetos) adalah Allah Bapa. Hanya Bapa satu-satunya Allah, satu-satunya yang tidak dilahirkan, satu-satunya yang abadi, satusatunya yang tanpa permulaan, yang benar, dan yang abadi. Aliran ini mengajarkan bahwa Yesus sebagai Anak: Ia dilahirkan, diciptakan, dan dibuat. Arianisme mengajarkan bahwa Yesus adalah ciptaan yang istimewa dari ciptaan yang lain karena Ia diciptakan langsung oleh Bapa sebelum adanya waktu, sementara semua ciptaan lain diciptakan dengan pengantaraannya setelah adanya waktu. Aliran ini mengajarkan bahwa Yesus tidak kekal seperti Bapa; tidak berada secara abadi bersama Bapa; mempunyai awal mula karena sebelum diciptakan, Ia tidak ada. Ajaran-ajaran tentang Yesus ini kemudian ditanggapi dengan konsili-konsili ekumenis seperti Konsili Nicea (325) yang memberi perhatian pada ajaran tentang Allah Putera dalam relasinya dengan Bapa. Pernyataan uman akan Yesus Kristus ditempatkan dalam pengakuan iman akan satu Allah. Adapun, konsili ini bernuansa anti-Arius1. Diskusi tentang siapa Kristus ini (kristologi) merupakan diskusi yang memang sulit untuk dipahami oleh akal budi. Namun, diskusi ini menjadi sangat penting dan esensial dalam iman Kristiani yang mengajarkan bahwa Yesus adalah penyelamat umat manusia dari belenggu dosa. Dengan demikian, diskusi tentang kristologi Bapa-Bapa Gereja harus dikaitkan dengan aspek keselamatan umat manusia (sotereologi). Dalam tulisan ini, penulis akan menampilkan gagasan kristologi menurut seorang tokoh yang hidup pasca-konsili nicea dan memang akan membela ajaran konsili Nicea, yakni Gregorius dari Nazianze (330-391), secara khusus ketika berhadapan dengan aliran Appolinarianisme2.



1



Lih Syahadat Nicea-Konstantinopel: “Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan; dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal. Ia lahir (gheneteta ek tou Patros monoghene) dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa…” 2 Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 404-418.



2



II.



KRISTOLOGI MENURUT GREGORIUS NAZIANZE a. Gregorius Nazianze dan Konteksnya Gregorius dilahirkan di Asia Kecil pada tahun 330. Sekarang daerah tersebut dikenal



dengan nama Turki. Orang tua Gregorius adalah St. Nonna dan St. Gregorius Tua 3. Gregorius belajar di Athena, Yunani dan bertemu dengan Basilius Agung. Mereka menjalin persahabatan yang akrab. Keduanya dijuluki Bapa-Bapa Kapadokia (Basilius Agung, Gregorius Nazianze, dan Gregorius dari Nissa) dan berpegang-membela ajaran Konsili Nicea (325). Gregorius dan Basilius menentang ajaran Arianisme yang menyangkal bahwa Yesus adalah Tuhan. Ajaran Arius ditolak dan dinyatakan sesat dalam konsili Nicea. Namun, karena aliran ini mempunyai banyak pengikut, aliran ini agak sulit untuk dipadamkan. Ketika menjadi Uskup Konstantinopel, Gregorius mempertobatkan banyak orang dengan khotbah-khotbah dan ajarannya. Setelah berhadapan dengan Arianisme, Gregorius dari Nazianze berhadapan dengan ajaran Appolinarius. Appolinarius mengajarkan bahwa tidak mungkin Allah itu sekaligus manusia. Aliran ini tidak mengakui Maria adalah Bunda Allah; mengajarkan adanya „Two Sons” (satu dari perawan Maria dan yang lain dari Allah); Yesus dibuat sempurna karena perbuatan, pembaptisan, dan kebangkitanNya: setelah wafat, Yesus meninggalkan tubuh manusiawi. Aliran ini mengajarkan bahwa Allah-manusia tidak memiliki pikiran manusia karena pikiran manusia ini adalah sumber dosa. Apollinarius,…, declares that the Son of God was from all eternity clothed with a human body, and not from the time of His conception only by the Blessed Virgin; but that this humanity of God is without human mind, the place of which was supplied by the Godhead of the Only-begotten4. Berhadapan dengan ajaran Appolinarius itu, Gregorius Nazianze menentang dan manyampaikan pembelaan imannya. Salah satu pembelaan imannya terungkap dalam suratnya kepada Cledonius, seorang imam di keuskupannya dan juga tulisan-tulisan pengajarannya.



3 4



Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 404. Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 855.



3



b. Yesus Kristus: Kombinasi Yang Ilahi dan Yang Insani demi Keselamatan Manusia Gregorius Nazianze menulis surat kepada Cledonius untuk menyampaikan pembelaan imannya terhadap ajaran Appolinarius. Gregorius meminta bantuan Cledonius untuk ikut serta mempertahankan iman Kristiani yang benar, sesuai dengan ajaran Konsili Nicea. Gregorius Nazianze mengajarkan ajaran iman Konsili Nicea dengan interpretasinya yang khas. Gregorius mengingatkan Cledonius untuk tidak membiarkan orang meyakini dan mengelabuhi yang lain dengan pernyataan bahwa 'Manusia Allah' (Man of the Lord), tidak memiliki pikiran manusia. Gregorius tidak mau memisahkan Kemanusiaan dari Keilahian. Ia mengikuti ajaran Kesatuan dan Identitas Pribadi. Sang Anak sebelum segala abad, akan menyelamatkan kemanusiaan yang ada dalam dirinya. Oleh yang Satu dan Pribadi yang Sama, Yang adalah sungguh Manusia dan Allah, seluruh kejatuhan manusia karena dosa mungkin diperbarui 5 . Dengan kata lain, manusia hanya dapat diselamatkan oleh Allah yang sungguh menjadi manusia secara utuh, karena antara manusia dan yang ilahi terbentang jarak yang tak terjembatani, antara yang kudus dan cemar karena dosa. Dalam suratnya itu juga, Gregorius tidak sepaham dengan aliran yang mengajarkan bahwa Maria bukan Bunda Allah; menganggap Maria hanya sebagai saluran dan tidak terbentuklah keilahian dan kemanusiaan Yesus; dan bahwa kemanusiaan ada tetapi kemudian diselubungi dengan keilahian. Gregorius juga menolak pandangan „Two Sons”. Dengan jelas ia menuliskan: “If anyone does not believe that Holy Mary is the Mother of God, he is severed from the Godhead. If anyone should assert that He passed through the Virgin as through a channel, and was not at once divinely and humanly formed in her (divinely, because without the intervention of a man; humanly, because in accordance with the laws of gestation), he is in like manner godless. If any assert that the Manhood was formed and afterward was clothed with the Godhead, he too is to be condemned. For this were not a Generation of God, buta shirking of generation. If any introduce the notion of Two Sons, one of God the Father, the other of the Mother, and discredits the Unity and Identity, may he lose his part



5



“Do not let the men deceive themselves and others with the assertion that the “Man of the Lord,” as they call Him, Who is rather our Lord and God, is without human mind. For we do not sever the Man from the Godhead, but we lay down as a dogma the Unity and Identity of Person, Who of old was not Man but God, and the Only Son before all ages, unmingled with body or anything corporeal; but Who in these last days has assumed Manhood also for our salvation… that by One and the Same Person, Who was perfect Man and also God, the entire humanity fallen through sin might be created anew”. Lih. Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 859-860.



4



in the adoption promised to those who believe aright. For God and Man are two natures, as also soul and body are; but there are not two Sons or two Gods”6. Bagi Gregorius, Penyelamat, Yesus Kristus, bukanlah dua pribadi. Namun, dalam diri Yesus ada dua kodrat yang bersatu dalam kombinasi (combination). Kedua kodrat itu menjadi satu karena kombinasi: Yang Ilahi menjadi Manusia dan Yang Insani diilahikan. Bagi Gregrorius Nazianze, dalam pribadi Kristus ada perbedaan kodrat (Ilahi dan insani), sedangkan dalam Trinitas ada perbedaan Pribadi (person), bukan Hakikat (Element). Gregorius mengajarkan bahwa ketiganya adalah Satu dan sama dalam Keallahan. The Saviour is made of elements which are distinct from one another (for the invisible is not the same with the visible, nor the timeless with that which is subject to time), yet He is not two Persons. God forbid! For both natures are one by the combination, the Deity being made Man, and the Manhood deified or however one should express it. And I say different Elements, because it is the reverse of what is the case in the Trinity; for There we acknowledge different Persons so as not to confound the persons; but not different Elements, for the Three are One and the same in Godhead7. Gregorius menampilkan istilah yang khas untuk mengungkapkan kesatuan dua kodrat dalam pribadi Yesus Kristus, yakni kombinasi (Combination) 8 . Dalam ungkapan yang lain, Gregorius menyebut kedua kodrat itu sebagai „yang dari atas‟ (who is above us) dan „yang menjadi manusia‟ (who became what He is for our sake) 9 . Dalam inkarnasi, Allah menjadi manusia. Allah menjadi manusia secara utuh dalam kodrat kemanusiaannya; tubuh (body), jiwa (soul), pikiran (mind), termasuk dalam kematiannya, kecuali dalam hal dosa (sin). Dengan demikian, Yesus menjadi seorang manusia, yakni kombinasi dari seluruh kemanusiaan, selain dosa. Yesus mendapatkan kemanusiaannya dari Maria, dan disebut „Anak Manusia‟ (Son of Man). Yesus juga disebut Kristus karena KeilahianNya. Yesus memiliki kedua kodrat ini dalam sebuah kombinasi. These names are still common to Him who is above us and to Him who became what He is for our sake. But others are properly our own and belong to the human nature that He assumed. Thus He is called “the man” (ανθωπος)… This is so not only in order that through His body He might be accessible to those creatures who have bodies – otherwise, 6



Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 860. Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 860. 8 Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 860. Lih. The Theological Orations 4, on the Son 2, art. 21. 9 “ These names are still common to Him who is above us and to Him who became what He is for our sake.” The Theological Orations 4, on the Son 2, art. 21. Lih. Gregory of Nazianzus, Five Theological Orations, diterjemahkan oleh Stephen Reynolds, Estate of Stephen Reynolds, 2011, 94. 7



5



He would be inaccessible because of His incomprehensible nature, – but also in order that through Himself He might sanctify humanity and become (as it were) a leaven for the whole lump; and by uniting to Himself what was condemned might release it from all condemnation, becoming for all humans all things that we are, except sin – body, soul, mind, and all those things through which death comes. Thus He became a human, who is the combination of all these – God in visible form, by virtue that which is perceived invisibly. He is “Son of Man,” both on account of Adam and on account of the Virgin from whom He came – from the one as the first ancestor, from the other as His mother, both in accordance with the law of generation and apart from it. He is “Christ,” because of His divinity10. Gregorius menekankan kesatuan kodrat Yesus dalam kombinasi untuk melawan ajaran Appolinarius. Appolinarius mengajarkan bahwa Kristus menjadi manusia tetapi tidak termasuk pikiran manusia karena pikiran manusia merupakan sumber dosa. Paham Appolinarius ini dipengaruhi oleh pandangan dosa akibat kejatuhan manusia pertama yang menyalahgunakan kebebasan dan akal budinya untuk melawan Allah. Appolinarius memperhatikan kejatuhan manusia itu sebagai alasannya untuk mengajarkan ajarannya ini. Bagi Appolinarius, sebenarnya ingin memegang teguh bahwa Allah tetaplah suci. Appolinarius memiliki kesulitan untuk menerima bahwa Yesus sebagai Allah sekaligus manusia karena Allah itu kudus sedangkan manusia itu berdosa. Kemudian, yang ditawarkan oleh Appolinarius adalah Yesus tetap ilahi dengan menjadi manusia tetapi tidak memiliki pikiran manusia. Pandangan Appolinarius ini memang banyak diterima dan mulai tersebar. Namun, Gregorius Nazianze menolak dan melawan ajaran Appolinarius karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran iman yang benar. Gregorius Nazianze, dalam tulisan teologisnya, The Theological Orations: On the Son II, mengajarkan dengan jelas bahwa Yesus adalah Dia yang dari atas dan yang mempunyai kodrat manusia. Secara lebih detail, Gregorius menjelaskan keutuhan kesatuhan Yesus sebagai AllahManusia ini dalam suratnya kepada Cledonius. Bagi Gregrorius, Allah menjadi manusia berarti manusia utuh dengan badan, jiwa, rasio dan pikirannya. Ia sungguh menentang ajaran Appolinarius, bahkan Gregorius juga mengeluarkan penjelasan dengan analogi yang cukup keras dan mempertanyakan model manusia seperti apakah yang ingin ditampilkan oleh Appolinarius, “if He [Jesus] has a soul, and yet is without a mind, how is He man, for man is not a mindless animal? … His soul should be that of a horse or an ox, or some other of the brute creation.”11



10



The Theological Orations 4, on the Son 2, art. 21. Lih. Gregory of Nazianzus, Five Theological Orations, diterjemahkan oleh Stephen Reynolds, Estate of Stephen Reynolds, 2011, 94 11 Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 861.



6



Gregorius mengeluarkan ungkapan yang sangat keras untuk menentang Appolinarius. Dengan kata lain, Gregorius menyamakan „manusia‟ tanpa pikiran tidak lain dari makhluk ciptaan seperti kuda, atau sapi. Oleh karena itu, Gregorius sungguh mengecam orang yang percaya bahwa Yesus Kristus menjadi manusia tanpa pikiran manusia, orang itu sebenarnya tidak layak untuk keselamatan, “If anyone has put his trust in Him as a Man without a human mind, he is really bereft of mind, and quite unworthy of salvation.” Dasar ajaran yang dipakainya adalah tradisi lama yang telah diwartakan oleh iman Kristiani. Allah akan menyelamatkan apa yang ia kenakan (assumed). Jika Allah tidak mengenakan pikiran manusia, karena dianggap sebagai sumber dosa, maka manusia yang memiliki pikirannya itu tidak diselamatkan. Dengan kata lain, Gregorius mau mengingatkan bahwa manusia telah diciptakan sejak awal mula secara utuh dengan tubuh, jiwa, rasio, dan pikiran. Oleh karena itu, untuk dapat menyelamatkan manusia secara utuh, Allah pun sungguh menjadi manusia yang utuh, kecuali dalam hal dosa. Jika Allah tidak mengenakan pikiran manusia karena sumber dosa, maka keselamatan juga luput bagi mereka yang berdosa karena pikiran itu12. Kristologi yang ditawarkan oleh Gregorius Nazianze adalah kombinasi (combination). Secara ringkas, Gregorius berpendapat bahwa 1) Kristus harus sungguh utuh manusia jika manusia menjadi tujuan dari Karya Kristus, 2) Kristus harus sungguh Ilahi supaya dapat memenangkan dosa, kematian, dan Satan dalam kemanusiaan; dan 3) Kristus harus terdiri dari dua kodrat yang berbeda dan sungguh tinggal bersatu dalam kepribadiaan manusia supaya membuat manusia menjadi ilahi (deifikasi) sama seperti Kristus yang menjadi manusia. Diskusi tentang kristologi tidak bisa dilepaskan dari aspek soteriologi yang ingin ditampilkan. Istilah soteriologi yang dipakai oleh Gregorius adalah pengudusan (Sanctification) dan penebusan (Redemption)13.



12



“If the mind was utterly rejected, as prone to sin and subject to damnation, and for this reason He assumed a body but left out the mind, then there is an excuse for them who sin with the mind..” Philip Schaff, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library, 861-862. 13 The Theological Orations 4, on the Son 2, art. 20. Lih. Gregory of Nazianzus, Five Theological Orations, diterjemahkan oleh Stephen Reynolds, Estate of Stephen Reynolds, 2011, 94



7



III.



PENUTUP Gregorius Nazianze merupakan uskup yang sungguh memiliki perhatian kepada umatNya



untuk mengikuti ajaran yang benar, sesuai dengan ajaran konsili dan tradisi iman. Lebih-lebih ketika ajaran iman itu mendapat terpaan badai gelombang ajaran baru yang berbeda dari ajaran iman yang diyakininya. Ketika berhadapan dengan aliran Appolinarianisme, ia pun berjuang untuk menelaah dan memberi penjelasan dan menegaskan bahwa ajaran itu tidak sesuai dengan ajaran iman yang benar. Hal yang menarik untuk digaris bawahi adalah cara yang dipakai oleh Gregorius dalam mempertahankan dan membela iman adalah dengan membuat tulisan dan penegasan ajaran. Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa Gregorius adalah pribadi yang cerdas. Lebih dari itu, isi ajarannya pun dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diterima sehingga ia tetap dapat mempertahankan bahkan meluruskan ajaran iman yang kurang tepat. Ketika melawan aliran Appolinarianisme, Gregorius menawarkan ajaran kristologi yang berkombinasi secara utuh antara kodrat ilahi dan insani. Gregorius mengajarkan bahwa Kristus mengenakan (assumed) setiap bagian kodrat manusia yang memang telah jatuh ke dalam dosa. Seluruh kodrat kejatuhan manusia itu meliputi tubuh (body), jiwa (soul), dan pikiran (mind). Oleh karena itu, Kristus mengenakan tubuh, jiwa, dan pikiran manusia. Dengan ajaran ini, Gregorius melawan ajran Appolinarius yang mengajarkan bahwa Kristus itu ilahi dan ketika menjadi manusia Kristus tidak mengenakan pikiran (mind) manusia, karena pikiran manusia adalah sumber dosa. Pandangan Appolinarius berangkat dari keyakinannya bahwa Allah tetaplah kudus dan tidak berdosa. Terhadap pandangan Appolinarius ini, Gregorius mengajarkan keutuhan persatuan Kristus dalam dua kodratNya, Allah dan Manusia, terkait dengan aspek sotereologi. Dengan kata lain, jika beberapa bagian dari kodrat manusia tidak jatuh dalam dosa, untuk apa Kristus perlu mengenakan kodrat manusia? Gregorius sungguh ingin menepis ajaran Appolinarius. Bagi Gregorius, Keilahian Kristus sungguh memiliki peran penting supaya dapat hidup sempurna seperti manusia dengan tanpa menjadi sama dalam hal dosa. Gregorius membuat narasi pencobaan Kristus untuk menjelaskannya. For since the clever salesman for evil he was invincible, deceiving us with the hope of being gods, he is himself deceived by the screen of flesh, and thinking he was attacking Adam, he encountered God. In this way the new Adam succeeded in saving the old Adam, and put an end to the condemnation of the flesh; death, in that flesh, was put to death14. 14



Gregory of Nazianzus, “Oration 39: On the Holy Lights”, in Gregory of Nazianzus, ed. Daley, art. 13, 134.



8



Kristus hadir menjadi manusia, Adam yang baru dan berhasil mengelabuhi kuasa kejahatan untuk menyelamatkan Adam yang lama dan mengakhiri kutukan terhadap kedagingan: kematian dengan hukuman mati yang diterimaNya. Gregorius mengajarkan bahwa Kristus meskipun menjadi Adam Baru, Ia mesti memiliki keilahian yang utuh untuk dapat menyelamatkan manusia. Oleh karena itu, Gregorius merupakan seorang Bapa Kapadokia yang mengajarkan bahwa Kristus memiliki kodrat manusia dan kodrat ilahi. Kata lainnya, Kristus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia.



9



DAFTAR PUSTAKA



Dokumen Gereja: Alkitab Syahadat Nikea-Konstantinopel Artikel dan Buku: Gregory of Nazianzus, Five Theological Orations, diterjemahkan oleh Stephen Reynolds, Estate of Stephen Reynolds, 2011. Gregory of Nazianzus, “Oration 39: On the Holy Lights”, in Gregory of Nazianzus, ed. Daley. Gregory of Nazianzus, The Theological Orations 4, on the Son 2. Schaff, Philip, Nicene and Post Nicene Father II, Vol. 7, Christian Classic Ethereal Library.



10