Kritisisme Immanuel Khant [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Filsafat merupakan pertarungan antara akal dan hati, keduanya berebut untuk mengendalikan jalan hidup manusia. Seharusnya antara akal dan hati harus seimbang dan serasi karena kedua unsur tersebut sangat penting dalam menuntun kehidupan manusia, jika hanya menggunakan salah satunya saja dapat membahayakan kehidupan manusia. Dunia pemikiran sangat mempengaruhi roda kehidupan manusia. Ketika sebuah pemikiran diterima secara umum, maka ia akan menjadi aliran yang dominan. Rasionalisme pernah mendominasi aliran pemikiran filsafat. Demikian pula empirisisme. Keduanya memposisikan diri secara ekstrim terhadap yang lainnya. Rasionalisme mendewakan akal, sedangkan empirisisme memfokuskan pada pengalaman. Keduanya sangat ketat memegangi metode masing-masing sehingga terjadi pergulatan panjang dalam sejarah pemikiran kefilsafatan. Adanya aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolak belakang dati tujuan semula. Pasa satu sisi landasan berpikir aliran rasionalisme yang bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yang lebih mendasarkan pada pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua tawaran tersebut bukan jawaban yang tepat. Tokoh yang paling menolak kedua pandangan di atas adalah Immanuel Kant (1724-1804 M). Dengan filsafatnya yang dinamakan “kritisisme”, Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap pertikaian itu. Untuk itulah ia menulis tiga bukunya berjudul: Kritik der Reinen Vernunft (kritik rasio murni), Kritik der Urteilskraft dan Kritik der Arteilskraft. Seperti yang dikatakan Immanuel Kant dalam pengantar bukunya Kritik atas Rasio Murni “The degree and quality of disagreement in metaphysics makes it a ‘battle ground, a site of ‘mock-combats’ in which ‘no participant has ever yet succeeded in gaining even so much as an inch of territory…” yang artinya perdebatan di dalam refleksi metafisika telah membuat metafisika itu sendiri menjadi semacam medan pertempuran, di mana setiap pihak yang berperang tidak berhasil mendapatkan satu inci pun dari ‘teritori’ yang ada. Bagi Kant, dalam pengenalan indriawi selalu sudah ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. 1



Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subjek yang mengindra, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejalagejala yang merupakan sintesis antara yang di luar (aposteriori) dan ruang waktu (a priori).



1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan kritisisme? 2. Bagaimanakah kehidupan dan karya Immanuel Kant? 3. Apa latar belakang pemikiran Immanuel Kant? 4.



Bagaimana kritisisme Immanuel Kant dalam bukunya yang berjudul Critique of Pure Reason, Critique of Practical Reason, dan critique of Judgment?



1.3 TUJUAN 1. Untuk tahu lebih jelas mengenai kritisisme 2. Untuk mengetahui kehidupan dan karya Immanuel Kant 3. Menjelaskan latar belakang pemikiran Immanuel Kant 4. Untuk mengetahui bagaimana kritisisme Immanuel Kant dalam bukunya yang berjudul Critique of Pure Reason, Critique of Practical Reason, dan critique of Judgment.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 PENGERTIAN KRITISISME Filasafat yang di kenal dengan kritisisme adalah filsafat yang di kemukakan oleh Immanuel Kant. Filsafat ini meragukan kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Kant mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan dengan menghindarkan diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Gagasan ini muncul karena pertanyaan mendasar dalam dirinya, yaitu Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya lakukan? Dan Apa yang boleh saya harapkan?. Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam filsafat, terutama sejak renaisans dan pencerahan. Kant kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat-syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu sendiri. Titik tolak analisis kant bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi, lalu mencoba memahami kemampuan serta batas-batas akal budi itu. Analisis itu bersifat kritis dan bukan psikologi dengan mencari daya/potensi yang berperan dalam proses ilmiah. Analisisnya lebih bersifat kritis logis yang meneliti hubungan antar unsur-unsur isi pengertian satu sama lain. Ciri-ciri Kritisime dapat dapat di simpulkan dalam tiga hal, yaitu sebagai berikut : a. Menganggap objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek b. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu, rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja. c. Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur anaximenes priori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.



3



2.2 KEHIDUPAN DAN KARYA IMMANUAL KANT



Immanuel Kant lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg, Prusia Timur, Jerman. Dari anak seorang pembuat pelana kuda. Dia tinggal di kota ini selama hidupnya hingga meninggal pada usia 80-an (1804). Kant memasuki Universitas Konigsberg pada usia 16 tahun. Setelah selesai ia menjadi guru privat. Kemudian pada tahun 1755, ia kembali ke universitas Konogsberg menjadi dosen, dan tahun 1770 ia diangkat menjadi professor, terutama di bidang logika dan metafisika. Ia terpengaruh oleh lahiran Piettisme dari ibunya, tetapi ia hidup dalam zaman SCEPTISM serta membaca karangan-karangan Voltaire dan Hume. Akibat dari itu semua ialah bahwa ia mempunyai problema : what can we know? (apa yang dapat kita ketahui?) what is nature and what are the limits of human knowledge? (apakah alam ini dan apakah batas-batas pengetahuan manusia itu?) sebagian besar hidupnya telah ia pergunakan untuk mempelajari logical process of thought (proses penalaran logis), the external world (dunia eksternal) dan the reality of things (realitas segala yang wujud). Pemikiran Kant dibagi menjadi empat periode: 1. Periode pertama, ketika ia masih berada dibawah bayang-bayang Leibniz-Wolff sampai tahun 1760. Periode pertama biasa disebut sebagai periode rasionalistik. 2. Periode kedua, berlangsung antara tahun 1760-1770 yang ditandai dengan semangat skeptimisme., yang dikenal dengan periode empiristik karena dominasi pemikiran empirisme Hume. Karya yang muncul adalah Dream of a Spirit Seer. 3. Periode ketiga, Dimulai dari tahun 1770 yang dikenal dengan periode kritis. Karya yang muncul diantaranya: a. The Critique of Pure Reason (1781) b. Prolegomena to any Future Methaphysics ( 1787 ) c.



Metaphysical Foundation of Rational Science ( 1786 )



d.



Critique of Practical Reason ( 1788 )



e.



Critique of Judgment ( 1790 )



4. Periode keempat, Berlangsung antara tahun 1790 sampai akhir hayatnya, 1804. Pada periode ini perhatian Kant lebih pada persoalan-persoalan agama dan social. Karyanya yang terpenting adalah Religion Within the Boundaries of Pure Reason (1793), Religion Within Limits of Pure Reason (1794), dan sekumpulan essai yang berjudul Eternal Peace (1795). 4



Karyanya yang terkenal dan menampakkan kritisismenya, ialah kritik der reinen vernunft reason atau biasa disebut Critique of Pure Reason yang membicarakan tentang reason dan knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun. Buku ini amat terkenal di dunia filsafat. Dalam literatur bahasa indonesia biasanya disebut “kritik atas rasio praktis”. Kedua, buku Kritik der Practischen Vernunft atau biasa disebut Critique of Practical Reason alias Kritik atas rasio praktis yang menjelaskan filsafat moralnya. Ketiga, buku Kritik der Arteilskraft atau Critique of judgement alias kritik atas daya pertimbangan. Immanuel Kant adalah Filsuf modern yang paling berpengaruh. Pemikirannya yang analisis dan tajam memasang patok-patok yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian, terutama dalam bidang epistimologi, metafisika, dan etika.



2.3 LATAR BELAKANG PEMIKIRAN IMMANUEL KANT Immanuel Kant adalah seorang filsuf yang hidup pada puncak perkembangan “Pencerahan”, yaitu suatu masa di mana corak pemikiran yang menekankan kedalaman unsur rasionalitas berkembang dengan pesatnya. Setelah hilang pada masa abad pertengahan, unsur rasionalitas itu seakan ditemukan kembali pada masa Renaisance (abad ke-15), dan kemudian mencapai puncaknya pada masa pencerahan (abad ke-18) ini. Sebagai filsuf yang hidup pada puncak perkembangan Pencerahan Jerman, Kant sudah tentu terpengaruh suasana zamannya itu. Kant gelisah dengan kemajuan yang dicapai manusia. Bagaimana manusia bisa menemukan hukum alam, apa hakikat di balik hokum alam (metafisika) itu, benarkah itu Tuhan? Bagaimana manusia mempercayai Tuhan? Inilah beberapa kegelisahan (akademik)nya. Sama seperti Newton yang mencari prinsip-prinsip yang ada dalam alam organik, Kant berusaha mencari prinsip-prinsip yang ada dalam tingkah laku dan kecenderungan manusia. Inilah yang kemudian menjadi kekhasan pemikiran filsafat Kant, dan terutama metafisikanya yang dianggap benar-benar berbeda sama sekali dengan metafisika pra Kant. Kant terdorong untuk menggagas medote filosofi baru karena alasan yang sama dengan alasan Descartes: ia bertanya dalam hati mengapa ilmu-ilmu lain maju pesat, tetapi metafisika tidak demikian. Sekalipun begitu, jawabannya atas pertanyaan ini bukan hanya mengabaikan masalah benak-badan seluruhnya, melainkan juga kontribusi utama Descartes lainnya: yakni keyakinannya akan obyektivitas mutlak dunia eksternal.



5



Kant menamai sendiri cara berfilsafatnya: metode “Kritis”. Seperti dikutip oleh Gardner, Kant menulis, “our age is, en special degree, the age of criticism, and to criticism everything must submit. Religion through its sanctity, and law-giving through its majesty, may seek to exempt themselves from it. But they then awaken just suspicion, and cannot claim the sincere respect which reason accords only to that which has been able to sustain the test of free and open examination”, yang artinya masa dimana kita hidup adalah, dalam arti khusus, masa kritisme, dan untuk mengkritik apapun yang ada. Termasuk diantaranya adalah agama dengan kesuciannya, hukum yang telah terberi dengan kemuliaannya haruslah mampu bertahan di hadapan ujian akal budi yang bebas dan terbuka. Judul tiga buku utamanya, yang di dalamnya ia kembangkan sistemnya, masingmasing dimulai dengan kata “Kritik”. Setiap buku itu menggunakan “sudut pandang” yang berlainan; masing-masing menghadapi semua pertanyaan masing-masing dengan ujung pandang khusus. Kritik pertamanya, (CPR), mengambil sudut pandang teoretis. Ini berarti jawaban-jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan ini berkenaan dengan pengetahuan kita. Dua kritik lainnya, kadang-kadang menjawab pertanyaan yang sama dengan cara berbeda, karena mengambil sudut pandang berbeda. Kant berusaha menawarkan persektif baru dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan kritisisme. Secara harfiah kata kritik berarti pemisahan. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan tidak murni, yang tiada kepastiannya. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasannya.



2.4 KRITISISME IMMANUEL KANT DALAM BUKUNYA YANG BERJUDUL CRITIQUE OF PURE REASON, CRITIQUE OF PRACTICAL REASON, DAN CRITIQUE OF JUDGMENT. Immanuel Kant memulai filsafatnya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Setelah Kant mengadakan penyelidikan (Kritik) terhadap pengetahuan akal, setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan /peradaban manusia.



6



Immanuel kant mengkritik empirisme, ia berpendapat bahwa empirisme harus dilandasi dengan teori- teori dari rasionalisme sebelum dianggap sah melalui proses epistomologi, itu merupakan penjelasan melalui bukunya yang berjudul Critique Of Pure Reason (Kritik Atas Rasio Murni), selain karyanya tersebut Immanuel kant juga menulis buku yang menyatakan filsafat kritisisme yaitu adalah Critique of Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis) yang terakhir adalah Critique of Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan ). 1. Critique of Pure Reason (Kritik atas Rasio Murni) Kritisisme Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsure a priori dalam pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman (seperti misalnya “ide-ide bawaan” ala Descraes). Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori berarti unsure-unsur yang berasal dari pengalaman (seperti Locke yang menganggap rasio sebagai “lembaran putih”). Menurut Kant baik rasionalisme maupun empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara unsur-unsur a priori dengan unsur-unsur aposteriori. Walaupun Kant sangat menagumi empirisme Hume, empirisme yang bersifat radikal dan yang konsekuen, ia tidak dapat menyetujui skeptisime yang dianut Hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan alam yang dirumuskan Newton memperoleh sukses. Hukum-hukum ilmu pengetahuan berlaku selalu dan dimana-mana. Misalnya air mendidih pada 100 C selalu begitu dan begitu dan begitulah dimana-mana. Arti penting buku pertama 800 halaman yang berjudul Critique of Pure Reason adalah hendak menyelamatkan sains dan agama. Dalam bukunya ini, Kant banyak menyanggah argumentasi para pemikir rasionalis seperti yang dia katakan, “The First Antinomy argues both that the world has a beginning in time and space, and no beginning in time and space. The Second Antinomy’s arguments are that every composite substance is made of simple parts and that nothing is composed of simple parts. The Third Antinomy’s thesis is that agents like ourselves have freedom and its antithesis is that they do not. The Fourth Antinomy contains arguments both for and against the existence of a necessary being in the world. The seemingly irreconcilable claims of the Antinomies can only be resolved by seeing them as the product of the conflict of the faculties and by recognizing the proper sphere of our knowledge in each case. In each of them, the idea of "absolute totality, which holds only as a condition 7



of things in themselves, has been applied to appearances" yakni bagian antinomi-antinomi. Salah satu antinomi adalah tentang dunia. “Dunia memiliki awal di dalam waktu dan terbatas di dalam ruang” yang dihadapkan dengan argumen “Dunia tidak memiliki awal dan tidak terbatas di dalam ruang.” Mula-mula sains itu dibuktikan absolute bila dasarnya a priori; ia berhasil disini. Kemudian ia membatasi keabsolutan sains tersebut dengan mengatakan bawa sains itu naïf. Sains hanya mengetahui penampakan obyek. Bila sains maju selangkah lagi, ia akan terjerumus ke dalam antinomy. Jadi sains dapat dipegang, tetapi sebatas penampakan obyek. Dengan demikian, sains telah diselamatkan. Argumennya adalah bahwa sains dan akal tidak mampu menembus noumena, tidak mampu juga menembus obyek-obyek keyakinan. Obyekobyek ini, yaitu obyek keyakinan, temasuk noumena yang lain, hanya diketahui dengan kala praktis. Jadi agama telah di selamatkan. Adapun Inti dari isi buku yang berjudul Kritik atas Rasio Murni adalah sebagai berikut: a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan. b. Tuhan yang sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang di citacitakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal teoritis. c. Agama dalam ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi. 2. Critique of Practical Reason (Kritik Atas Rasio Praktis) Rasio murni yang dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang dapat menjalankan roda pengetahuan. Akan tetapi, disamping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan; atau dengan lain kata, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang disebutnya sebagai imperative kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiga postulat yang dimaksud itu ialah: a. b. c.



Kebebasan kehendak Inmoralitas jiwa, dan Adanya Allah



8



Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoritis harus diandaikan atas dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang kebebasan kehendak, immoralitas jiwa, dan adanya Allah, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai Glaube alias kepercayaan. Dengan demikian, Kant berusaha untuk memperteguh keyakinannya atas Yesus Kristus dengan penemuan filsafatnya. Dalam kritiknya antara lain kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan pengertian baru. Untuk itu ia membedakan tiga aspek putusan. Pertama, putusan analitis a priori, dimana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subyek, karena termasuk di dalamnya (Misalnya : tiap orang punya pikiran), disini subjek tidak menambah sesuatu yang baru, sebab predikat (punya pikiran) sudah otomatis dimiliki oleh subjek (tiap orang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, (Misalnya : rumah itu baru), di sini predikatnya (baru) tidak merupakan keharusan pada subjek (rumah). Pengertian “baru” tidak niscaya terkandung dalam pengertian “rumah”, sebab ada juga rumah yang tidak baru. Oleh sebab itu predikat memberi suatu pengertian baru pada subjek. Pendapat sintesis dicapai orang melalui pengalaman, artinya hanya setelah ada pengalaman pendapat itu dapat disusun. Ketiga , putusan sintesis apriori, dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan kendati bersifat sintesis, tetapi bersifat apriori juga, misalnya, putusan yang berbunyi segala kejadian mempunyai sebab. 3. Critique of Judgment ( Kritik Atas Pertimbangan ) Kritik ketiga dari Kant atas rasionalisme dan empirisme adalah sebagaimana dalam karyanya Critique of Judgment. Sebagai konsekuensi dari “Kritik atas Rasio Murni ” dan “Kritik atas Rasio Praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak, di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud kritik der unteilskraft ialah mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan). Finalitas bisa besifat subyektif dan obyektif. Kalau finalitas bersifat subyektif, manusia mengarahkan obyek pada diri manusia sendiri. Inilah yang terjadi di dalam pengalaman estetis (seni). Dengan finalitas yang bersifat obyektif dimaksudkan keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam. Adapun Inti dari Critique of Judgment (Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut: 9



a. Kritik atas pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman. b. Kehendak cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari pemahaman. c. Pertimbangan yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik d. Estetika adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada dasar subjektif. e. Teologi adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui akibat-akibat dari pengalaman). Kritisisme Immanuel Kant sebenarnya telah memadukan dua pendekatan alam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substanstial dari sesuatu itu. Kant seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional, sebagaimana mimpi yang nyata tetapi “tidak real”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran. Dengan pemahaman tersebut, rasionalisme dan empirisme harusnya bergabung agar melahirkan suatu paradigma baru bahwa kebenaran empiris harus rasional, sebagaimana kebenaran rasional harus empiris. Jika demikian, kemungkinan lahir aliran baru yakni rasionalisme empiris. 2.5 PENDAPAT SAYA TENTANG PAHAM KRITISISME IMMANUEL KANT Paham kritisisme yang disampaikan oleh Immanuel Kant paham yang meragukan kemampuan rasio maupun kemampuan empiris sebagai satu-satunya sumber pengetahuan manusia. Dalam hal ini seseorang dalam menentukan ilmu lebih berpijak dari pengalaman dan akal rasio seseorang. Filsafat ini disebut filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam filsafat, terutama sejak renaisans dan pencerahan. Berdasarkan hal tersebut saya sangat setuju terhadap pendapat tersebut, karena dalam hal pemikiran tentang ilmu kita tidak harus beranggapan bahwa pengalaman itu lebih penting dari akal atau rasio ataupun sebaliknya. Keduanya sama – sama mempunyai kekurangan untuk dijadikan sebagai sumber pengetahuan. Syarat-syarat bagi segala ilmu pengetahuan adalah; a) bersifat umum dan perlu mutlak, b) memberi pengetahuan yang baru. Empirisisme hanya mampu memberikan putusan-putusan sintesis, jadi tidak mungkin memberikan 10



pengetahuan yang umum. Rasionalisme hanya mampu membentuk putusan-putusan yang analitis, jadi tidak mungkin menghasilkan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, duaduanya tidak memenuhi syarat yang dituntut oleh ilmu pengetahuan. Misalnya saja jika pengetahuan didapat dari pengalaman maka hal tersebut belum tentu valid, pengalaman belum tentu memberikan hasil yang efektif karena hanya mengandalkan indra tanpa pemikiran yang rasional. Begitupun, jika hanya mengandalkan akal atau rasio tanpa mempertimbangkan pengalaman akan membuat suatu ilmu tidak dapat berkembang. Dalam hal ini bukan berarti akal tidak memiliki peranan penting dalam hal pengembangan ilmu, akal atau rasio tetap memiliki komponen penting dalam pengembangan ilmu. Jadi, dalam hal ini antara pengalaman dan pemikiran rasional memiliki peranan masing – masing dalam pengembangan ilmu, hasil dari pertimbangan keduanya merupakan berfikir secara kritis. Namun disini saya tidak setuju dengan salah satu pernyataan Immanuel Kant yang meletakkan akal murni (rasio) di atas akal tidak murni (empiris). Menurut Kant, pengalaman hanyalah merupakan lapangan yang meng-hasilkan pengetahuan. Pengalaman mengatakan kepada kita apa-nya bukan apa ia sesungguhnya. Oleh karena itu, pengalaman tidak bisa menghasilkan kebenaran umum. Akal lah yang menghasilkan kebenaran umum. Saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut, menurut saya antara akal dan pengalaman harus terdapat keseimbangan, kita tidak dapat mengedepankan akal saja, karena akal tidak memiliki bukti nyata dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan satu-satunya tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran, disnilah kita membutuhkan akal dan pengalaman untuk menyempurnakan ilmu pengetahuan tersebut. Dalam berfikir kritisme seorang cenderung melihat dari dua sisi antara pengalaman dan akal atau rasio. Kritis berarti melihat sesuatu dengan sudut pandang yang menyeluruh. Dalam kehidupan sehari – hari saat kita melihat sebongkah es batu, berdasarkan akal atau rasio yang ada es batu merupakan benda yang dapat mencair, secara empiris kita tidak dapat mempercayainya ketika belum memegang atau mmembuktikannya. Paham kritisme menggabungkan kedua pemikiran tersebut. Disini kita berusaha berfikir kritisme dengan menggunakan akal atau rasio bahwa es batu memang mencair dan kita akan memercayai setelah membuktikan, melihat bahwa es batu akan mencair seiring berjalan waktu. BAB III PENUTUP 11



3.1 KESIMPULAN Kritisisme Immanuel Kant merupakan perpaduan antara dua pemikiran, yakni, Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume. seolah-olah mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan melulu tolak ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata, tapi “tidakreal”, yang demikian sukar untuk dinyatakan sebagai kebenaran. Tiga karya Immanuel Kant yang sangat penting merupakan kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris. 3.2 SARAN Namun demikian, upaya sintesa Kant ini masih mengandung beberapa cacat. Memang, ia telah berusaha secara maksimal untuk tidak terjebak kepada pemihakan salah satu aliran. Tetapi pada akhirnya ia jatuh dalam pemihakan yang ditakutkannya itu, Kant ternyata memihak kepada rasionalisme. Pemihakan ini terlihat dapat dilihat dari alur pikirannya yang menempat-kan akal murni di atas akal tidak murni (indera). Pengalaman hanyalah bahan mentah bagi pengetahuan dan akallah yang mampu menghasilkan pengetahuan yang sesungguhnya. Pemihakan ini bukan berarti ia telah menafikan peran pengalaman (indera) sebagaimana dilakukan oleh kaum rasionalis, tetapi lebih disebabkan karena ia menomorduakan indera. Kant tidak mampu menyusun sistem filsafat yang mensejajarkan indera dengan akal dalam rangka memperoleh pengetahuan yang obyektif, atau yang disebutnya sintesis a priori.



DAFTAR PUSTAKA Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) 12



Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, Cetakan keenam, 2010) Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) Made Pramono, dkk, Filsafat Ilmu Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, (Surabaya : Unesa Unipress, 2005) Kant, Immanuel. Critique of Pure Reason, trans. N.K. Smith, New York: St. Martin’s1965. Press, Tantowi, Mohammad. 2012. “Revolusi Kopernikan Ala Immanuel Kant”. Jurnal Substantia, Vol. 14, 54-61 http://anasafi14.blogspot.co.id/2015/11/makalah-kritisisme-immanuel-kant.html



http://kampusfun.blogspot.co.id/2015/06/makalah-kritisisme.html



13