Kti Sophia Al Hady (P07120118116) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM TYPHOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANJARBARU UTARA KOTA BANJARBARU



Karya Tulis Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh predikat Ahli Madya Keperawatan



Oleh : Sophia Al Hady NIM P07120118116



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA 2021



@ 2021 Hak Cipta pada Penulis



ii



iii



iv



RIWAYAT HIDUP



Nama Lengkap



: Sophia Al Hady



Nama Panggilan



: Al Hady



TTL



: Sungai Pinang, 10 Januari 2000



NIM



: P07120118116



Agama



: Islam



Suku/Bangsa



: Banjar



Alamat



: Jl.Alabio-Danau Panggang, RT.001 RW.001 No.024 Desa Rantau Bujur Tengah Kec. Sungai Tabukan Kab. Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan



No.Hp/WA



: 082251507049



Email



: [email protected]



Nama Orang Tua Ayah



: Fauzi



Ibu



: Jahrah



Pekerjaan Orang Tua Ayah



: Swasta



Ibu



: Swasta



Riwayat Pendidikan : 1. TK RA Darun Najah (Tahun 2003-2005) 2. MINU Darun Najah (Tahun 2005-2011) 3. MTsN 4 Hulu Sungai Utara (Tahun 2011-2014) 4. MAN 2 Hulu Sungai Utara (Tahun 2014-2017) 5. Politeknik Banjarmasin Program Studi Diploma III Jurusan Keperawatan (2018– Sekarang)



v



Prestasi/Pencapaian 1. SD -



: Juara 3 lomba Menggambar Tingkat SD/MI se- se-Kabupaten Hulu Sungai Selatan tahun 2010



2. SMA -



:



Juara 1 OSN Biologi tingkat SMA/MA se-Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2016



-



Juara 2 KSM Biologi tingkat SMA/MA se-Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2016



-



Juara 4 Lomba Statistika dan Matematika tingkat SMA/MA seKabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2016



Organisasi/Kegiatan 1. SD



: Pramuka, Silat



2. MTs



: Pramuka, Silat



3. SMA



: Pramuka (Tahun 2014-2016) PMR (Tahun 2014-2016) Ekstrakurikuler Futsal dan Habsyi (Tahun 2014-2016)



4. PT



: UKM Futsal (Tahun 2018-2019) Koordinor Divisi Sosial Masyarakat BEM (Tahun 2019-2020) Dewan Perwakilan Mahasiswa (Tahun 2020-Sekarang)



5. Ekternal : Tidak ada



-



vi



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan kasih-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Demam Typhoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru” dapat diselesaikan dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Jurusan Keperawatan di Politeknik Kesehatan Banjarmasin. Keterbatasan kemampuan penulisan dan kesulitan dalam pencarian literatur membuat penulis tidak sedikit mengalami hambatan, namun berkat dari bantuan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.



Bapak Dr. H. Mahpolah, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Banjarmasin.



2.



Bapak Dr. Agus Rachmadi, S.Pd., A.Kep.,M.Si,Med selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin.



3.



Ibu. Hj. Zainab, S.ST., M.Kes selaku ketua Prodi Diploma III Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin serta selaku pembimbing II yang sangat berperan dalam menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.



4.



Ibu Hj. Ainun Sajidah, S.Kep., Ns., M.Biomed selaku pembimbing I yang sangat berperan dalam menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.



5.



Ibu. Evy Marlinda, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An selaku Penguji Karya Tulis Ilmiah ini.



6.



Dosen-dosen pengajar serta staf pendidikan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin.



7.



Seluruh jajaran staf akademik dan administrasi kemahasiswaan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin atas kerjasama, dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.



vii



8.



Kepala Puskesmas Banjarbaru Utara beserta semua pihak Puskesmas Banjarbau Utara.



9.



Kedua Orang tua dan adik-adik saya yang selalu mendoakan kesuksesan dan kelancaran urusan saya selama ini.



10.



Semua keluarga saya yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun material dan doa yang selalu dipanjatkan untuk kelancaran pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini



11.



Semua orang yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.



12.



Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2018 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga seluruh bantuan dan kerjasama yang diberikan semua pihak



mendapatkan ridho dan nilai amal yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan c ini, karena itu penulis mohon arahan saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Banjarbaru, April 2021



Penulis



viii



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN PROGRAM STUDI DIPLOMA III TAHUN 2021 ABSTRAK Karya Tulis Ilmiah SOPHIA AL HADY ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TYPHOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANJARBARU UTARA KOTA BANJARBARU Ainun Sajidah & Zainab ix +112 halaman ; + 2 tabel ; 2 gambar + 11 lampiran Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang menular melalui makanan atau air yang sudah terkontaminasi. Penyakit ini bersifat mudah menular dan menjadi salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang serta sangat erat kaitannya dengan sanitasi yang jelek di suatu masyarakat. Tujuan penelitian ini, untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien anak dengan demam typhoid. Penelitian ini berupa laporan asuhan keperawatan pada klien anak dengan demam typhoid yang bersedia dilakukan asuhan dengan pendekatan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi, & dokumentasi. Metode pengumpulan data dengan wawancara, observasi & pemeriksaan fisik, studi dokumentasi format pengkajian keperawatan. Hasil pengkajian didapatkan anak berusia 8 tahun dangan keluhan demam, pusing, mual-mual, muntah, badan terasa lemah lesu dan susah tidur pada malam hari. Penulis mendapatkan 4 diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajiannya yaitu hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya nafsu makan dan gangguan pemenuhan istirahat dan tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, serta kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Dari keempat diagnosa, semua diagnosa dapat teratasi secara keseluruhan sesuai dengan kriteria hasil pada perencanaan dan implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana tindakan. Diharapkan penelitian ini menjadi salah satu bahan edukasi & intervensi keperawatan yang dapat diterapkan di puskesmas sebagai standar operasional dalam penatalaksanaan klien anak dengan demam typhoid. Kata kunci Kepustakaan



: Asuhan Keperawatan, Demam Typhoid : (2005 – 2020)



ix



MINISTRY OF HEALTH REPUBLIC INDONESIA HEALTH POLYTECHNIC OF BANJARMASIN DIPLOMA III STUDY PROGRAM NURSING YEAR 2021 ABSTRACT Final Task Report SOPHIA AL HADY NURSING CARE FOR CHILDREN WITH TYPHOID FEVER IN THE WORKING AREA OF PHC NORTH BANJARBARU BANJARBARU CITY Ainun Sajidah & Zainab x +112 pages ; + 2 tables ; 2 images + 11 attachments Typhoid fever is a systemic infectious disease caused by Salmonella typhi bacteria which is transmitted through contaminated food or water. This disease is contagious and is one of the main health problems in developing countries and is closely related to poor sanitation in a society. The purpose of this study was to provide nursing care to child clients with typhoid fever. This research is in the form of a nursing care report for a child client with typhoid fever who is willing to be treated with an approach including assessment, diagnosis, planning, implementation, evaluation, and documentation. Methods of data collection by interview, observation & physical examination, study documentation of nursing assessment formats. The results of the study showed that children aged 8 years with complaints of fever, dizziness, nausea, vomiting, weakness, and difficulty sleeping at night. The author obtained 4 nursing diagnoses based on the results of his assessment, namely hyperthermia associated with the disease process, nutritional imbalances less than body needs related to lack of appetite and impaired fulfillment of rest and sleep associated with increased body temperature, and lack of knowledge related to lack of exposure to information. Of the four diagnoses, all diagnoses can be resolved as a whole in accordance with the outcome criteria for nursing planning and implementation carried out in accordance with the action plan. It is hoped that this research will become one of the educational materials & nursing interventions that can be applied in the primary health care as an operational standard in the management of child clients with typhoid fever. Keywords Bibliography



: Nursing Care, Typhoid Fever : (2005 - 2020)



x



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN HAK CIPTA ..................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................iv HALAMAN



RIWAYAT HIDUP.................................................................................................v KATA PENGANTAR...........................................................................................vii ABSTRAK..............................................................................................................ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH..........................xvii BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..……..1 A. Latar Belakang.........................................................................................7 B. Rumusan Masalah...................................................................................7 C. Tujuan Penelitian.....................................................................................7 1. Tujuan Umum.....................................................................................7 2. Tujuan Khusus....................................................................................7 D. Manfaat Penelitian...................................................................................8 1. Secara Teoritis....................................................................................8 2. Secara Praktis......................................................................................8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10 A. Konsep Dasar Penyakit..........................................................................10 1. Definisi..............................................................................................10 2. Anatomi dan Fisiologi.......................................................................12 3. Klasifikasi.........................................................................................21 4. Etiologi.............................................................................................22 5. Epideomologi....................................................................................24 6. Manifestasi klinis..............................................................................26 7. Patofisiologi......................................................................................29 8. Pathway.............................................................................................32 9. Penatalaksanaan................................................................................33 10.Pemeriksaan Penunjang....................................................................34 xi



11.Komplikasi.......................................................................................37 B. Konsep Asuhan Keperawatan................................................................39 1. Pengkajian Keperawatan...................................................................39 2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul................................45 3. Intervensi dan Rasional Penelitian....................................................46 4. Implementasi Keperawatan...............................................................55 5. Evaluasi Keperawatan.......................................................................55 BAB III Metode Penulisan.....................................................................................57 A. Rancangan.............................................................................................57 B. Subjek Asuhan keperawatan..................................................................57 C. Fokus Asuhan keperawatan...................................................................58 D. Definisi Operasional Asuhan keperawatan...........................................58 E. Metode Pengumpulan Data...................................................................60 F. Tempat dan Waktu Asuhan keperawatan..............................................61 G. Analisis dan Penyajian Data Asuhan keperawatan...............................61 1. Analisa Data......................................................................................61 2. Penyajian Data..................................................................................62 H. Etika Penelitian......................................................................................62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................65 A. Hasil Penelitian......................................................................................65 1. Gambaran Lokasi Pengambilan Data................................................65 2. Pengkajian Keperawatan...................................................................65 3. Analisa Data......................................................................................80 4. Diagnosa Keperawatan......................................................................82 5. Intervensi Keperawatan.....................................................................82 6. Implementasi Keperawatan...............................................................87 7. Evaluasi/Catatan Perkembangan Keperawatan.................................97 B. Pembahasan Penelitian........................................................................100 1. Pengkajian Keperawatan.................................................................100 2. Diagnosa Keperawatan....................................................................105 3. Intervensi Keperawatan...................................................................109 4. Implementasi Keperawatan.............................................................113 5. Evaluasi Keperawatan.....................................................................115 C. Keterbatasan Penelitian.......................................................................117 BAB V PENUTUP...............................................................................................118



xii



A. Kesimpulan..........................................................................................118 B. Saran....................................................................................................120 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................122 LAMPIRAN



xiii



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada Klien Demam Typhoid ....................... 47 Tabel 3.1 Agenda Kegiatan dan Waktu Asuhan keperawatan............................ 61 Tabel 4.1 Riwayat imunisasi An.M .................................................................... 69 Tabel 4.2 Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usia An.M ................................. 70 Tabel 4.3 Hasil laboratorium An.M.................................................................... 79 Tabel 4.4 Terapi saat ini An.M........................................................................... 80 Tabel 4.5 Tabel analisa data An.M..................................................................... 80 Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan An.M............................................................ 83 Tabel 4.7 Implementasi Keperawatan An.M...................................................... 87 Tabel 4.8 Catatan Perkembangan An.M............................................................. 97



xiv



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan .................................13 Gambar 2.2 Pathway Demam typhoid.............................................................32 Gambar 4.1 Genogram 3 generasi keluarga An.M..........................................68



xv



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1



Lembar Penjelasan Mengikuti Asuhan keperawatan



Lampiran 2



Form Informed Consent / Lembar Persetujuan Klien



Lampiran 3



Lembar Format Pengkajian Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam Typhoid



Lampiran 4



Surat Izin Pengambilan Data (Kampus)



Lampiran 5



Surat Izin Pengambilan Data (RS)



Lampiran 6



Data (RS)



Lampiran 7



Surat Izin Penelitian (Kampus)



Lampiran 8



Surat Izin Penelitian (Puskesmas)



Lampiran 9



Lembar Konsultasi LTA Pembimbing I



Lampiran 10 Lembar Konsultasi LTA Pembimbing II Lampiran 11 Foto Kunjungan Rumah klien



xvi



DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH Daftar Singkatan WHO



= World Health Organization



Kemenkes



= Kementerian Kesehatan



Riskesdas



= Riset Kesehatan Dasar



NIC



= Nursing Interventions Classification



NOC



= Nursing Outcomes Classification



PHC



= Public Health Care



xvii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Demam typhoid (Typhoid fever) adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Biasanya bakteri ini menular melalui makanan atau air yang sudah terkontaminasi. Penyakit ini bersifat mudah menular dan dapat menyerang banyak orang terutama pada wilayah dengan sanitasi buruk dan kurangnya sumber air minum yang bersih. Pada demam typhoid gejala yang ditimbulkan seringkali bersifat tidak spesifik dan secara klinis tidak dapat dibedakan dari penyakit demam lainnya. Namun, tingkat keparahan dari demam ini bervariasi dan pada kasus yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian (WHO, 2019). Kasus demam typhoid lazim ditemui pada daerah tropis dan subtropis dan sangat erat kaitannya dengan sanitasi yang jelek di suatu masyarakat. Penularan penyakit ini lebih mudah terjadi di masyarakat yang padat seperti urbanisasi di negara yang sedang berkembang dimana sarana kebersihan lingkungan dan air minum bersih belum terpenuhi dengan baik. Demam typhoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang



1



2



mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Ranuh, 2013). Menurut perkiraan terbaru World Health Organization (WHO), di seluruh dunia terdapat 11 hingga 21 juta kasus demam typhoid dengan angka kematian sekitar 128 ribu hingga 161 ribu setiap tahunnya. Dari data tersebut, Asia menempati urutan tertinggi kasus demam typhoid dengan angka 13 juta kasus yang terjadi setiap tahun (WHO, 2019). Kasus demam typhoid di Indonesia sendiri tergolong masih tinggi yaitu dengan insidens rate 358 kasus per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 kasus per 100.000 penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000 – 1.500.000 penderita. Sedangkan angka kematiannya juga tergolong masih tinggi dengan CFR sebesar 10%. Tingginya kasus penyakit demam typhoid di negara berkembang sangat erat kaitannya dengan status ekonomi serta keadaan sanitasi lingkungan di negara yang bersangkutan (Riskesdas, 2013). Penyakit demam typhoid di Indonesia bersifat endemic (penyakit yang selalu ada dimasyarakat sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian yang kecil). Prevalensi nasional untuk demam typhoid (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) adalah 1,60%. Sebanyak 14 Provinsi mempunyai prevalensi demam typhoid diatas prevalensi nasional yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (2,96%), Bengkulu (1,60%), Jawa Barat (2,14%), Jawa Tengah (1,61%), Banten



3



(2,24%), NTB (1,93%), NTT (2,33%), Kalimantan Selatan (1,95%), Kalimantan Timur (1,80%), Sulawesi Selatan (1,80%), Sulawesi Tengah (1,65%), Gorontalo (2,25%), Papua Barat (2,39%), dan Papua (2,11%) (Riskesdas, 2013). Menurut Wulandari (2018) demam typhoid termasuk dalam 10 penyakit tertinggi di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Angka kejadian demam typhoid di Provinsi Kalimantan Selatan tercatat sebanyak 2991 kasus terhitung dari bulan Januari 2018 sampai dengan September 2018, Berdasarkan data rekam medik di RSD Idaman Banjarbaru di ruang anak dalam 2 tahun terakhir, demam typhoid menempati urutan kelima dari 10 besar penyakit umum di RSD Idaman Banjarbaru dengan angka kejadian di tahun 2019 sebanyak 466 kasus dan pada tahun 2020 sebanyak 195 kasus. Sedangkan dari data Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru tahun 2020, angka kejadian kasus demam typhoid sebanyak 229 orang tercatat dalam laporan kunjungan puskesmas dan pada tahun 2021 tercatat ada 17 orang laporan kunjungan terhitung dari bulan Januari sampai Maret 2021. Hal ini menandakan bahwa terdapat penurunan kasus demam typhoid dalam setahun terakhir, namun kasus demam typhoid pada anak bersifat endemik di kawasan kota Banjarbaru sehingga berdasarkan kasus tersebut maka perlu diberikan asuhan keperawatan anak yang komprehensif dari pengkajian sampai evaluasi untuk menghindari kejadian berulang dan komplikasi demam typhoid.



4



Prevalensi tertinggi demam typhoid di Indonesia terjadi pada kelompok usia anak 5-14 tahun. Pada usia 5-14 tahun merupakan usia anak yang kurang memperhatikan kebersihan diri dan sering melakukan kebiasaan jajan yang sembarangan sehingga resiko tinggi tertular penyakit demam typhoid. Tingginya prevalensi kasus demam typhoid di usia anak 5-14 tahun menandakan bahwa masalah kesehatan anak di usia tersebut belum dapat teratasi dengan baik. Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama bidang kesehatan yang saat ini menjadi masalah utama di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini dikarenakan anak adalah generasi penerus bangsa, maka derajat kesehatan anak merupakan cerminan langsung derajat kesehatan sebuah bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa mempunyai kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam meneruskan dan meningkatkan pembangunan bangsa. Anak yang kesehatannya terganggu akibat demam typhoid dapat menghambat proses



tumbuh



kembangnya,



menurunkan



produktivitasnya,



meningkatkan angka ketidakhadiran anak sekolah dikarenakan masa penyembuhan dan pemulihannya yang cukup lama, dan dari aspek ekonomi, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit (Elisabeth Purba, dkk 2016). Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Sari di Mojokerto ditemukan



pada



penderita



demam



typhoid



yang



melakukan



pemeriksaan test Widal mengalami masalah hipertermia sebesar 100%



5



(Sari 2016). Berdasarkan masalah diatas Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) pada demam typhoid merupakan keluhan utama yang harus diatasi. Demam yang tidak segera di atasi atau berkepanjangan akan menyebabkan kejang demam pada anak, dehidrasi bahkan terjadi syok, selain itu demam typhoid pada anak dapat memberikan dampak terhadap tumbuh kembangnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada anak, terutama di usia sekolah (usia 5 sampai 14 tahun), merupakan salah satu masa yang mengalami tumbuh kembang yang cepat. Pada usia ini aktifitas fisik terus meningkat. Asupan gizi yang baik dari segi kuantitas maupun kualitas diperlukan agar tumbuh kembang anak dapat optimal. Pemberian gizi dan nutrisi ini dapat berjalan secara tidak sempurna pada anak yang menderita demam typhoid, Bakteri S.Typhi yang masuk ke saluran pencernanan lewat minuman dan makanan yang terinfeksi meningkatkan asam lambung sehingga terjadi anoreksia dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, dimana anak mengalami atau beresiko penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrisi yang tidak adekuat (Nurarif & Kusuma, 2015). Peran perawat beserta orang tua tentunya sangat diperlukan guna membantu permasalahan yang timbul akibat penyakit demam typhoid yang diderita oleh anak. Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan demam typhoid mencakup banyak aspek mulai dari segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor



6



penjamu serta faktor lingkungan tempat tinggal anak. Tindakan promotif sebagai upaya penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit typhoid, mengajarkan kebersihan pribadi pada anak serta tindakan-tindakan sanitasi selain itu, memberi makanan sesuai kebutuhan dan memberikan obat sesuai indikasi medis. Tindakan rehabilitasi



perawat



berperan



memulihkan



kondisi



anak



dan



menganjurkan anak untuk kontrol kembali bila ada keluhan (Aru, 2013). Peran perawat dalam asuhan keperawatan pada anak dengan demam typhoid adalah mengobservasi suhu tubuh setiap 2-4 jam, ajarkan pada keluarga untuk membatasi aktifitas klien, memberikan kompres hangat pada dahi, axila, dan lipat paha, anjurkan klien untuk tirah baring (bed rest), anjurkan klien untuk memakai pakaian yang tipis /pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dalam pemberian antipiretik (Ardiansyah, 2013). Berdasarkan data studi pendahulan yang dilakukan oleh peneliti (2021) di Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru pada bulan Januari - Maret 2021 terdapat 17 kejadian kasus demam typhoid. Berdasarkan data dan permasalahan yang diuraikan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengangkat karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak Dengan Demam Typhoid Di Wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru” dengan harapan dapat



7



mengurang dan mencegah terjadinya komplikasi serta kejadian demam typhoid berulang pada anak.



B. Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru ?



C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengeksplorasi asuhan keperawatan pada Anak dengan demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru.



2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengkajian pada asuhan keperawatan anak demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru. b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan anak demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru. c. Menentukan / menyusun intervensi keperawatan asuhan keperawatan anak demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru.



8



d. Melaksanakan



implementasi



keperawatan



pada



asuhan



keperawatan anak demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru. e. Melakukan evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan anak demam typhoid di wilayah Puskesmas Banjarbaru Utara Kota Banjarbaru. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Selain itu hasil asuhan keperawatan ini dapat memberikan metode dan penanganan yang efektif dalam menurunkan suhu tubuh klien demam typhoid baik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah klien. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Manfaat hasil asuhan keperawatan ini dapat menambahkan pengetahuan, wawasan, dan pengalaman mengenai asuhan keperawatan anak dengan masalah demam typhoid. Selain itu peneliti



dapat



mengaplikasikan



hasil



riset



keperawatan,



khususnya pelaksanaan asuhan keperawatan anak dengan demam typhoid. b. Bagi Klien dan Keluarga Manfaat hasil asuhan keperawatan ini bagi klien yaitu klien mendapatkan



pelayanan



asuhan



keperawatan



secara



9



komprehensif dan bagi keluarga dapat mengerti tentang penyakit demam typhoid pada anak dan bagaimana cara penanganan yang baik dan benar. c. Institusi Pendidikan Keperawatan Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan referensi dalam upaya tindakan pelayanan kesehatan di bidang keperawatan anak dengan demam typhoid serta pengembangan ilmu keperawatan sebagai pedoman dalam melaksanakan perawatan terhadap klien agar kebutuhan masing masing klien dapat terwujud. d. Bagi Rumah Sakit Umum atau Puskesmas Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan bacaan bagi RS atau Puskesmas terkait dalam mengambil keputusan dan kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan pada klien anak dengan demam typhoid. e. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sebagai acuan bagi peneliti lanjutan terutama dalam membahas tentang asuhan keperawatan anak dengan demam typhoid.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Demam typhoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Biasanya bakteri tersebut menyebar melalui makanan atau air yang sudah terkontaminasi. Tanda dan gejala berupa demam yang berkepanjangan, kelelahan, sakit kepala, mual, sakit perut, sembelit dan diare. Pada kasus yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian (WHO, 2019) Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella typhi (S. Typhi). Mikroorganisme tersebut menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang anak usia 12-13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). Penyakit ini masih sering dijumpai di negara berkembang yang terletak di subtropis dan daerah tropis seperti Indonesia (Hasta H, 2020). Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam typhoid dapat



10



11



ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S.typhi, yaitu klien dengan demam typhoid dan lebih sering, karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan di daerah non endemik (Nugraheni, 2013). Menurut Elisabeth Purba et al, 2016, Demam typhoid (tifus abdominalis, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran cerna dan disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Demam typhoid akan sangat berbahaya jika tidak segera ditangani secara baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Prognosis menjadi tidak baik apabila terdapat gambaran klinik yang berat, seperti demam tinggi (hiperpireksia), febris kontinua, kesadaran sangat menurun (stupor, koma, atau delirium), terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi. Selama terjadi infeksi, bakteri Salmonella typhi bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah . Demam typhoid termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Demam typhoid dikenal juga dengan sebutan typhus abdominalis, typhoid fever, atau enteric fever. Istilah typhoid ini berasal dari bahasa Yunani yaitu



12



typhos yang berarti kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai yang berat. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa demam typhoid merupakan penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhi yang menyerang saluran pencernaan dan bersifat menular dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan saluran cerna, gangguan kesadaran, mual, sakit perut, sembelit dan diare. Jika tidak segera ditangani secara baik dan benar, dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian. 2.



Anatomi dan Fisiologi Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal merupakan sistem



Gambar 2.1 Sistem pencernaan (Sumber; Chaffee, Lytle. (2014 ) organ dalam manusia yang memiliki fungsi untuk untuk menerima



13



makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.  Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Organ Pencernaan utama terdiri atas : a. Mulut Mulut merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam proses pencernaan, fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan makannan sehingga ukurannya cukup kecil untuk dapat ditelan kedalam perut (Pearce, 2011). Bagian atas mulut dibatasi oleh palatum, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh mandibula, lidah dan struktur lain pada dasar mulut. Bagian leteral mulut dibatasi oleh pipi. Sementara itu, bagian depan mulut dibatasi oleh bibir dan bagian belakang oleh lubang yang menuju faring. Palatum memisahkan mulut dari hidung dan bagian atas faring.Pada mulut terdapat tiga pasang kelenjar liur, yaitu kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Diluar mulut ditutupi oleh kulit dan didalamnya ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Didalam rongga mulut terdapat gigi, kelenjar ludah, dan lidah. Kelenjar liur dipersyarafi oleh serabut parasimpatis dan simpatis.



14



Kelenjar liur bertanggung jawab, terutama pada proses mekanis, membantu proses bicara, mastikasi, dan menelan. b. Faring dan Esofagus Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut dan laring (tenggorokan). Faring merupakan saluran yang berbentuk kerucut dan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tonsil terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, dibelakang rongga mulut dan rongga hidung. Faring terdiri dari 3 bagian, yaitu superior , media dan inferior. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga, Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. Bagian superior disebut



nasofaring,



pada



nasofaring



bermuara



tuba



yang



menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Pada bagian media, faring bertemu dengan Esofagus (Kerongkongan) pada ruas ke-6 tulang belakang, Esofagus/ Kerongkongan merupakan saluran tipis dan panjang ( kurang lebih 25 cm) berbentuk tabung (tube) berfungsi sebagai saluran pencernaan yang menghubungan antara mulut dan lambung. Pada saat melewati esofagus, makanan



15



didorong kelambung oleh adanya gerak peristaltik pada otot esofagus. Gerak peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi otot secara bergantian pada lapisan otot yang tersusun secara melingkar dan memanjang serta berkontraksi secara bergantian. Akibatnya, makanan berangsur-angsur terdorong masuk ke lambung. Di esofagus / kerongkongan makanan hanya lewat saja dan tidak mengalami pencernaan (Pearce, 2011). Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus). c. Lambung Lambung (ventrikulus) merupakan kantong besar yang terletak di sebelah kiri rongga perut. Terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), bagian tengah yang membulat (fundus), dan bagian bawah (pilorus). Lambung terhubung langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan usus dua belas jari (duodenum) melalui orifisium pilorik. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam



16



lambung, asam klorida menciptakan suasana asam yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri yang masuk bersama makanan. d. Usus Halus Usus halus merupakan sakuran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6-8 meter dan lebar 25 mm yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus halus terbagi menjadi 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muscular dan serosa. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna. Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1) Usus dua belas jari (doudenum) adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari



17



yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. 2) Usus Kosong (Jejenum) merupakan bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan



(ileum).



Pada



manusia



dewasa,



panjang



keseluruhan usus halus antara 6-8 meter, dan 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), Vili berfungsi memperluas permukaan usus sehingga proses penyerapan zat makanan akan lebih sempuna. 3) Usus penyerapan (Ileum) adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu. Apabila seseorang menelan makanan atau minuman yang tercemar bakteri



18



Salmonella typhi, sebagian bakteri akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Bakteri yang dapat bertahan pada pH lambung akan masuk ke usus penyerapan (ileum) bagian distal, mencapai jaringan limfoid lalu berkembang biak, dan menyebabkan hiperplasia  Peyeri patches / Plak Peyeri. Plak Peyeri merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi bakteri Salmonella Typhi. e. Usus besar Usus besar atau kolon memiliki panjang kurang lebih 1 meter dan merupakan bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon ascendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), dan kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Di antara intestinum tenue (usus halus) dan intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut apendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel darah putih yang berperan dalam imunitas. Sisa makanan hasil pencernaan di usus halus masuk ke usus besar, di usus besar terjadi proses pembusukan sisa makanan menjadi feses oleh bakteri Escherichia Coli. Selain membusukkan makanan bakteri E.coli juga menghasilkan vitamin K dan vitamin B12 (Amrizal, 2017). f. Rektum dan anus



19



Rektum merupakan lanjutan dari kolon signoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sacrum sampai kanalis anus. Rektum terletak pada rongga pelvis didepan os sacrum dan os koksigis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar



(BAB).



Mengembangnya



dinding



rektum



karena



penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus. Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 otot sfingter. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sfingter. Sedangkan organ pencernaan tambahan, terdiri dari hati, kantung empedu, dan prankeas. Ke tiga organ ini membantu terlaksananya sistem pencernaan makanan secara kimia. a. Hati Hati terletak di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Hati dihubungkan oleh rangkaian duktus. Bermula dari duktus hepatikus kanan dan



20



kiri, lalu bergabung menjadi satu pada duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus utama bergabung dengan duktus kistikus dari kandung empedu, keduanya membentuk duktus empedu. Duktus empedu



menuju



duodenum



dan



bermuara



di



ampula



hepatopankreatikus bersama-sama dengan duktus pankreatikus. Hati memainkan peran penting dalam system pencernaan, metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati melalui vena porta hepatica. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk akan diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi peredaran ke seluruh tubuh. b. Kandung empedu Merupakan organ yang berbentuk seperti buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap. Organ ini terhubung dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran



21



empedu. Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan penyerapan lemak serta pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. c. Pankreas Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu Asini (menghasilkan enzim-enzim pencernaan) dan Pulau pankreas (menghasilkan hormon). Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. 3.



Klasifikasi Menurut WHO, ada 3 macam klasifikasi demam typhoid dengan perbedaan gejala klinik, yaitu :



22



a. Demam typhoid akut non komplikasi



Demam typhoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam berkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada klien dewasa, dan diare pada anak- anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya rose spot pada dada abdomen dan punggung b. Demam typhoid dengan komplikasi



Pada demam typhoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah. Hal ini tergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10% klien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi,



dan



peningkatan ketidaknyamanan abdomen. c. Keadaan karier



Keadaan karier typhoid terjadi pada 1- 5% klien, tergantung umur klien. Karier typhoid bersifat kronis dalam hal sekresi bakteri



Salmonella typhi di feses. 4. Etiologi Penyebab utama demam typhoid ini adalah bakteri salmonella thypi yang berhasil diisolasi pertama kali dari seorang klien demam typhoid oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884. Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora. Menurut Widagdo (2011), Etiologi dari demam



23



typhoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja.



Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu : a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup. b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik spesies. c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti serum O dan melindungi antigen O dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasive bakteri dan efektivitas vaksin. S. typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan bagian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan, lipopolisakarida dan lipid A. Ketiga antigen di atas di dalam tubuh akan membentuk aglutinin. d. Outer Membrane Protein (OMP). Antigen OMP S. typhi merupakan bagian dari dinding sel terluar yang terletak di luar membrane sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan



24



lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan masuknya zat dan cairan ke dalam membrane sitoplasma. Selain itu OMP juga berfungsi reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin. OMP sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada patogenesis demam typhoid dan merupakan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun penjamu. Sedangkan protein nonpurin hingga kini fungsinya belum diketahui secara pasti. Salmonella typhi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi yaitu klien dengan demam typhoid dan klien dengan carier. Carier typhoid adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, sehingga dapat menular dan menginfeksi orang lain (Rahmania, S. N. 2018) 5. Epidemiologi Demam typhoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropics terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang dapat mempercepat terjadinya penyebaran demam typhoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar hygiene industri pengolahan makanan yang rendah. Menurut Pang, selain karena meningkatnya urbanisasi, demam typhoid masih terus menjadi masalah karena beberapa faktor



25



lain yaitu, penyediaan air bersih yang tidak memadai, adanya strain yang resisten terhadap antibiotic, masalah pada identifikasi dan penatalaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosa yang pasti, pathogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam typhoid atau karier kronis. Transmisi kuman Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jaritangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan Feces. Epidemi demam typhoid yang berasal dari sumber air yang tercemar merupakan masalah utama. Transmisi secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam kandungan atau tertular pada saat dilahirkan oleh seorang ibu yang merupakan karier typhoid dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi karier kronis den mengekskresikan mikroorganisme selama beberapa tahun. Menurut Kepmenkes (2011), faktor risiko yang meningkatkan insiden terjadinya demam typhoid adalah: a. Higiene perorangan yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa pada penyaji makanan serta pengasuh anak. b. Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan pada penularan typhoid. Contohnya: makanan yang dicuci



26



dengan air terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya. c. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan. d. Penyediaan air bersih yang tidak memadai. e. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat. f. Klien atau karier demam typhoid yang tidak diobati secara sempurna. 6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat (Lestari Titik, 2016). Gambaran klinis yang biasa ditemukan adalah : a. Demam. Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3



minggu, bersifat febris remiten. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan



27



demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. b. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas



yang berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepi lidah berwarna kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi, tetapi juga bisa terjadi diare atau normal. c. Gangguan Kesadaran. Umumnya kesadaran penderita menurun dan



tidak terlalu dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Di samping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Sedangkan Menurut Wibisono et al (2014) menifestasi klinis pada demam typhoid yaitu: a. Nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama, b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pagi hari.



28



Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. c. Gangguan pada saluran pencernaan: halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan. d. Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran (apatis, somnolen). Menurut Ngastiyah (2005), Manifestasi klinis demam typhoid pada anak yaitu : a.



Anak usia sekolah dan remaja Mula-mula tanda dan gejalanya ialah



demam, lesu, anoreksia,



nyeri otot, sakit kepala, dan sakit perut yang berlangsung selama 23 hari. Mula- mula bisa terjadi diare dengan tinja seperti sup kacang, tetapi bisa juga terjadi konstipasi. Selain itu mungkin saja dijumpai gejala mimisan, batuk, dan kelelahan berat. Suhu badan naik secara remiten dan makin meningkat dalam 1 minggu. Kemudian menetap pada suhu 40◦C. Dalam minggu kedua, suhu bertahan tinggi dan gejala yang ada tampak makin berat. Anak tampak sakit akut dengan disorientasi, letargi, delirium, dan stupor. Tanda fisik yang biasa ditemukan adalah bradikardi relatif, hepatosplenomegali, dan distensi abdomen disertai nyeri. b. Bayi dan Anak umur 1/320 dan titer H > 1/60 pada satu kali pemeriksaan. Pada Propable Case didapatkan gejala klinis yang lengkap dengan titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 pada satu kali pemeriksaan, sedangkan pada Definite Case Diagnosis pasti ditemukan bakteri Salmonella typhi dengan kenaikan titer widal O > 1/320 dan titer H > 1/640 pada satu kali pemeriksaan (Widodo, 2007). 11. Komplikasi Komplikasi demam typhoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : a. Komplikasi Intestinal 1) Perdarahan Usus, Sekitar 25% penderita demam typhoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam. 2) Perforasi Usus, Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam typhoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.



38



b. Komplikasi Ekstraintestinal 1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. 2) Komplikasi



darah:



anemia



hemolitik,



trombositopenia,



koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis. 4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dankolelitiasis. 5) Komplikasi



ginjal:



glomerulonefritis,



pielonefritis,dan



perinefritis. 6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.



39



B. Konsep Asuhan Keperawatan Proses asuhan keperawatan pada klien dengan demam typhoid merupakan beberapa tindakan yang diawali dengan pengkajian, diagnosis keperawatan, intevensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi



keperawatan



yang



dilakukan



secara



sistematis



dan



berkesinambungan (Rohmah, 2014). 1. Pengkajian Pengkajian menurut NANDA (2018), melibatkan pengumpulan data subjektif dan obyektif (misalnya, tanda-tanda vital, wawancara klien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan riwayat kesehatan. Informasi yang diberikan oleh klien/keluarga, atau ditemukan dalam bagan klien. Pengkajian dapat didasarkan pada teori keperawatan tertentu, seperti yang dikembangkan oleh Florence Nightingale, Wanda Horta, atau Sr. Callista Roy, atau pada standar kerangka penilaian seperti Pola Kesehatan Fungsional Marjory Gordon. Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan demam typhoid meliputi: a. Data Klien Data klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, ruangan dirawat, no. Reg, status perkawinan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis, dan alamat. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, agama, alamat dan hubungan dengan klien.



40



b. Riwayat Penyakit 1) Keluhan utama Keluhan utama pada pada demam typhoid adalah demam yang akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh secara bertahap hingga mencapai suhu 40oC pada minggu pertama (Sucipta, 2015). Selain itu Biasanya klien datang dengan keluhan demam diatas 36-37,5̊C pada malam hari dan biasanya turun pada pagi hari (Muttaqin & Sari, 2011) 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengatakan badannya terasa panas, mual, nyeri abdomen. Klien juga tampak lemah dan pucat serta terasa panas diseluruh tubuh (Wijaya A. S., 2013) 3) Riwayat Kesehatan dahulu Merupakan riwayat penyakit yang pernah dialami oleh klien, dalam hal ini terdapat kasus carrier atau klien pernah mengalami demam typhoid sebelumnya dan terulang lagi atau relaps (Kemenkes RI, 2006). 4) Riwayat kesehatan keluarga a) Penyakit yang pernah diderita keluarga : kemungkinan ada



keluarga yang pernah menderita penyakit demam typhoid (Wijaya A.,S, 2013) b) Lingkungan



rumah & komunitas : mengkaji kondisi



lingkungan disekitar rumah yang mempengaruhi demam



41



typhoid yaitu rendahnya hygine perorangan, hygine makanan, lingkungan rumah yang kumuh, serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. c) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : tidak melakukan



cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, jajan sembarangan. 5) Pola Fungsi Kesehatan a) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan Pada pola ini dapat diidentifikasi persepsi klien atau keluarga tentang konsep sehat sakit (Rohmah, 2014). b) Pola nutrisi atau metabolik Klien mengalami penurunan nafsu makan akibat mual dan muntah. c) Pola eliminasi Eliminasi urin berwarna kuning kecoklatan akibat kurangnya kebutuhan cairan tubuh karena peningkatan suhu tubuh dan eliminasi fekal klien mengalmi masalah yaitu mengalami kontipasi akibat tirah baring yang lama (Nirmala, 2017). d) Pola Aktivitas dan kebersihan diri Aktivitas klien terganggu akibat tirang baring total untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti perdarahan dan perforasi, terutama pada klien dengan gejala klinis berat (Kemenkes RI, 2015).



42



e) Pola istirahat tidur Pola istirahat dan tidur terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (Nirmala, 2017). f) Pola kognitif dan persepsi sensori Pada kognitif klien tidak mengalami kelainan kecuali jika berada dalam penurunan kesadaran dan pada fungsi indra pengecap, pembau, penglihatan, pendengaran, dan peraba tidak terdapat kelainan (Nirmala, 2017). g) Pola konsep diri Biasanya terjadi kecemasan pada orangtua terhadap penyakit anaknya (Nirmala, 2017). h) Pola peran dan hubungan Hubungan dengan orang lain terganggu akibat hospitalisasi dan tirah baring total (Nirmala, 2017). i) Pola seksual dan seksualitas j) Pada pola ini dapat diidentifikasi apakah anak masih mengompol, apakah sudah mengalami menstruasi dan sirkumsisi (Rohmah, 2014). k) Pola mekanisme koping Pada pola ini dapat diidentifikasi cara yang dilakukan oleh anak saat menghadapi masalah, apakah dengan menangis memanggil ibunya, bercerita dengan ibunya dan sebagainya (Rohmah, 2014).



43



l) Pola nilai dan kepercayaan Pada pola ini dapat diidentifikasi nilai dan kepercayaan klien yang dapat berdampak pada kesehatan klien (Rohmah, 2014). c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital Biasanya akan terjadi peningkatan suhu tubuh secara bertahap hingga mencapai suhu 40oC pada minggu pertama (Mubarak, 2015). Gejala demam terjadi sekitar 7-14 hari atau dapat mencapai 3-30 hari dengan gejala secara perlahan dan mulai muncul demam remitten dan terjadi secara bertahap yang akan mencapai titik tertinggi pada minggu pertama dengan suhu 38oC atau lebih. Demam biasanya akan turun pada pagi hari dan meningkat pada sore atau malam hari dan demam sulit turun meskipun telah diberikan obat antipiretik. Pada minggu ke-2 masih berada dalam keadaan demam dan pada minggu ke-3 suhu badan berangsur turun kecuali jika terdapat infeksi dalam tubuh (Ghassani, 2014). 2) Sistem Pernafasan Pada sistem pernafasan dapat ditemui gejala batuk kering dan pada kasus yang lebih berat dapat ditemukan pneumonia (Nirmala, 2017). 3) Sistem Kardiovaskuler Pada



sistem



kardiovaskuler



ditemukan



penurunan



44



tekanan darah, keringat dingin, kulit pucat, akral dingin. Pada minggu ketiga dapat terjadi miokarditis dengan penurunan curah jantung yang ditandai dengan denyut nadi lemah, nyeri dada, dan kelemahan fisik (Nirmala, 2017). 4) Sistem Persarafan Pada klien dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral yang dapat berakibat syok dan penurunan kesadaran serta gangguan mental halusinasi dan delirium (Nirmala, 2017). 5) Sistem Perkemihan Pada sistem ini biasanya terjadi penurunan produksi urin akibat penurunan curah jantung (Nirmala, 2017). 6) Sistem Gastrointestinal Pada sistem ini ditemukan bau mulut yang tidak sedap, lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah, terdapat nyeri perut regio epigastrik (nyeri ulu hati), mual dan muntah, diare dan kontipasi (Kemenkes RI, 2006). Inspeksi



: terdapat mual dan muntah, nafsu makan klien



menurun, mukosa mulut kering, kebiasaan BAB 1x sehari, konsistensinya padat, berwarna kuning, berbau khas, perut kembung. Palpasi



: ada nyeri tekan abdomen.



Perkusi



: terdengar suara thympani.



45



Auskultasi : peristaltik usus meningkat >35x/ menit 7) Sistem muskuloskeletal Pada sistem ini ditemukan kelemahan fisik umum, nyeri otot dan malaise (Nirmala, 2017). d. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anak dengan demam typhoid menurut Susilaningrum (2013) adalah sebagai berikut: 1) Pemeriksaan darah tepi 2) Pemeriksaan serologi terhadap spesimen darah: terdapat Salmonella typhi yang ditemukan di minggu pertama dan pada minggu berikut akan ditemukan di feses dan urin. 3) Pemeriksaan widal: hasil titer antigen O 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan secara progesif. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Nurarif .A.H, 2015).Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016 diagnosa keperawatan yang muncul pada demam typhoid yaitu :. a.



Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit



46



b.



Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis



c.



Ketidakseimbangan



nutrisi



kurang



dari



kebutuhan



tubuh



berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. d.



Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan



e.



Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum



f.



Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.



3. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien yang ditentukan. Selama tahap intervensi keperawatan, dibuat prioritas dengan kolaborasi klien dan keluarga, konsultasi tim kesehatan lain, telah literature, modifikasi asuhan keperawatan dan cacat informasi yang relavan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinis pada pelaksanaan intervensi keperawatan demam typhoid (Muttaqin, 2008).



Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada Klien Demam Typhoid (NANDA NIC NOC, 2016)



No 1



Diagnosa / Batasan Karakteristik / Faktor yang Berhubungan Hipertermia Definisi : Suhu inti tubuh diatas kisaran normal karena kegagalan termoregulasi. Batasan Karakteristik : a. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal b. Kulit kemerahan c. Pertambahan RR d. Gelisah e. Latergi f. Kejang g. Kulit terasa hangat h. Supor i. Takikardia j. Takipnea k. Vasodilatasi Faktor yang berhubungan : a. Peningkatan metabolisme b. Dehidrasi c. Pakaian yang tidak sesuai d. Aktivitas berlebihan e. Ketidakmampuan/penuru nan kemampuan untuk



Tujuan dan Kriteria Hasil NOC : a. Hidration b. Adherence behavior c. Immune status d. Risk control e. Risk detection Kriteria Hasil : 1. Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas 2. Seimbang antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas selama 28hari pertama kehidupan 3. Temperature stabil 36,5 37,5 derajat celcius



Intervensi NIC : Temperature regulation (pengaturan suhu) 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinu 3. Monitor nadi dan RR 4. Monitor warna dan suhu kulit 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7. Selimuti klien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh 8. Ajarkan pada klien dan keluarga cara mencegah keletihan akibat panas 9. Diskusikan kepada keluarga tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan 10. Beritahu keluarga tentag indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan 11. Ajarkan kepada keluarga indikasidari hipotermi dan



Rasional Temperature regulation (pengaturan suhu) 1. Mengetahui suhu tubuh klien 2. Mengetahui suhu tubuh secara pasti dan mengetahui perkembangan klien 3. Mengetahui perubahan nadi, RR secara continue 4. Perubahan pada warna dan suhu kulit merupakan indikasi demam 5. Unruk mengetahui kebutuhan cairan 6. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi 7. Menurunkan panas 8. Untuk mencegah dehidrasi 9. Mencegah meningkatnya suhu tubuh secara drastis dan menambah pengetahuan keluarga tentang penyakit klien 10. Membantu menurunkan suhu tubuh 11. Dengan diberikan penjelasan diharapkan akan menambah pengetahuan keluarga tentang penyakit klien 12. Membantu menurunkan suhu



berkeringat terpapar dilingkungan panas Populasi yang berhubungan : a. Pemajanan suhu lingkungan tinggi



2



Kondisi terkait : a. Penurunan perspirasi b. Penyakit c. Peningkatan laju metabolism d. Iskemia e. Agens farmaseutika Nyeri akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau berlangsung