Kumpulan Cerpen Di Popes [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kumpulan cerpen di popes



erpen kehidupan santri ponpes modern “NEW SUN…” Semilir angin di malam hari masih saja dirasakan di waktu subuh ini. Embun pagi masih membasahi rerumputan. Mentari masih malu tuk menyinari bumi. Ustadz sudah siap untuk membangunkan para santri khususnya pembimbing di pagi ini. “qum-qum, yaa akhi...” “ah…,masih ngantuk” timbalku sambil membalikan badan, ku kira yang membangunkanku tadi adalah temanku ternyata itu ustadz. “hah… ustadz, waduh kirain si Rendy” gumamku dalam hati. “cepat bangun, nanti kamu terlambat” ustadz membangunkanku tuk kedua kalinya Aku bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dan bersiap-siap pergi ke masjid untuk sholat subuh berjama’ah. Pagi ini aku merasakan ada semangat yang baru karena mulai pagi ini aku akan memulai kehidupan baruku menjadi seorang pembimbing bukan menjadi anggota lagi. Karena aku sudah hidup di pondok lebih dari empat tahun. Dan kini memasuki tahun yang kelima di pondok ini, aku harus belajar untuk membimbing adik kelasku. Di pondok ini kita diajarkan untuk mandiri. Setiap hari kami berbincang-bincang dengan bahasa inggris ataupun arab. Walaupun aku sendiri bekum fasih menggunakan inggris maupun arab. Hari demi haripun berganti, baru saja aku duduk di kelas 5 TMI, tapi mengapa aku merasakan perasaan jenuh dan bosan tuk menjadi diriku yang dulu, yang hanya bisa mematuhi semua peraturan dan tak pernah ada sedikit pun di benakku tuk melanggar peraturan-peraturan itu. Aku merasa hampa dengan hidupku yang hanya lurus tak pernah ada liku-likunya. “hai…, kok kamu ngelamun terus sih?” tanya Rendy sambil menepuk pundakku, yang aku pun tak tau dia datang dari mana. “tidak kok, tidak apa-apa” ujarku pelan. “tapi kok, kamu sepertinya punya problem?” tanya Rendy penasaran. “tidak kok, bener dech” jawabku mencoba meyakinkan Rendy. “sudahlah… kamu jangan bohong sama aku!, aku sudah lama kenal kamu. “ya, nih Rendy, kenapa yach, kok… aku ngerasa bosan banget untuk jadi diriku sendiri yang selalu taat aturan” jawabku mencoba menjelaskan. “ya sudah, kalo kamu bosan, kamu cari kerjaan lain aja, yang tidak bikin kamu bosan” “ah..., orang di sini mah Cuma kaya gitu aja kerjaannya.” gumamku. “terus kamu maunya apa?” Tanya Rendy. “gimana kalo kita coba kita kabur saja dari sini?, seperti waktu anggota belum datang” “tapikan, itu masih belum aktif, jadi peraturan masih belum aktif juga” jawab Rendy mencoba meyakinkanku untuk tidak melakukannya. “dari pada begini terus, emang kamu tidak bosan?”. “ya sich, aku juga merasa bosan, tapi kalo mau kabur, kaburnya kapan?”jawab Rendy polos. “tenang aja, itu mah bisa diatur”. “ya udah deh, terserah kamu aja” “okay dah, sip” Aku mengacungkan jempolku. Malampun telah tiba, dimalam ini aku dan Rendy masih berfikir mengapa kami merasa bosan hidup dipondok ini. Kamipun berfikir akan rencana kami dipagi tadi. Setelah



melihat situasi dan kondisi yang aman terkendali tak ada seorangpun yang mengetahui. Kamipun mencari posisi untuk melompati tembok tinggi ini. Bagaikan spiderman yang bisa melompat tinggi, walaupun pada akhirnya sawah tidak bersahabat dengan kami. “aduh, sial nich aku” kata Rendy sambil membersihkan celananya yang kotor terkena lumpur sawah. “iya nich, baru pertama sudah kaya begini, apa Allah tidak meridhoi?” gumamku. “hus, ya nggaklah, masa Allah meridhoi kita untuk kabur, Allah tuh meridhoi kita untuk belajar, dan mematuhi peraturan” Rendy mulai berceramah bagaikan khotib berceramah diatas mimbar. “alah mulai ceramah dech pak ustadz, kalo mau ceramah tuh mimbar kosong tadz…, sekarang juga ustadz lagi kaburkan? Dasar ustadz gadungan” “oh…iya lupa aku” jawab Rendy polos seperti tak bersalah. Iya pun memegangi jidatnya. Kami berduapun berjalan melintasi sawah, mengarungi sungai, berjalan di atas selokan. akhirnya kamipun sampai di tempat tujuan. Sesampainya di warung nasgor Memet. Kamipun memesan nasgor 2 porsi. “okay, siap boss” ujar tukang nasgor. “yang satu pedas, yang satu tidak pedas” pesanan kamipun telah selesai dihidangkan. Perut kamipun yang tadinya didemo oleh cacing-cacing diperut kami karena sudah tidak diberi makan, kamipun makan dengan lahapnya sampai kami tidak sadar dengan beberapa menit saja nasi kami telah habis. “bang 2 lagi !!!” ujarku sambil mengacungkan 2 jariku. “dibungkus boss?” tanya tukang nasgor sambil membawa piring kotor kami. “nggak disini aja, masih laper nich !!!” Rendy menimpal sambil memegang perutnya yang masih kosong. “hah…” tukang nasgorpun tercengang karena ia mengira nasgor yang kedua ini akan dibungkus, tapi tenyata kami memesannya untuk dimakan disini langsung. Tukang nasgorpun membuatkan nasgor untuk kedua kalinya, “ini orang udah kelaparan nggak makan dua minggu, apa kenapa ya? Gumam tukang nasgor dalam hati. Setelah mereka selesai makan dua piring nasgor yang kedua, kamipun menuju warnet yang pernah kami kunjungi, ketika belum aktif. Kami membuka situs-situs facebook dan tidak lupa update status. Hari-hari berganti hari kami melakukan aktifitas ini setiap malam, namun tak ada seorangpun yang mengetahui kecuali kami, aktifitas ini kami lakukan seperti aktifitas seharihari untuk menghilangkan kepenatan dan kepusingan ini, hingga sampainya disuatu hari, mungkin hari dimana kesialan menimpa kami. Seperti halnya dalam pribahasa sepandaipandainya tupai melompat pasti akan terjatuh dan sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai pasti akan tercium pula baunya. Seperti biasanya waktu maghrib tiba semua santri pergi ke masjid begitu pula aku dan Rendy. Tak pernah kami menduga dimaghrib ini akan terjadi kejadian yang merubah kehidupan kami. Tiba-tiba sebuah pengumuman terlintas ditelinga kami. “hope to come the name written on this papers to TMI office, namely Rendy and Aldy, soonly” “Ada apa ini Ren?” Tanyaku kepada Rendy. “gak tau tuh!!!” jawab Rendy sambil merapihkan sejadahnya. “Ren…,kamu punya perasaan tidak enak nggak?, kok kita dipanggil ya” “tidak tuh, enjoy aja sich paling dipanggil mau dijadiin manager teladan” jawab Rendy kepedean dengan nada bercanda. “hah…ada-ada aja kamu mah bener nich aku jadi was-was” desisku seperti orang ketakutan. “masa kita ketahuan kabur sich!!!”.



“mungkin juga sich, terus gimana dong?” “ya sudah kita tenang aja, ya…mungkin ini sudah waktunya, kita harus terima resiko. Karena terlalu sering melakukan perlanggaran” Rendy mulai berkhotbah lagi. “ya sudah, ayo cepat kita ke kantor!!!” seruku sambil berjalan. Kami menuju kantor TMI dengan perasaan gelisah tak tenang, kami bertanya-tanya mengapa kami dipanggil bagian pengasuhan. Sesampainya di kantor kami langsung memberi salam. “assalamu’alaikum”. “wa’alaikumsalam, silahkan masuk!!!” jawab ustadz bagian pengasuhan yang sedang duduk dikursi, iapun langsung bertanya untuk mengintrogasi kami. “Aldy, kamu ada dimana malam minggu tanggal 13?” “di pondok ustadz” jawabku merasa tak berdosa. “terus kamu Rendy?” “sama ustadz di pondok” jawab Rendy. “Aldy kamu punya facebook tidak?” Tanya ustadz. “punya ustadz “ jawabku. “malam minggu bener ada di pondok? Mengapa difacebook kamu statusnya baru, terus Rendy mengapa bisa komenter statusnya Aldy?” Tanya utadz mendesak kami. “mmm…mungkin kakak saya ustadz yang buka, lagi pula dia yang membuatkannya untuk saya.” Jawabku mencoba membantah. “Lalu ini apa?” ustadz membentak, sambil memberikan kertas hasil percakapan di facebook. “ini tertulis tentang perasaan kalian berdua di pondok sementara tidak mungkin orang lain menulis seperti ini” ustadz mendesak kembali. “Tapi ustadz itu bener bukan saya” aku mencoba meyakinkan. “ya udah,saya nggak mau denger alasan dari kamu lagi, yang penting kamu besok harus botak”ustadz menegaskan pada kami berdua. Kami tak berdaya dan harus menerima semua kenyataan karena inilah buah dari perbuatan yang kami perbuat. Kami langsung menuju asrama dengan perasaan yang kacau-balau laksana kaca yang pecah berkeping-keping.tak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulutku.. Pagi pun tiba matahari menyinari bumi dengan sinarnya yang terang-benderang,cahaya matahari terasa lebih terang hari ini, karena telah muncul dua matahari baru, kilauan cahaya itu dari dua kepala yang telah digunduli hingga botak tak tersisa sehelai rambut pun, dan jika ada kutu yang hinggap di kepala kami maka kutu itu akan terpeleset karena kepala kami sangat licin saking botaknya. Dari sini kami menyadari bahwa kami tidak boleh bosan untuk menjadi orang baik. Untuk mengenang kejadian ini aku menulis sebuah puisi yang berisi akan penyesalanku. Penyesalanku Telah ku langgar segala peraturan Telah ku lewati semua larangan Untuk menghilangkan kepenatan Hingga ku rasakan kebahagiaan Namun semua itu hanya tipu daya setan Yang telah menjerumuskaku ke jurang penyesalan Ku menyesali atas semua kakhilafan Kini yang ku rasakan hanyalah penyesalan Semua penyesalan kurasakan Setelah mahkotaku berguguran Semua ini adalah hukuman Yang mengjariku arti kehidupan



Kini aku mengerti bahwa hidup ini sangat berarti bukan hanya untuk mengejar kesenangan belaka, akan tetapi aku harus menjalani hidup ini dengan penuh kasabaran, karena hidup hanyalah satu kali maka aku harus melakukan sesuatu yang berarti. Aku kembali seperti dulu selalu taat akan semua peraturan.



Bahagia Hidup Pesantren Share Cerpen Karangan: Praditiyo Ikhram Lolos moderasi pada: 6 September 2013



(Bel Berbunyi) Pagi menjelang subuh aku telah dibangunkan oleh suara bel yang sangat keras. Bergegas aku menuju kamar mandi untuk cuci muka dan wudhu, setelah itu aku dan kawan-kawanku mengambil peralatan sholat dari mulai sarung sampai peci. Kemudian aku dan kawanku pergi ke masjid untuk sholat subuh berjama’ah, lalu setelah sholat berjama’ah aku langsung setoran hafalan qur’an kepada guruku.. “li, ustadnya kemana nih? tumben gak ada?” Tanya Radit “Gak tau deh, coba kita cari bareng yuk. siapa tau ketemu..” Jawab Ali “Eh eh tungguiin, biar carinya bareng, kita kan satu Halaqah” Ucap Randy Terlihat ustad kami lagi berjalan menuju kelas Ibnu rusyd.. “Nah, tuh ketemu ustadnya lagi jalan ke kelas. yuk samperin biar kita bisa setoran lebih awal” Ucap ali Sambil semangat “Ya udah ayo” Ucap Radit dan Randy Setelah kami menyetorkan hafalan kami yang tadi malam telah kami hafalkan, kami langsung muraja’ah lagi hafalan kami biar tidak terlalu hilang/lupa.. Setelah itu jarum panjang menunjukkan keangka 5.45, langsung kami berpamitan dengan ustad kami agar hafalan kami berkah. tak panjang lebar aku dan kawan-kawan satu halaqah langsung lari ke asrama dan mengambil gayung untuk mengambil antrian paling pertama.. “Alhamdulillah dapet antrian pertama” Ucap Ali (sambil kelelahan) “Alhamdulilah juga dapet antrian kedua” Ucap Radit “Ali Cepet ya mandinya jangan lama-lama” Ledek Radit “iya iya, sendirinya juga lama” Ucap Ali Lalu aku pergi ke kamar untuk melepas peralatan sholatku dan aku segera bergegas ke kamar mandi. setelah selesai mandi, aku langsung mengambil piring untuk mengambil makanan.. Setelah mengambil makanan aku langsung duduk di samping asrama, tiba-tiba ada yang datang



“Ali, tumben makannya sendirian aja nih?” Tanya Radit “Eh radit, engga kok biasa aja. lagi pengen makan sendiri disini” Jawab Ali. “Iya nih, makan sendiri aja gak ngajak-ngajak kayak ada sesuatu yang dipikirkan nih?” Ledek Randy “Apaan sih ran? pikirin apa coba? kita kan sebagai santri seharusnya kita pikirin tuh hafalan dan belajar itu doang” Jawab Ali “Yang bener?” Tanya Radit “Iya bener, orang gak pikir apa apa kok” Jawab ali Setelah selesai makan aku langsung cuci piring dan siap pergi ke sekolah. “li, tungguiin aku dong.” Ucap Radit “Iya iya cepet” Ucap Ali Sepanjang perjalanan untuk ke kelas Ali kelupaan sesuatu yang untuk dibawanya ke kelas. “Astagfirullah, ada yang kelupaan?” Ucap ali “Apaan yang kelupaan?” Tanya Randy “Buku ku” Jawab Ali “Ya udah kalian duluan saja ke kelasnya nanti aku akan menyusul” Ucap Ali Lalu ada temanku yang menyamperiku dan di tangannya ada kelihatan sebuah buku. “li ini bukumu bukan?” Tanya Alvin “Iya iya ini bukuku.” Jawab ali “lain kali jangan ditinggalkan di kasur ya li.” Ucap Alvin “iya, syukron ya vin” ucap ali “Afwan” jawab alvin Lalu aku berlali ke kelas, setelah itu di kelasaku belajar dan mendapatkan berbagai ilmu yang besar dan lumayan banyak dan ustad disana yang mengajarnya juga enak-enak, seru-seru dan happy… Setelah itu bel pun berbunyi untuk menandai untuk istirahat “Li, solat dhuha dulu yuk. mau gak?” Tanya Alvin “Ok, ajak teman-teman yang lain juga ya” Jawab ALi Setelah aku mengajak teman-teman yang lain, aku langsung berangkat ke masjid untuk solat dhuha. Setelah selesai solat dhuha, kami jajan ke kantin tetapi salah satu sepatu teman kami ada yang hilang. “Astagfirullah, Dimana ya sepatuku yang sebelah lagi?” Tanya Alvin “Mungkin kesenggol orang, terus jatuh dan mungkin ketendang kali.” Jawab Randy “Akh gak mungkin pasti ada yang jail nih” Ucap Alvin Kebetulan salah satu dari kami ada yang menemukan sepatu milik teman kami..



“Vin nih sepatumu” Ucap Radit “Dimana?” Tanya alvin “Nih, disini”jawab radit “Wah makasih ya sudah ditemukan sepatuku” Ucap Alvin sambil terseyum “ya sama-sama, kita kan Sahabat, kalau sahabat ada yang susah harus kita bantuin.. Ya gak teman-teman?” Tanya radit saking semangat “Betul” Jawab serentak Beberapa saat kemudian bel pun berbunyi “Ya udah sekarang kita masuk kelas yuk” Ucap Ali Akhirnya bel istirahat pun kelar aku dan kawan-kawanku masuk ke kelas mereka masingmasing. kami pun di kelas ini belajar dengan sungguh-sungguh supaya kami bisa membanggakan orang tua kami, Belajar adalah usaha kita untuk bisa bersaing mendapatkan nilai tertinggi. “Alhamdulillah Dikit lagi Bel pulang dan sholat dzuhur” Ucap Ali didalam hatinya (Bel pulang berbunyi) Setelah kami belajar, kami langsung menuju ke masjid untuk solat dzuhur berjama’ah. Setelah kami sholat mengambil tas kami, dan temanku punya ide untuk HAL ini. “Eh temen-temen, gimana kita balapan lari dari masjid hingga asrama. kalau di antara kita yang larinya terakhir dan nyampenya terakhir dia harus mengambilkan makanan. gimana setuju?” Tanya Radit “Setuju” Jawan serentak. “hah aku gak mau lari.” Ucap ali “Kenapa?” Tanya randy “Lagi kesemutan” jawab ali “oh, gakpapa” ucap radit Ada-ada saja ide temanku ini, dia gak pernah luput dari ide, banyak ide yang bisa dikeluarkan dari otaknya dia juga pintar dalam hal strategi. Dan aku sangat bahagia punya sahabat seperti mereka semua.. Setelah itu si randy yang lebih cepat duluan, di susul oleh radit dan yang terakhir adalah alvin. “Vin kamu kan yang terakhir sampai, kamu ambilkan makanan ya hehe. sesuai dengan peraturan” Ucap Randy “iya ran, sini tak ambilin makanannya” Ucap Alvin sambil buka baju sekolah Setelah si alvin ngambil makanan, dia mengantarkannya ke kasur mereka masing-masing. biasalah kalau si alvin gak ada orangnya biasanya taruh di kasurnya..



“Vin makanannya mana?”Tanya Randy “Ada di kasur semua, ran tolong bilangin yang lain ya” jawab alvin “Sep” Ucap Randy Setelah itu aku langsung mengambil makananku, ternyata temen-temenku gak bilang kalau makanannya yaitu nasi goreng. ya kebetulan nasi gorengnya sudah pada abis semua yang dari kelas 7 – 9. ya sudah terpaksa ngambil di dapur. Setelah itu aku langsung ke asrama untuk makan siang… Setelah habis makan aku, aku langsung duduk sebentar di samping asrama sambil merasakan keadaan disini.. Tak lama kemudian teman-temanku datang. “Eh li, sendirian aja?” Tanya Alvin “Iya nih, dari tadi diem mulu disini”Tanya radit “gakpapa kok, aku cuman pengen santai aja kok.” Jawab ali dengan santainya. “Oh ya udah, gak mau main bola?” Tanya Randy “gak akh, kalian aja.” Jawab ali sambil tersenyum Setelah itu teman-temanku langsung bermain bola dengan kawan-kawanku yang lainnya, beberapa menit kemudian aku memikirkan sesuatu “Akh dari pada diem disini mendingan tidur aja deh” Ucap Ali dari hatinya Lalu ali menuju ke kamarnya untuk beristirahat sebentar, biar nanti gak kelelahan saat muraja’ah. Bel menandakan sholat ashar pun dibunyikan aku pun terbangun dari tidurku, lumayanlah tidurnya gak lama dan gak sebentar. Lalu aku bergegas menuju ke kamar mandir untuk cuci muka dan wudhu, setelah itu aku langsung mengambil peralatan sholatku dan memakainya setelah aku pakai aku langsung berangkat ke masjid.. Sesampai di masjid aku langsung solat tahiyatal masjid dan muraja’ah hafalan tak berapa lama kemudian azanpun dikumandangkan di sini, Setelah azan aku pun langsung sholat sunnah dan tak setelah selesai kemudian iqomahpun dikumandangkan. Lalu temanku datang. “Li, ayo kita setoran muraja’ah kita coba tes aku ya” ucap randy “Sebentar, panggil kawan-kawan biar kita muraja’ah bareng-bareng.” Lalu ali memanggil kawan-kawan untuk saling setor menyetor, lalu kami semua langsung muraja’ah nanti kami saling setor menyetor terhadap teman baru nanti dites oleh ustad kami, beberapa kemudian ada dari teman kami yang menyetor duluan dan kami juga gak akan mau kalah dengan dia setelah beberapa menit semuanya langsung menyetor ke ustadnya.. “ust, saya setorah dong “ucap ali “iya sabar satu persatu” Ucap ustad



Akhirnya dari beberapa kami ada yang sudah menyeselesaikan setorannya, dan terakhir tinggal si randy sehabis selesai randy kami langsung izin ke asrama untuk mengantri di kamar mandi, lalu kami langsung salim dan tanpa panjang lebar kami seperti biasa langsung berlari kencang untuk mengantri kamar mandi.. “Alhamdulillah, aku ngantri pertama seperti biasa” ucap ali sambil kelelahan “Alhamdulillah, ngantri kedua lagi” ucap radit “Dit, kamu mau mandi duluan gak?” Tanya ali “Yang bener li? biasanya kamu duluan?” ucap radit “Ya beneran kamu mandi duluan gih, abis itu aku” Ucap ali Selagi radit mandi, aku ingin baca buku cerita sebentar sekalian nunggu si radit. Karena kata ustdku buku adalah sebuah ilmu dan cahaya ketika kamu tidak membacanya cahaya itu akan mati terhampa, ketika kamu membacanya kamu akan terang secerah mentari, coba lihat presiden habibie dia pas sd sampai menjadi presiden. Dia tak henti dari yang namanya belajar, palingan dia cuman tidur 2 jam atau 1 jam langsung dia berkerja & belajar lagi, apa lagi membaca al-qur’an itu adalah suatu nikmat yang besar kalau kita membacanya Aliflammim itu bukan satu kata tapi satu huruf Alif, lam, dan mim dan kalau kita membacanya 1 huruf itu 10 kebaikan.. beberapa saat kemudian radit memanggilku.. “ali, mandi li aku dah selesai” Ucap teriakannya radit “Oh iya” Ucap ali Setelah itu aku langsung masuk ke kamar mandi. Setelah aku selesai mandi aku langsung bersiap-siap untuk persiapan al-mat’surat, setelah al-mat’surat aku dan teman-temanku muraja’ah hafalan biar hafalan kita gak lupa setelah beberapa lama kemudian azan maghrib pun dikumandangkan setelah selesai aku langsung sholat sunnah, doa, dan tunggu iqomah berkumandang. Selelah itu sholat magrib pun dilaksanakan setelah sholat magrib dan kami semua keluar ada ustad yang memanggil kami semua. “Ali, rady, radi dan Alvin. Kalian semua adalah sahabat yang baik dan kalian juga setia kawan, janganlah kalian putus hubungan sampai tua nanti, kalian pasti akan menjadi sahabat yang baik dan ustad selalu ingatkan kalian harus belajar lebih giat banggakanlah orang tua kalian janganlah tangisi orang tua kalian dengan keburukan kalian tapi tangisilah orang tua kalian dengan kebanggaan kalian, dan jangan lupa selalu baca qur’an karena kalian adalah penghafal qur’an, semoga semoga kalian semua menjadi hafidz qur’an” Ucap semangat ustad rival “ya ustad kami pasti akan menjaga hubungan kami dengan erat, insya allah motivasi ustad membuat kami semua lebih semangat lagi untuk menghafal qur’an dan meeratkan persahabatan kami” Ucap Alvin saking semangatnya



“Tenang ust kami akan selalu semangat dan selalu menjalin tali persahabatan kita bersama. Ya gak kawan-kawan.?” Tanya ali “Betul” Jawab serentak Cerpen Karangan: Praditiyo Ikhram Facebook: Pradi Tiyo Ihram Albahri Twitter: @mujahid454 UDARA MALAM DILUAR PESANTREN Karya Faqih Sulthan Betapa banyak dari kalangan muda berhenti dari mengejar cita-cita, kehendak mulia, mimpimimpi fantastis dalam capaian prestasi, hanya lantaran keteledoran, hanya karna ulah menyimpang yang mulanya hanya iseng iseng belaka, atau mental ‘nanti dulu’, atau sikap ‘sebentar dulu’.akhirnya lama kelamaan jiwanya mulai layu, semangat mulai redup. Gairah berkaryanya semakin kering. Akhirnya ia pun terhenti dari segala harapan yang telah menanti di ujung kerja kerasnya. Malam Jumat itu seusai solat isya’ para santri asik ngobrolin sang kyai yang tak kunjung datang mengisi tausiah, banyak dari santri yang menduga tausiyah bakal dibatalin. Tentu aku dan kawan kawan bingugn apa yang muski dikerjain malam itu, mau tidur..,udah tadi siang di sekolah!, mau makan..,paling menunya gituan, kalo ngrumpi?,alah...... ngga’ usah disebutin jelas itu DOSA!. Kalo sudah begini bengong bareng deh!.



Sedang enak-enaknya bengong, tiba-tiba “DOARR” benturan pintu membuat kesunyian kamarku terpecah, ternyata setelah di telusuri Rio atau panggil saja O-lah penyebabnya. “Asal kalian tahu!, udara bebas telah menanti kita, tunggu apa lagi mumpung Ustadz-Ustadz pada lenggah” teriak O layaknya Bung tomo. “ Anta ga’ usah mimpi! Kalo ketahuan kita bisa jadi jama’ah botak.” Saut Tahta menolaknya. “ Alah.... not effect lagipula cuman semalam!” bantah Afix mendukung O. Setelah kedua kubu ini cukup lama bersitegang, akhirnya kubu dari O-lah yang memenangkanya, dengan berat hati akhirnya Rizki dan simpatisannya mau tidak mau harus menuruti O atas dasar kekompakan. Tapi masih saja ada halangan dengan terbentuknya gerakan NonBlok yang beranggotakan Iqbal & Yovie, awalnya aku-pun termasuk dari mereka dengan setempel disiplin terukir di jidat ku, tetapi dibagian hatiku yang lain menggatakan akan timbul kedengkian yang bakal



menimpaku, itulah sebabnya peraturan yang berdiri tegak di pondok ini terpaksa ku robohkan dengan dalih rumus phytagoras, loh ! ko’ phytagoras ?. Ya karena rumus phytagoras berlaku untuk segitiga siku-siku, bunyi rumus phytagoras adalah panjang sisi miring kuadrat sama dengan jumlah kuadrat dari panjang sisi yang lain. atau secara matematis ditulis C² = B² + A² maka dapat disimpulkan bahwa, antara O sebagai C², Rizki sebagai B²,dan Aku sebagai A² masing-masing memiliki posisi yang saling berkaitan walaupun memiliki sifat variabel yang berbeda mereka mampu membentuk sebuah bangun segitiga siku-siku atau yang kita sebut sebagai kekompakan. ” ujar Affan yang ketika itu menjabat sebagai atasan kami. ‫كيف يمكننا الخروج من هنللا دون علللم‬ ‫" التسلللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللللتاذ‬ “ta’ usah kawatir kita gunakan saja jamur sebagai tameng” seru Ady dengan bangga. “maklut so...?” kata yang dilontarkan kawan-kawanku usai mendengar ucapan Ady. “gini lo..awalan, kita sibukan para Ustadz dengan keberadaan Iqbal & Yovie, bila para Ustadz terlena dan gerbang masih terbuka lebar kita bisa segera keluar dari sini” jelas Ady mirip Adolf hitler ketua Nazi pas nyusun strategi penyerangan inggris. Malam itu juga sesuai komando, rencana itu betul-betul kami kerjakan. Satu persatu para santri kabur dari pondok. Kami dengan mudah bisa lolos dari sepengetahuan Ustadz dan itu bukan karena Iqbal & Yovie yang berhasil melemahkan penjagaan para Ustadz ,akan tetapi memang Ustadznya yang lemah. Kabur dari pondok bukan soal seberapa ketat penjagaan atau kawat berduri yang menghalangi melainkan ini soal seberapa kuatnya pagar nafsu yang dimiliki para santri. Meski sehebat apapun penjagaannya kalo pagar nafsunya rusak akan tetap saja mudah dibobol. Kitab Ta’limul muta’alim yang sering kami kaji tak begitu berdampak pada kami, sehingga 14 bab yang terdapat di dalam kitab ini (istilah kitabnya, fashl) yang membahas tentang metode belajar, keutamaan ilmu, motivasi belajar, memilih ilmu, guru, dan kawan serta memuliakan ilmu dan ulama, yang sesungguhnya berfungsi sebagai reparasi pagar nafsu malah hanya dijadikan para santri moderen semacam kami sebagai syarat terhindar dari jeweran ustadz Ladun selebihnya hanya Allah dan masing-masing diri mereka yang tahu. Kami telah keluar dari tempat kami menuntut ilmu. Yang biasanya sarung dan gamis menyelimuti kini jins dan jemper membuat kami Jauh dari kata santri. Bulan terus fokus melihat langkah kami, berbeda dengan orang tua kami yang tertidur pulas tanpa mereka ketahui kalau anak-anaknya ternyata telah menghianati kepercayaan mereka. meski Rizka dan kawan-kawa telah meyakinkanku, Hatiku tetap kebat kebit. Soalnya ini pertama kali aku membolos. Alun alun, ya! Disanalah kami nanti singgah, berkumpul dengan banyak lapisan masyarakat. Tak perduli mau konglomerat, miskin, kafir, mukmin yang taat bahkan yang munafik-pun ada disana. Kami terus menyusuri kota yang kami sebut kota labirin karena sekian banyak jalan yang kami lalui tersekat oleh dinding-dindingnya yang menjulang tinggi. Dari jauh sudah terdengar ayat-ayat Allah terlantun begitu indah membahana ditengah kota, sementara yang mendengarkan bertentangan dengan apa yang telah didengar. Itu terbukti tatkala kami tiba di alun-alun, para pejantan dan betina bercumbu seolah mereka telah menantang Allah dengan menyalahi Q.S An nuur: 30-31. Tapi sayang, bagi calon-calon kyai seperti kami tak banyak yamg mempermasalahkan itu. Rizka dan teman-temanya kemudian pergi kepusat pertokoan. Jalan-jalan muter-muter. Masuk ketoko mainan, nyobain jadi anaknya orang berduit. Juga liat-liat kaus-kaus yang sulit kami ditemukan di almari santri dan puncaknya, main dingdong! belasan logam koin



dihabiskan untuk nyobain semua permainan. Makin sering kalah makin penasaran. Menjelang pukul sembilan malam kami masih asik main, sampai-sampai gak tahu kalo sekelilingnya udah sepi. Tanpa duga, nongol Satpam ngusir –ngusir kami, ya udah nggak ada pilihan lain kami musti cepet keluar dari gedung itu dengan koin masih tergenggam di tangan. Lagi asyik menikmati AC terahir di pintu utama gedung, di sebrang jalan raya tampak dari teman kami memangil-mangil mengisyaratkan agar kami segera menghampirinya, seolaholah ada kejadian luar biasa telah terjadi. “Rugi kalian ngelewatin kejadian yang tak kan ada dua kali, ada duel antar dua geng yang kedua duanya sama-sama punya kekuatan gaib, yang satu pakek jurus harimau, yang satunya lagi jurus pocong ya.. kayak ngilang gitu deh” jelas Alpin nyerocos. Alpin baru bisa berhenti dari ocehanya ketika ia melihat dari balik pungung ku tampak seorang ibu yang menghampiri kami lantas menawarkan sisa roti ulta milik anaknya kepada kami dengan cuma cuma, ya.. meski udah ga’ utuh yang penting enak, gratis lagi ,he.he.he. Belum sempat roti terbagi rata, kami kedatangan tamu yang kalau dinilai dari penampilanya sudah barang tentu bukan santri layaknya kami. kumal,semiran, dan aneh. Tapi yang lebih aneh disaat kami merasa terancam, ternyata ia hanya ingin mengajak kami bertanding sepakbola. Maka malam itu juga tepat pukul 11.30 WIB di bundaran Kudus terjadilah duel antara PERSIPON dengan JFC (jalanan football club) yang bakal disaksikan beribu-ribu kendaraan yang lalu lalang. Lampu-lampu toko berangsur-angsur padam tanda bahwa malam semakin larut, tetapi pertandingan ini malah semakin seru, ketika banyak trik-trik menakjubkan yang ditampilkan mereka di hadapan kami seperti flick up, el elastico, lift ball, Marseille roulette , serta samba. Pemain kamipun berjatuhan dibuatnya. Dari mulainya pertandingan, bola belum samasekali menyentuhku, hingga akhirnya ia menghampiriku dengan sendirinya, tapi sayang itu tak berdurasi lama, karna Tahta dengan semangat mengglora meminta bola itu agar segera diserahkan padanya. Dengan berat hati satu umpan amatir kuberikan pada Tahta, sang kapten, yang langsung menyundul bola dengan sisi kanan kepalanya. Namun, Keeper tak mau kalah, ia menepis bola kedalam lapangan pada waktu yang tepat. Tak sampai disitu saja Rifki pun ikut serta dalam perselisihan itu, ia melakukan chip volley tinggi diatas keeper yang terjatuh, dengan keras bola melesat melintasi tumpukan sendal-sendal gawang dan meningalkan area pertandingan, menciptakan gol sehingga kita memipin dengan sekor 5-3. Pada menit ke 80-an ‘ehh inget ngak ada intermission’ , Kapten JFC melakukan gerakan hell kick flick pada Huda yang seketika itu terkecoh, ia melakukan one two bersama temannya, dan ia melakukan tendangan volley rendah yang langsung menjebol gawang timku. Skor menjadi 5-4, karena pertandingan ini tak ber wasit dan tak diberi batas waktu, maka yang perlu di lakukan ialah mencetak angka sebanyakbanyaknya sampai ada di antara kami yang terkapar kecape’an. Tapi asal kalian tahu pertandingan itu usai bukan karna kami kecape’an melainkan ketika bola yang kami rebutkan terpental jauh melambung menghantam teravo lampu alun-alun dengan begitu kerasnya. Akibatnya lampu alun-alun mati dengan seketika! “ waduh!...., kabuuur....* woy ojo lali sandale,” “sandalku neng di? #%^ “ heh iku sandalku!”. Kami ketakutan bukan kepalang melebihi takut kami saat menghadapi Mbah Syem (direktur pondok) ngamuk. Entah apa yang kami takuti, hingga harus merelakan sandal pada jebot. Padahal kabur dari pondok saja menjadi hal yang membanggakan, tapi mengapa hanya karna lampu alun-alun mati kami musti kayak maling lompat sana ngumpet sini. Kalo begini kesimpulannya berarti memang sudah tidak terbesit lagi sifat tanggung jawab di dada kami.



Langkah kami semakin melambat seiring semakin jauhnya alun-alun dari pandangan kami, tak selang beberapa lama sohabatku Afix tanpa beban memutuskan agar perjalanan ini dilanjutkan ke rental PS, padahal belum kering keringat di tubuh kami. Sekarang terbukti jika saiton itu memang tak akan pernah lelah bila sudah berurusan dengan misinya yakni menggoda manusia. “Ana Muflis ni” ujar Khafidz memanja. “Ya, lagi pula mata ku wis riyep riyep ki !” saut Daus sembari mengucek matanya. “Menara ya’ !” yang lain menyauti. Meski mereka tak bermaksud membela aturan pondok aku turut gembira ada dari kawanku yang tidak berminat menuju rental PS, andai insiden ini terjadi tentu akan menjadi pelanggaran pondok ke 2 bagi kami. Memang benar di dalam nas Al-Qur’an tak ada yang menerangkan keharamannya sehingga ini menjadi perkara kontemporer yang harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Meskipun yang berniat ke rental PS resesif tetap saja tak menyurutkan hasrat para pecandu PS hadir ke tempat terlarang itu. Kejadian ini menggambarkan hukum (–) x (+) = (–) keburukan yang walau didalamnya ada kebaikan hasilnya akan menjadi buruk. Solusinya kami yang (+) harus memisahkan diri dari yang (–), tak ada pilihan lain selain berpisah dari yang (–) agar tak ada yang terkontaminasi. Kamipun memutuskan bermalam di masjid yang dibangun sunan jaffar shadiq, yang di sana banyak orang berbondong bondong minta-minta, ya.. minta di panjangin umurnya lah, dilulusin sekolahnya lah, dikayakan hartanya lah, bahkan minta dikasih receh pun ada alias pengemis he,he,he.. yang jelas mintanya selain kepada Allah SWT (musrik). Tapi ada juga yang tidak musrik ko’, ya.. kayak kita-kita ini ni, didikan ponpes Muhammadiyah dengan doktrin murni dari nabi Muhammad masak percaya ama hal yang khurofat kaya’ gitu mau dibawa kemana wajah KH. Ahmad Dahlan. Kami terus menyusuri jalan beraspal yang tak kunjung dingin, padahal sesekali angin malam menerpa tubuh kecil kami. Terus melangkah dengan berharap masjid yang kami idamkan telah di depan mata, agar bola mata yang kian memerah ini segera tertutup rapat rapat. Sampailah di bagian yang mengingatkanku akan sejarah perang diponegoro tepatnya tatkala rakyat pribumi bersatu dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati. Namun ini tidak ada sangkut pautnya dengn perebutan tanah, karna ini adalah kejadian yang bermula ketika kami telah berjalan jauh meningalkan komunitas PS tiba-tiba dari ujung jalan tampak segrombolan anak anak muda yang postur tubuhnya menggingatkan kami dengan para pecandu PS itu, “Ya itu memang mereka, lihat saja ada yang sandalnya jebot itukan Huda” ujar Farizi sembari melenggak lenggokkan kepalanya. Setelah dirasa opserfasi sudah cukup teliti, Azkipun angkat bicara “Hei! Aku punya ide nih, gimana kalo perjumpaan ini kita bikin mirip kayak adegan tawuran!, kayak anak STM yang di tp-tp itu.tu... ” Kami berlari dengan begitu menjiwai seolah menujkukan bahwa kami memang bakat dalam tawuran. Harap maklumlah, dipondokkan udah sering tawuran kalo ayam lauknya. Di sisi lain, para PS-man juga nampak ter Ilhami menanggapi sandiwara ini mereka berlari kencang menghampiri kami. “heyaaaaaaaaa!!!” gemuruh suara kami.



Padahal kami tahu disekitar TKP banyak bapak-bapak lagi asik ngumpul main catur sambil ngemil kacang godok, e..malah gara-gara ulah kami, kacang godoknya ketuker ama pion, wak ka’ ka’ ka’.. Oops. “E .e.e..... ka..mpul !” peki’ salah satu warga karena kecewa melihat kami enga’ jadi pukulpukulan malah berlaga layaknya aktor Keanu Charles Reeves pas main di film Matrix meranin tokoh Neo. Saat itu aku tak sempat berfikir jikalau notabenku adalah seorang santri 13 th, yang ada hanya perasaan gembira soalnya rental PS yang mereka tuju tutup, jadinya kami bisa pergi ke masjid sunan kudus bareng-bareng. Tak kusangka kaki ini telah hadir di permukaan tanah menoro, debu yang sekian lama menumpuk di raut muka segera tersterilkan oleh air wudhu. Sebelum terpejam kami sempatkan mendirikan solat malam meski terkadang dengungan ahli dzikir sempat mengganggu. Di keheningan malam -/+ jam tigaan, kenyamananku bermimpi mulai terusik saat kudengar suara aneh yang terus merambat ditelingaku *#^%*)(@!?>+! “Hiiiiii....,..” sepontan aku terprangah melihat tubuh O yang dibelai pemuda cantik bertingkah kemayu. “Suts sutsO,O.bangun, ..bangun” kawan ku berusaha membangunkannya dengan suara lirih. Kami tak mampu berbuat banyak karna banci itu badanya kekar, tapi untunglah ada orang bawa’ gagang pell dengan suara lantangnya mengusir si banci tadi, seketika si banci kabur tergopoh gopoh sembari terdengar ia menggerutu. “Nang ! omahmu ngendi ?”seru si tukang pell. “ndha’an pak”balas O ngibul. “bali kono Masjidte apek ano pengajian” serunya. “Huh* untunglah O masi berjaka kalau ga’ jadi repot urusanya” sindir kawanku. Ada yang mengganjal bagiku. Sebenarnya apa alasanya hingga banci barusan bisa dibuat kawanku O mabuk kepayang. E,,,Ternyata setelah ku infestigasi semua ini berawal dari ulah O tatkala beranjak ke rental PS ia menggoda si banci !. jadi sekarang sudah jelas,semua ini dikarenakan hukum kausalitas atau bisa di terangkan melalui perinsip archimedes "Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan mendapat tekanan keatas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut". Dengan sesal bercampur rasa geli karena nasib O barusan, kami jadi kesulitan menentukan kemana lagi kita harus singgah, jikapun ke pondok, yang ada malah digrebek, masak ke alunalun lagi, ya.. udah lah emang disana nasip kami berikutnya. Kepergian kami disambut para santri salafi yang berdatangan memenuhi panggilan sang kyai, dengan ditemani kitab kuning yang tertempel di dadanya mereka siap mengabdi pada guru. Entah apa yang membuat mereka berbeda dengan kami yang hanya bisa perotes dan mengkritik, jika di tela’ah dengan seksama mungkin santri modern memang takkan mungkin 100% percaya terhadap gurunya namun hal ini akan menciptakankan penyaluran ilmu yang dapat terevaluasi melalui dobrakan dobrakan yang dilakukan santri-santrinya tapi sayangnya hal ini berdampak pada mental ketawadhu’an mereka terhadap guru. Oleh karna itu mau santri salaf atau modern yang terpenting tawadhu’ dan tidak menjadi santri yang pasif /hanya menerima materi dari sang guru tanpa mengetahui kebenaranya. Mata kering memerah, kaki mengeras, sekujur tubuh lengket oleh keringat terasa sedikit terobati ketika kami telah berhasil menaklukan medan yang jauh dan bisa berbaring pulas di teras masjid agung Kudus. “tak tak tak tak taktak tak, dung.... dung.... dung dung dung dungdung dung...dung.......dung..,Allah.......................huak,barAllah........................huak,bar”, suara



muazin yang mirip kaya’ Afgan itu menandakan subuh telah tiba. Meski sedikit malasmalasan karena ga’ ada pak Hasan ngopyai ,kami tetap menunaikan salat subuh dengan iman yang masih tersisa di hati. Takbirotulikrom lalu membaca alfatihah + ayat-ayat dalam al qur’an kemudian ruku’ lalu iktidlal dan next, e.’.’.’. eladalah! kami tersungkur sujud tanpa tahu kalo ada do’a kunut, tanpa bosa-basi seketika layaknya video direplay kami kembali tegak. Meski di dalam salat kami sedikit malu dengan jama’ah lainya karna memperjuangkan karakter, kami tetap berusaha mengahiri salat itu dengan khusyuk. Setelah menunaikan ritual ibadah yang jarang-jarang bisa ditemukan di masjid kami. Kami segera beranjak keluar kemudian duduk-duduk menikmati asap knalpot yang semakin mengusir udara subuh hanya untuk memperoleh mentari terbit dari balik gedung Ramayana. Apakah ini yang disebut O sebagai kebebasan. Yang bisa keliling supermarket, sepakbola bareng anak jalanan dan main PS sampai-sampai harus dipeluk banci. Kalo memang benar itu kebebasan maka apa bedanya kita dengan gelandangan atau lebih extrimnya binatang yang baginya kebebasan berupa perbuatan tiada aturan. Padahal seasik apapun kebebasan takkan sedikitpun lepas dari resiko yang telah disiapkan oleh Allah. Lantas mungkinkah santri dengan mental macam kami kelak akan memperoleh cahayaNya, hanya do’a yang dapat ku panjatkan. Ini hanya sekeping kisah pesantren yang masih terpatri dimemori setiap pelakunya adapun hikmah didalamnya itu tergantung dari hati yang merasakan. PROFIL PENULIS Nama saya Faqih Sulthan, Lahir dengan darah kota ukir, tumbuh di tanah kota wali, menimba ilmu di bawah langit kota keretek (ponpes muhammadiyah kudus).



Penjara Suci oleh Firda Mustikawati Tahun 2002 adalah tahun pertama Ami duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Atas perintah orang tuanya, Ami harus melanjutkan sekolah di pondok pesantren. Orang tua Ami mempunyai alasan, mengapa Ami harus melanjutkan sekolah di pesantren. Ami, anak perempuan yang manja dan sedikit nakal. Sebenarnya wajar jika anak kecil melakukan kenakalan. Namanya juga anak kecil. Belum mengerti betul mana yang harus dia lakukan dan mana yang harus dia hindari. Tapi, kenakalan Ami membuat orang tua Ami resah dan khawatir dengan kehidupan Ami kedepannya. Nah, dari sinilah orang tua Ami



berpikir untuk kebaikan Ami, untuk merubah sikap Ami yang manja dan sedikit nakal (bandel) itu. Jalan keluar yang dipilih orang tua Ami yaitu dengan memasukkan Ami di pesantren. Orang tua Ami berpikir dan berharap bahwa dengan memasukkan Ami di pesantren, dapat merubah sikap Ami selama ini. Saat itu, Ami tidak tahu menahu soal pesantren. Tidak tahu menahu bagamaina kehidupan di pesantren. Tidak tahu menahu dengan siapa dia akan tinggal di pesantren. Tidak tahu pula mengapa Ami harus melanjutkan sekolah di pesantren. Tanpa menolak, wajah polosnya mengangguk dan mulutnya menjawab “ya” dengan senang ketika orang tuanya bertanya “Nak, ibu dan ayah sekolahkan kamu di pesantren ya?”. Orang tua Ami bersyukur karena anak sulungnya bersedia untuk disekolahkan di pesantren. Setidaknya, orang tua Ami bisa sedikit tenang karena di pesantren nanti, Ami bisa lebih mendapat perhatian yang ketat dari pengasuh pesantren. Perjalanan dari rumah Ami ke pesantren lumayan jauh dan memerlukan waktu berjam-jam untuk sampai kesana. Sesampainya di pesantren, orang tua Ami menitipkan Ami kepada pengasuh pesantren. Bukan sekedar menitipkan saja, tapi juga sedikit membicarakan masalah Ami kepada pengasuh pesantren. Setelah itu, orang tua Ami kembali ke rumah dan meninggalkan Ami di pesantren. Kehidupan pesantren mulai dirasakan oleh Ami. Ami merasa kehilangan semua yang dia miliki di rumah. Tidak ada televisi di pesantren. Padahal, Ami suka sekali menonton acara televisi. Tidak ada kipas angin atau AC (air conditioner) di pesantren. Padahal, Ami tidak suka dengan ruangan yang panas. Ami mulai merasakan kegelisahan di hari pertama dia hidup di pesantren. Mungkin karena dia merasa kehilangan banyak fasilitas yang biasa dia dapatkan di rumah dan ternyata tidak dia dapatkan di pesantren. Bukan hanya fasilitas saja yang berbeda. Ami merasakan perbedaan masalah pelajaran. Ketika di luar pesantren Ami tidak pernah menerima pelajaran seperti mengaji kitab yang biasa disebut bandongan dan sorogan. Tapi, di pesantren inilah Ami harus bergelut dengan kitab-kitab yang asing baginya. Seiring berjalanannya waktu, Ami mulai



melupakan kegelisahannya. Kini Ami memiliki banyak teman di pesantren yang bisa menghilangkan rasa gelisahnya. Emma adalah salah satu teman baik Ami. Bisa dibilang mereka sekarang bersahabat. Ami mulai betah hidup di pesantren. Sikap Ami pun berubah menjadi seorang anak yang alim dan menjadi pendiam, tidak terlalu banyak bicara. Selama satu tahun, sejak orang tuanya mengantarkan Ami ke pesantren, Ami belum pernah pulang ke kampung halamannya di Semarang. Sebentar lagi kenaikan kelas. Ami senang karena sebentar lagi dia bisa berlibur, bertemu dengan orang tuanya dan kedua adiknya. Sehari sebelum pembagian rapor, Ami dipanggil untuk menghadap pengasuh di ndalem beliau. Pengasuh pesantren menyuruh Ami untuk segera bersiap-siap pulang ke Semarang. Ami bingung. Pengasuh melanjutkan perkataannya bahwa ayah Ami menyuruh Ami segera pulang. Pengasuh pesantren juga berrkata bahwa rapor Ami sebaknya diambil setelah Ami pulang dari Semarang. Ami masih bingung, karena tidak adanya kejelasan dan alasan mengapa Ami secara mendadak disuruh pulang. Akhirnya, Ami pulang ke Semarang. Dia diantarkan tangan kanan pengasuh pesantren. Di perjalanan, Ami masih bertanya-tanya, ada apa sebenarnya di rumah. Kenapa dia harus pulang secara mendadak, sementara sebentar lagi pembagian rapor. Sesampainya di rumah, Ami disambut ayah dan kedua adiknya. Ibu Ami tidak terlihat di rumah. “Ibu kemana, yah?” tanya Ami. “i..bu..di..ru..mah sa..kit, Mi”. Sambil terbata-bata ayah menjawab pertanyaan Ami. Ami terkejut seketika itu. Ibu Ami terkena penyakit jantung. Selama Ami di pesantren, Ami tidak pernah tahu bagaimana kondisi ibunya. Dia merasa ibunya sehat-sehat saja. Saat ini, ibunya tengah mendapat perawatan di rumah sakit. Tanpa pikir panjang, meskipun badan Ami masih lelah dan pegal-pegal karena perjalanan dari pesantren ke



Semarang yang lumayan jauh, Ami mengajak ayah untuk menemaninya bertemu ibu di rumah sakit. Kondisi ibu Ami semakin memburuk. Lemah tak berdaya. Ami tak tega, tak kuasa melihat kondisi ibunya. Semua keluarga sudah pasrah. Mereka serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa mana yang terbaik untuk ibu Ami. Sepanjang hari, Ami tak berhenti mendoakan ibunya. Ami berdoa meminta kesembuhan ibunya. Tapi, Tuhan berkehendak lain, Ibu Ami meninggalkan Ami, Ayah, kedua adik Ami serta keluarga besar Ami. Semua menangis merasa kehilangan sosok ibu yang begitu lembut. Di saat Ami telah menjadi remaja yang alim, gadis yang baik, ibunya justru meninggalkan Ami. Perubahan sikap Ami itu belum sempat ditunjukkan kepada ibunya. Ami yakin, meskipun ibunya sudah tidak bersama dia lagi, tapi ibunya pasti akan sangat senang melihat Ami yang akhirnya menjadi anak yang baik dan alim sesuai harapan orang tuanya dulu. Ami berjanji pada dirinya bahwa jika kelak dia sudah lulus dari pesantren, dia akan menjaga ayah dan kedua adiknya setiap hari. Liburan Ami tidak seperti liburan anak-anak lainya. Ami mendapatkan cobaan harus ditinggalkan oleh ibunya di usianya yang masih terbilang kecil. Selama di rumah, setiap hari jumat pagi, Ami, ayah, dan adik-adiknya nyekar di makam ibu Ami. Membacakan tahlil, mengirimkan doa supaya ibu Ami ditempatkan di tempat yang layak oleh Allah. ***



Ami kembali ke pesantren setelah dua bulan di rumah. Teman-teman Ami mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya ibu Ami. Emma, sahabat Ami merangkul dan berbicara pada Ami supaya sabar atas cobaan yang diberikan Allah kepadanya. “Allah menyimpan sejuta rahasia di balik cobaan berat yang kemaren Ami alami”. Lanjut Emma. Kesedihan Ami pun sedikit demi sedikit mulai terkikis oleh waktu dan dukungan semangat dari teman-temannya di pesantren.



*** Enam tahun kemudian. Ami lulus kelas tiga Aliyah (setingkat SMA) dari pesantren. Atas semangat dan kegigihannya dalam belajar, Ami menjadi santri dan murid terbaik lulusan periode 20082009. Ami senang, ucapan syukur pun keluar dari mulutnya. Ami bertekad untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi Semarang. Dia ingin dekat dengan ayah dan adik-adiknya. Sejak kepergian ibunya, ayah Ami tidak menikah lagi karena besarnya cinta ayah kepada ibu Ami. Keinginan Ami masuk perguruan tinggi di Semarang, gagal. Ami belum berhasil lolos ujian masuk perguruan tinggi di Semarang. Berkali-kali dia mencoba ikut tes, namun gagal dan gagal lagi. Setelah berpikir panjang dan mendapatkan nasehat dari ayahnya, Ami memutuskan untuk tidak kuliah. Ami membantu bisnis bordir ayahnya yang sejak lama sudah dirintis. Ada baiknya juga Ami tidak kuliah, karena dia bisa secara intensif menjaga ayah dan kedua adiknya di rumah menggantikan sosok ibu yang enam tahun terakhir meninggalkan mereka.



Cerpen “Menjadi Santri” by Rio Bahtiar · 25 Agustus 2014



Ilustrasi Santri :v Puji syukur kepada Yang Maha Kuasa yang membuatku pernah menjadi santri. Terima kasih kepada temanku, si Unung, yang mengiming-imingiku menjadi santri. Terima kasih juga kepada ibu bapakku yang menyebabkan aku menjadi santri. Tidak lama aku menjadi santri, cuma dua tahun. Perlu aku bersyukur sebab sekarang merasakan beruntungnya menjadi santri. Aku bersyukur dalam sejarah hidupku pernah mengalami kehidupan pesantren. Terasa banyak gunanya. Dan tentu saja punya kisah yang tak dimiliki anak-anak kota yang tak mengenal pesantren. Kuakui, sebelumnya sering malu kalau orang lain mengetahuiku pernah jadi santri. Kadang sering mangkir pernah jadi santri. Tapi belakangan malah bangga. Aku bangga sebab punya pengalaman hidup yang lebih dari anak-anak kota pada umumnya. Dari pesantren memang tak sebarapa banyak ilmuku. Soalnya aku nyantir cuma dua tahun. Sementara santri lain bisa sampai belasan tahun. Waktu Belanda dikalahkan Jepang, sekolah-sekolah tutup. Anak-anak menganggur. Si Unung, teman sebangku di sekolah, ikut kakaknya nyantri di pesantren P. Ketika pulang, ia menceritakannya dengan menarik. Katanya, mengaji di pesantren lebih cepat ketimbang ngaji di Ajengan Enoh, di Kampung. (Aku dan si Unung mengaji di Ajengan Enoh).



Lalu timbul keinginanku menjadi santri. Semakin bertambah setelah mendengar ceramah Ajengan Ma’mun ketika Rajaban.* “Sekarang kebanyakan manusia memburu harta dunia seolah-olah akan hidup selamanya. Padahal maut tak diketahui kapan datangnya, bisa besok, bisa nanti, tak ada yang tahu. Saudara-saudara, ilmu itu cahaya, al-ilmu nurun. Orang tak berilmu ibarat di dunia gelap tak tahu jalan yang harus ditempuh. Itulah sebabnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap mukmin. Tholabul ilmi faridlotun ‘ala kulli muslimn wa nuslimatin…” begitu kata Ajengan Ma’mun. Niatku semakin bulat untuk ke pesantren. Ibuku tak kurang sepuluh kali mengucapkan alhamdulillah ketika aku mengatakannya. Ia kemudian bercerita ke hampir setiap orang di kampung. Lalu para orang tua ingin juga memiliki anak sepertiku, menjadi santri. Aku lupa tanggal persisnya mulai menjadi santri. Tapi tak akan lupa harinya, Rabu. Sebab itu perhitungan kakekku. Menurut dia, mulai mencari ilmu harus dimulai hari Rabu. Aku lupa alasannya, tapi katanya Rabu hari terbaik mulai tholabul ilmi. Tidak seperti Yogaswara dalam Mantri Jero**, ia berangkat ke pesantren sendirian. Keberangkatanku seperti calon haji yang akan pergi ke Makkah. Seperti Purnama Alam*** pergi ke Pesantren Gurangsarak. Berduyun-duyun pengantar. Kedua pamanku mengapit di kiri kananku, ibu, bapak, dan kakek. Beriringan Mang Ihin dan si Uha, tukang kebun dan anaknya. Keduanya memikul perbekalanku dan oleh-oleh buat ajengan. Ajengan menyambut hormat kedatangan rombonganku. Apalagi kepada kakek, ia sangat hormat sekali. Sebab kakekkulah yang dulu menikahkannya. Aku menjadi santri istimewa di pesanten itu. Sampai ditawari, mau tinggal di rumah ajengan atau mau di kobong****. Aku memilih di kobong supaya banyak teman. Kalau di rumah ajengan, takut ketahuan aku tak pintar. Di kobong, aku diberi tempat yang enak. Tak jauh dari jendela. Tempat tidur di atas ranjang. Kopor disimpan di atas. Malam pertama di pesantren aku merasa takut. Mungkin karena belum ada yang kenal. Dan ternyata susah kenal dengan mereka. Santri yang tidur di bawah ranjangku sepertinya sedang sakit. Dia berselimut terus. Ketika orang lain ke masjid, dia masih saja berselimut. Selepas Isya kuberi paha ayam dan nasi timbel. Betapa gembira menerimanya. Santri yang tidur di sebalah kiriku, dari tampangnya saja tampak songong. Di hadapanku, ia membaca Safinah keras-keras. Tambah menyebalkan ketika ia bertanya dengan bahasa Arab, “Man ismuka?” Sespertinya dia menyangka aku tak mengerti sama sekali bahasa Arab. Padahal yang seperti itu aku pernah belajar kepada Ajengan Suganda. Aku menjawab pertanyaan dengan menyebutkan namaku, ia tidak songong lagi.



“Kamu pernah ngaji ya?” tanya teman yang tiduran di bawahku, sementara giginya menggerus tulang. “Belum,” kataku. Nah, dengan merekalah aku pertama kali kenal. Pertama si Atok, yang tidur di bawahku. Kedua si Aceng, yang songong, di sampingku, yang bertanya dengan bahasa Arab. Ketika mulai ngaji, aku diperkanalkan ajengan. Para santri, ini Den Anu, putranya juragan Anu, putunya juragan Hatib, di B. Mulai saat itulah aku hidup di pesantren. Cerpen ini diterjemahkan dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia oleh Abdullah Alawi dari kumpulan cerpen otobiografi Dongeng Enteng ti Pesantren. Kumpulan cerpen tersebut diterbitkan tahun 1961 dan memperoleh hadiah dari LBBS di tahun yang sama. Menurut Adun Subarsa, kumpulan cerpen tersebut digolongkan ke dalam kesusastraan Sunda modern sesudah perang. Nama pengarangnya Rahmatullah Ading Afandie sering disingkat RAF. Ia lahir di Ciamis 1929 M. Pada zaman Jepang pernah nyantri di pesantren Miftahul Huda Ciamis. Tahun 1976, ia muncul dengan sinetron Si Kabayan di TVRI, tapi dihentikan karena dianggap terlalu tajam mengkritik. Ketika TVRI cabang Bandung dibuka, RAF muncul lagi dengan sinetron Inohong di Bojongrangkong. * peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW ** novel karya Memed Sastrahadiprawira * ** wawacan karya sastrawan R. Suriedireja **** kamar-kamar di pesantren Sunda, gutekan di Jawa



Cerpen “Tragedi Cinta” By Isnainy Dec 19, 2014 8360 2 SHARE



Facebook



Twitter



Setiap peristiwa di jagat raya ini adalah potongan-potongan mozaik, terserak disana-sini. Tersebar dalam rentang waktu dan ruang-ruang, namun ia akan bersatu perlahan-lahan, membangun siapa diri kita. Lalu apapun yang kita kerjakan dan usahakan dalam hidup ini akan bergema dalam keabadian. Separagrap janji suci yang tertanam dalam hati, suatu nanti itu akan menjadi kekuatan tuk mewujudkan kesetiaan. Saat itu aku baru saja menerima ijazah kelulusan sekolah menengah pertama (SMP) sekaligus mendapatkan risalatur ridho dari pondoku tercinta ialah Al-hikamussalafiyah Al-mutmainnah, Cipulus, Purwakarta. Huhhh lega rasanya hatiku, kini aku lulus dalam tahap ke 3 dari retorika perjalanan hidupku, di tengah-tengah perjalanan menuju pulang tak henti-hentinya aku ucapkan takbir pada yang maha kuasa atas kasih sayangnya selama ini yang tak pernah ternilai. kiiiiiiiik suara pekikan kendaraan beroda dua kini berhenti tepat di depan rumahku, itu tandanya bahwa aku telah sampai di rumah syurgaku. Ku langkahkan kaki menuju rumah, namun di ruang keluarga aku di kejutkan dengan keberadaan seorang laki-laki seumuranku yang tak ku kenal.sikapku yang terkesan cuek ,dia hanya memandangiku penasaran, aku bertanya kepada ibuku perihal siapakah gerangan? ibu bilang dia adalah adik dari isteri kakaku (adik ipar kakak ku). Malam hari yang sunyi menjadi saksi awal dari perkenalan aku dan dirinya, dimulai dari sebuah obrolan tentang kelanjutan pendidikanku sampai rencana akan kemana aku melanjutkan study. Aku tak menyangka sama sekali bahwa aku akan satu sekolahan dengannya tepatnya di ponpes Darussalam pondok modern alumni gontor. Padahal awalnya aku tidak terlalu menyukai dengan pondok modern, namun itulah takdir yang tak bisa di tentang lagi, aku harus bersekolah di tempat yang sama sekali bukan keinginanku tetapi ada satu hal yang menguatkanku untuk bertahan, ialah aku ingin mahir dalam berbahasa dan tekhnologi yang tak ku dapatkan di pondoku dahulu, anak yang baru saja ku kenal itu mampu menggiurkan hatiku untuk bisa bersekolah di tempatnya, dengan segala fasilitas & kualitas yang mampu memenuhi semua keinginan para pelajar umumnya. “ gimana rosa, kamu betahkan di sekolah baru dan pondok baru dengan teman- teman yang baru? ” Tanya seorang laki-laki yang baru saja ku kenal “ mungkin karna aku masih santri baru, jadi aku masih kaku dan kurang mengerti seputar sistematis pendidikan dan kehidupan di pondok baru, kenapa sampai saat ini aku belum pernah memegang komputer sebagai salah satu pelajaran dan fasilitas yang ada? “ “ belum lah ros, kamukan masih baru, nanti udah satu tahun baru kamu bisa belajar TIK dengan praktik bukan hanya teori “ “ Ooooh gitu ya? Oke deh rosa mau sabar nunggu bisa praktik komputer “ Satu semester sudah ku lewati, kini tiba saatnya liburan panjang. Saat itu aku pulang dengan jemputan keluarga dia. selama bersekolah di daerah jawa aku tinggal di rumah kakak ku yang kebetulan rumahnya berdekatan dengan rumah dia, jelas saja setiap kali liburan panjang aku selalu bertemu dengannya, bahkan sudah menjadi rutinitas kita berdua selalu berbagi cerita



mengenai pengalaman dahulu dan kesanku bersekolah di sekolahnya. meskipun kita baru saja kenal dari akhir SMP, tetapi kita sangat akrab, aku dan dia saling mengenal satu sama lain, kedekatan kita sudah seperti kakak beradik, dimana saat aku sedih dia menghiburku saat aku butuh bantuan dia selalu ada dan saat aku mengalami kesulitan dalam hal pelajaran dia mampu menjadi guru terbaiku begitupun sebaliknya. malam minggu tiba, ketika langit mulai bermuram durja dan meneteskan air mata kehamparan bumi yang gersang yang dibombardir kilat langit, malam itu menjadi saksi pertama kalinya aku memegang alat yang selama ini aku idamkan. bentuknya seperti tv, berat, memiliki banyak kabel, bisa menulis tanpa tinta, bisa menyimpan data dan memiliki banyak jaringan, benda itu populer dipanggil KOMPUTER yaaaa, komputer namanya. “ gimana, bisa kan mengoprasikan komputer sekarang? sekarang rosa tinggal sering-sering ajah kalo liburan ngotak ngatik sendiri, nanti juga lama-lama bisa sendiri kok“ “ makasih yah kamu udah ajarin aku ilmu banyak mengenai komputer, kamu adalah guru pertama yang ajarin aku tekhnologi “ “ ia sama-sama kan kita sodara bahkan kamu bilang aku kakak, jadi udah sepantasnya dong kalo kakak ajarin adiknya ilmu yang belum adiknya tau sama sekali, bahkan masa depannyapun kakaknya berhak tau dan peduli looooh, heeeeee. “ “ uuuuuhhh ia ia, kebetulan aku gak punya kakak jadi pas banget aku jadiin kamu kakak, kan umur kita aja selisih 1 tahun, jelas kamu lebih tuaaa heeee “ “ eh ros besok kan kepondok lagi tuh, aku titip buku ini ke temen rosa yah? Dia lagi nyari nyari buku harun yahya kebetulan kakak punya, jadi nanti tolong kasih ke dia buku ini, kamu kenal kan sama sela? “ “ ia aku kenal kok, insya Allah nanti aku kasihin “ “ eeeeh kok jawabnya ketus, kenapa? Cemburu yah? Tenang, sela itu temen angkatan rosa, kakak kenal deket sama dia karena kita suka syering “ “rosa…………….. ayo masuk kamar, udah malem jangan ngobrol ajah…..” teriak seseoarang dari dalam rumah “ duh kak udah dulu yah rosa udah dipanggil A imron nih, sampe ketemu enam bulan kedepan yah! daaaaah. “ Allohu akbar Allaahu akbar, begitu terdengar kumandang suara adzan agu bergegas pergi ke kamar mandi untuk berwudlu lalu melaksanakan kewajiban yang sudah menjadi rutinitasku kepada sang Kholiq, begitu selesai shalat subuh yang biasanya aku tidur lagi, pagi itu aku sangat disibukan dengan persiapan menuju kembalinya ke sebuah tempat penjara suci. Karena aku seorang perempuan jadi perlengkapan kehidupanku lumayan banyak, wajar saja aku kan termasuk santri sekaligus siswi yang jauh dari tempat tinggal. “ ayo rosa…… nanti kesiangan looh, cepet kita berangkat sekarang! “ ajak kak imron Sangat tepat!!! aku tiba di pondok pukul 09.00, Setelah sampai kamar, kakakku segera pamit pulang, kini aku di luar jangkauan keluarga lagi dan mulai lagi deh aku hidup disangkar ilmu beserta teman-teman seperjuangan. Tepat di depan kelas kulihat sosok remaja dan sepertinya aku mengenalnya, ku sapa dia tanpa ragu lagi “ heiii gimana kabarnya sela? “ “ Alhamdulillah baik, kamu sndiri gimana? “baik juga” “ sama siapa kamu dianter kepondok? “ sama kakak, “ “gak sama………dia?



“dia siapa? Furqon maksud kamu? tenang aja sela, aku gak bareng dia kok hehehe” “ emang kenapa gituh kalau sama furqon, gak apa-apa kali kaliankan sodara “ “ yaaaah takutnya kamu cemburu hehehe” “ kenapa cemburu pacar juga bukan “ “ eeemm oh iya ini buku dari furqon, aku disuruh ngasihin ini ke kamu “ “ oh…. Iya, bilangin makasih yah? “ Siiip, yaudah aku ke kamar dulu yah daaaah….” Sesampainya aku di depan kamar terdengar suara memanggilku dari belakang rosaaaaaa, tunggu! Akupun menghentikan langkahku dan kuputar badanku ke arah asal suara “ini ros aku titip ini yah buat dia “ “ dia siapa, furqon? apa ini? kok kayak kado pake di bungkus rapih segala, emang dia ulang tahun yah ? “ iya rosa, besok dia ulang tahun! kasihin yaaah ? “ ehemm ehemmm oke Tar aku kasihin, eh tapi lewat siapa ? kan pondok kita gak boleh komunikasi sama lawan jenis bentuk apapun itu ? “ nitip ke pengurus saja atau ustadzah pondok saja kamu kan sodaranya pasti bisa “ “ oke deh insya Allah aku usahain.” Tak terasa hari ini adalah hari ke tiga aku kembali berada di pesantren, disinilah aku bisa mendapatkan kebersamaan. Membaca al-qur’an bersama, shalat bersama, dan mengkaji ilmu agama. Ketika adzan maghrib dikumandangkan, semua santriwan dan santriwati keluar dari kelasnya masing-masing karena pembelajaran sudah selesai dan waktunya beribadah, karena di pondok ku terkenal dengan penerapan sistem pendidikan yang disiplin, jelas saja setiap kali waktu shalat berjamaah penduduk pesantren bersaing untuk mengarungi pahala shalat berjamaah dengan menduduki barisan terdepan. Setelah shalat berjamaah selesai, aku dan teman-temanku segera beranjak pergi menuju kamar untuk mengganti busana karena malam itu aku dan teman-teman akan malam bersama dalam rangka merayakan ulang tahun salah satu teman sekamarku, namun ketika aku beranjak pergi, terdengar keras dari belakang suara yang memanggil-manggil namaku dan sahabatku “rosaaaaa, selaaaaa, kalian dipanggil ibu pimpinan tuh ke kantor “ “ ada apa ya tria? ” “ gak tau samperin ajah sanah “ “ ia ia makasih “ Dijalan menuju rumah guruku, aku dan sahabatku bertanya-tanya kenapa kita dipanggil mendadak seperti ini, perasaanku mulai merasa tak karuan, tapi aaaah perasaan itu cepatcepat aku tepis dari benak dan pikiranku, dengan penuh keberanian aku ucapkan salam. Assalamualaikum ? Waalaikumsalam. rosa, sela lihat ini, kerjaan kalian ini? kalian tau ini bentuk pelanggaran yang sangat berat, sudah berapa lama kalian tinggal di pondok pesantren ini? Tidak tahukah aturannya? Sungguh tindakan kalian memalukan. Geram pengasuh pondok sambil memperlihatkan selembaran kertas. “ maaf bu ini bukan buatan saya ini rosa yang buat “ “ tapi kan kamu yang nyuruh sela?” kamu mau salahin orang lain?” “ memang kamu yang salah, “ Pokonya saya gak mau dihukum bu, rosa saja yang di hukum



“ dua-duanya dapat hukuman yang setimpal, sekarang keluar kalian dan siap-siap menerima hukuman”. Malam itu bagaikan ombak menghantarkanku pada gulungan laut, hatiku ter’iris bercampur kecewa yang sangat mendalam, jika saja aku tidak memiliki iman ingin rasanya aku terjunkan tubuh ini dari puncak monas dengan memaki sahabat yang persis seperti buah kedongdong, terlihat mulus namun isinya sangat menusuk dan mampu mengeluarkan darah dari sela-sela kulit. Pagi yang sangat cerah, dihiasi dengan sinar matahari yang menghangatkan bumi serta isinya, paras langit melukiskan senyuman indah seperti menyambut hangat para insan menjalani kehidupan, namun semua itu terlihat gelap di mataku, tidak sedikitpun mataku mampu menembus sambutan sang mentari, mataku gelap segelap hatiku yang sedang terpuruk dan terkikis mental, ingin rasanya aku menangis sejadi- jadinya. Brakk…….. tiba- tiba pintu kelas tepental pada tembok yang menghalanginya, “rosa, sela, cepat tinggalkan kelas ini, kalian ibu skore, satu bulan kalian tidak boleh mengikuti pembelajaran dan tidak akan mendapatkan nilai“ gertakan salah satu pengurus pondok dengan suara lantang. Ku langkahkan kaki ini menuju pintu, rasanya tidak sedikitpun dinginnya lantai terasa di kulit kakiku yang digenangi air keringat, semua teman- teman sekelasku tercengang dan tak ada yang berkomentar sepatah katapun. Ketika ruangan kelas sangat gaduh oleh murid- murid yang asyik mendengarkan penerangan guru bahasa inggris, namun ketika suara lantang mengaung suasana kelas menjadi hening dalam sesaat seperti ruang kuburan, tidak ada satu jiwapun yang mampu mengeluarkan kata- kata, kecuali dua bola mata yang menyiratkan beribu- ribu pertanyaan. Air mata ini tak dapat terbendung lagi bahkan jika bak sekalipun yang menampungnya mungkin tak akan cukup, begitu derasnya air mengalir karena kepedihan yang tiada dapat ku ungkapkan lewat kata- kata, dimana saat itu aku merasa menjadi santri paling hina dan dibenci orang- orang di sekelilingku. 10 mei 2011 aku di skors dari sekolah, hukuman ini berlaku hanya bagi para santrinya yang melanggar peraturan berat, seperti membawa alat elektronik dan berhubungan dengan lawan jenis, akulah salah satu dari penerima hukuman yang paling ditakuti kalangan santri, tanggal 10 mei ialah tanggal yang sangat bersejarah bagi hidupku dimana saat aku dilahirkan dari rahim seorang pejuang tanpa tanda jasa ke dunia. kejadian ini merupakan kado terpahit yang pernah aku dapatkan, dimana saat itu umurku baru saja menginjak 15 tahun. “ sela maafin aku yah aku tau kamu marah sama aku tapi bukankah semua kejadian ini juga ada campur tangan dan pikiran kamu yang bekerja ? kenapa kamu seolah menyalahkan aku seratus persen ?” “ sudahlah rosa gak usah bahas lagi, semua ini gak akan pernah terjadi kalau kamu gak ceroboh, ya udah sekarang kamu gak usah tanya- tanya aku lagi titiiik. “ “ oke. Kalau itu mau kamu aku gak akan lagi tanya- tanya dan ikut campur tentang kamu, tapi ingat sela sebesar apapun kekecewaan aku sama kamu aku gak mungkin bisa membenci kamu, karena biar bagaimanapun kamu tetap sahabatku“. Entah dia mendengarkan ocehanku atau tidak aku tak peduli, saat itu keadaan hatiku sangat hancur aku hanya mengutarakan apa yang ada dalam hatiku karena aku yakin dia mendengarkan ocehan aku walau sekujur tubuhnya terlapisi kain tebal di atas ranjang. Siang hari yang sangat cerah di iringi dengan terik matahari yang menyiratkan musim kemarau, seluruh pelajar pondok pesantren Darussalam berhamburan keluar dari kelasnya



masing-masing karena jam belajar telah selesai, mereka saling berebutan kamar mandi untuk mengejar pahala shalat dzuhur berjamaah terlihat jelas aura wajah wajahnya menyiratkan kebahagiaan dengan saling tertawa bersama teman di sampingnya dan saling menunggu untuk pergi bersama-sama ke mesjid, namun kebahagiaan siang itu sama sekali tidak terasa di hatiku, justru aku merasakan sepi, kelam dan putus asa, Sempurna sudah kekecewaanku dan penyesalanku, teman yang selama ini aku bantu dan aku dukung kini dia telah meninggalkanku seorang diri memikul hukuman, hancur sudah hatiku dan mulai siang ini aku akan jalani hidup ini tanpa kepercayaan lagi, tanpa senyuman, tanpa canda, dan tanpa warna, karena tinggal satu warna yang setia menemaniku yaitu warna hitam, warna kegelapan yang menggambarkan gelapnya hidupku saat itu, rasanya putus sudah hidupku sampai disitu namun untung saja aku masih ingat betul pesan guruku “ hidup ini penuh masalah jika tidak ingin di hampiri masalah mati saja “, seorang bayi yang baru di lahirkan saja di berondong berbagai macam masalah, bayi ingin tengkurap itu masalah namun ia berusaha bisa bangkit dan memecahkan masalahya, tidak bosan-bosannya bayi itu mencoba walau kegagalan berkali-kali ia dapatkan, sampai akhirnya bayi itu mampu tengkurap, masa bayi saja mampu melewati beberapa masalah sedangkan aku senior dari seorang bayi lemah tak berdaya seperti ini, bangkitttttt, mulai siang ini aku akan bangkit walau hukuman ini aku telan sendiri, aku akan mampu melewatinya dan menjadi lebih baik dari pada mereka yang menganggapku sampah busuk. Pesan guruku itu yang selalu menyemangatkan aku agar aku tabah. Satu bulan sudah kujalani hukuman, 13 juni 2011 aku terbebas dari belenggu kepedihan, saat matahari mulai tenggelam disambut dengan kabut yang mulai menyelimuti awan, bergantilah cerah dengan kegelapan, dimana malam jumat itu menjadi saksi atas ucapan syukur dan sumpah tak akan mengulangi kesalahan yang sama, namun dengan adanya kejadian ini kini aku menyadari dan mulai membuka mata atas kenyataan hidup dan perihnya realita hidup, ini merupakan sebagian kecil teguran, ujian dan pendewasaan daripada masa yang akan mendatang, dimana masalah silih berdatangan namun tak ada seorangpun yang mampu memecahkan dan membantu kecuali diri sendiri dan disanalah saatnya kita sebagai manusia bisa lebih mendekatkan diri pada kholiknya. “rosa kamu hebat, kamu punya ilmu laduni yah? “ ucap riska salah satu teman sekelasku “ maksud kamu apah ? “ “ kamu kan lagi di skors waktu UTS tapi kok bisa sih kamu masuk sepuluh besar ? “ “ yah justru di skors banyak waktu buat ngapalin daripada yang sekolah “ “ hebatlah kamu salut sama kamu “ Mungkin semua teman- temanku merasa sangat kaget saat itu, karena aku mendapatkan nilai rata-rata tujuh dan masuk sepuluh besar, meraih nilai tujuh disekolahku itu bukanlah suatu hal yang mudah, namun mengapa aku bisa dengan mudah mendapatkannya padahal saat itu jelas aku tidak mengikuti pembelajaran selama satu bulan dan hanya mengikuti ujian saja, padahal justru dibalik semua itu aku merasa iri pada teman-temanku yang bisa dengan tenang masuk kelas bertatap muka dengan para guru setiap hari, sebaliknya aku tiada hari yang aku tatap selain kepedihan namun dengan begitu justru aku lampiaskan rasa iriku dengan banyak membaca buku dan menghapal apa-apa yang telah aku dapatkan dan hasilnya tak sia-sia, Allah mendengar do’aku untuk membuktikan bahwa aku bukanlah orang yang terlahir nakal tetapi aku adalah orang tidak baik yang berusaha ingin menjadi baik. Karena walaupun aku tak masuk sekolah namun ketika UTS aku diberi kesempatan untuk mengiku ujian. Huuuh lega rasanya kini aku naik ke kelas yang lebih tinggi dengan nilai bagus yaaah walau kategoriku C karna absensiku bolong, namun aku tetap bersyukur pada yang maha kuasa



yang selalu menemaniku disaat aku terpuruk dan senantiasa merangkulku saat aku terjatuh. “ Assalamualaikum cantiiiik? “ “ kumsalam “ “ kok jawabnya ketus sih, rosa marah yah sama kakak? Maafin kakak yah gara-gara kaka rosa jadi ikut-ikutan dihukum, kakak gak nyangka kejadiannya bakal kaya gini kakak udah tau semuanya,, sela keluar dari pondok waktu kita jalani hukuman kan? Tolong maafin kakak ya deee, jangan hukumi kakak kaya gini kakak janji mau nebus kesalahan kakak sama rosa“. “ aku gak pernah hakimi kakak, aku juga sadar kok ngapain coba dulu aku harus bantuin yang salah, emang rosa yang ceroboh gak berfikir panjang harusnya rosa sadar kalau hal kaya gitu pelanggaran berat dan akan berakibat fatal, tapi kenapa rosa mau-maunya ngorbanin diri sendiri untuk kebahagiaan orang dengan jalan yang salah, yaudahlah sekarangmah jangan bahas lagi, introspeksi ajah biar kita lebih dekat sama Yang maha kuasa, dah yah rosa ngantuk mau tidur dulu “ dengan cepat aku bangkit dari duduk dan berbalik badan. “rossssssss, rosaaaaaaa tunggu aku dulu……. “ Dengan cepat dia mengejarku dan menarik tanganku yang lunglai “rosa, aku mohon beri waktu aku sepuluh menit saja untuk mengutarakan kejujuran, mungkin selama ini kamu hanya menganggap aku tak lebih hanya sebagai kakak, mungkin selama ini kamu berfikir aku sebagai kakakmu ini memanfaatkan adiknya untuk mendapatkan wanita yang disukainya, kamu salah besar rosa…. aku sama sekali tidak mencintai sela, aku dekat dengan dia karena kita suka saling tukar informasi, itu semua asal rosa tau aku haus akan informasi kamu, bagaimana kamu di pondok baru, sehatkah kamu, betahkah kamu, dan bahagikah kamu, selama ini aku memendam rasa sama kamu, aku bangga kamu anggap aku seorang kakak namun akupun sangat sakit karna sebenarnya aku ingin kamu anggap lebih dan sangat berarti dalam hidupmu, namun aku tak ada keberanian untuk jujur dan mengutarakan isi hatiku selama ini sama kamu, hanya saja aku berjanji dalam hati “ aku tak akan pernah lelah berada disampingmu untuk melindungimu dari derai air mata”, karna jujur aku tidak pernah sanggup melihatmu meneteskan air mata, hatiku sakit rasanya jika melihatmu merana dan bersedih ingin rasanya aku merangkulmu dan mendekapmu agar kamu bisa damai di dadaku, namun semua itu tidak mungkin terjadi, aku berjanji akan setia menjadi kakakmu yang terbaik hingga kamu sudi menganggapku dan merasa aku bagian dari tulang rusukmu. Mungkin kamu mengira aku lagi latihan drama, tapi sungguh drama ini nyata dan mungkin ini saatnya aku ungkapkan sejujur-jujurnya, rosa gak perlu jawab kejujuranku tapi cukup dengan rosa tidak membenci aku dan menjauhiku itu sudah sangat membuatku bahagia, tapi sebaliknya kalau rosa meninggalkan aku, aku akan merasa menjadi orang rugi selamanya. Ketika ia memutarkan badan untuk pergi, hati dan jiwaku serasa sesak, aku tidak mampu mengeluarkan kata-kata sedikitpun, namun entah mengapa tiba- tiba seperti ada kekuatan yang mendorongku untuk menjerit, “ aku juga sayang sama kakak…… “ Kontan saja ia kembali berlari ke arahku dengan riang ia meyakinkan “ sayang apa cinta ? “ “ kalau sayang udah pasti cinta, kalau cinta belum tentu sayang… “ “ ooooh gitu yah ? tapi kan sayang teman, kakak, sodara bahkan orang yang baru kenal juga udah biasa ungkapan itumah… “ “ ia dehhhh aku sayang dan cinta sama kakak, jujur saja sebenernya aku juga cemburu waktu kakak deket banget sama sela, aku juga gak akan ninggalin kakak kok, kan aku ingat janji



kakak sama aku kakak akan setia mendampingi aku dan akupun akan setia menjadi pendamping kakak… “ “ Alhamdulillahirabbil alamiiiiin, saat-saat seperti inilah yang ku tunggu-tunggu, terimakasih ya Allaaah kau telah anugerahkan bidadari ini untuk ku. Jangan manggil kakak lagi atuh….” Tukas furqon “ apah atuh ?” “ emhhhh abi, umi ajah yu mau gak?” “ iiih kaya udah nikah ajah “ “ yah mudah-mudahan jadi do’a panggilannya dan kita ditakdirkan jodoh, karna abi gak mau pacaran, abi mau taaruf dan langsung nikah ajah…” “ hehehehehe emang udah disetujui gituh udah berani bilang abi, masih sekolah juga udah mikirin nikah “ “ yah inikan target hidup, planning masa depan, harapan hidup gitoh, gak apa apa dong yah umi? “ “ panggilan itu akan aku setujui kalau kakak sudah memiliki keberanian untuk menjadikanku penyempurna hidupmu “ “kan ini sudah menjadi pelengkap tulang rusuk yang selama ini dicari?” “ siapa bilang? Selama keluarga belum saling mengetahui dan ijab qobul belum terungkap berarti panggilan itu belum syah”, “ oke kalau memang itu maumu, aku sangat faham maknanya, aku akan menunggumu dan menjaga hati ini hingga saatnya tiba” “ nah itu baru laki-laki idaman semua wanita, yang tidak mengajak wanita yang di cintanya pada lembah dosa yang akan menghantarkan murka kholiqnya” Dengan percikan gerimis kecil yang menjadi saksi kejujuran dua insan ini rosa dan furqon berteduh dibawah rindangnya pohon, sambil menerawang langit yang curam keduanya mengikat janji dan berdo’a kepada rabnya “Ya rabbb kami siap untuk menahan satu sama lain dari perasaan yang tak berdasar ini, dari jebakan nafsu yang akan menghantarkan kami pada murkamu, dan kami akan siap menunggu satu sama lain hingga tiba saatnya waktu yang telah kau ridhoi. Kami berharap kepadamu untuk hidup selamanya sebagai tulang rusuk yang sempurna dan kokoh, yang memiliki satu tujuan dan hanya mengharap ridhomu, kami akan saling melindungi dan mengasihi karena kesetiaan kami berbalut cinta suci yang hakiki”.