Lampiran C Tutorial Sap 2000 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA



Sebuah Gedung fiktif 15 lantai yang berlokasi di Tana Toraja yang berfungsi sebagai hotel dengan kondisi tanah sedang (D), akan direncanakan dengan struktur beton, sistem perencanaan dengan SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) dengan spesifikasi sebagai berikut : Beton : 



Kuat tekan beton,







Modulus elastisitas beton, Ec = 4700√fc’ = 25742,96 Mpa







Poisson ratio beton,



νc







Berat jenis beton,



λc = 24 kN/m3



fc’ = 35 Mpa



= 0,2



Baja Tulangan : 



Tulangan Longitudinal, BJ57 fy = 400 Mpa, fu = 570 Mpa







Tulangan transversal/sengkang, BJ39 fy = 240 Mpa fu =390 Mpa







Poisson ratio baja, vs = 0,3







Berat jenis baja, λs = 78,5 kN/m3



Penampang struktur : 



Balok Induk



= BI 70x50 cm







Balok Anak



= BA 40x30 cm







Kolom (K1)



= K1 90x90 cm







Kolom (K2)



= K2 80x80 cm







Kolom (K3)



= K3 70x70 cm







Pelat lantai



= Pelat 15 cm







Pelat Atap



= Pelat 12 cm



Gambar 1.1 Rencana detail balok LT.1



Gambar 1.2 Rencana detail balok LT.2-15



Gambar 1.3. Rencana Pemodelan Tampak Struktur Gedung Perhotelan Asumsi yang Digunakan : Pemodelan struktur dilakukan secara Frame and Shell Element, yang berarti elemen balok dan kolom (frame) dimodelkan secara utuh untuk mendapatkan analisis struktur yang lebih akurat dan sesuai dengan kondisi aslinya. Peraturan dan Standar Perencanaan: a. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa untuk Gedung SNI 03-17262012 b. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Gedung SNI 03-28472013. c.



Peraturan Perencanaan Beban Minimum untuk Gedung dan struktur



lain SNI 03-1727-2013 1. Menggambar model struktur 1.1 Klik menu File → New Model 1.2 Pilih satuan yang akan digunakan pada menu toolbar



1.3 Klik Grid Only, maka akan tampil kotak dialog Quick Grid Lines, Input data struktur seperti gambar berikut :



Gambar 1.4 Input data denah struktur 1.4 Jika ukuran gedung tidak beraturan maka perlu diatur dengan klik kanan → Edit grid data → Modify/Show System → ubah ukuran pada grid X dan Z



1.5 Perubahan ukuran pada gedung 2. Merencanakan Material Struktur 2.1 Lakukan Define → Materials pada dialog Define Materials klik Add New Material, pada Material type pilih Concrete dan Standar pilih User klik OK. Kemudian isilah kotak dialog Material Property Data seperti pada gambar



Gambar 1.6 Input data material beton



2.2 Buat material Tulangan baru, Klik Add New Materials maka akan muncul kotak dialog Add Material Property, pada Material Type pilih Rebar dan Standar pilih User. Kemudian klik OK 2.3 Masukan material tulangan seperti pada gambar. kemudian klik OK.



Gambar 1.7. Input Data Material Tulangan



3. Membuat Penampang Struktur 3.1 Penampang Balok Input elemen balok dilakukan dengan cara Define –Section Properties- Frame Section- Add New Property sesuai Gambar berikut.



Gambar 1.8 Select Property Type Detail penampang balok yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 1.9



Gambar 1.9. Input Properties Balok Detail penulangan (Reinforcement) balok yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 1.10



Gambar 1.10. Input Data Reinforcement Balok



Keterangan : Concrete cover to longitudinal rebar center adalah tebal selimut beton berdasarkan SNI Beton 03-2847-2013 Berdasarkan SNI Beton 03-2847-2013 tebal selimut beton minimum yang diizinkan . Lalu untuk pembuatan dimensi Balok B2 (40/30) dengan cara yang sama dengan Balok B1 diatas 3.2 Penampang Kolom Input elemen kolom dilakukan dengan cara Define – Section Properties - Frame Section - Add New Property seperti pada Gambar – gambar berikut



Gambar 1.11. Input Properties Kolom Detail (Reinforcement) Kolom yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 1.12



Gambar 1.12 Input data reinforcement balok Untuk pembuatan dimensi Kolom K2 (80/80) dan Kolom K3 (70/70) dengan cara yang sama dengan Kolom K1 diatas 3.3 Penampang Pelat Pelat lantai dimodelkan sebagai Shell, sehingga selain menerima gaya vertikal akibat beban mati dan hidup, pelat juga diasumsikan menerima gaya horizontal/ lateral akibat gempa. Input elemen pelat lantai dilakukan dengan cara Define – Section Properties – Area Section.



Gambar 1.13. Shell Section Data



Ada 3 asumsi dalam pemodelan pelat lantai yaitu : Shell Thin



: pelat diasumsikan menerima gaya vertikal dan lateral tanpa penebalan.



Shell Thick



: pelat diasumsikan menerima gaya vertikal dan lateral dengan penebalan.



Membrane



: pelat diasumsikan menerima gaya horizontal saja.



Plate Thin



: pelat diasumsikan hanya menerima gaya vertikal saja tanpa penebalan.



Thick Plate



: pelat diasumsikan hanya menerima gaya vertikal saja dengan penebalan



Lalu untuk pembuatan element Pelat Atap dengan cara yang sama dengan Pelat Lantai diatas



4. Menggambar Kolom, Balok dan Pelat Pemodelan



struktur



gedung



dilakukan



secara



3D



dengan



memodelkan semua elemen balok, kolom, dan pelat. 4.1 Menggambar Balok dan Kolom Pemodelan elemen balok tersebut dilakukan Draw - Quick frame/Cable Element atau dengan cara memilih ikon Quick frame/Cable Element pada toolbar pada sisi kiri. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar



Gambar 1.14 Quick Draw Frame. Kemudian akan muncul panah untuk menandai, tandai Grid yang di asumsikan sebagai element balok dan kolom, dalam penandaan usahakan secara teratur dan berurut dimulai secara vertikal kemudian horizontal atau sebaliknya agar memudahkan pembacaan data output SAP 2000 nantinya.



Gambar 1.15. Draw Frame plat lantai dan atap 4.2 Menggambar Elemen Plat Pemodelan elemen plat dilakukan dengan cara Draw – Quick Draw Area atau dengan mengklik ikon Quick draw area pada toolbar sisi kiri .Kemudian akan muncul panah untuk menandai, kemudian tandai plat dengan cara mengklik ditengah area pelat satu persatu, dalam penandaan usahakan secara berurut agar memudahkan pembacaan data output SAP 2000 nantinya.



Gambar 1.16 Denah Area Pelat 5. Menetapkan Jenis Perletakan/Restraint Pemodelan pondasi diasumsikan sebagai jepit, karena desain pondasi yang menggunakan bore pile (pondasi dalam), sehingga kedudukan pondasi dianggap tidak mengalami rotasi dan translasi. Pemodelan tumpuan tersebut dapat dilakukan dengan klik semua kolom pada lantai dasar, kemudian Assign – Joint – Restrains sesuai ditunjukkan pada Gambar di bawah



Gambar 1.17. Membuat Perletakan Jepit Pada Pondasi 6. Meshing Pelat Lantai dan Atap Element Shell yang dipakai untuk memodelkan pelat lantai dan atap beton perlu dibagi kedalam pias-pias kecil sejumlah tertentu. Hal ini disebabkan alasan konvergensi, yaitu penyebaran gaya dari pelat ke balok di sekitarnya akan makin baik jika terdapat makin banyak pias pada pelat lantai. Jika jumlah pias terlalu sedikit, atau tidak dilakukan pembagian pias, hasil yang di dapatkan relatif kasar (missal ouput lendutan atau momen yang terlalu besar atau kecil). Jika terlalu banyak pias akan menyebabkan ukuran file dan waktu analisis semakin besar. Pembagian pada element shell dapat dilakukan dengan cara pilih semua element Plat kemudian klik menu Assign – Area – Automatic Area Mesh. dalam kasus ini plat dibagi menjadi 4 x 4 bagian



Gambar 1.18.Devide pelat lantai dan atap 7. Mengaplikasikan Pembebanan Jenis beban yang bekerja pada gedung meliputi : a. Beban mati sendiri elemen struktur (Dead Load) Meliputi : balok, kolom, shear wall, dan plat. b. Beban mati elemen tambahan (SuperDead Load) Meliputi : dinding, keramik, plesteran, plumbing, ME (mechanical electrical) , dll. c. Beban hidup (Live Load) : Meliputi : beban luasan per m² yang ditinjau berdasarkan fungsi bangunan. d. Beban Gempa (Earthquake Load) : Meliputi : beban gempa statik ekuivalen dan dinamik (respons spectrum)



7.1 Mendefinisikan Tipe Beban Jenis beban yang bekerja pada struktur gedung dapat diinput dengan cara Define – Load Patterns yang sesuai pada Gambar.



Gambar 1.19. Jenis - jenis beban yang Bekerja 7.2 Menentukan Penyaluran Beban pada Struktur 7.2.1 Beban Mati pada Plat Lantai Beban mati yang bekerja pada plat lantai meliputi: Berat pasir setebal 1 cm = 0,01 x 1600



= 16 kg/m2



Berat spesi setebal 3 cm = 0,03 x 2200



= 66 kg/m2



Berat keramik setebal 1 cm = 0,01 x 2200



= 22 kg/m2



Berat plafon dan penggantung



= 2 kg/m2



Berat Instalasi ME



= 25 kg/m2



Total beban mati pada plat lantai



= 149 kg/m2



7.2.2 Beban Mati pada Plat Atap



Beban mati yang bekerja pada plat atap meliputi: Berat waterproofing dengan aspal tebal 2 cm 0.02 x 1400 = 28 kg/m2 Beban plafon dan penggantung



= 20 kg/m2



Beban instalasi ME



= 25 kg/m2



Total Beban Mati Pada Plat Lantai



= 73 kg/m2



Beban mati didistribusikan pada plat secara merata dengan cara memilih elemen plat, kemudian Assign – Area Loads – Uniform (Shell) Distribusi beban mati yang bekerja pada plat ditunjukkan pada Gambar



Gambar 1.20 Distribusi Beban Mati pada Plat Lantai 7.2.3 Beban Mati pada Balok Beban mati yang bekerja pada balok meliputi : Beban dinding pasangan bata ½ batu (4m-0,70m) x 2500 = 8250 kg/m Beban dinding pada balok diinput dengan cara Assign – Frame Loads – Distributed.



Gambar 1.21. Distribusi Beban Mati pada Balok 7.2.4 Beban Hidup (Live Load) Beban hidup adalah beban yang bekerja pada lantai bangunan tergantung dari fungsi ruang yang digunakan. Besarnya beban hidup lantai bangunan menurut Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung PPPURG 1987 ditunjukkan pada Tabel 1.2 berikut : Tabel 1.1. Beban Hidup untuk Gedung No. 1 2 3 4 5 6



Jenis Beban Hidup Dak atap bangunan Rumah tinggal Kantor, sekolah, hotel, pasar, rumah sakit Hall, tangga, coridor, balcony Ruang olahraga, pabrik, bioskop, bengkel, perpustakaan, tempat ibadah, parkir, aula Panggung penonton



Beban 1000 2000 2500 3000 4000 5000



Satuan kg/m 2 kg/m 2 kg/m 2 kg/m 2 kg/m 2 kg/m 2 kg/m 2



Distribusi beban hidup pada lantai dilakukan dengan cara memilih elemen pelat, kemudian Assign – Area Loads – Uniform (Shell) sesuai ditunjukkan pada Gambar



Gambar 1.22. Distribusi Beban Hidup pada Lantai Gedung Perhotelan (2500 kg/m2) 8. Mengaplikasikan Beban Gempa Analisis beban gempa dilakukan dengan 2 cara yaitu statik ekuivalen dan dinamik respons spektrum. Dalam mendefinisikan beban gempa untuk wilayah Tana Toraja, Sebelumya dapat mengacu pada Tata Cara Perencanaan Tahan Gempa untuk Gedung SNI 03-1726-2012. 8.1 Gempa Statik Ekivalen Beban gempa statik ekuivalen adalah penyederhanaan dari perhitungan beban gempa yang sebenarnya, dengan asumsi tanah dasar dianggap tetap (tidak bergetar), sehingga beban gempa diekuivalensikan menjadi beban lateral statik yang bekerja pada pusat massa struktur tiap lantai bangunan. Perhitungan gempa statik ekuivalen dapat dilakukan secara otomatis dengan Auto Lateral Loads dan secara manual dengan cara menginput besarmya beban gempa ke pusat massa struktur tiap lantai. Ilustrasi dari perencanaan gempa dengan metode statik ekuivalen ditunjukkan pada Gambar



Gambar 1.23 Ilustrasi dari Analisis Gempa dengan Metode Statik Ekuivalen Langkah menambahkan beban gempa static ekivalen klik menu Define – Load Patterns yang sesuapada Gambar berikut



Gambar 1.24.Define Beban Statik UBC 97 Pada bagian barisan SX pilih pada kolom Auto lateral Load pattern pilih IBC 2009. Klik midify load patern. Selanjutnya, klik Modify lateral Load Patern. Isikan parameter- parameter seperti gambar berikut



Gambar 1.25. Input seismic load pattern arah-x SNI 1726-2012



Gambar 1.26. Input seismic load pattern arah y SNI 1726-2012 Keterangan : - 0,2 Sec Spectral Accel, Ss



= 0.9 (percepatan batuan dasar



periode 0,2 detik) (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/)



- 1 Sec Spectral Accel, S1



= 0.4 ( percepatan batuan dasar



periode 1 detik) (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/) - Long-period Transition Period = 4 (periode transisi jangka panjang) - Site Class



= D ( kelas situs )



- Response Modification, R



= 8 (nilai faktor reduksi gempa



SRPMK) - System Overstrenght, Omega= 3 (nilai faktor faktor kuat lebih) - Deflection Amplification, Cd



= 5.5 (nilai faktor pembesaran



defleksi) - Occupancy Importance, I



= 1 (nilai faktor keutamaan gedung)



8.2Gempa Dinamik Respon Spectrum Respons Spektrum adalah suatu spectrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, versus



respon-respon



maksimum



berdasarkan



rasio



redaman dan gempa tertentu. Respon-respon maksimum dapat berupa simpangan maksimum (spectral displacement, SD), kecepata maksimum (Spectral velocity, SV) atau percepatan maksimum (spectral acceleration, SA) dari massa struktur single degree of freedom (SDOF) Langkah input beban gempa dinamik spectrum ke dalam SAP2000 dapat dilakukan dengan cara Define → Functions → Response Spectrum → IBC 2009 → Add New Function. (Dipilih IBC2009 ini karena parameter-parameter didalamnya juga sama dengan SNI 1726-2012. Tinggal disesuaikan dengan zona peta gempa Indonesia)



Gambar 1.27. Input Manual Kurva Respons Spektrum dengan IBC 2009 Keterangan : - 0,2 Sec Spectral Accel, Ss



= 0.9 (percepatan batuan dasar



periode 0,2 detik) (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011) - 1 Sec Spectral Accel, S1



= 0.4 ( percepatan batuan dasar



periode 1 detik) (http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/) - Long-period Transition Period = 4 (periode transisi jangka panjang) - Site Class



= D ( kelas situs )



Menentukan Faktor Pengali Sesuai SNI 03-1726-2012 maka input respons spectrum diberikan nilai pengali sebesar g x I / R. Untuk contoh ini (KDS C) maka nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:



Faktor pengali = g x I / R = 9,81 x 1 / 8 = 1,2263 Keterangan : g =



gravitasi bumi (9,81 m/s2)



I =



factor keutamaan gedung (1)



R =



factor reduksi gempa (8)



Cara menginput factor pengalih spectrum case dengan cara Define → Load Case →Respons Spectrum → Modify Show/ Load Case



Gambar 1.28. Define load case gempa respons spectrum arahX a) Pilih Response Spectrum pada Load Case Type b) Pada bagian Load Applied : 



Load name



= pilih U1 (untukarah sumbu X) Pilih U2 (untuk arah sumbu Y)







Function



= pilih yang sesuai ( RS-Palu)







Scale Factor



= isikan 1,2263 ( arah sumbu X)



c) Klik tombol Add dan Klik OK



Ulangi pada gempa dinamik arah-Y (DY), tetapi pada pilihan Load Name pilih 2 Klik OK. Selesai langkah penambahan tipe beban gempa Dinamis 8.3 Penentuan Massa Struktur Langkah yang tidak kalah penting adalah defenisi massa struktur yang akan digunakan dalam analisis, karena bila tidak tepat maka gaya atau beban gempa yang dihasilkan juga bias terlalu kecil atau terlalu besar



Cara mendefinisikan massa struktur Define → Mass Source → Modify/show Mass Source



Gambar 1.29. Penentuan massa gedung 9. Menetapkan Lantai Tingkat Sebagai Diafragma Pada SNI Gempa 03-1726-2012 disimpulkan bahwa, Analisis struktur harus mempertimbangkan kekakuan reltif diafragma dan element vertikal sistem penahan gempa. Dalam hal ini, pelat lantai dan atap beton dapat berfungsi sebagai diafragma yang dapat menyumbangkan kekakuan gedung ketika beban lateral bekerja. Cara mengaplikasi lantai diafragma, Pilih menu Select – All. Selanjutnya pilih menu Assign – Joint - Constraints. Maka akan



tampil kotak dialog Assign Joint Constrains klik Define Joint Constrain maka akan tampil seperti gambar berikut Pada Choose Constraint Type to Add pilih diaphragm dan klik Add New Constraint



Gambar 1.30. Input Joint Constraints 10. Mengaplikasikan Kombinasi Pembebanan Berdasarkan SNI 2847 : 2013 pasal 9.2.1, kombinasi pembebanan terfaktor, yaitu Sebagai berikut: 1) 1,4D 2) 1,2D + 1,6 L + 0,5(Lr atau S atau R) 3) 1,2D + 1,6(Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W) 4) 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau S atau R) 5) 1,2D + 1,0L + 1,0E 6) 0,9D + 1,0W 7) 0,9D + 1,0E Untuk nomor 5 dan 7 dengan beban gempa diatur oleh SNI 1726 : 2012 pasal 7.4, faktor dan kombinasi beban untuk beban mati nominal, beban hidup nominal dan beban gempa nominal, yaitu



sebagai berikut: 1) (1,2 + 0,2 Sds) DL + 1,0LL ± 1,0 ρ EX ± 0,3 ρ EY 2) (1,2 + 0,2 Sds) DL + 1,0LL ± 0,3 ρ EX ± 1,0 ρ EY 3) (0,9 – 0,2 Sds) DL + 1,0LL ± 1,0 ρ EX ± 0,3 ρ EY 4) (0,9 – 0,2 Sds) DL + 1,0LL ± 0,3 ρ EX ± 1,0 ρ EY Keterangan: DL



= beban mati



LL



= beban hidup



R



= beban hujan



W



= beban angin



Ex



= beban gempa arah –X



Ey



= beban gempa arah –Y



Ρ



= faktor redundansi



Sds



= parameter percepatan s[ektrum respons desain



pada periode pendek Faktor beban hidup dapat diambil 0.5 untuk beban hidup tidak melebihi 4,79 kN/m2.Berikut ini adalah kombinasi pembebanan yang akan digunkan untuk analisis struktur: Sds(g) = 0.697 (Tana Toraja,Tanah Sedang) ρ= 1,0 (dapat digunakan 1,0 jika memenuhi syarat pasal 7.3.4.2) Comb. 1



= 1,4 DL + 1,4 SDL



Comb. 2



= 1,2 DL + 1,2 SDL + 1,6 LL



Comb. 3



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL + 1,0 Ex + 0,3 Ey



Comb. 4



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL + 1,0 Ex – 0,3 Ey



Comb. 5



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL – 1,0 Ex + 0.3 Ey



Comb. 6



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL – 1,0 Ex – 0,3 Ey



Comb. 7



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL + 1,0 Ey + 0,3 Ex



Comb. 8



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL + 1,0 Ey – 0,3 Ex



Comb. 9



= 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL – 1,0 Ey + 0,3 Ex



Comb. 10 = 1,34 DL + 1,34 SDL + 0,5 LL – 1,0 Ey – 0,3 Ex Comb. 11 = 0,76 DL + 0,76 SDL + 1,0 Ex + 0,3 Ey Comb. 12 = 0,76 DL + 0,76 SDL + 1,0 Ex – 0,3 Ey Comb. 13 = 0,76 DL + 0,76 SDL – 1,0 Ex + 0,3 Ey Comb. 14 = 0,76 DL + 0,76 SDL – 1,0 Ex – 0,3 Ey Comb. 15 = 0,76 DL + 0,76 SDL + 1,0 Ey + 0,3 Ex Comb. 16 = 0,76 DL + 0,76 SDL + 1,0 Ey – 0,3 Ex Comb. 17 = 0,76 DL + 0,76 SDL – 1,0 Ey + 0,3 Ex Comb. 18 = 0,76 DL + 0,76 SDL – 1,0 Ey – 0,3 Ex Cara input kombinasi pembebanan tersebut ke SAP2000 dengan cara Define – Load Combination – Add New Combo sesuai pada Gambar berikut.



Gambar 1.31. Input beban kombinasi (comb.1) 11. Kontrol dan Analisis Struktur Setelah pemodelan struktur dan pembebanan selesai digunakan, maka struktur perlu dicek terhadap standard dan persyaratan yang berlaku sebagai berikut.



11.1Pemeriksaan Jumlah Ragam Pada SNI Gempa Pasal 7.9.1 disebutkan bahwa analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90% dari massa actual yang dimodelkan. Dalam SAP2000 besarnya partisipasi Massa tersebut dapat diketahui dengan Run – Display – Show Table – Analysis Result – Structure Output – Modal Information – Table : Modal Participating Mass Ratios. lihat pada kolom SumUX dan SumUY



Gambar 1.32 Jumlah Partisipasi Massa pada 20 Mode (lebih dari 90 % atau 0.9) Keterangan :Jika jumlah ragam yang sudah ditentukan dalam model belum memenuhi syarat, tambahkan jumlah ragam



11.2Pemilihan Jenis Ragam



Pada SNI Gempa 1726 disebutkan bahwa untuk struktur gedung yang memiliki waktu getar alami yang berdekatan atau selisih nilainya kurang dari 15 % harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination atau CQC. Jika waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah Kuadrat ( Square Root Of the Sum Of Sguare atau SRSS ). Waktu getar alami tersebut dapat diketahui dengan Sap2000 dengan cara Run – Display – Show Table – Analysis Result – Structure Output – Modal Information – Table : Modal Participating Mass Ratios



Gambar 1.33 Tabel partisipasi mass rasio Menentukan tipe analisis ragam respons spectrum yang sesuai,



maka selisish dari periode dihitung sebagai berikut : Tabel 1.2 Perhitungan Selisih Periode (ΔT) setiap Mode



Keterangan : ΔT : Selisih periode/waktu getar yang dihitung dengan cara = (T1-T2)/T1x100% Dan seterusnya. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada Tabel, terlihat bahwa waktu getar struktur pada mode 3, 6, 9 dan 12 melebihi 15% maka sebaiknya digunakan kombinasi ragam spectrum SRSS sesuai dengan peraturan SNI Gempa 1726 Pasal 7.2.2 11.3Perbandingan Geser Dasar Statis dan Geser Dasar Dinamis Sesuai SNI gempa pasal 7.9.4.1 mengenai skala gaya, peraturan ini mengisyaratkan bahwa gaya geser dasar dinamis harus lebih besar dari 85 % gaya geser statis. Dirumuskan sebagai VD > 85% VS. Bila hal tersebut tidak memenuhi maka



perlu diberikan skala gaya pada model struktur gedung.Untuk memeriksa apakah ketentuan tersebur sudah memenuhi oleh struktur yang di modelkan, pilih menu Display – Show Table – Analysis Result – Structure Output – Table : Base Reactions. Pada bagian Load Cases pilih DX, DY, SX, SY. Klik OK



Gambar 1.34. seleksi Load Case untuk perhitungan geser dasar



Gambar 1.35. Ouput geser dasar Tabel 1.3. Hasil penjumlahan Geser Dasar untuk masing-masing gempa



Keterangan : Dari Tabel tersebut disimpulkan persyaratan gaya geser gempa dinamik arah-x belum terpenuhi (Vdinamik < Vstatik), maka besarnya Vdinamik harus dikalikan nilainya dengan faktor skala. Nilai faktor skala yang di koreksi diinput ke SAP2000 dengan cara Define – Load Case. Pada Load Case Name pilih DY kemudian klik Modify/Show Load Cases



Gambar 1.36. Koreksi Skala faktor gempa dinamik arah-X Keterangan : Nilai faktor skala yang diisikan untuk gempa arah-X = 1,003 Dan gempa arah-Y = 1,019 Perhatikan pula pada bagian Modal Combination, pilihan diubah dari CQC menjadi SRSS



11.4Pemeriksaan simpangan antar lantai Penentuan simpangan antar lantai desain (∆) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi Pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Batas simpangan lantai diatur dalam SNI gempa pasal 7.8.6 : Δ6 =



(δ 15−δ 14 ) x cd < Δa I



Δa = 0.025 xhx



Keterangan : ∆x = simpangan antar lantai δ = defleksi yang terjadi I



= faktor keutamaan gempa = 1



hx = tinggi tingkat di bawah tingkat x Cd = Faktor pembesaran defleksi = 5,5 Untuk melihat simpangan antar lantai, pilih menu Display – Show Table – Analysis Result – Joint Output – Displacements – Table : Joint Displacements. Seperti pada gambar pada Load Cases pilih DX untuk melihat simpangan tiap lantai arah-X



Gambar 1.37. Pilihan untuk menampilkan simpangan



Gambar 1.38. Tabel Simpangan Arah-X Untuk menampilkan nomor joint pada struktur, pilih menu View – Set Display Options. Pilih Joints Labels seperti pada gambar Pada masing-masing lantai akan keluar joint seperti pada gambar



berikut



Gambar 1.39. Joint label pada atap (elevasi 4 m ) Hasil dari gambar coba hitung simpangan yang terjadi. Ambil contoh lantai atap pada joint no 1240, lantai 15 joint no 1154, lantai 14 joint no 1068, lantai 13 joint no 982, dst. Joint no 1240 ditinjau dalam arah-X. Titik 1240, 1154, 1068, 982,dst adalah titik yang sama pada lantai yang berbeda Joint 1240 δ2



= 31.2318 mm



Joint 1154 δ1



= 30.2205 mm



Δatap=



(δ 15−δ 14 ) x cd < Δa I



Δa = 0.025 x3700 = 92,5 mm



Δatap =



(31.2318−30.2205) x 5,5 < 92,5 mm 1



= 5.5621mm



< 92.5 mm



OK memenuhi



Syarat Untuk perhitungan lantai berikutnya dapat dilihat pada tabel 1.4



Tabel 1.4 simpangan lantai Arah-X dan Arah-Y



Keterangan : Bila model struktur tidak memenuhi syarat, coba perbesar dimensi balok atau kolom di beberapa tempat. Apabila semua pemeriksaan sudah terpenuhi maka komponen struktur ( balok, kolom, dan pelat) dari model sudah siap dianalisis. 12. Desain Penulangan 12.1Peraturan yang Digunakan Perhitungan struktur secara praktis dengan SAP2000 meliputi desain pelat lantai, balok, dan kolom. Struktur direncanakan dengan SRPMK (Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus). Dalam mendesain struktur, Peraturan yang digunakan adalah SNI Struktur Beton untuk gedung 03-2847-2013 yang mengadopsi peraturan ACI 318-11 Cara menginput peraturan tersebut di SAP2000 dengan cara Design – Concrete frame view/revise preferences



Gambar 1.40 Penyesuaian Faktor Reduksi Sesuai SNI Beton 2847-2013 Pendefinisian sistem SRPMK pada SAP2000 dilakukan dengan cara Select – Select – properties – frame section – pilih elemen balok dan kolom kemudian Design – Concrete Frame Design – Overwrites – Farming Type – Sway Special



Gambar. 1.41 Pendefenisian SRPMK balok dan kolom 12.2Efektivitas Penampang Pada



struktur



beton



pengaruh



keretakan



beton



harus



diperhitungkan terhadap kekakuannya. Maka, momen inersia penampang utuh dikalikan dengan persentase efektifitas penampang. Berdasarkan SNI 2847-2013 sebagai berikut. 



Balok



= 0,35 lg







Kolom



= 0,70 lg







Dinding structural



= 0,35 lg



Faktor ini digunakan pada waktu analisis pendetailan tulangan penampang. Nilai persentase efektifitas penampang tersebut diinput ke SAP2000 dengan cara Define – Section PropertiesFrame Section – Modify/Show Property – Set Modifiers



Gambar 1.42 Contoh Input Nilai Persentase Efektifitas Penampang Balok



Gambar 1.43 Contoh Input Nilai Persentase Efektifitas Penampang Kolom 1.1 Concrete Frame Design Tahap awal concrete frame design adalah masukan kombinasi masukan kombinasi design dengan cara Design – Concrete Frame Design – Select Design Combo sesuai ditunjukan pada Gambar 1.44 berikut



Gambar 1.44. Pilihan kombinasi design Kemudian start design dengan cara Design – Concrete Frame Design – Strart Design/ Check of Structure. Maka secara otomatis menampilkan luas tulangan yang dibutuhkan oleh frame balok dan kolom 12.3 Penulangan Frame (balok dan Kolom) Luas tulangan utama balok dan kolom secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design – Concret frame design - Display Design Info – Longitudinal Reinforcing Balok dan kolom yang akan di analisis ditunjukan pada gambar berikut.



Gambar 1.45. Tampak luas tulangan Longitudinal Luas tulangan geser (sengkang) secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design – Concret frame design Display Design Info – Shear Reinforcing



Gambar 1.46. Tampak luas tulangan Geser (sengkang) Luas tulangan torsi secara otomatis dapat diketahui dengan cara Design – Concret frame design - Display Design Info – Torsion Reinforcing



Gambar 1.47. Tampak luas tulangan Torsi Balok A. Penulangan Balok Detail besarnya luas tulangan lentur, geser, dan torsi, pada balok B1 dapat diketahui dengan cara klik kanan pada element Balok B1, kemudian klik Summary



Gambar 1.48. Detail luas tulangan Balok



1. Desain Tulangan Lentur Detail luas tulangan Lentur yang ditinjau pada gambar sebagai berikut



Digunakan tulangan ulir diameter 22 ( D22 ) > As = ¼ ₶ d2 = ¼ x 3,14 x 222 = 379,94 mm2 a. Tulangan lentur daerah tumpuan : Luas tulangan bagian atas



= 1408 mm2 = 1408 / 379,94 = 3,706 > 5 buah



Luas tulangan bagian bawah = 925 mm2 = 925 / 379,94 = 2,435 > 3 buah a. Tulangan lentur daerah lapangan : Luas tulangan bagian atas



= 459 mm2 = 283 / 379,94 = 0,749 > 3 buah



Luas tulangan bagian bawah = 615 mm2 = 292 / 379,94 = 0,769 > 3 buah a. Cek Syarat Tulangan Lentur Luas tulangan atas dan bawah tidak boleh kurang dari persyaratan tulangan minimum untuk struktur lentur sesuai SNI Beton 2847 : 2013 Pasal 21.5.2.1



Asmin



=



1,4 x b x d fy



=



1,4 x 700 x (500−40−13−( 0,5 x 22 ) ) 400



=1068 mm2 Berdasarkan output tulangan SAP2000 luas tulangan lentur daerah lapangan kurang dari persyaratan. Maka digunakan luas tulangan minimum.Untuk kebutuhan tulangan lentur balok B2 dihitung dengan cara yang sama. Rekapitulasi kebutuhan tulangan lentur balok ditabelkan pada Tabel 16 Tabel 16. Tulangan Lentur Balok N a m a



Uk ura n Bal



Da



era Tulan h



I



gan







rlu



n



mm



mm



2



2



140



106



2



8



8



2



925



106



2



8



2



106



2



8



2



106



2



m m



AsAk Luas mm2



n



tual



mm



Di Cek



pasan g



2



ok Tu



B



Letak



Aspe Asmi



70



mp



0X



.



50 0



La p.



Atas Bawa h Atas Bawa



459 615



380,2 5 9 380,2 3 9 380,2 3 9 380,2 3



190



Ama



5D



1



n



22



114



Ama



3D



1



n



22



114



Ama



3D



1



n



22



114



Ama



3D



h Tu mp



40 B A



0X



.



159



2



337



1 3



Bawa



79



337



h Atas



30 0



Atas



8



3 40



337



La p.



1 1 3



Bawa



34



h



337



1 3



9 132,7 3



1



n



22



398



Ama



3D



n



13



Ama



3D



n



13



Ama



3D



n



13



Ama



3D



n



13



9 132,7 3



398



9 132,7 3



398



9 132,7 3



398



9



2. Desain Tulangan Geser ( Sengkang ) Berdasarkan hasil Desain SAP 2000 Detail tulangan geser (sengkang) ditunjukan sebagai berikut



a. Tulangan geser daerah tumpuan : Digunakan tulangan ulir 13 D 100



As = 2 x ¼ ₶ d2 = 2 x ¼ x 3,14 x 132 = 265,33 mm2



Jarak sengkang



= 265,33/1,723 = 153,993 mm



digunakan 100 mm



b. Tulangan geser daerah lapangan : Digunakan tulangan ulir 13 D 100



As = 2 x ¼ ₶ d2 = 2 x ¼ x 3,14 x 132 = 265,33 mm2



Jarak sengkang



= 265,33/1,447 = 183,366 mm



digunakan 100 mm



c. Persyaratan Tulangan Geser SRPMK Tulangan geser yang dipasang pada sendi plastis (daerah tumpuan) harus memenuhi persyaratan SNI Beton 2847 : 2013 Pasal 21.5.3.2 sebagai berikut: 



Sengkang tertutup pertama harus dipasang ≤ 50 mm dari muka tumpuan







Jarak sengkang tidak boleh lebih = dari d/4 Cek : jarak sengkang tumpuan 100 mm < 436/4 = 109 mm → OK







Jarak sengkang tidak boleh lebih dari 6Dutama Cek : jarak sengkang tumpuan 100 mm < 6 x 22 = 132 mm → OK







Jarak sengkang tidak boleh melebihi 150 mm Cek : jarak sengkang tumpuan 100mm < 150 → OK



Untuk diluar sendi plastis (daerah lapangan) harus memenuhi persyaratan Pasal 21.5.3.4 



Jarak sengkang tidak boleh lebih = dari d/2 Cek : jarak sengkang lapangan 170 mm < 392/2 = 196 mm → OK



Untuk kebutuhan tulangan geser balok BA dihitung dengan cara yang sama. Rekapitulasi kebutuhan tulangan geser balok ditabelkan pada Tabel 17 Tabel 17 Tulangan geser Balok Av/S



Luas



Sperlu



Sm



S



Nama



Balo Daera k



h Tump



BI



700x5



.



00



Lap. Tump



BA



400x3



.



00



Lap.



Perlu



ax



mm²



M



/mm 1.72 3 1.44 7 0.46 1 0.46 1



mm² 256.57 256.57 256.57 256.57



Mm



pakai mm



154.1



m 10



3 183.5



9 21



183.5



3 576.0



8



3



8 576.0



Di



109



Pasang D D



60



60.13 D



12



120.2



0



5



8



D



1 3 1 3 1 3 1 3



-



10 0



- 100 -



60



- 120



3. Desain Tulangan Torsi Detail dari luas tulangan torsi pada balok BI yang ditinjau pada gambar ditunjukan sebagai berikut.



Bagian atas menunjukan luas tulangan torsi untuk sengkang dan bagian bawah menunjukan luas tulangan torsi untuk tulangan utama (atas dan bawah). Karena luas tulangan torsi lebih kecil dari luas tulangan utama dan sengkang, maka cukup dipasang tulangan D12 dikedua sisinya 4. Gambar detail Penulangan Balok Detail penulangan kolom berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan ditunjukkan pada gambar 1.49 – gambar



1.50 berikut



Gambar 1.49. Detail Penulangan Balok BI



Gambar 1.50. Detail Penulangan Balok BA B. Penulangan Kolom 1. Desain Tulangan Utama kolom a. Perhitungan tulangan Utama / Lentur Dari hasil Desain luas tulangan utama kolom K1 yang ditinjau = 8100 mm2 Digunakan tulangan ulir diameter 25



( D25 ) > As = ¼ ₶ d2 = ¼ x 3,14 x 252 = 490,625 mm2 Maka jumlah tulangan yang dibutuhkan = 8100 / 490,625 = 16,510 > 12 buah Jadi tulangan kolom adalah 20 D25 b. Persyaratan Tulangan Utama Tulangan Utama/lentur kolom yang dipasang harus memenuhi persyaratan SNI Beton 2847 : 2013 Pasal 21.6.3.1), bahwa rasio penulangan ρ g dibatasi tidak boleh kurang dari 1% dan tidak lebih dari 6%. ρg



1 25 x x 3,14 x 25² mm ² Av 4 = x 100 = x 100 = 1,51 Ag 900 mm x 900 mm



OK Untuk kebutuhan tulangan lentur kolom K2 dan K3 dihitung dengan cara yang sama. Rekapitulasi kebutuhan tulangan lentur kolom ditabelkan pada Tabel 19



Tabel 19 Tulangan Lentur Kolom As Na ma



Ukuran Kolom



perlu mm²



Ø m m



Luas



As Aktual N



mm²



Cek mm²



Di Pasang



K1 K2 K3



900x90 0 800x80 0 700x70 0



8100



25



6400



25



4900



25



491.07 1 491.07 1 491.07 1



20 9821.429



Aman 20 D



16 7857.143



Aman 16 D



16 7857.143



Aman



1 6



D



2 5 2 5 2 5



2. Desain Tulangan Geser kolom a. Perhitungan tulangan Geser Dari hasil desain luas tulangan geser kolom K1 yang ditinjau = 0,01 mm2 Digunakan tulangan ulir 4 D 16



As



= 4 x ¼ ₶ d2 =4 x ¼ x 3,14 x 162 =803.84 mm2



Jarak sengkang = 803.84 / 0,01 = 80384 mm digunakan 140 mm (sesuai persyaratan). Jadi tulangan geser (sengkang) kolom adalah 4 D16-140 b. Persyaratan Tulangan Geser SRPMK Tulangan geser/sengkang kolom yang dipasang harus memenuhi persyaratan sesuai SNI Beton 2847 : 2013 bahwa jarak maksimum sengkang dipilih yang terkecil diantara: 



Jarak sengkang tidak boleh lebih dari 6Dutama Cek : jarak sengkang tumpuan 140 mm < 6x25 = 150 mm → OK







Jarak sengkang tidak boleh lebih dari 150 mm Cek : jarak sengkang tumpuan 140 mm < 150 mm → OK



Untuk kebutuhan tulangan geser kolom K2 dan K3 dihitung



dengan cara yang sama. Rekapitulasi kebutuhan tulangan geser kolom ditabelkan pada Tabel 20 Tabel 20 Tulangan geser Kolom Av/ S Nama



Ø



Ukuran



Perlu



Kolom



m



m



m² 0.0



m



K1



900x900



K2



800x800



K3



700x700



1 1.2 28 1.2 52



S



S



max



pakai



M



m



804. 80457.



m 15



m 15



57 804.



0 15



0 15



0 15



0 15



0



0



Lua s



Sperlu



n



16 4 16 4 16 4



mm²



57 804. 57



Mm



14 655.19 642.63



Di Pasang



4 D 4 D 4 D



1 14 6 0 1 14 6 0 1 14 6



0



3. Kolom Kuat Balok Lemah Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.6.2.2. Kekuatan kolom harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ∑Mnc > (1,2) ∑Mnb Dimana : ∑ Mnc = jumlah Mn dua kolom yang bertemu di join, ∑ Mnb = jumlah Mn dua balok yang bertemu di join. Untuk memudahkan dalam pengecekan, SAP2000 telah menyediakan fitur kontrol otomatis kolom kuat tersebut. Pengecekan kolom kuat pada SAP2000 dilakukan dengan cara Design – Concret frame design - Display Design Info – (6/5) Beam/Column Capacity Ratios. Jika tidak ada tulisan (O/S) berarti struktur bangunan sudah benar kolom kuat dan balok lemah, begitu juga sebaliknya saat di cek ada tulisan (O/S) berarti struktur tidak termasuk kolom kuat balok



lemah, maka harus dilakukan penambahan pada dimensi.



Gambar 1.51 Pengecekan Kolom Kuat Balok lemah 4. Gambar detail Penulangan Kolom Detail penulangan kolom berdasarkan perhitungan yang



telah dilakukan ditunjukkan pada berikut



Gambar 1.52. Detail Penulangan Kolom