Laporan Assessment Toksikologi Industri [PDF]

  • Author / Uploaded
  • rara
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RISK ASSESSMENT PENGGUNAAN PESTISIDA PADA PEKERJA/PETANI/PERKEBUNAN



OLEH



NAMA: SHAFIRA AURA RAMADHANI NIM



: 1707010120



PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS NUSA CENDANA KOTA KUPANG 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan assessment Pengamatan Penggunaan Pestisida Pada Pekerja/Petani/Perkebunan. Harapan saya semoga Laporan ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Laporan ini saya akui bahwa masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini



Kupang, November 2020



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..............................................................................................................i DAFTAR ISI............................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1 A. LATAR BELAKANG..................................................................................................1 B. METODE......................................................................................................................2 BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................................3 BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................6 A. GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN.....................................................................6 B. IDENTIFIKASI BAHAYA..........................................................................................6 C. RISK ASSESSMENT..................................................................................................7 D. UPAYA PENGENDALIAN........................................................................................9 BAB III PENUTUP..................................................................................................................11 A. REKOMENDASI.........................................................................................................11



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam bidang pertanian, pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Menurut FAO, pestisida adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor terhadap manusia dan penyakit pada binatang, tanaman yang tidak disukai dalam proses produksi. Penggunaan pestisida pertanian Indonesia maju pesat dan juga petani menjadi senang dengan melihat hasil tanam yang bagus serta tidak rusak diganggu dengan hama dan gulma. Pada tahun 1984 Indonesia menguasai 20% dari pangsa pasar pestisida dunia, dalam periode 1982 – 1987 terjadi peningkatan pemakaian pestisida sebesar 36% dibanding periode sebelumnya, sedangkan untuk herbisida peningkatan mencapai 70% dan total pemakaian insektisida pada tahun 1986 mencapai 1723 ton, yang berarti setiap hektar lahan pertanian menggunakan 1,69 kilogram insektisida. Penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan. Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida, dampak negatif tersebut diantaranya kasus keracunan pada manusia, ternak, polusi lingkungan dan resistensi hama. Data yang dikumpulkan WHO menunjukkan 500.000-1.000.000 orang per tahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan pestisida dan sekitar 500-1000 orang per tahun diantaranya mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan gangguan pada hepar. Penggunaan pestisida yang 1



tidak terkendali akan menimbulkan bermacam-macam masalah kesehatan dan pencemaran lingkungan. Penggunaan pestisida yang dipengaruhi oleh daya racun, volume dan tingkat pemajanan secara signifikan mempengaruhi dampak kesehatan. Semakin tinggi daya racun pestisida yang digunakan semakin banyak tanda gejala keracunan yang dialami petani. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pengguna pestisida, penggunaan alat pelindung diri (APD), serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan risiko penggunaan pestisida. B. Metode Metode yang digunakan dalam pengamatan penggunaan pestisida antara lain: 1) Observasi Observasi dilakukan untuk mengamati keadaan perkebunan serta kegiatan para pekerja dalam penggunaan pestisida. 2) Wawancara Wawancara dilakukan pada setiap pekerja perkebunan untuk mengetahui lebih jauh dampak dan penggunaan pestisida pada perkebunan tersebut.



2



BAB II LANDASAN TEORI Penilaian Risiko Risiko adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. Setiap bahaya yang sudah diidentifikasi harus dinilai risikonya. Penilaian risiko terutama ditujukan untuk menyusun prioritas penanganan bahaya yang sudah diidentifikasi. Semakin tinggi risiko yang dikandung suatu bahaya semakin kritis sifat bahaya tersebut dan berarti menuntut tindakan perbaikan atau penangganan yang semakin mendesak. Setelah diketahui berbagai potensi bahaya yang ada di lingkungan pekerjaan selanjutnya perlu diadakan penilaian risiko tersebut untuk menentukan tindakan pengendalian sesuai prioritas apakah risiko tersebut cukup besar dan memerlukan pengendalian langsung atau dapat ditunda. Penilaian risiko pada hakikatnya merupakan proses untuk menentukan pengaruh atau akibat pemaparan potensi bahaya yang dilaksanakan melalui tahap atau langkah yang berkesinambungan. Oleh karenanya dalam melakukan penilaian risiko ada dua komponen yang utama yaitu: 1) Analisis Risiko. Dalam kegiatan ini, semua jenis bahaya, risiko yang bisa terjadi, kontrol atau proteksi yang sudah ada, peluang terjadinya risiko, akibat yang mungkin timbul, dan upaya pengendalian bahaya dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin (Sahab, 1997). 2) Penilaian Risiko Dalam kegiatan ini dilakukan prediksi tingkat risiko melalui evaluasi dan merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian tingkat risiko (Ichsan, 2004). Tingkat resiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan keparahan (severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard ditempat kerja. 3) Penentuan Tingkat Risiko. Penentuan tingkat risiko adalah dengan mengkombinasikan perhitungan dari dampak risiko dan peluang risiko. Setelah melakukan pengukuran tingkat risiko, selanjutnya harus dibuat skala prioritas resiko untuk setiap potensi yang diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana pengendalian resiko. 3



4) Pengendalian Risiko Apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan peraturan dan standar yang berlaku. Pengendalian risiko dapat mengikuti pendekatan hirarki pengendalian (hirarchy of control). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Hirarki pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) antara lain: 1. Eliminasi (elimination) Eliminasi adalah menghilangkan suatu bahan atau tahapan proses yang berbahaya. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja ditiadakan. 2. Substitusi (substitution) Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan perlatan yang lebih berbahaya dengan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih diterima. Misalnya: a) Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta. b) Proses menyapu diganti dengan proses vakum. c) Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen. 3. Rekayasa teknik (engineering control) Rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorben suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi.



4



4. Isolasi (isolation) Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari objek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control. 5. Pengendalian Administrasi (administration control) Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini. Metode ini meliputi; rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3. 6. Alat Pelindung Diri (personal protective equipment) Alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya dengan pekerja. Akan tetapi penggunaan APD bukanlah pengendalian dari sumber bahaya itu. Alat pelindung diri sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti dari sarana pengendalian risiko lainnya. Alat pelindung diri ini disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif. Keberhasilan penggunaan APD tergantung jika peralatan pelindungnya tepat pemilihannya, digunakan secara benar, sesuai dengan situasi dan kondisi bahaya serta senantiasa dipelihara. (Tarwaka, 2008)



5



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perkebunan Tempat pengamatan penggunaan pestisida yang penulis lakukan berada di salah satu perkebunan Kolhua Kecamatan Maulafa. Pada perkebunan ini terdapat berbagai jenis tanaman seperti buah naga, pisang dengan dua macam yaitu beranga dan macam , serta papaya california. Perkebunan ini dijalankan sejak tahun 2016 dan terdapat 4 pekerja yang merawat tanaman tersebut. Proses panen tanaman tersebut bervariasi sesuai musim, untuk pepaya california biasanya 7-9 bulan sudah dapat dipanen. Sedangkan untuk buah naga setiap bulan Desember setiap tahunnya baru dapat dipanen. B. Identifikasi Bahaya Dalam melakukan penyemprotan pestisida, harus diperhatikan berbagai banyak hal antara lain kenali jenis hama dan penyakit tanaman agar dalam memilih jenis pestisida yang akan digunakan tidak asal-asalan dan dapat membasmi hama atau penyakit tanaman, jika salah dalam memilih jenis pestisida justru akan merusak kualitas tanaman. Selanjutnya adalah memperhatikan waktu penggunaan pestisida. Idealnya pemberian pestisida dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terlalu terik dan sore hari sekitar pukul 15.00 ke atas. Pemberian di pagi hari dilakukan karena hama tidak terlalu banyak bergerak dan efektif. Begitu juga dengan sore harinya. Hindari pula pemberian pestisida saat cuaca mendung atau hujan. Selain itu, dalam penggunaan pestisida juga harus memperhatikan dosis dan teknik penyemprotan yang benar. Hal itu sangat penting untuk diketahui oleh para pekerja/petani agar tidak salah dalam menggunakan pestisida yang akan berujung pada masalah kesehatan para petani. Beberapa hal terkait pestisida diatas harus sudah diketahui oleh para petani sebab disetiap proses penggunaan pestisida mulai dari penyimpanan, pencampuran, hingga penyemprotan mempunya faktor risikonya sendiri-sendiri jika salah dalam menerapkannya. Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah pestisida dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme 6



Pengganggu Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.



Dampak



Bagi



Kesehatan



Petani



yaitu



Penggunaan



pestisida



bisa



mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keracunan akut ringan, keracunan akut berat dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya, keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, Keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernapasan. C. Risk Assessment Pekerja paling banyak terpapar pestisida pada saat melakukan penyemprotan, selain itu pada saat melakukan pencampuran, mengisi peralatan, membersihkan peralatan dan saat menangani kemasan kosong. 1. Proses Penyimpanan Pestisida Penyimpanan pestisida merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida. Hasil pengamatan yang dilakukan sarana penyimpanan pestisida sangatlah sederhana tertutama bagi petani yang menyimpan pestisida di kebun/ladang. Ada yang hanya meletakkan di atas papan-papan yang disusun namun ada juga yang menyimpan dalam gudang atau pondok sederhana yang tertutup. Petani yang menyimpan di rumah, pestisida diletak di belakang rumah dalam keadaan masih berlabel. Namun sangat dekat dengan dapur atau kamar mandi pemilik. Ada juga petani menyimpan pestisida di teras rumahnya dan posisinya sering terkena dengan sinar matahari. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kesadaran petani mengenai bahaya 7



pestisida masih rendah. Rendahnya kesadaran ini mungkin disebabkan rendahnya pengetahuan petani mengenai dampak pestisida pada tubuh. Cara penyimpanan yang terbuka ini memiliki risiko termakan atau terminum karena tidak jauh dari jangkauan anak-anak. Menurut aturan penggunaan pestisida, pestisida yang disimpan dianjurkan untuk disimpan pada ruang tertutup dan terhindar dari sinar matahari untuk mengurangi faktor terjadinya penguapan akibat reaksi kimia dan fisika bahan kimia pestisida dengan udara. Selain itu, wadah pestisida yang sudah digunakan haruslah dibuang dan tidak tersebar dimana-mana. Sebab sisa-sisa pestisida yang ada di dalam kemasan pestisida yang telah habis pakai bisa saja mengalami reaksi dengan udara dan mencemari lingkungan bahkan membuat masyarakat terpapar dengan pestisida secara tidak langsung. 2. Proses Pencampuran Pestisida Sebelum digunakan atau disemprotkan, petani penyemprot biasanya mencampur pestisida terlebih dahulu ke dalam wadah sebelum dimasukkan ke alat penyemprot. Pencampuran ini dilakukan untuk melarutkan atau mencampur pestisida sesuai dengan dosis dan takaran yang dianjurkan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa petani di kelurahan Kolhua melakukan proses pencampuran yang masih kurang tepat. Petani mengatakan bahwa pencampuran sebaiknya dilakukan di ruangan tertutup untuk menghindari adanya hembusan angin yang dapat menyebabkan terbangnya pestisida mengenai tubuh petani. Hal ini bertentangan dengan teori bahwa pencampuran pestisida sebaiknya dilakukan di tempat yang memiliki sirkulasi udara yang baik karena di tempat tertutup pestisida memiliki daya racun yang lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan keracunan melalui pernapasan. Pada petani yang menggunakan mesin penyemprot, pestisida dicampur di dalam tong dan langsung diaduk oleh mesin penyemprot. Cara ini cukup aman karena petani hanya menuangkan jenis pestisida yang digunakan dan tidak ada kontak langsung yang cukup lama. Kekurangan yang ditemui pada proses ini adalah minimnya penggunaan alat pelindung diri. Akibatnya sebagian petani sering mengeluh seperti pusing, tangan memerah, gatal dan pedih/sakit. Hal ini dialami pada saat kontak langsung mencampur pestisida. Bahkan ada petani yang mengaku kemerahan dan panas atau sakit seperti rasa



8



pedih pada bagian yang terkena pestisida yang mana dirasakan pada tangan mereka dan akan menghilang paling cepat 3 hari dan selambat-lambatnya 10 hari. 3. Proses Penyemprotan Pestisida Penyemprotan pestisida merupakan proses dimana pestisida digunakan sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembaban dan curah hujan. Begitu juga dengan cara menyemprot pestisida. Diusahakan sebaiknya para petani menyemprot dengan cara yang dapat menghindari kontak langsung dengan pestisida yang disemprotkan. Sebab itu pestisida harus disemprotkan sesuai dengan tinggi tanaman. Semakin tinggi tanaman yang disemprot maka semakin besar risiko terpajan pestisida baik karena terpercik, terciprat, terbawa aliran udara, ataupun kontak langsung. Metode atau cara menyemprot petani sebagian besar dengan arah ke bawah sesuai dengan tinggi tanaman. Penyemprotan biasanya dilakukan mulai pukul 06.00±11.00 pagi dilanjutkan pada sore hari mulai pukul 15.00±18.00 sore bila diperlukan. Petani berpendapat bahwa penyemprotan pada siang hari dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan pestisida membunuh hama tanaman. Dari hasil pengamatan petani tidak menggunakan pakaian pelindung ataupun celemek plastik untuk menghindari bahaya tertumpah atau terpercik. Petani hanya menggunakan sepatu boot dan topi. Dengan tidak lengkapnya pemakaian pelindung diri kemungkinan risiko terkena pestisida cukup tinggi terutama pada petani yang menggunakan pompa gendong sebagai media penyemprot. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan petani masihlah kurang tentang risiko bahaya pestisida sehingga bertindak dengan perilaku yang tidak aman. D. Upaya Pengendalian 1. Berikan pelatihan mengenai penanganan pestisida berbahaya Pelatihan tersebut antara lain member tahu dalam membaca label dan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS), Kenakan Perlengkapan Perlindungan Pribadi atau pelindung tubuh yang sesuai, Pastikan bahwa perlengkapan penyemprotan yang digunakan berfungsi dengan baik, Hitung dosis takaran dengan cermat, Bersihkan Perlengkapan Perlindungan Pribadi dan perlengkapan lain setelah digunakan, Jangan pernah membawa pulang pakaian pelindung tubuh atau perlengkapan lain yang digunakan ketika menangani pestisida atau ketika penyemprotan, Tinggalkan segala 9



Perlengkapan Perlindungan Pribadi dan perlengkapan lainnya untuk dicuci dan dibersihkan di tempat yang telah ditentukan, Cuci bersih tangki-tangki penyemprot pestisida setelah digunakan, Mandi atau basuh tubuh setelah menyelesaikan penyemprotan, Simpan pestisida-pestisida di tempat yang aman dan terkunci. 2. Patuhi jeda waktu prapanen Untuk mengurangi risiko masih tertinggalnya residu pestisid dan untuk memenuhi aturan Batas Maksimum Residu, terdapat suatu masa tenggang antara waktu diberikannya pestisida dengan hari pertama panen. Periode ini dikenal dengan nama jeda waktu prapanen. 3. Penggunaan Perlengkapan Perlindungan Pribadi yang tepat Perlengkapan perlindungan pribadi atau Personal Protective Equipment -PPE harus digunakan oleh seluruh pekerja dalam kelompok yang menangani pestisida. Perlengkapan perlindungan pribadi yang bervariasi perlu disediakan, tergantung dari jenis produk pestisida dan cara penggunaannya. Pada umumnya, perlengkapan perlindungan pribadi yang paling standar termasuk:  Overall atau pakaian lengan panjang penutup seluruh tubuh, celana panjang, dan topi  Pelindung wajah atau kacamata industry  Sarung tangan yang kedap bahan kimia  Sepatu bot karet  Bila pekerja bertugas mencampur maupun menuang pestisida, sebuah celemek berbahan khusus dan kedap bahan kimia hendaknya dikenakan  Apabila tertulis pada label kemasan, masker atau alat bantu pernapasan perlu disediakan dan digunakan



10



BAB IV PENUTUP A. Rekomendasi 1. Diperlukan pengetahuan yang baik terkait penggunaan pestisida pada tanaman 2. Diperlukan penggunaan Alat Pelindung Diri yang baik dan benar selama penyemperotan pestisida 3. Lakukan penanganan awal ketika terkena cairan atau menghirup pestisida sesuai prosedur yang benar 4. Simpan pestisida di tempat yang tidak mudah tumpah dan dialasi dengan kain atau jerami 5. Jangan membuang bungkusan pestisida sembarang tempat sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan



11