Laporan Coating [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH KEMASAN COATING TERHADAP MASA SIMPAN BAHAN HASIL PERTANIAN (Laporan Responsi Teknologi Pengemasan dan Penggudangan)



Disusun : 1. 2. 3. 4.



Eka Rahayu Puput Lestari Adinda Ayu Larasati Fransisca Debora



1714051002 1714051005 1714051021 1754051006



Kelompok 6



JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019



I. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Sayuran atau bahan hasil pertanian menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk karena menjadi salah satu penyedia gizi berupa serat, vitamin, protein, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Seiring perkembangan zaman, kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi dalam sayuran juga semakin meningkat. Permintaan produk buah -buahan dan sayuran baik di dalam maupun di luar negeri cenderung terus meningkat. Salah satu kendala utama ekspor hortikultura adalah produktivitas tanaman dan kualitas yang rendah (Amrinasih, 2011) Penggunaan edible coating menjadi salah satu pendekatan inovatif untuk memperpanjang masa simpan buah-buahan dan sayuran, karena adanya tuntutan konsumen akan sayuran segar yang bermutu tinggi, seperti memiliki penampakan yang baik, relatif tahan lama, dan tidak cepat layu selama penyimpanan. Penggunaan edible coating dapat mempengaruhi warna, kilap, kekerutan kulit, tekstur serta aroma buah yang dapat menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap buah. Edible coating merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan. Beberapa metode penggunaan edible coating pada buah dan sayuran, antara lain metode pencelupan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan aplikasi penentu terkontrol. Metode pencelupan (dipping) merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah, daging, dan ikan. Edible coating pada umumnya berbahan dasar materi biologis seperti protein, lipida, dan olisakarida. Polisakarida yang dapat digunakan sebagai



edible coating, antara lain pati dan turunannya, selulosa dan turunannya, kitosan, pektin, alginat, dan gum (Ambar, 2015).Maka dilakukan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh edible coating terhadap bahan hasil pertanian



1.2 Tujuan Tujuan pada praktikum ini yaitu : 1.



Mengetahui cara aplikasi coating



2.



Mengetahui masa simpan bahan hasil pertanian



3.



Mengetahui perbedaan bahan hasil pertanian dengan cara coating dan tanpa coating



III. METODOLOGI



3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 31 Oktober – 7 November 2019 di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung



3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini gelas ukur, beaker glass, timbangan, batang pengaduk, loyang, sendok dan pisau Bahan yang digunakan adalah wax coating, aquades, Pisang muli, Pir, Tomat dan Cabe Merah



3.3 Prosedur



Pisang muli, Pir, Tomat dan Cabe Merah



Dibersihkan, dicuci dikeringkan



Pembuatan larutan coating



Pencelupan, penirisan dan penyimpanan



Pengamatan Gambar 1. Diagram alir praktikum Prosedur Prosedur pada praktikum ini yaitu disiapkan alat dan bahan, pisang muli, pir, tomat dan cabe merah dibersihkan, dicuci dan dikeringkan, lalu dibuat pembuatan larutan coating menggunakan wax. Lalu semua bahan yang telah dikeringkan dicelupkan kedalam larutan coating dan dibiarkan hingga kering dan semua permukaan bahan terlapisi oleh larutan coating. Kemudian dilakukan penyimpanan selama beberapa hari dan dilakukan pengamatan meliputi warna, tekstur, kenampakan dan susut bobot.



II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Kemasan Pangan Dalam kehidupan sehari-hari, pangan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi, produk pangan pun mengalami perkembangan, antara lain dari segi teknik pengolahan, pengawetan, pengemasan dan distribusinya. Hal tersebut memungkinkan suatu produk pangan yang dihasilkan di suatu tempat dapat diperoleh di tempat lain. Kebanyakan produk pangan yang ada di pasaran telah dikemas sedemikian rupa sehingga mempermudah konsumen untuk mengenali serta membawanya. Secara umum, kemasan pangan merupakan bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan pangan (Syarief dkk, 1987). Menurut Wirya (1999), selain untuk mewadahi atau membungkus pangan, kemasan pangan juga mempunyai berbagai fungsi lain, diantaranya untuk menjaga pangan tetap bersih serta mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme; menjaga produk dari kerusakan fisik; menjaga produk dari kerusakan kimiawi; mempermudah pengangkutan dan distrisbusi; mempermudah penyimpanan; memberikan informasi mengenai produk pangan dan instruksi lain pada label; menyeragamkan volume atau berat produk dan membuat tampilan produk lebih menarik sekaligus menjadi media promosi. Menurut Syarief dkk, (1987) jenis bahan pengemasan yang paling umum digunakan untuk pengemasan bahan pangan dapat dibedakan berdasarkan bahannya, yaitu: kemasan kaca/gelas, kemasan logam, kemasan plastik, kemasan kertas dan kemasan logam. Pemilihan jenis kemasan yang



akan digunakan sangat tergantung pada karakteristik dan jenis bahan pangan yang akan dikemas. Plastik merupakan senyawa polimer tinggi yang dicetak dalam lembaran- lembaran yang mempunyai ketebalan tertentu. Penggunaan plastik dapat dalam bentuk film atau lembaran dan wadah yang dapat dicetak. Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik (Nurminah, 2002). Perlu diakui bahwa ketersedian berbagai jenis bahan kemasan telah banyak membantu kehidupan manusia, namun tidak sedikit pula masalah yang ditimbulkan dari berbagai jenis bahan kemasan tersebut. Contohnya adalah penggunaan plastik sebagai bahan pengemas. Plastik jenis tertentu (misalnya PE, PP, PVC) tidak tahan panas, berpotensi melepaskan bahan berbahaya yang berasal dari sisa monomer dari polimer ke dalam bahan pangan yang dikemasnya dan plastik merupakan bahan yang sulit terbiodegradasi sehingga dapat mencemari lingkungan, oleh karena itu perlu dikembangkan bahan kemasan yang ramah lingkungan dan dapat diproduksi secara massal dalam jumlah yang banyak (Nurminah, 2002).



2.2 Edible Coating Coating merupakan lapisan tipis yang dibuat untuk melapisi bahan makanan. Bahan ini digunakan di atas atau di antara produk dengan cara membungkus, merendam, menyikat atau menyemprot, untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air, serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis (Guilbert dkk, 1990). Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air dan menghindari kontak dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan



buah dapat diperlambat. Lapisan yang ditambahkan di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama buah (Debeaufort dkk, 1998). Pemanfaatan edible coating merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan dari produk pertanian, mengurangi penurunan kualitas dan kehilangan hasil. Edible coating juga memberikan efek yang hampir sama dengan penyimpanan modified atmospher. Edible coating pada buah dan sayuran berprospek untuk dapat memperbaiki kualitas tampilan dan umur simpan buah atau sayuran (Guilbert dkk, 1990). Edible coating akan membentuk suatu pelindung pada bahan pangan karena berperan sebagai barrier yang menjaga kelembaban, bersifat selektif permeabel terhadap gas (O2dan CO2), dan dapat mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan komposisi nutrisi (Krochta, 1992). Edible coating digunakan pada buah-buahan dan sayuran untuk mengurangi terjadinya kehilangan kelembaban, memperbaiki penampilan, sebagai barrier untuk pertukaran gas dari produk ke lingkungan atau sebaliknya (Krotcha, 1992). Selain sebagai barier, menurut Guilbert dan Biquet (1990), edible coating juga dapat mengurangi penggunaan atau limbah kemasan karena sifatnya yang biodegradable serta dapat memperlambat kerusakan dan meningkatkan keamanan dari kontaminasi mikroorganisme selama proses, penanganan dan penyimpanan buah dan sayuran. Cara pengaplikasian coating tergantung dari bentuk, ukuran dan sifat dari produk yang ingin dilapisi (Debeaufort dkk, 1998). Metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan (dipping) merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama pada sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating (Debeaufort dkk, 1998). Komponen utama penyusun edible coating dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit (campuran). Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible coating adalah protein (gelatin, kasein, protein



kedelai, protein jagung, dan gluten gandum) dan polisakarida (pati, alginat, pektin, dan modifikasi karbohidrat lainnya). Lipida yang dapat digunakan adalah lilin, bees wax, gliserol, dan asam lemak (Krochta, 1992). Edible coating merupakan salah satu penemuan dari hasil pemikiran manusia yang digunakan untuk meningkatkan kualitas buah. Pemikiran – pemikiran ini muncul akibat adanya permasalahan buah yang cepat busuk dan hanya memiliki umur simpan yang relatif singkat yang salah satu penyebabnya adalah proses fisiologi yang masih berlangsung. Pemikiran pemberian lapisan ini dimulai dari melihat dan memperhatika buah-buahan yang ada disekitar. Buah-buahan yang memiliki kulit tebal seperti mangga dan semangka memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan buah-buahan yang memiliki kulit yang tipis seperti belimbing dan anggur. Dari hasil pengamatan tersebut sehingga munculah sebuah ide untuk memberi pelapis tambahan untuk mempertebal kulit buah sehingga diharapkan dapat memperpanjang umur simpan buah. Pelapisan yang diberikan merupakan pelapisan yang aman jika ikut terkonsumsi (Guilbert dkk, 1990).



2.3 Sifat Bahan Hasil Pertanian Sifat-sifat hasil pertanian penting untuk diketahui, terutama ketika diperlukan untuk kepentingan pemasaran. Hasil atau produk pertanian memiliki sifat yang berbeda dengan produk non pertanian atau industri. Jika industri dapat menghasilkan produk yang seragam, maka sebaliknya, pertanian akan menghasilkan produk yang sangat beragam. Contohnya saja, dalam satu pohon jeruk tidak mungkin akan menghasilkan buah-buah jeruk yang memiliki kualitas yang sama dan identik, banyak diantaranya akan memiliki kualitas yang berbeda satu dengan yang lainnya (Pantastico, 1989). Selain itu, produk pertanian juga umumnya memiliki sifat yang rawan terhadap kerusakan (perishable) dan membutuhkan ruang penyimpanan yang luas. Oleh karenanya, untuk mensiasati hasil pertanian yang memiliki sifat khas seperti itu, maka perlu disiapkan penanganan secara khusus. Berikut merupakan penjelasan terkait



sifat-sifat hasil pertanian yang perlu diperhatikan beserta dengan cara penanganannya (Suharto, 1991). 2.3.1 Tidak Tahan Lama Hasil pertanian memang tidak mampu bertahan dalam waktu yang lama tanpa penanganan tertentu. Sifat produk pertanian yang mudah busuk dan rusak, terutama produk buah dan sayur serta daging dan ikan memerlukan penanganan yang cepat dan cermat untuk menjaga mutu agar sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Penanganan yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan penyimpanan, pengolahan,



dan



distribusi.



Penyimpanan



yang



dimaksud



adalah



dengan



menempatkan produk di tempat atau alat yang mampu menambah ketahanannya, seperti mesin pendingin atau gudang yang sudah dimodifikasi. Selanjutnya, pengolahan juga bisa dilakukan menjadi produk yang lebih awet, seperti pisang yang diolah menjadi keripik. Terakhir adalah dengan mendistribusikan produk secara cepat sebelum mengalami perusakan (Khatir, 2006). 2.3.2 Makan Tempat (Rowa) Hasil pertanian mayoritas bersifat rowa atau membutuhkan tempat atau ruang penyimpanan yang luas. Sifat ini dapat meningkatkan biaya pengangkutan dan penyimpanan produk. Padahal, harga produk tersebut biasanya sangat kecil jika dibandingkan dengan volumenya. Hal ini akan menyebabkan biaya total pemasaran seringkali lebih besar dibandingkan dengan biaya produksinya. Untuk mensiasatinya maka perlu dilakukan proses pengolahan. Pengolahan disini dimaksudkan agar produk tidak lagi memiliki volume ruang yang besar, atau meskipun masih memiliki volume yang besar setidaknya akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Dengan pengolahan ini maka produk dapat dengan mudah disimpan dan menjadi praktis (Pantastico, 1989). 2.3.3 Musiman



Sifat yang unik dari hasil pertanian adalah musiman. Musiman berarti tidak setiap saat produk tersebut dihasilkan atau hasil produksinya akan diperoleh pada waktuwaktu tertentu. Sifat ini menyebabkan ketidakstabilan harga produk tertentu di pasaran, kadang akan berharga tinggi dan kadang juga sangat rendah. Selain itu, hasil pertanian biasanya juga dibutuhkan setiap saat. Oleh sebab itu perlu adanya penanganan khusus. Penanganan yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan penyimpanan dan pengolahan. Penyimpanan yang dimaksud adalah dengan tidak menjual semua hasil pertanian saat musim panen, sebagian hasil bisa disimpan terlebih dahulu. Hal ini untuk mencegah turunnya harga produk karena jumlahnya yang terlalu banyak di pasar. Pengolahan juga bisa dilakukan agar produk menjadi berbeda, tahan lama, dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Suharto, 1991). 2.3.4 Kualitas Beragam Hasil pertanian bisa dibilang selalu tergantung dengan alam. Pada satu musim panen pasti akan ada perbedaan di setiap produknya, misalkan tidak mungkin ada satu pohon mangga yang mampu menghasilkan buah mangga yang sama identik, pasti ukurannya akan berbeda-beda. Dengan demikian perlu dilakukan sortasi dan standarisasi. Cara ini dilakukan dengan mengumpulkan produk yang seragam kualitasnya. Indikator yang dipakai bisa ukuran, berat, bentuk, warna, aroma, kesegaran, ataupun panjang produk. Jadi, dalam proses pemasaran akan lebih mudah dalam penentuan harganya (Suharto, 1991). 2.3.5 Letaknya di Pedesaan Sifat terakhir dari hasil pertanian adalah letaknya di pedesaan. Mayoritas semua hasil pertanian memang ditanam dan diproduksi di wilayah pedesaan. Padahal mayoritas konsumennya ada di daerah perkotaan. Oleh karenanya, hasil pertanian harus didistribusikan ke luar pedesaan, yaitu dengan cara pengangkutan yang aman. Jangan sampai saat proses pengangkutan justru merusak produk yang dibawa. Untuk mengurangi risiko tersebut juga bisa dilakukan pengolahan terlebih dahulu (Suharto, 1991).



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Data hasil pengamatan pada praktikum ini disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1. Data Hasil Praktikum Edible Coating



Parameter Kelompok



Hari



Warna



Tekstur



2 (Pisang Coating)



Berat (g)



1



Hijau Keras Kekuningan



Ada bercak



143,74



4



kunig



Keras



Ada bercak coklat



142,95



6



Kuning



Agak lunak



Sedikt kehitaman, ada jamur



139,73



7



kuning



Agak lunak



Bercak kehitaman, ada jamur



139,73



1



Kekuningan Agak lunak



1 (Pisang Coating)



Penampaka n



Ada sedikit bercak kecoklatan



147,16



Gambar



4



Kuning cerah



lunak



Bercak coklat 140,09



6



Kuning agak coklat



Lunak



Banyak bercak coklat



7



Kuning coklat



Sangat lunak



Bercak coklat 136,70 kehitaman



1



Kuning



Agak Lunak



Normal



149,57



4



Kuning cerah



Agak lunak



Tumbuh jamur, ada bercak hitam



141,72



6



Kuning, sebagian kecoklatan



lunak



Berjamur, bercak hitam bertambah



138,69



7



Kuning kecoklatan



lembek



Bertambah coklat, berjamur



136,30



1



merah



keras



Normal



24.25



4



merah



Agak lunak



Agak keriput



20,96



3 (Pisang Kontrol)



138,12



4 (Cabai Coating)



6



7



Merah



Merah



Agak lunak



Keriput



20,96



Lunak



Keriput, terdapat bercak coklat dan berjamur pada tangkai



19,10



25,31



1



Merah



Keras



Sedikit keriput bagian ujung



4



Merah



Keras



Segar sedikit keriput



22,31



6



Merah



Agak lunak



Agak keriput bagian pangkal



22,00



7



Merah gelap



Agak lunak



Keriput dan berjamur ditangkai



21,14



1



merah



Agak lunak



Agak keriput



27,67



4



Merah



Agak lunak



Layu dan keriput



24,20



6



Merah gelap



Agak lunak



Keriput berjamur



5 (Cabai Coating)



6 (Cabai kontro)



19,64



7



7



Merah gelap



lunak



Keriput berjamur



19,52



1



Oranye kekuningan



Keras



Normal



158,52



4



Oranye tidak cerah



keras



Normal



137,10



6



Oranye kekuningan



Sedikit lunak



Sedikit keriput



135,59



7



Oranye kekuningan



Sedikit lunak



Sedikit keriput



136,21



1



Merah kekuningan



keras



Normal



140,02



4



Merah kekuningan



Keras



Mulus tidak berkerut



137,10



6



Merah kekuningan



Keras agak lembut



Berjamur di batang



135,59



7



Merah kekuningan



Keras agak lembut



Berjamur di batang



136,21



(Tomat Coating)



8 (Tomat Coating)



9 (Tomat Kontrol)



10



1



Agak kekuningan



Agak keras



Normal



155,23



4



Oranye agak tuas



keras



Normal



153,41



6



Oranye agak tua



Sedikit lunak



Sedikit keriput



152,77



7



Oranye kemerahan



Agak lunak



Sedikit mengkerut



152,37



1



kuning



keras



Normal



256,42



4



kuning



keras



Normal



254,67



6



kuning



keras



Normal



253,69



7



kuning



keras



Normal



253,58



1



Kuning



Keras



Normal



265,59



(Pir Coating)



11 (Pir Coating)



4



Kuning



keras



Normal



263,90



6



Kuning



keras



Normal



263,19



7



Kuning



keras



Normal



262,78



1



kuning



keras



Normal



228,64



4



kuning



keras



Ada goresan coklat



249,89



231,51



228,64



12 (Pir kontrol)



6



kuning



keras



Sedikit layu goresan bertambah



7



Kuning kusam



keras



Sedikit layu dan goresan kehitaman



4.2 Perhitungan



% Berat =  Kelompok 1



x 100 %



% Berat =



x 100 % = 2,79 %



 Kelompok 2 % Berat =



x 100 % = 7,11 %



 Kelompok 3 % Berat =



x 100 % = 8,87 %



 Kelompok 4 % Berat =



x 100 % = 21,24 %



 Kelompok 5 % Berat =



x 100 % = 16,48 %



 Kelompok 6 % Berat =



x 100 % = 29,45 %



 Kelompok 7 % Berat =



 Kelompok 8



x 100 % = 14,07 %



% Berat =



x 100 % = 2,72 %



 Kelompok 9 % Berat =



x 100 % = 1,84 %



 Kelompok 10 % Berat =



x 100 % = 1,11 %



 Kelompok 11 % Berat =



x 100 % = 1,06 %



 Kelompok 12 % Berat =



4.3



x 100 % = 11,60 %



Pembahasan



Coating merupakan lapisan tipis yang dibuat untuk melapisi bahan makanan. Bahan ini digunakan di atas atau di antara produk dengan cara membungkus, merendam, menyikat, atau menyemprot. Hal tersebut untuk memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi gas dan uap air serta memberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk menghambat keluarnya gas, uap air, dan menghindari kontak



dengan oksigen, sehingga proses pemasakan dan pencoklatan buah dapat diperlambat (Baldwin, 2012). Edible coating merupakan kategori bahan kemasan yang unik yang berbeda dari bahan-bahan kemasan konvensional yang dapat dimakan. Edible coating termasuk kemasan biodegradable yang merupakan teknologi baru yang diperkenalkan dalam pengolahan pangan yang berperan untuk memperoleh produk dengan masa simpan lebih lama. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul. Lapisan tipis tersebut yang ditambahkan pada produk tidak berbahaya jika dikonsumsi ke dalam tubuh (Arief dkk., 2012). Manfaat dari edible coating yaitu dapat mengoptimalkan kualitas luar produk yang melindungi produk dari pengaruh mikroorganisme, mencegah adanya air, oksigen dan perpindahan larutan dari makanan yang dapat membuat produk menjadi cepat rusak dan berjamur. Selain itu, edible coating juga dapat sebagai pembawa aditif dan dapat meningkatkan penanganan suatu makanan. Golongan polisakarida merupakan golongan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan edible coating seperti pati dan turunannya. Coating dari polisakarida akan memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, meningkatkan stabilitas selama penjualan dan penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan. Namun, kekurangan coating dari polisakarida adalah kurang baik digunakan untuk mengatur migrasi uap air (Krochta, 2015). Bahan pangan yang dikemas menggunakan edible coating memiliki beberapa keuntungan. Pertama, edible coating dapat menurunkan aw permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari. Kedua, edible coating dapat memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi mengkilat. Ketiga, edible coating dapat mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah dan dapat mengurangi kontak oksigen dengan bahan



sehingga oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat). Pelapisan edible coating pada produk tidak menyebabkan perubahan pada sifat asli produk seperti flavor (Santoso dkk., 2014). Edible coating dapat diaplikasikan dengan beberapa cara, seperti metode pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan sembilan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan (dipping) merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama pada sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating. Hal ini dikarenakan metode pencelupan (dipping) mempunyai keuntungan seperti ketebalan materi coating yang lebih besar serta memudahkan pembuatan dan pengaturan viskositas larutan. Namun, metode ini memiliki kelemahan, yaitu munculnya deposit kotoran dari larutan (Arief dkk., 2012). Responsi yang telah dilakukan yaitu pengaruh kemasan coating terhadap masa simpan bahan hasil pertanian. Setelah dilakukan pengamatan terhadap warna, tekstur, penampakan dan berat komoditas pertanian dengan coating dan tanpa coating dimana komoditas yang diamati diantaranya Pisang, Cabai, Tomat dan Pir diperoleh hasil bahwa pada kelompok 1 dengan perlakuan pisang dicoating terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 berwarna hijau kekuningan berubah menjadi kuning, teksturnya dari keras menjadi agak lunak, penampakannya dari terdapat bercak menjadi bercak kehitaman dan ditumbuhi jamur dan beratnya mengalami penurunan dari 143,74 gr menjadi 13,73. Kemudian kelompok 2, dengan perlakuan pisang dicoating terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 berwarna kekuningan berubah menjadi kuning coklat, teksturnya dari agak lunak menjadi sangat lunak, penampakannya dari terdapat sedikit bercak kecoklatan menjadi bercak coklat kehitaman dan ditumbuhi jamur dan beratnya mengalami penurunan dari 147,16 gr menjadi 136,70 g. Kelompok 3 dengan perlakuan pisang kontrol terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 berwarna kuning berubah menjadi berwarna



kuning kecoklatan, teksturnya dari agak lunak menjadi lembek, penampakannya dari normal menjadi coklat dan ditumbuhi jamur dan beratnya mengalami penurunan dari 138,69 gr menjadi 136,30 g. Selanjutnya Kelompok 4 dengan perlakuan cabai coating tidak terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 tetap berwarna merah ,teksturnya berubah dari keras menjadi lunak, penampakannya dari normal menjadi keriput , terdapat bercak coklat dan ditumbuhi jamur pada tangkai dan beratnya mengalami penurunan dari 24,25 gr menjadi 19,10. Selanjutnya Kelompok 5 dengan perlakuan cabai coating terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 terjadi perubahan dari warna merah berwarna merah gelap ,teksturnya berubah dari keras menjadi agak lunak, penampakannya dari sedikit keriput menjadi keriput dan ditumbuhi jamur pada tangkai dan beratnya mengalami penurunan dari 25,31gr menjadi 21,14 g. Kelompok 6 dengan perlakuan cabai kontrol perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 terjadi perubahan dari warna merah berwarna merah gelap ,teksturnya berubah dari agak lunak menjadi lunak, penampakannya dari agak keriput menjadi keriput dan ditumbuhi jamur dan beratnya mengalami penurunan dari 27,67gr menjadi 1,52 g. Kemudian kelompok 7 dengan perlakuan tomat coating tidak terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 tetap berwarna merah orange kekuningan,teksturnya berubah dari keras menjadi sedikit lunak, penampakannya dari normal menjadi sedikit keriput dan beratnya mengalami penurunan dari 158,52 g menjadi 136,21 g. Kelompok 8 dengan perlakuan tomat coating tidak terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 tetap merah kekuningan ,teksturnya berubah dari keras menjadi keras agak lembek, penampakannya dari normal menjadi keriput dan ditumbuhi jamur pada tangkai dan beratnya mengalami penurunan dari 140,02 gr menjadi 136,23 g. Kelompok 9 dengan perlakuan tomat kontrol terjadi perubahan dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 terjadi perubahan dari agak kekuningan menjadi orange kemerahan,teksturnya berubah dari agak keras menjadi agak lunak, penampakannya dari normal menjadi sedikit keriput dan beratnya mengalami



penurunan dari 155,23 gr menjadi 152,37g. Kelompok 10 dan 11 dengan perlakuan pir coating tidak terjadi perubahan dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 tetap berwarna kuning,teksturnya keras, penampakannya tetap normal dan ditumbuhi jamur pada tangkai dan beratnya mengalami penurunan, untuk kelompok 10 dari 157,26 gr menjadi 253,8g sedangkan untuk kelompok 11 dari 265,59 gr menjadi262,78 g. Kemudian kelompok 12 dengan perlakuan pir kontrol tidak terjadi perubahan warna dari pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-7 tetap berwarna kuning menadi kuning kusam ,teksturnya tetap keras, penampakannya dari normal menjadi sedikit layu terdapat goresan hitam dan beratnya mengalami penurunan dari 258,64 g menjadi 228,64 g. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan perlakuan coating terhadap bahan hasil pertanian bisa memperpanjang masa simpan BHP tersebut. Sesuai dengan literatur Swasti (2008) bahwa pemberian coating pada permukaan buah dapat menghambat keluarnya gas, uap air, dan menghindari kontak dengan oksigen sehingga proses pemasakan dan pematanganbuah dapat diperlambat (Swasti,2008).



IV. KESIMPULAN



Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1.



Coating dapat diaplikasikan secara langsung dengan cara mencelupkan atau menyemprotkan pada bahan hasil pertanian. Coating bertujuan untuk memperpanjang masa simpan dan memperbaiki kualitas produk pangan serta



2.



merupakan bahan yang biodegradable sehingga lebih ramah lingkungan. Masa simpan buah pisang dapat bertahan 4 hari dan pir satu minggu. Sedangkan pada sayuran berupa tomat bertahan dalam waktu satu minggu dan cabai dapat



3.



bertahan selama 3 hari. Bahan hasil pertanian yang dilakukan coating selama 7 hari terjadi perubahan seperti bercak-bercak hitam pada bagian kulit. Akan tetapi hal ini tidak mempengaruhi umur simpan pada buah maupun sayuran dan kondisi buah dalam keadaan normal sedangkan sayuran hanya mengalami sedikit keriput pada bagian kulit. Selain itu, pada perlakuan non coating (control), buah dan sayuran mengalami tumbuh jamur, kulit mengalami perubahan warna dari coklat sampai kehitaman dan sedikit berair. Pada buah pir dengan perlakuan kontrol tidak mengalami kerusakan karena buah pir memiliki masa simpan kurang lebih satu minggu.



DAFTAR PUSTAKA



Ambar Dwi Kusumasmarawati. 2015. Pembuatan Pati Garut Butirat dan Apliksinya dalam Pembuatan Edible Film. Tesis. Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Amrinasih. 2011. Pembuatan Edible Coating dari Aloe Vera. Skripsi. TPHP-FTP. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Arief, H.S., Pramono, Y.B., dan Bintoro, V.P. 2012. Pengaruh Edible Coating dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Kadar Protein, Daya Ikat Air, dan Aktivitas Air Bakso Sapi Selama Masa Penyimpanan. Animal Agriculture Journal. Vol 1 (2): 100-108. Baldwin, E. A. 2012. Edible Coating and Film to Improve Food Quallity Second edition. CRC Press. London. Debeaufort F, Quezada-Gallo JA, Voilley A. 1998. Edible Films and Coatings: Tomorrow's Packagings: a Review. Crit Rev Food Sci Nutr. 38(4):299–313. Guilbert and B. Biquet. 1990. Edible Film and Coating dalam : Food Packaging Technology Vol. 1. Diedit oleh Bureau, G dan J. L. Multon. VCH Publisher, Inc. New York. Khatir, Rita. 2006. Fisiologi dan Teknologi Penanganan Pasca Panen. UNSYIAH. Banda Aceh. Krochta, J. M. 1992. Control of Mass Transfer in Food With Edible Coating and Film. Advantage in Food Enginering. CRC Press. Boca Raton. Krochta, J. M. 2015. Control of Mass Transfer in Food With Edible Coating and Film. Advantage in Food Enginering. CRC Press. Boca Raton. Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastic dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan yang Dikemas. Universitas Sumatra Utara. Medan. Pantastico. 1989. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayuran-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.



Santoso, B., Daniel, S. dan Rindit, P. 2014. Kajian Teknologi Edible Coating Dari Pati dan Aplikasinya untuk Pengemasan Primer Lepok Durian. Jurnal teknologi dan Industri Pangan. Vol XV (3). Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Swasti, F., dkk. 2008. Pemafaatan limbah kulit udang menjadi edible coating untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Syarief, R.,S. Santausa, St. Ismayana, B. 1987. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboraturium Rekayasa Proses Pangan, PAU pangan dan gizi, IPB. Bogor. Wirya, Iwan.1999. Kemasan yang Menjual. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



LAMPIRAN



A. PEMBAGIAN TUGAS Puput Lestari



: mengerjakan Bab 4



Eka Rahayu



: mengerjakan Bab 1 dan 3



Fransisca Debora



: mengerjakan Bab 4



Adinda Ayu Larasati : mengerjakan Bab 2 dan 5 , Lampiran, dan Print + Jilid