Laporan Kajian Kebijakan RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju Kab. Mamuju [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DPUPR



Kabupaten Mamuju 2022



Kajian Kebijakan Rancangan Peraturan Bupati Kabupaten Mamuju



Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022-2042



Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat



Tahun 2022



Kata Pengantar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan dan pengembangan kawasan kota/perkotaan. Didasari hal tersebut, penyelenggaraan penataan ruang demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, setiap pembangunan harus memenuhi persyaratan yang mengacu pada rencana tata ruang khususnya Rencana Detail Tata Ruang. Pengaturan dalam Peraturan Kepala Daerah ini juga ditujukan sebagai alat pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kajian kebijakan sebagai bagian penting dalam proses penyusunan ranperkada ini, tiada lain membahas mengenai landasan penyusunan ranperkada, konsep dan hakikat ranperkada serta materi muatan ranperkada. Keberadaan kajian kebijakan turut memperkuat uraian sejauh mana pentingnya ranperkada ini disusun serta bagaimana bentuk ranperkada yang diperlukan. Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan dokumen kajian kebijakan ini, semoga kajian kebijakan ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Mamuju.



Mamuju, Oktober 2022 Tim Penyusun



Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum & Penataan Ruang Kabupaten Mamuju



Hal-



i



Daftar



Isi



Kata Pengantar ................................................................... Daftar Isi ............................................................................ Halaman Judul....................................................................



BAB I.



PENDAHULUAN ............................................... 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7.



Latar Belakang ........................................... Identifikasi Masalah ................................... Manfaat Penyusunan Kebijakan .................. Maksud dan Tujuan .................................... Sasaran ...................................................... Manfaat ...................................................... Sistematika ................................................



BAB II. KAJIAN TEORITIS & PRAKTIK EMPIRIS .... 2.1. Kajian Teoritis............................................ 2.2. Praktik Empiris ..........................................



Hal-i Hal-ii Hal-1 Hal-2 Hal-2 Hal-4 Hal-4 Hal-5 Hal-6 Hal-6 Hal-7 Hal-8 Hal-8 Hal-9



BAB III. EVALUASI & ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN .............................. 3.1. Keterkaitan Rancangan Peraturan Bupati tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanan Mamuju dengan Peraturan Perundang-Undangan lainnya ....................................................... 3.2. Pokok-Pokok Pikiran dalam Peraturan Perundang-Undangan Terkait ...... 3.2.1. Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) .................... 3.2.2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) ................................................... 3.2.3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020



Hal-11



Hal-12 Hal-14



Hal-14



Hal-15



Hal-



ii



tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) ................................................... 3.2.4. Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (diubah dengan Peraturan Pemerintah RI No. 13 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional). ..................................... 3.2.5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633). .................................................. 3.2.6. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014 – 2034 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014 Nomor 1). ............



Hal-16



Hal-19



Hal-20



Hal-22



BAB IV. PENDAHULUA LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, & YURIDIS ............................... 4.1. Landasan Filosofis ...................................... 4.2. Landasan Sosiologis .................................... 4.3. Landasan Yuridis ........................................



Hal-23 Hal-23 Hal-25 Hal-27



BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN & RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH ................... 5.1. Ketentuan Umum ....................................... 5.2. Materi yang Akan di Atur ............................ 5.3. Ketentuan Peralihan ...................................



BAB VI. PENUTUP .......................................................... 6.1. Kesimpulan ................................................ 6.2. Saran ..........................................................



Hal-28 Hal-28 Hal-38 Hal-39 Hal-40 Hal-40 Hal-41



Hal-



iii



KAJIAN KEBIJAKAN RANCANGAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN MAMUJU



Hal-



1



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang kota tempat aktivitas masyarakat perlu diatur sedemikian rupa agar tercipta suasana yang dapat mendukung kelancaran maupun kenyamanannya, terutama keberlanjutannya. Maka memperhatikan permasalahan ini, Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Undangundang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang ini mengamanatkan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dijabarkan lagi dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan diberlakukan dari tingkat Nasional, Provinsi hingga Kabupaten dan Kota di Indonesia. Untuk mempercepat pelaksanaan berusaha di Indonesia, Pemerintah pada tanggal 21 Juni 2018 telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik melalui penyederhanaan regulasi dan mempermudah birokrasi perizinan dengan menyatukan pengajuan, proses, dan pengeluaran perizinan berusaha melalui sistem pengelolaan perizinan terpadu secara elektronik atau Online Single Submission (OSS). Setelah investor/pelaku usaha mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan perizinan dasar, perizinan berusaha/investasi kemudian harus memenuhi perizinan lingkungan dan standar bangunan, yaitu izin yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha yang sesuai dengan ketentuan tata ruang dan lingkungan hidup; dan kesesuaian dengan standar bangunan yang ditentukan serta kelayakan fungsi bangunan. Bagi daerah yang belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), investor atau pelaku usaha diwajibkan mengajukan Izin Lokasi melalui Sistem OSS. Sedangkan bagi wilayah yang telah memiliki RDTR atau berada dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dan Kawasan



Hal-



2



Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), tidak memerlukan Izin Lokasi dalam melakukan kegiatan berusaha. Oleh karena itu, penyelesaian RDTR menjadi sangat signifikan dalam membantu realisasi investasi karena bisa mempersingkat waktu izin pemanfaatan lahan. Namun demikian, baru sebagian kecil kabupaten/kota yang saat ini memiliki Peraturan Daerah tentang RRTR dari 508 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Program percepatan pembangunan terancam stagnan karena investor butuh tambahan waktu untuk mendapatkan Izin Lokasi sebelum dapat memanfaatkan lahannya Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 mengamanatkan bahwa pelaksanaan rencana tata ruang dilakukan untuk menghasilkan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Rinci Tata Ruang. Rencana Umum yang dimaksud adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, sedang Rencana Rinci yang dimaksud salah satunya adalah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang merupakan turunan RTRW sebagai sebuah rencana rinci untuk suatu kawasan tertentu. Penataan ruang yang diharapkan di masa depan harus sejalan dengan paradigma pembangunan yang hanya berorientasi pada peningkatan kesejahteraan manusia ke arah peningkatan kesejahteraan ekosistem (ekosentris) sebagai dasar yang melahirkan konseppembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan tersebut mempertimbangkan daya dukung (carrying capacity) dan kelangkaan (scarcity) sumber daya alam, termasuk lahan (ruang) alam dimensi lingkungan (eksternalitas) yang di dalamnya tetap juga menjadikan proses pembangunan ekonomi. RDTR dilakukan berdasarkan tingkat urgensi penanganan Kawasan tersebut di dalam konstelasi wilayah kabupaten. RDTR juga merupakan rencana yang menetapkan blok-blok peruntukan pada kawasan fungsional, ebagai penjabaran “kegiatan” ke dalam wujud ruang, dengan memperhatikan keterkaitan antar kegiatan fungsional dalam kawasan, agar tercipta lingkungan yang serasi, selaras, seimbang dan terpadu. RDTR Dengan berpedoman pada fenomena yang terjadi, maka perlu dibuatkan suatu rencana kota yang lebih mendetail, sehingga hal -hal yang tidak diinginkan terutama yang menyangkut masalah pertumbuhan dan perkembangan kota sedapat mungkin dihindari sejak awal. Rencana ini juga akan mengarahkan fungsi guna lahan yang berkaitan dengan dengan produktifitas wilayah, kawasan permukiman lainnya, sehingga penggunaan lahan kota yang efektif, efisi en, dan optimal dapat terwujud. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan Mamuju dilakukan dalam rangka mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, efisien, dan berkelanjutan yang diharapkan dapat memberikan arahan rencana kota yang lebih baik dan dapat menjadi pedoman bagi Hal-



3



pengambil keputusan/kebijakan dalam perkembangan wilayah perkotaan Kabupaten Mamuju dengan mengacu pada dasar-dasar kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.2. Identifikasi Masalah Kajian Kebijakan sebagai rujukan dalam pembuatan Peraturan Kepala Daerah Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju, sebagai dasar rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2041. Adapun identifikasi masalah dari penyusunan Kajian Kebijakan ini adalah: a. Apakah yang menjadi landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042? b. Pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042? c. Bagaimanakah keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya? d. Apakah yang menjadi bahan dan data untuk pembanding antara peraturan perundang-undangan yang ada dalam merancang Ranperbup tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042? 1.3. Manfaat Penyusunan Kebijakan Kajian Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kajian kerangka filosofis, sosiologis dan yuridis tentang perlunya peraturan kepala daerah yang mengatur RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. Gambaran yang tertulis diharapkan dapat menjadi panduan bagi Kepala daerah dan stakeholder terkait dalam penyusunan RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042 untuk dijadikan bahan kajian dalam merumuskan peraturan kepala daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042 ke depan. Sedangkan tujuan khusus dibuatnya Kajian Kebijakan ini adalah: a. Memberikan landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. b. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan harus ada dalam Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042, c. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.



Hal-



4



d. Memberikan bahan dan data untuk menjadi bahan pembanding antara peraturan perundang-undangan yang ada dalam merancang Ranperbup tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. Kegunaan Kajian Kebijakan tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042, dapat diperoleh dari dua macam kegunaan, yakni secara teoritis dan praktis. Kegunaan teoritis adalah untuk: a. Memberikan gambaran yang tertulis sehingga dapat menjadi panduan bagi pemeritah daerah untuk mengkaji. b. Diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan terhadap masyarakat. c. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih dasar pemikiran dalam mewujudkan ketertiban hukum terutama mengenai upaya pemanfaatan ruang di Kabupaten Mamuju. Kegunaan Praktis: a. Diharapkan dengan adanya Kajian Kebijakan ini dapat berguna dan menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam peraturan kepala daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. b. Diharapkan dapat memberikan paradigma baru tentang peraturan daerah tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. 1.4. Maksud dan Tujuan Peraturan Bupati Mamuju tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju secara umum mempunyai maksud untuk memberikan arahan bagi pembangunan wilayah Wilayah Perencanaan Mamuju yang lebih tegas dalam rangka upaya pengendalian, pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik secara terukur, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas, sehingga terjadi sinkronisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Mamuju. Sedangkan, tujuan penyusunan Peraturan Bupati Mamuju tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju ini adalah: 1. Mewujudkan ruang Wilayah Perencanaan Mamuju yang indah, berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program pembangunan; 2. Menciptakan konsistensi perwujudan ruang kawasan melalui pengendalian terhadap aktivitas dan program-program pembangunan kawasan; 3. Mewujudkan konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan Wilayah Perencanaan Mamuju dengan RTRW Kabupaten Mamuju; 4. Menghasilkan pedoman bagi instansi terkait dalam penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan, atau rencana tata bangunan



Hal-



5



dan lingkungan, dan pemberian perizinan kesesuaian pemanfaatan ruang dan peruntukan lahan; dan 5. Menciptakan landasan hukum yang kuat dalam rangka operasionalisasi pengendalian pemanfaatan ruang di Wilayah Perencanaan Mamuju. 1.5. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya Peraturan Bupati Mamuju tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju ini, yaitu: 1. 2. 3.



4.



Teridentifikasi potensi dan permasalahan sumber daya alam, sumber daya buatan, dan sumber daya manusia pada wilayah perencanaan Merumuskan kebijakan, konsep, dan strategi dalam penataan ruang kawasan Menyusun pedoman teknis yang merinci syarat-syarat, ketentuan, dan kriteria pengaturan dan rencana kegiatan fungsional kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan. Merumuskan pengendalian kawasan dalam bentuk legal drafting yang diharapkan dapat menjadi panduan yang berkekuatan hukum untuk mewujudkan arahan pembangunan yang lebih harmonis, serasi, selaras, dan seimbang, serta terkoordinasi antar sektor, antar wilayah, maupun antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan.



1.6. Manfaat Berdasarkan tujuan dan sasaran di atas, maka manfaat Peraturan Bupati Mamuju tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju yaitu: 1. Sebagai dasar pemberian pengambilan kebijakan perencanaan. 2. Sebagai dokumen yang mengatur dan mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan. 3. Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang di atasnya 4. Pedoman bagi perencanaan yang lebih detail (mikro). 5. Acuan penyusunan program pembangunan prasarana dan sarana kawasan. 6. Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam pengembangan lingkungan/kawasan yang berkelanjutan. 7. Menjamin terpeliharanya hasil pembangunan pasca pelaksanaan karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua hasil pembangunan.



Hal-



6



1.7. Sistematika Penyusunan Kajian Kebijakan Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042 disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan kegiatan penyusunan Kajian Kebijakan, metode dan sistematika. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS Berisi uraian tentang kajian teoretis, kajian terhadap asas/prinsip yang terkait, kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kajian terhadap implikasi sosial, politik dan ekonomi. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT Berisi uraian tentang hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan materi dan susunan Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS Berisi uraian tentang landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN Berisi uraian tentang sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan materi dan susunan Rancangan Peraturan Bupati Mamuju tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju 2022-2042. BAB VI PENUTUP, Bagian akhir Kajian Kebijakan berisi kesimpulan dan saran hasil kajian analisa Kajian Kebijakan.



Hal-



7



BAB II KAJIAN TEORITIS & PRAKTIK EMPIRIS 2.1 Kajian Teoritis Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang, sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan serta tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada, dikarenakan pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan.



Hal-



8



Pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun masyarakat, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang merupakan kegiatan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia pada ruang, namun dinamika perubahan pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimasi pemanfaatan sumber daya yang ada, hal ini terutama disebabkan oleh terus meningkatnya kebutuhan akan ruang sejalan dengan perkembangan kegiatan budidaya sementara keberadaan ruang bersifat terbatas. Dalam menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan akan lahan menuju kondisi optimal, maka perencanaan pemanfaatan ruang dilakukan melalui pendekatan komprehensif yang memadukan pendekatan sektoral dan pendekatan ruang. Dalam hal ini perencanaan tata ruang merupakan upaya untuk memadukan dan menyerasikan kegiatan antar sektor agar dapat saling menunjang serta untukmengatasi konflik berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang ruang seoptimal mungkin dengan penyebaran prasarana dan sarana sosial dan kecenderungan yang berlaku di lapangan. 2.2 Praktik Empiris Rencana pola ruang merupakan rencana distribusi peruntukan ruang wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya serta memberikan gambaran pemanfaatan pola ruang suatu wilayah hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang. Pemanfaatan ruang di satu wilayah ditetapkan berdasarkan fungsinya, yaitu fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pada dasarnya kedua kawasan ini tidak terpisahkan satu dengan yang lain, karena penetapan satu kawasan untuk berfungsi lindung didasarkan pada pertimbangan untuk menjaga agar kawasan budidaya tetap dapat berfungsi menyediakan peluang bagi pemenuhan kebutuhan manusia, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya serta disusun untuk setiap peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana tata ruang. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan



Hal-



9



sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara dan/atau sanksi pidana denda. Pengenaan sanksi yang merupakan salah satu upayapengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang akan tetapi juga dikenakan kepada pejabat pemerintah yang berwenang, yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.



Hal-



10



BAB III EVALUASI & ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-NDANGAN Menurut para ahli umumnya berpendapat materi muatan undangundang dalam arti “formele wet” atau “formele gezet” tidak dapat ditentukan lingkup materinya, mengingat undang-undang merupakan perwujudan kedaulatan raja atau kedaulatan rakyat sedangkan kedaulatan bersifat mutlak, keluar tidak tergantung pada siapapun dan kedalam tertinggi di atas segalanya. Dengan demikian, menurut para ahli itu, semua materi dapat menjadi materi muatan peraturan perundang-undangan kecuali bila peraturan perundang-undangan “tidak berkehendak” mengatur atau menetapkannya. Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menetapkan bahwa materi peraturan yang ditetapkan oleh Kabupaten, Bupati, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan muatan Peraturan Daerah, adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi



Hal-



11



3.1. Keterkaitan Rancangan Peraturan Bupati tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanan Mamuju dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju terikat dengan kebijakan mengenai Pemerintahan Daerah dan Penataan Ruang di tingkat nasional dan regional. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Lembar Negara Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042);



Hal-



12



8.



9.



10.



11.



12.



13.



14.



15.



16.



Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633); Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 2040 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 10); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 157); Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 329); Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 330); Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 326); Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2021 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 327); Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014 – 2034 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014 Nomor 1); dan Hal-



13



17. Peraturan Daerah Kabupaten Mamuju Nomor 10 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mamuju Tahun 2019 – 2039 (Lembaran Daerah Kabupaten Mamuju Tahun 2019 Nomor 103).



3.2. Pokok-Pokok Pikiran dalam Peraturan Perundang-Undangan Terkait 3.2.1. Peraturan perundang-undangan Tentang Pemerintah Daerah Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan dimaksud meliputi politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama. Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.Urusan pemerintahan konkuren, sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, meliputi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Selanjutnya dalam Pasal 12 disebutkan bahwa urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar terdiri atas 6 urusan yaitu pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan rakyat, kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, pelindungan masyarakat, dansosial.Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar yaitu meliputi urusan tenaga kerja, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat dan desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan, komunikasi dan informatika, koperasi dan UKM, penanaman modal, kepemudaan dan olah raga, statistic, persandian, kebudayaan, perpeustakaan dan kearsipan. Selain urusan wajib, terdapat urusan



Hal-



14



pemerintah pilihan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten/Kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berdasarkan prinsip tersebut, kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi adalah urusan pemerintahan yanglokasinya lintas Daerak Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah kabupaten/kota, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Dearah Kabupaten/Kota.



3.2.2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ruang wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang mendorong diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Secara spesifik disebutkan bahwa kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam penyelengggaraan penataan ruang, sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa: 1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;



Hal-



15



b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota. 2. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota; b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. 3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 4. Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya. 5. Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. 6. Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 3.2.3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi Pelaku Usaha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, UndangUndang ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan Hal-



16



baru beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); Wewenang Pemerintah Fusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: 1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang Kawasan strategis nasional; 2. Pemberian bantuan teknis bagi penelurusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang; 3. Pembinaan teknis dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang; 4. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; 5. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan 6. Kerja sama penataan ruang antar negara dan memfasilitasi kerja sama penataan ruang antar provinsi. Wewenang Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: 1. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; 2. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan 3. Kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan: 1. Rencana umum tata ruang; dan 2. Rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada secara hierarki terdiri atas: 1. Rencana tata ruang wilayah nasional; 2. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan 3. Rencana tata rutang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Rencana rinci tata ruang terdiri atas: 1. Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan 2. Rencana detail tata ruang kabupaten/kota.



Hal-



17



Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Rencana rinci tata ruang disusun apabila: 1. Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan rlrang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau 2. Rencana umum tata ruang yang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang dilakukan dengan memperhatikan: 1. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan kajian lingkungan hidup strategis; dan 2. Kedetailan informasi tata ruang yang akan disajikan serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang. Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis dilakukan dalam penyusunan rencana tata ruang. Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang di atas Peta Dasar. Dalam hal Peta Dasar belum tersedia, penyusunan rencana tata ruang dilakukan dengan menggunakan Peta Dasar lainnya. 1. Muatan rencana tata ruang mencakup: a. rencana struktur ruang; dan b. rencana pola ruang. 2. Rencana struktur ruang sebagaimana meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. 3. Rencana pola ruang meliputi peruntukan Kawasan lindung dan kawasan budi daya. 4. Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. 5. Dalam rangka pelestarian lingkungan pada rencana tata ruang wilayah ditetapkan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap pulau, daerah aliran sungai, provinsi, kabupaten kota, berdasarkan kondisi biogeofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat. 6. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan antar kegiatan kawasan. 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan



Hal-



18



sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dalam Peraturan Pemerintah. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah 1. Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. 2. Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada Pemerintah Pusat, rencana detail tata ruang kabupatenlkota yang dituangkan dalam rancangan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota terlebih dahulu dilakukan konsultasi publik termasuk dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Bupati/Wali Kota wajib menetapkan rancangan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang rencana detail tata ruang paiing lama 1 (satu) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat. 4. Dalam hal bupati/wali kota tidak menetapkan rencana detail tata ruang setelah jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada poin (3), rencana detail tata ruang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupatenlkota dan rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada poin (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 3.2.4. Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (diubah dengan Peraturan Pemerintah RI No. 13 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional). Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan dan keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirarki; dan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung; kebijakan dan strategi Hal-



19



pengembangan kawasan budidaya; dan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional. Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Kebijakan pengembangan kawasan budidaya meliputi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; dan pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional; pemanfaatan sumber dayaalam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar Kawasan. 3.2.5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633); Pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang, untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang. Pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.



Hal-



20



Pengaturan penataan ruang oleh pemerintah daerah provinsi meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan arahan peraturan zonasi sistem provinsi yang ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi; sertaketentuan tentang perizinan, penetapan bentuk dan besaran insentif dan disinsentif, sanksi administratif serta petunjuk pelaksanaan pedoman bidang penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan gubernur. Selain penyusunan dan penetapan peraturan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan lain di bidang penataan ruang sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Pelaksanaan perencanaan tata ruang diselenggarakan untuk menyusun rencana tata ruang sesuai prosedur; menentukan rencana struktur ruang dan pola ruang yang berkualitas; dan menyediakan landasan spasial bagi pelaksanaan pembangunan sektoral dan kewilayahan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah. Kawasan strategis terdiri atas kawasan yang mempunyai nilai strategis yang meliputi kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya; kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona berdasarkan rencana tata ruang.



Hal-



21



3.2.6. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014 – 2034 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014 Nomor 1) Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah untuk mewujudkan tatanan ruang wilayah provinsi yang produktif dan berwawasan lingkungan, mendukung pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan berbasis pada perkebunan, pertambangan, pertanian, perikanan, kelautan, perdagangan, industri, pariwisata dan pendidikan. Kebijakan penataan ruang wilayah untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah, terdiri atas; 1. Pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan; 2. Pengembangan prasarana wilayah; 3. Peningkatan fungsi kawasan lindung; 4. Peningkatan sumberdaya hutan produksi; 5. Peningkatan sumberdaya lahan pertanian, perkebunan dan peternakan; 6. Peningkatan sumberdaya perikanan dan kelautan; 7. Pengembangan potensi pariwisata; 8. Pengembangan potensi pertambangan; 9. Pengembangan potensi industri; 10. Pengembangan potensi perdagangan; 11. Pengembangan potensi pendidikan; 12. Pengembangan potensi permukiman; dan 13. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia



Hal-



22



BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, & YURIDIS 4.1. Landasan Filosofis Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah sebagai suatu bentuk kebijakan publik dapat diterima dengan baik oleh masyarakat jika memiliki landasan filosofis, sosiologis dan yuridis yang baik. Landasan filosofis setiap peraturan perundang-undangan di negara kita saat ini merujuk pada recht idée yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar tahun 1945 (Perubahan ke-1, 2, 3 dan 4) alinea ke-4. Inti landasan filosofis adalah jika landasan peraturan yang digunakan memiliki nilai bijaksana yakni memiliki nilai benar (logis), baik dan adil. Menemukan nilai filosofis berarti melakukan pengkajian secara mendalam dalam rangka mencari hakekat sesuatu hal dengan menggunakan nalar sehat. Penyusunan Peraturan Daerah ini pada prinsipnya didasarkan pada asas-asas yang menjadi landasan filosofis penyusunan peraturan perundangundangan pada umumnya, yaitu: 1. Asas pengayoman bahwa materi muatan peraturan daerah berfungsi untukmemberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat; 2. Asas kemanusiaan dimana peraturan daerah ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga masyarakat secara proporsional;



Hal-



23



3. Asas keadilan dimana ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini adalah untuk memberikan keadilan secara proporsional bagi setiap warga masyarakat tanpa kecuali serta; 4. Asas ketertiban dan kepastian hukum dimana salah satu tujuan utama dari peraturan daerah ini adalah untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Pengembangan dan pengelolaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota itu sendiri dengan memperhatikan kawasan strategis yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Rencana Kawasan strategis wilayah kabupaten/kota memuat penetapan Kawasan strategis kabupaten/kota dan provinsi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota. Struktur ruang wilayah kabupaten/kota merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten/kota dan jaringan prasarana wilayah kabupaten/kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten/kota selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai. Dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota digambarkan sistem pusat kegiatan wilayah kabupaten/kota dan peletakan jaringan prasarana wilayah yang berdasarkan peraturan perundang- undangan, pengembangan dan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota memuat rencana struktur ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. Peraturan Bupati tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju merupakan suatu kebutuhan mengingat wilayahnya sangat rentan dengan perubahan, tekanan pembangunan dan potensi konflik. Dengan demikian hakikat filosofis dari Peraturan Daerah ini nanti dapat tercapai yakni menghendaki timbulnya rasa keadilan dalam masyarakat. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Mamuju, yaitu pembentukan pusat pelayanan kota yang berhirarki, pembangunan sistem jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air, yang terpadu guna mendukung wujud Wilayah Perencanaan Mamuju, peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem prasarana guna mendukung wujud Wilayah Perencanaan Mamuju sebagai kota berwawasan lingkungan, pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat



Hal-



24



meninmbulkan kerusakan lingkungan hidup, perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya, pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, memepertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungnan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, melestarikan budaya lokal, pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian lokal yang produktif, efisien, mampu bersaing dalam perekonomian nasional dan internasional dan pelerstarian kawasan sosial budaya untuk mengembangkan kearifan lokal. 4.2. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Penataan ruang merupakan persoalan yang menyangkut kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak karena pada dasarnya setiap mahluk dan benda membutuhkan dan menempati ruang. Pola-pola perkembangan kota tidak lepas dari kebiasaan, adat istiadat dan pola pikir serta proses-proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dengan demikian, perencanaan tata ruang akan menghasilkan suatu tatanan ruang yang baik apabila didasarkan pada proses sosial dan kebudayaan masyarakat setempat. Berbagai perkembangan dan permasalahan yang muncul dalam masyarakat menjadi bahan pertimbangan penting untuk menyusun kebijakan dan program- program pengembangan ruang kota. Sebaliknya, perencanaan ruang kota juga memberikan peran sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat yang lebih baik dengan cara memanfaatkan potensi- potensi yang ada di dalamnya. Kebijakan tata ruang yang didukung oleh aspek legalitas mendorong terbentuknya kepribadian masyarakat dan perikelakuan individu, baik dalam interaksinya dengan sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Penataan ruang sebagai bentuk dari lembaga kemasyarakatan, dari segi sosial, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia terhadap ruangyang pada dasarnya memiliki beberapa fungsi sosial yaitu: 1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat bagaimana harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan akan ruang;



Hal-



25



2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan sehubungan dengan adanya berbagai konflik kepentingan terhadap ruang; 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), yang berarti sistem pengendalian dari masyarakat terhadap tingkah laku anggota- anggotanya dalam memanfaatkan ruang. Ketentuan dalam UU No. 12 tahun 2011 menyebutkan bahwa landasan sosiologis merupakan landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam masyarakat, sehingga mempunyai daya mengikat secara efektif (living law). Peraturan Daerah harus mempunyai landasan sosiologis, atau keberlakuan faktual yaitu ‘kebutuhan dan aspirasi riil masyarakat’, yang mendasari mengapa Peraturan harus dibentuk dalam suatu Daerah. Landasan sosiologis (sociologiche gelding) dapat diartikan pencerminan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dengan harapan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah didalamnya) tersebut akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Dasar sosiologis dari peraturan daerah adalah kenyataan yang hidup dalam masyarakat (living law) harus termasuk pula kecenderungankecenderungan dan harapan-harapan masyarakat. Tanpa memasukkan faktor-faktor kecenderungan dan harapan, maka peraturan perundangundangan hanya sekedar merekam seketika (moment opname). Keadaan seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan tertinggal dari dinamika masyarakat. Bahkan peraturan perundangundangan akan menjadi konservatif karena seolah-olah pengukuhan kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan masyarakat. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh negara dengan harapan dapat diterima dan dipatuhi oleh seluruh masyarakat secara sadar tanpa kecuali. Harapan seperti ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memperhatikan secara lebih seksama setiap gejala sosial masyarakat yang berkembang. Terdapat perbedaan anatara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) di pihak lain. Oleh karena itu hukum posistif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Berpangkal tolak dari pemikiran tersebut, maka peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif akan mempunyai daya berlaku jika dirumuskan ataupun disusun bersumber pada living law tersebut. Dalam kondisi yang demikian maka peraturan perundang-undangan tidak mungkin dilepaskan dari gejala sosial yang ada di dalam masyarakat tadi.



Hal-



26



Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022–2042 landasan sosiologis adalah untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, daerah, dan masyarakat, maka Rencana Detail Tata Ruang merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.



4.3. Landasan Yuridis Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat, Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Landasan yuridis atau normatif suatu peraturan atau kaidah, jika kaidah itu merupakan bagian dari suatu kaidah hukum tertentu yang di dalam kaidah-kaidah hukum saling menunjuk yang satu terhadap yang lain. Sistem kaidah hukum yang demikian itu terdiri atas suatu keseluruhan hirarki kaidah hukum khusus yang bertumpu pada kaidah hukum umum. Di dalamnya kaidah hukum khusus yang lebih rendah diderivasi dari kaidah hukum yang lebih tinggi. Landasan yuridis penyusunan Rancangan Peraturan Bupati Mamuju tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022–2042 yaitu berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap Rencana Tata Ruang Wilayah harus ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang sebagai perangkat operasional Rencana Tata Ruang Wilayah serta beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, khususnya yang memerintahkan penerbitan perda tersebut diantaranya:



Hal-



27



BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN & RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 5.1. Ketentuan Umum Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:



1. 2. 3. 4. 5.



6. 7. 8.



Daerah adalah Kabupaten Mamuju. Bupati adalah Bupati Mamuju. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Mamuju. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten yang dipimpin oleh Camat. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat kabupaten dalam wilayah kerja kecamatan. Desa atau yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas



Hal-



28



9.



10.



11.



12.



13. 14. 15.



16.



17.



18. 19.



wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik lndonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional baik lindung maupun budi daya serta memiliki ciri tertentu. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan pendistribusian pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah adalah upaya mewujudkan tertib tata ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang, yang dilaksanakan melalui pengaturan zonasi, mekanisme perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, dan pengenaan sanksi. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW, adalah Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mamuju merupakan rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.



Hal-



29



20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten yang dilengkapi dengan peraturan zonasi yang merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah dengan peta skala 1:5.000. 21. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan atau kawasan. 22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 23. Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat WP adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun RDTR-nya, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 24. Sub Wilayah Perencanaan yang selanjutnya disingkat SWP adalah bagian dari WP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri atas beberapa blok. 25. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota. 26. Subblok adalah pembagian fisik di dalam satu blok berdasarkan perbedaan subzona. 27. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional 28. Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PPK adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, atau administrasi yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional. 29. Sub Pusat Pelayanan Kota/Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat SPPK adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, atau administrasi yang melayani sub wilayah kota. Pusat Pelayanan Lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, budaya dan/atau administrasi lingkungan permukiman. 30. Pusat Pelayanan Lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial, budaya dan/atau administrasi lingkungan permukiman.



Hal-



30



31. Pusat lingkungan kecamatan merupakan pusat pelayanan ekonomi, sosial, budaya dan/atau administrasi lingkungan permukiman kecamatan. 32. Pusat Lingkungan Desa/Kelurahan merupakan pusat pelayanan ekonomi, sosial, dan/atau administrasi pada lingkungan permukiman kelurahan/desa. 33. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 34. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. 35. Jaringan adalah keterkaitan antara unsur yang satu dan unsur yang lain. 36. Sistem jaringan jalan adalah kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. 37. Saluran Udara Tegangan Menengah yang selanjutnya disingkat SUTM, adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (konduktor) di udara bertegangan nominal lebih dari 1 kV (satu kilo volt) sampai dengan 35 kV (tiga puluh lima kilo volt). 38. Jaringan telekomunikasi utama yang berbasis serat optik, menghubungkan antar ibu kota provinsi dan/atau antarjaringan lainnya yang menghubungkan kota/kabupaten sehingga terbentuk konfigurasi ring, dan Tempat atau instalasi bangunan telepon otomat yang menjadi pusat atau penghubung jaringan telepon. 39. Base Transceiver Station yang selanjutnya disingkat BTS adalah sebuah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan jaringan operator. 40. Jaringan Sumber Daya Air adalah jaringan air, mata air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. 41. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. 42. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 43. Jaringan Air Baku adalah jaringan air yang dipergunakan sebagai bahan pokok untuk diolah menjadi air minum. 44. Drainase adalah sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang Hal-



31



45.



46.



47.



48.



49. 50.



51.



52.



53. 54.



55.



56.



terintegrasi dengan sistem Jaringan Drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas. Jaringan drainase primer adalah jaringan sungai dan saluran yang berfungsi sebagai sistem primer untuk menampung dan mengalirkan air lebih dari saluran drainase sekunder dan menyalurkan ke badan air penerima. Jaringan drainase sekunder adalah jaringan untuk menampung air dari saluran drainase tersier dan membuang air tersebut ke jaringan drainase primer. Jaringan drainase tersier adalah jaringan yang terletak di jalan lingkungan primer, jalan lingkungan sekunder dan saluran pembagi atau gorong-gorong antar blok kavling dan pertemuan antar jalan untuk menerima air dari saluran penangkap dan menyalurkannya ke jaringan drainase sekunder. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi adanya risiko bencana. Evakuasi adalah suatu tindakan memindahkan manusia secara langsung dan cepat dari satu lokasi ke lokasi yang aman agar menjauh dari ancaman atau kejadian yang dianggap berbahaya atau berpotensi mengancam nyawa manusia atau makhluk hidup lainnya. Tempat evakuasi bencana adalah area yang disediakan untuk menampung masyarakat yang terkena bencana dalam kondisi darurat, sesuai dengan kebutuhan antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan modifikasi sesuai kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan. Zona Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Zona Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.



Hal-



32



57. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. 58. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 59. Zona Badan Air dengan kode BA adalah Air permukaan bumi yang berupa sungai, danau, embung, waduk, dan sebagainya. 60. Zona Hutan Lindung dengan kode HL adalah hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 61. Zona Perlindungan Setempat dengan kode PS adalah daerah yang diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari, serta dapat menjaga kelestarian jumlah, kualitas penyediaan tata air, kelancaran, ketertiban pengaturan, dan pemanfaatan air dari sumber-sumber air. Termasuk didalamnya kawasan kearifan lokal dan sempadan yang berfungsi sebagai kawasan lindung antara lain sempadan pantai, sungai, mata air, situ, danau, embung, dan waduk, serta kawasan lainnya yang memiliki fungsi perlindungan setempat. 62. Zona Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika. 63. Subzona Rimba Kota dengan kode RTH-1 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. 64. Subzona Taman Kota dengan kode RTH-2 adalah lahan terbuka yang yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. 65. Subzona Taman Kecamatan dengan kode RTH-3 adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. 66. Subzona Taman Kelurahan dengan kode RTH-4 adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kelurahan atau satu rukun warga, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan tersebut. Hal-



33



67. Pemakaman dengan kode RTH-7 adalah penyediaan ruang terbuka hijau yang berfungsi utama sebagai tempat penguburan jenazah. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan. 68. Subzona Jalur Hijau dengan kode RTH-8 adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA), sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. 69. Zona Cagar Budaya dengan kode CB adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. 70. Zona Ekosistem Mangrove dengan kode EM adalah peruntukan ruang yang merupakan kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi dengan fauna dan mikroorganisme sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada daerah sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan lingkungan hidup yang berkelanjutan. 71. Zona Badan Jalan dengan kode BJ adalah bagian jalan yang berada di antara kisi-kisi jalan dan merupakan lajur utama yang meliputi jalur lalu lintas dan bahu jalan. 72. Zona Pariwisata dengan kode W adalah Peruntukan ruang yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata baik alam, buatan, maupun budaya. 73. Zona Perumahan dengan kode R adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian. 74. Subzona Perumahan Kepadatan Tinggi dengan kode R-2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang besar antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan. 75. Subzona Perumahan Kepadatan Sedang dengan kode R-3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang hampir seimbang antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan. 76. Subzona Perumahan Kepadatan Rendah dengan kode R-4 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan. Hal-



34



77. Zona Sarana Pelayanan Umum dengan kode SPU adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani penduduk. 78. Subzona Sarana Pelayanan Umum Skala Kota dengan kode SPU-1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani penduduk skala kota. 79. Subzona Sarana Pelayanan Umum Skala Kecamatan dengan kode SPU2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani penduduk skala kecamatan. 80. Subzona Sarana Pelayanan Umum Skala Kelurahan dengan kode SPU-3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk melayani peduduk skala kelurahan. 81. Subzona Sarana Pelayanan Umum Skala RW dengan kode SPU-4 adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk melayani penduduk skala RW. 82. Zona Ruang Terbuka Non Hijau dengan kode RTNH adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. 83. Zona Perkantoran dengan kode KT adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan perkantoran dan tempat bekerja atau berusaha yang dilengkapi dengan fasilitas umum atau sosial pendukungnya. 84. Zona Perdagangan dan Jasa dengan kode K adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi. 85. Subzona Perdagangan dan Jasa Skala Kota dengan kode K-1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan, dan rekreasi dengan skala pelayanan kota. 86. Subzona Perdagangan dan Jasa Skala WP dengan kode K-2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan, dan rekreasi dengan skala pelayanan WP. 87. Subzona Perdagangan dan Jasa Skala SWP dengan kode K-3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan, dan rekreasi dengan skala pelayanan SWP.



Hal-



35



88. Zona Pertahanan dan Keamanan dengan kode HK adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menjamin kegiatan dan pengembangan bidang pertahanan dan keamanan seperti kantor, instalasi hankam, termasuk tempat latihan baik pada tingkat nasional, Kodam, Korem, Koramil, dan sebagainya. 89. Zona Pembangkitan Tenaga Listrik dengan kode PTL adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik. 90. Zona Transportasi dengan kode TR adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang berupa Bandar Udara. 91. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok atau zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam RDTR. 92. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disebut KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan atau tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 93. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disebut KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan atau penghijauan dan luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 94. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disebut KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan atau daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. 95. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase antara luas lantai basement atau ruang bawah tanah dengan luas lahan. 96. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disebut GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan, dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya. 97. Tinggi Bangunan yang selanjutnya disingkat TB adalah jarak tegak lurus yang diukur dari rata-rata permukaan tanah asal di mana bangunan



Hal-



36



didirikan sampai kepada garis pertemuan antara tembok luar atau tiang struktur bangunan dengan atap. 98. Jarak Bebas Bangunan Samping yang selanjutnya disingkat JBBS adalah jarak minimum yang membatasi antara struktur bangunan terluar dengan tembok penyengker/pagar samping pada persil yang dikuasai. 99. Jarak Bebas Bangunan Belakang yang selanjutnya disingkat JBBB adalah jarak minimum yang membatasi antara struktur bangunan terluar dengan tembok penyengker/pagar belakang pada persil yang dikuasai. 100. Garis Sempadan Jalan adalah garis rencana jalan yang ditetapkan dalam rencana ruang kota. 101. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan saluran/sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 102. Teknik Pengaturan Zonasi adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan Zonasi. 103. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. 104. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 105. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 106. Pemangku Kepentingan adalah orang atau pihak yang memiliki kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat. 107. Kelembagaan adalah suatu badan koordinasi penataan ruang yang dapat memfasilitasi dan memediasi kepentingan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang secara terpadu dengan tetap memperhatikan kaidah dan kriteria penataan ruang secara konsisten dan berkesinambungan. 108. Forum penataan ruang adalah wadah ditingkat pusat dan daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan penataan ruang. 109. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR.



Hal-



37



110. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR. 5.2. Materi yang akan diatur Ruang lingkup Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022–2042 memuat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Lingkup Wilayah Perencanaan Tujuan Penataan Wilayah Perencanaan Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang Ketentuan Pemanfaatan Ruang Peraturan Zonasi Kelembagaan Ketentuan Lain-Lain Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup



5.3. Ketentuan Lain-Lain 1. Jangka waktu RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. 2. Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis, peninjauan kembali RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan. 3. Peninjauan kembali RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan perundangundangan; b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan c. perundang-undangan; d. perubahan batas daerah yang ditetapkan dengan perundangundangan; dan e. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis. 4. Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yang berimplikasi pada peninjauan kembali Peraturan Bupati tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju dapat direkomendasikan oleh Forum Penataan Ruang. 5. Peninjauan kembali RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan Rekomendasi Forum Penataan Ruang yang diterbitkan dengan kriteria:



Hal-



38



6. Penetapan kebijakan nasional yang bersifat strategis dalam peraturan perundang-undangan; 7. Rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional; dan/atau 8. Lokasinya berbatasan dengan kabupaten/kota di sekitarnya. 9. Peraturan Bupati tentang RDTR Wilayah Perencanaan Mamuju dilengkapi dengan Rencana dan Album Peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. 5.4. Ketentuan Peralihan Dengan berlakunya Peraturan Bupati ini, maka : 1. Izin pemanfaatan ruang atau konfirmasi KKPR yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Bupati ini berlaku ketentuan: 2. Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin pemanfaatan ruang atau persetujuan KKPR disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Bupati ini; a. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundangundangan; dan b. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Bupati ini, izin pemanfaatan ruang atau persetujuan KKPR yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin pemanfaatan ruang atau persetujuan KKPR dapat diberikan penggantian yang layak. 3. Pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin pemanfaatan ruang atau konfirmasi KKPR dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan Bupati ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Bupati ini; dan 4. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Bupati ini, agar dipercepat untuk mendapatkan konfirmasi KKPR.



Hal-



39



BAB VI PENUTUP 5.1. Kesimpulan Untuk mencapai visi dan misi penataan ruang Kabupaten Mamuju yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah maka diperlukan suatu Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022–2042 yang mendukung berjalanannya program penataan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang komprehensif. Rencana detail tata ruang diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pembangunan dan pemanfataan ruang di Wilayah Perencanaan Mamuju serta pengendalian pemanfaatan ruang. Kajian Kebijakan Penyusunan Ranperbup Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022–2042 disusun berdasarkan amanat Pasal 14 ayat (3) pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menjabarkan bahwa rencana rinci tata ruang termasuk di dalamnya adalah Rencana Detail Tata Ruang Kota/Kabupaten. Rencana Detail Tata Ruang selanjutnya ditetapkan sebagai peraturan kepala daerah, sebagaimana tertuang pada pasal 27 ayat (1). Kemudian pada Pasal 78 ayat (4) huruf b dan huruf c, bahwa semua peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun (Pasal 27 ayat (1) mengenai rencana rinci tata ruang) dan; semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun (Pasal 27 ayat (1)



Hal-



40



mengenai rencana rinci tata ruang kabupaten/kota) terhitung sejak UndangUndang ini diberlakukan. Muatan, pedoman dan tata cara penggunaan rencana rinci tata ruang provinsi, kabupaten/ kota berdasarkan amanat Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Untuk pelaksanaan ketentuan tersebut telah ditetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang. Kajian Kebijakan ini secara keseluruhan merekomendasikan perlunya penyusunan Ranperkada Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022-2042 sebagai pedoman perencanaan pembangunan, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang. 5.2. Saran Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, dapat dirokemendasikan kepada Pemerintah Daerah untuk segera menyusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju Tahun 2022-2042 sebagai pedoman perencanaan pembangunan, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatan ruang Wilayah Perencanaan Mamuju



Hal-



41



Kajian Kebijakan



Rancangan Peraturan Bupati Kabupaten Mamuju Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Mamuju



Tahun 2022-2042



Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat



Tahun 2022