Laporan Kasus Glaukoma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS GLAUKOMA AKUT



disusun untuk menyelesaikan tugas sebagai Dokter Internsip di RS Perkebunan Jember Klinik Jember Oleh Muhammad Rizqy Abdullah, dr.



Pembimbing: Anita Fadhilah, dr. Ricky Septafianty, dr.



2015



BAB 1 PENDAHULUAN



Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk di dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit terseabut. Glaukoma akut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara mendadak dan sangat tinggi. , akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulu. Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Glaukoma akut merupakan salah satu kegawat daruratan di bidang mata dan merupakan keadaan yang bisa didapatkan di unit emergensi, sehingga merupakan salah satu kompetensi dokter umum untuk dapat memahami dan melakukan tindakan awal pada glaukoma akut.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekstravasasi glaukomatosa, neuropati syaraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal. 2.2. Klasifikasi Glaukoma Glaukoma dibagi menjadi atas glaukoma primer, sekunder, dan kongenital. Glaukoma Primer Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk : Glaukoma sudut tertutup (closed angle glaucoma, acute congestive glaucoma) Glaukoma sudut terbuka (open angle glaucoma, chronic simple glaucoma) Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata, disebabkan: 1. Kelainan Lensa -



Luksasi



-



Pembengkakan



-



Fakolitik



2. Kelainan Uvea -



Uveitis



-



Tumor



3. Trauma -



Perdarahan dalam bilik mata depan ( hifema)



-



Perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkan leukoma adheren



4. Pembedahan Bilik mata depan yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan katarak. 5. Penyebab glaukoma sekunder lainnya



-



Rubeosis iridis (akibat trombosis vena retina sentral)



-



Penggunaan kortikosteroid tropikal berlebihan



2.3 Patofisiologi



Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombans yang menyebabkan sumbatan pada bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aquos humor dan tekanan intraokuler meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik pada bilik mata depan ( dijumpai terutama pada hipermetrop). Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan pembesaran lensa kristalina yang berkaitan dengan penuaan. Pada glaukoma sudut tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari, saat tingkat pencahayaan berkurang. Dapat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan efek antikolinergik atau simpatomimetik (misal atropine sebagai obat praoperasi, antidepresan, bronkodilator inhalasi, dekongestan hidung, atau tokolitik). Apabila perlu dilakukan dilatasi pupil pada pasien dengan bilik mata depan yang dangkal, sebaikya diberikan midriatik kerja singkat, hindari menimbulkan konstriksi pupil dengan pilocarpine, dan minta pasien untuk segera mencari pertolongan bila terdapat nyeri atau kemerahan di mata atau penglihatan yang semakin kabur. Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah : -



Bulbus okuli yang pendek



-



Tumbuhnya lensa



-



Kornea yang kecil



-



Iris tebal



Faktor fisiologis yang menyebabkan coa sempit : -



Akomodasi



-



Dilatasi pupil



-



Letak lensa lebih ke depan



-



Kongesti badan cilier



2. 4 Gejala Klinis Glaukoma Sudut Tertutup Akut Gejala subjektif -Nyeri hebat -Kemerahan (injeksi siliaris) -Penglihatan kabur -Melihat halo -Mual dan muntah Gejala objektif -Palpebra : bengkak -Konjungtiva bulbi : Hiperemi kongestif, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva, injeksi episklera -Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada syaraf kornea -Bilik mata depan: Dangkal - Iris : gambaran coklat bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu - Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang didapatkan midriasis yang total, warnanya kehijauan, refleks cahaya lamban atau tidak ada sama sekali.



2.6. Pemeriksaan Penunjang 1. Tekanan bola mata Tekanan bola mata yang normal berkisar antara 15 dan 20 mmHg (dengan Schiotz). Umumnya tekanan 24,4 mmHg masih dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22 mmHg dianggap high normal dan harus dianggap waspada.



2. Pemeriksaan Tonometri Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra okular yaitu : -



Palpasi atau digital dengan jari telunjuk



-



Indentasi dengan tonometer Schiotz



-



Aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldman



-



Nonkontak pneumotonometri



Tonometri palpasi atau digital Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan kedua jari telunjuk diletakkan diatas bola mata sambil penderita disuruh melihat ke bawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup bola mata dapat mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi: dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian. Tinggi rendah tekanan dicatat sebagai berikut N: normal ; N+1: Agak tinggi ; N+2: Untuk tekanan yang lebih tinggi; N-1 : lebih rendah dari normal ; N-2 lebih rendah lagi, dan seterusnya. Tonometri Penderita dimana berbaring dan matanya ditetesi pantokain 0,5% satu kali. Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit-langit, atau penderita diminta melihat ke salah satu jarinya, yang diacungkan, di depan hidungnya. Penderita berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata;jari kelingking tangan kanan yang memgang tonometer, menyukai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka lebar. Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka pada skala disediakan pada setiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5 gram(beban standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap beban, tabel menyediakan kolom tersendiri.



Gonioskopi Suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonoskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Gonioskopi dapat membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup. Begitu pula dapat diperiksa apakah ada perlekatan iris di bagian perifer dan kelainan lainnya. Gonioskopi tentu sangat berguna untuk meramalkan apakah suatu sudut mata akan mudah tertutup di kemudian hari. Dengan cara yang sederhana, seorang dokter dapat mengira-ngira tentang lebar sempitnya sudut bilik mata depan, yaitu dengan menyinari bilik mata depan dari samping dengan sentolop. Iris yang datar akan disinari secara merata. Ini berarti sudut bilik mata depan terbuka. Apabila iris tersinari hanya sebagian, yaitu terang di bagian lampu senter tetapi membentuk bayangan di bagian lain, kemungkinan adalah bahwa sudut bilik mata depan sempit atau tertutup. Pada glaukoma, TIO tinggi terjadi pada sudut bilik mata tertutup. Sedang pada TIO normal, terjadi pada sudut bilik mata normal. Oftalmoskopi Pemeriksaan fundus mata , khususnya dalam memperhatikan keadaan papil syaraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil syaraf optik ysng dinilai adalah warna syaraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus membesar. Pemeriksaan lapang pandang Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang pandang, oleh karena itu pemeriksaan lapang pandang adalah sangat penting. Dua pemeriksaan lapang pandang yang umumnya dikenal adalah:



Pemeriksaan lapang pandang perifer: lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di darah tepi, yang kemudian meluas ke tengah. Pemeriksaan lapang pandang sentral: menggunakan tabir bjernum, yang meliputi daerah luas 300 . 2.7. Penatalaksanaan Tujuan pelaksanaan : -



Menghentikan serangan akut dengan obat-obatan (medikamentosa inisial)



-



Melakukan iridektomi perifer pada mata yang mengalami serangan sebagai terapi definitif ( tindakan bedah inisial)



-



Melindungi mata sebelahnya dari kemungkinan terkena serangan akut.



Prinsip pengobatan glaukoma untuk mengurangi produksi humor aqueous dan meningkatkan sekresi dari humor akueous sehingga dapat menurunkan tekanan intra okuler. Sekresi pembentukan humor aqueous Penghambat adrenergik beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Timolol maleat 0,25% dan 0,5% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obatan ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun terutama asma dan defek hantaran jantung. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid yang paling banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari.



Fasilitasi aliran keluar humor aquos Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akuous dengan bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5 – 0,6 % yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol 0,75 – 3 % adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obatan antikolinesterase irreversibel merupakan obat yang bekerja paling lama. Epinefrin 0,25 % - 2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar humor akuos dan disertai penurunan pembentukan humor akuous. Laser Trabeculoplasty (LTP) Adalah prosedur laser yang biasanya ditangani untuk menangani glaukoma sudut terbuka.



BAB 3 KASUS 1.1



1.2



Identitas Pasien Nama



: Ny. S



Umur



: 56 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



No RM



: 184999



Alamat



: Jember



Tgl pemeriksaan



: 11-12-2015



Anamnesis Pasien datang dengan keluhan buram dan nyeri pada mata kanan selama 2 hari, gatal, pandangan kabur dan terasa remang-remang. Buram dirasakan tiba-tiba. Pasien juga mengeluh mata merah, sedikit berair, dan gatal namun menyangkal terdapatnya belekan dan silau. Keluhan mual dan muntah disangkal. Riwayat trauma dan penggunaan obat tetes mata yang lama sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit : Riwayat Diabetes dan Hipertensi disangkal



1.3



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Baik Kesadaran



: GCS 456



TTV



: TD 90/60 RR 20/menit N 90/menit



Suhu 36,7



Kepala



: hematom -, epistaksis -



Mata



: hiperemi konjungtiva -



Leher/spine



: dbn



Thorax



: simetris, suara jantung S1S2 tunggal regular suara paru vesikular normal, rh-/- wh-/-



Abdomen



: soepel, jejas -, BU normal, timpani, nyeri -



Ekstremitas



: hangat. Edem -



Status Lokalis Kanan 3/ 60 edema - spasme Kemosis -, hiperemi -, sekret Jernih Dalam radier + bulat +, Ø 3mm RC + Jernih+ N +1



Visus Palpebra Konjungtiva



Kiri 3/60 edema - spasme Kemosis -, hiperemi -,



Kornea BMD Iris Pupil Lensa Palpasi Tonometri



SekretJernih Dalam radier + bulat +, Ø 3mm RC + Jernih + N +1



Lab KGA : 104 1.4



Diagnosis S. Glaukoma Akut Dekstra



1.5



Penatalaksanaan Pemeriksaan Penunjang : Tonometri Inf. RL:D5 16 tpm Inj. Methylcobalamine 2 x 1 g Inj. Methylprednisolone 2 x 1 g P.O Acetazolamide 3 x 200 mg Aspark 1 x 1 Timol 0,5 % ED 2 x 1 OD Carpine 1% ED 4 x II OD Flamoxil 2 x 1 gtt OD Polydex 3 x 1 gtt OD



BAB 4 PEMBAHASAN



Pasien datang dengan keluhan buram dan nyeri mata kanan sejak dua hari, disertai pandangan kabur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil tanda vital normal. Pada



pemeriksaan lokalis didapatkan hasil tonometri palpasi kanan N +1 yaitu termasuk tinggi, Bilik Mata Depan kanan dan kiri dalam. Berdasar hasil anamnesis dan pemeriksaan didapatkan bahwa diagnosis mengarah ke suspek glaukoma akut dekstra. Tata laksana berupa pemberian injeksi steroid yaitu metilprednisolone, injeksi metylcobalamine, acetazolamide, pemberian obat tetes berupa timol, carpine, flamoxil, dan polydex. Timol adalah penghambat adrenergik beta yaitu timolol maleat, dan merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam penatalaksanaan glaukoma akut. Pada pasien ini perlu dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang yang tidak dilakukan di ruang emergensi karena keterbatasan alat. Beberapa contoh pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometri digital, pemeriksaan papil syaraf optik, pemeriksaan sudut bilik mata, pemeriksaan lapang pandang, dan tes provokasi. Penatalaksanaan glaukoma akut perlu dilakukan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi yang bisa berujung pada kebutaan permanen.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Epstein DL. Chandler and Grant’s Glaucoma 3 ed. Philadelphia : Lea & Febiger. 1986.



2.



Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta. 1992.



3.



Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2001.



4.



Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2000.



5.



Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika 14. Jakarta. 2000.