Laporan Kasus Kelompok 1 - Spinal Cord Injury [PDF]

  • Author / Uploaded
  • SeveN
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS SPINAL CORD INJURY



Disusun oleh: Ahmad Hasbi A.M 182011101041 Cagar Irwin Taufa P 182011101039 Tegar Saiful Qadar 182011101013 Agnelia Maulidya U 182011101036



Dokter Pembimbing: dr. Achmad Wahib Wahyu Winarso, Sp. AN KNA NCC



SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSD DR. SOEBANDI JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2021



Abstrak Angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan cedera tulang belakang telah menurun drastis. Ahli anestesi bekerja untuk mencegah atau meminimalkan cedera sekunder pada sistem saraf dan meningkatkan hasil prosedur medis. Ahli anestesi harus melakukan pemeriksaan fisik pasien secara hati-hati dan mempertimbangkan pelindung saraf pada interviews pra operasi, mempertimbangkan pergerakan dan kompresi sumsum tulang belakang servikal. Selama induksi, ahli anestesi harus menghindari hipotensi dan relaksan otot depolarisasi. Hasil atau outcome dari operasi tidak hanya tergantung dari keberhasilan pada saat pasien dioperasi, namun keterlibatan seorang ahli anestesi dalam manajemen postoperasi juga berpengaruh. Manajemen postoperasi pada cedera tulang belakang bila diterapkan dengan tepat akan mengurangi waktu imobilitas, durasi rawat inap, dan mencegah risiko timbulnya komplikasi. Kesimpulannya, ahli anestesi harus hati-hati rencana pengobatan pasien dengan cedera serviks tulang belakang akut untuk melindungi  saraf sistem dan meningkatkan hasil pasien. Kata kunci: Cedera Tulang Belakang, Anastesi Cedera Tulang Belakang. Abstrac The mortality and morbidity rates of patients with spinal cord injuries have decreased dramatically. Anesthetists work to prevent or minimize secondary injury to the nervous system and improve the outcome of medical procedures. The anesthetist should carefully perform the patient's physical examination and consider neuroprotection in preoperative interviews, considering cervical spinal cord movement and compression. During induction, the anesthetist should avoid hypotension and depolarizing muscle relaxants. The outcome or outcome of surgery not only depends on the success at the time the patient was operated on, but the involvement of an anesthetist in postoperative management is also influential. Postoperative management of spinal cord injuries when properly applied reduces immobility time, duration of hospitalization, and prevents the risk of complications. In conclusion, anesthetists should carefully plan the treatment of patients with acute cervical spinal cord injuries to protect the nervous system and improve patient outcomes. Keywords: Spinal Injury, Spinal Injury Anesthetist.



cedera selama 48 jam1,4. Cedera inkomplit



BAB I PENDAHULUAN



didefinisikan masih ditemukannya fungsi



Spinal cord injury (SCI) atau cedera



sensorik



medulla spinalis merupakan penyebab



terbawah dari sacrum, klinis tersebut



kecacatan dan kematian penduduk dunia,



digambarkan melalui tonus otot rektal dan



baik di negara maju maupun berkembang.



sensorik pada area perianal1,4.



Data



dari



Komplikasi pernafasan adalah penyebab



keseluruhan cedera akibat trauma, sekitar



paling signifikan dari morbiditas dan



4.3% merupakan SCI pada segemen



mortalitas pada pasien dengan SCI. Jenis



cervical, 6.3% pada segmen torakolumbal,



dan tingkat keparahan komplikasi biasanya



dan cedera pada medulla spinalis tersendiri



dikaitkan



membentuk 1.3% kasus1. Data di Inggris



neurologis. Intubasi setelah cedera medula



menunjukkan insidensi SCI sebesar 19



spinalis servikalis akut (SCI) seringkali



kasus per satu juta populasi dengan



diperlukan



persebaran umur yang bersifat bimodal,



gangguan



terjadi pada usia muda dan produktif (15-



ventilasi mekanis mungkin diperlukan



35 tahun)1, serta pada lansia2. Lebih dari



lebih segera. dan bila diperlukan intervensi



50% korban cedera ini tidak dapat kembali



bedah. Setelah pasien stabil secara medis



hidup secara normal, sedangkan mayoritas



dan dianggap sudah tidak perlu bergantung



dari korban tersebut adalah usia 15–25



pada ventilator untuk mempertahankan



tahun yang sehat3. Penyebab tersering dari



pernapasannya, keputusan harus dibuat



SCI



apakah akan melakukan ekstubasi atau



di



dunia



adalah



menunjukkan



kecelakaan



kendaraan



dan



motorik



dengan



baik



pada



segmen



tingkat



untuk



pernafasan.



cedera



penanganan



Iintubasi



dan



bermotor (46-50% kasus), jatuh dari



tidak.9



ketinggian



(23.7%),



Tatalaksana SCI memerlukan tindakan



(11.2-13.7%),



yang cepat dan komprehensif dan dapat



cedera akibat olahraga dan tindakan



dibedakan menjadi 2 fase yaitu fase primer



rekreasional (8.7-9.0%)1,2,4.



dan sekunder3. Fase primer dilakukan



kekerasan/penganiayaan



Spinal



cord



patofisiologis



injury dan



berdasarkan



klinisnya



resusitasi untuk mencegah hal tersebut



dapat



yaitu melakukan resusitasi airway dengan



dibedakan menjadi dua jenis yaitu cedera



imobilisasi servikal spinal, breathing dan



komplit dan inkomplit1. Diagnosis dari



circulation dengan kontrol perdarahan dan



cedera komplit ditegakkan melalui gejala



pengelolaan



klinis di mana tidak ditemukannya seluruh



Selanjutnya dilakukan pengelolaan pada



fungsi motorik dan sensorik sesuai lokasi



fase sekunder yang meliputi pemberian



syok



neurogenik3.



anestesi untuk stabilisasi dari kolumna



pada



spinalis serta tindakan pembedahan untuk



menyebabkan penurunan status respirasi



dekompresi atau fusi. Hal ini untuk



akibat berkurangnya kapasitas vital dan



melindungi



inspirasi



dan



mencegah



kerusakan



segmen



servikal-torakal



paru1,5.



Pencegahan



dapat



hal-hal



Medula spinalis lebih lanjut, menjaga



tersebut melalui pemantauan (monitoring)



struktur tulang dan stabilitasnya sehingga



yang ketat dapat menurunkan komplikasi



didapatkan pemulihan dan rehabilitasi



neurologis sekunder pada pasien4.



yang maksimal.3,4 BAB II



Pengelolaan anestesi meliputi pemilihan



LAPORAN KASUS



obat, memberikan oksigen yang adekuat, menjaga



kondisi



normoglikemia



serta



normokapneu, menjaga



perfusi



Kasus 1 Pasien Ny. MJ berusia 50 tahun



medulla spinalis yang adekuat5. Hipotensi sistemik sekunder,



akan



menyebabkan



sedang



cedera



hipertensi,



akan



menyebabkan perdarahan dan edema3,6. Agar terciptanya tatalaksana operatif yang maksimal, pendekatan anestetik diperlukan pada pasien dengan SCI akibat trauma, terutama ketika dijumpai kerusakan pada segmen



vertebra



yang



(servikal-torakal)5,6,7.



lebih



Induksi



tinggi anestesi



secara intravena atau inhalasi yang diikuti dengan



pemantauan



spinalis



yang



dipertimbangkan hipotensi



secara



perfusi adekuat



medulla sangat



untuk



mencegah



sistemik5.



hipotensi



sistemik yang diikuti dengan hipoperfusi medulla spinalis pada saat induksi anestesi dapat menyebabkan penurunan kondisi pasien secara akut melalui penurunan resistensi vaskuler sistemik, beban preload jantung



dan



kontraktilitas



miokard8.



Sebagai tambahan, lesi medulla spinalis



datang ke IGD RSD dr. Soebandi rujukan dari poli Ortopedi pada tanggal 1 Februari 2021



dengan



keluhan



kesulitan



menggerakkan kedua kaki dan jari-jari tangan. Keluhan ini terjadi setelah pasien jatuh dari ketinggian kurang lebih 2 meter dalam posisi terlentang pada tanggal 10 Januari 2021. Setelah jatuh pasien sempat dirawat



di



Banyuwangi



RSUD



Blambangan



namun



mengalami



perburukan yaitu sensasi kebas dan mati rasa pada jari-jari tangan kanan dan kiri sehingga dirujuk. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik awal didapatkan keluhan utama pasien: tidak dapat menggerakkan kedua kaki dan



jari-jari tangan.



Kesadaran



compos mentis, GCS: 4-5-6. Tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 90 kali per menit, pernapasan paten, 20 kali per menit dengan saturasi



oksigen perifer 96%, dengan pernafasan



Gambar 2.2 Foto polos toraks di IGD, tidak tampak



vesikuler dan tidak didapatkan rhonki dan



kelainan paru dan jantung



wheezing. kekuatan



Pemeriksaan motorik



neurologis



didapatkan



paresis



kedua ekstremitas atas (kekuatan otot 3) dan paralisis kedua ekstremitas bawah (kekuatan otot 1), serta pemeriksaan sensorik didapatkan anestesi setinggi lutut kanan dan kiri. Pemeriksaan penunjang



Antibodi IgM/IgG SARS-Cov-2 Pemeriksaan antibodi terhadap virus SARS-Cov-2 dilakukan sebagai tindakan skrining seluruh pasien yang akan rawat inap. Hasil menunjukkan non-reaktif untuk kedua jenis antibodi.



yang dilakukan berupa pemeriksaan foto toraks, EKG, dan skrining COVID-19 dengan



pemeriksaan



titer



Diagnosis Pasien



antibodi



IgM/IgG SARS-Cov-2. EKG



didiagnosa



sebagai



tetraplegia e.c fraktur tertutup disertai dislokasi segmen vertebra cervical 6-7. Pasien direncanakan laminektomi dan fussion. Persiapan pre Operatif Pesiapan dilakukan



pre



meliputi



operatif



yang



pemeriksaan



fisik



objektif secara umum dengan melihat keadaan umum, GCS, kesadaran, primary Gambar 2.1 Hasil EKG di IGD, didapatkan sinus rhythm 86 kali per menit dengan aksis normal.



Foto Thoraks



survey



dan



Pemeriksaan



tanda lanjutan



vital juga



lainnya. dilakukan



pemeriksaan EKG, dan MRI cervical tanpa kontras.



Selain



pemeriksaan



itu



juga



dilakukan



laboratorium



seperti



hematologi rutin (darah lengkap), analisa gas darah, dan skrining COVID-19. Pada



pemeriksaan



EKG



di



dapatkan sinus rhythm dengan 78 bpm dengan normoaksis. Pada pemeriksaan radiologi, MRI cervical tanpa kontras didapatkan



spondilosis



cervical,



anterolisthesis



terhadap



didapatkan tetraparese dengan kesimpulan



segmen C7 derajat 2, bulging dan protrusi



PS ASA III. Selanjutnya pasien diberikan



posterocentral diskus intervertebralis level



pre-medikasi Propofol 150 mg (dosis1-2,5



C3-C4, C5-C6, serta C6-C7, sehingga



mg/kgBB IV), Fentanyl 100 mcg (dosis 2-



menyebabkan stenosis canalis spinalis.



150 mcg/kgBB IV), dan pelumpuh otot



Pada pemeriksaan tersebut juga didapatkan



Rocuronium



hidrosiringomelia sepanjang segmen C1



mg/kgBB



hingga



penunjang



menggunakan oksigen dan Sevoflurane 35



laboratorium darah lengkap didapatkan



ml. Cairan intraanestesi didapatkan input



anemia (kadar Hb 11.3 dan hematokrit



cairan berupa infus RL sebanyak 1500 ml



34.6), serum elektrolit, faal ginjal, faal



dan output carian berupa perdarahan



hepar, serta gula darah dalam batas



sebanyak 450 ml. Monitoring durante



normal, pemeriksaan IgM/IgG Anti SARS-



anestesi didapatkan sebagai berikut:



C6.



segmen



C6



Pemeriksaan



Cov- non reaktif. Pada pemeriksaan



120



analisa



hasil



100



hipoksemia (pO2 bernilai 69, saturasi O2



80



96%), hipokarbia (pCO2 bernilai 29),



60



alkalosis respiratorik tidak terkompensasi



40



gas



darah



didapatkan



50



IV).



mg



(dosis



0,6-1,2



Pemeliharaan



anestesi



TD sistolik TD diastolik Nadi



-



(pH darah 7.55, peningkatan nilai HCO3



25.9, dan base excess 3.4) disertai hiperventilasi. Hal ini memicu kondisi gagal



napas



akut



(acute



respiratory



distress syndrome/ARDS). Durante Operasi Operasi dilakukan pada tanggal 10 Februari 2021 pada pukul 12.00 dan selesai operasi pada pukul 15.00 dengan durasi operasi kurang lebih 180 menit. Operasi yang dilakukan yaitu laminektomi diikuti dengan fussion kolumna vertebra yang fraktur. Asesmen pra anestesi untuk sistem pernafasan dalam



batas



dan kardiovaskular



normal,



neuro-muskular



20



0 12:00:00



12:30:00



13:00:00



13:30:00



14:00:00



14:30:00



15:00:00



Grafik Tanda Vital durante Anestesi



Follow Up Tanggal 10 Februari 2021 Pasien Ny. M, usia 49 Tahun dengan diagnosis CF Vertebrae C6-C7 dengan tetraplegia dan respiratory distress post operasi laminectomy stabilisasi hari ke-0. Napas disupport ventilator dengan mode BiPAP FiO2 50%.



140 120 100 80



Sistol Diastol MAP



60 40 20 0 15.3016.0017.0018.0019.0020.0021.0022.0023.0024.0001.0002.0003.0004.0005.00 120



100



80 RR SpO2 Nadi



60



BE -3.3; tCO2 23.3; HCO3 22.1; tHb9.9 (menurun); SO2 78 (menurun); AaDO2 265; Na 124 (menurun); K 4.1 Analisis laboratorisSO2