LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP ABORTUS-with-cover-page-v2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Accelerat ing t he world's research.



LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP ABORTUS Laila Nisak Nisak laila



Cite this paper



Downloaded from Academia.edu 



Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles



Related papers



Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 



MAKALAH KOMPLIKASI PERSALINAN ASKEP DIST OSIA DAN KEDARURATAN OBST ET RIK Guna … Riris Wibowo



T ERNEW Makalah SGD Kelompok 4 Mat ernit as (Persalinan Premat ur dan Post Dat e) Ilham Dody T UGAS kELOMPOK mAT ERNITAS rist i zen



LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA Ny. D DENGAN DIAGNOSA ABORTUS DEPARTEMEN MATERNITAS



Oleh : LAILATUL KHOIRUNNISAK 10218044



PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2021



LAPORAN PENDAHULUAN A. DEFINISI Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian dalam Nurarif dan Kusuma, 2015)(Susilowati, 2019) Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.(Darmawati, 2011)(Purwaningrum & Fibriana, 2017)



B. ANATOMI FISIOLOGI



1. Vagina Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus vaginae tertutup pada himen (selaput dara), suatu lipatan selaput setempat. Pada seorang virgo selaput daranya masih utuh, dan lubang selaput dara (hiatus himenalis) umumnya hanya dapat dilalui oleh jari kelingking.



Pada koitus pertama himen robek di beberapa tempat dan sisanya dinamakan karunkulae mirtiformes. Bentuk lain yang ditemukan pada himen ialah hymen kribriformis (menunjukkan beberapa lubang), himen septus, dan sebagainya; kadang-kadang himen tertutup sama sekali (himen imperforatus). Besarnya lubang himen tidak menentukan apakah wanita tersebut masih virgo atau tidak. Hal ini baik diketahui sehubungan dengan kedokteran kehakiman. Di Indonesia keutuhan selaput dara pada seorang gadis/virgo masih dihargai sekali; maka selayaknya para dokter memperhatikan hal ini. Pada seorang gadis yang memerlukan pemeriksaan ginekologik sebaiknya dilakukan pemeriksaan rektal. Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan dibelakang 9,5 cm, sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke Promontorium. Arah ini penting diketahui jika memasukkan jari ke dalam vagina pada pemeriksaan ginekologik. Pada pertumbuhan janin dalam uterus 2/3 bagian atas vagina berasal dari duktus Miilleri (asal dari entoderm), sedangkan 1/3 bagian bawahnya dari lipatan-lipatan ektorderm. Hal ini penting diketahui dalam menghadapi kelainan-kelainan bawaan. Epitel vagina terdiri atas epitel skuamosa dalam beberapa lapisan. Lapisan tidak mengandung kelenjar, akan tetapi dapat mengadakan transudasi. Pada anak kecil epitel itu amat tipis, sehingga mudah terkena infeksi, khususnya oleh gonokokkus. Mukosa vagina berlipat-lipat horisontal; lipatan itu dinamakan ruga di tengah-tengah bagian depan dan belakang ada bagian yang lebih mengeras, disebut kolumna rugarum. Ruga-ruga jelas dapat dilihat pada VS bagian distal vagina pada seorang virgo atau nullipara, sedang pada seorang multipara lipatan-lipatan untuk sebagian besar hilang. Di bawah epitel vagina terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Di bawah jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang serupa dengan susunan otot usus. Sebelah luar otot-otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang akan berkurang elastisitasnya pada wanita yang lanjut usianya. Di sebelah depan dinding vagina bagian bawah terdapat urethra sepanjang 2,5-4 cm.



Bagian atas vagina berbatasan dengan kandung kencing sampai ke forniks vaginae anterior. Dinding belakang vagina lebih panjang dan membentuk forniks posterior yang jauh lebih luas daripada forniks anterior. Di samping kedua forniks itu dikenal pula forniks lateralis sinistra dan dekstra. Umumnya dinding depan dan belakang vagina dekat mendekati. Pada wanita yang telah melahirkan anak, pada kedua dinding vagina sering ditemukan tempat yang kondor dan agak merosot (sistokele dan rektokele). Pada seorang virgo keadaan ini jarang ditemukan. 2. Uterus Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (% bagian atas) dan serviks uteri (VS bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri. Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus.Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berrelaksasi. Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium.Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjarkelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar- kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.



Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120°-130° dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1 : 2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1. Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale).Jadi, dari luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium miometrium, dan endometrium.Uterus mendapat darah dari arteria uterina, ranting dari arteria iliakainterna, dan dari arteria ovarika. 3. Tuba Tuba Fallopii ialah saluran telur berasal — seperti juga uterus — dari duktus Miilleri. Rata-rata panjangnya tuba 11-14 cm. Bagian yang berada di dinding uterus dinamakan pars intertisialis, lateral dari itu (3-6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit (diameter 2-3 mm), dan lebih ke arah lateral lagi pars ampullaris yang lebih lebar (diameter 4-10 mm) dan mempunyai ujung terbuka menyerupai anemon yang disebut infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler.Lebih ke dalam lagi terdapat mukosa yang berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat ditemukan di bagian ampulla. Mukosa Tuba terdiri atas epitel kubik sampai silindrik, yang mempunyai bagian-bagian dengan serabut-serabut dan yang bersekresi. Yang bersekresi mengeluarkan getah, sedangkan yang berserabut dengan getarannya menimbulkan suatu arus ke arah kavum uteri. 4. Ovarium



Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak di kiri dan di kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika.Ovarium berhubungan



dengan



uterus



dengan



ligamentum



ovarii



proprium.Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum Suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopel- vikum). Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum.Bagian ovarium kecil berada di dalam ligamentum latum (hilus ovarii). Di situ masuk pembuluh-pembuluh darah dan saraf ke ovarium. Lipatan yang menghubung- kan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesovarium. Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh epitel kubik-silindrik, disebut epithelium germinativum.Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru ditemukan lapisan tempat folikel-folikel primordial.Pada wanita diperkirakan terdapat banyak folikel.Tiap bulan satu folikel, kadang-kadang dua folikel, berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel-folikel ini merupakan bagian ovarium yang terpenting, dan dapat ditemukan di korteks ovarii dalam letak yang beraneka ragam, dan pula dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu korpus luteum lapisan sel-sel saja sampai folikel de Graaf yang matang.Folikel yang matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengadung estrogen, dan siap untuk berovulasi. Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai sekurang-kurangnya 750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel- folikel. Pada umur 6-15 tahun ditemukan 439.000, pada 16-25 tahun 159.000, antara umur 26-35 tahun menurun sampai 59.000, dan antara 34-45 hanya 34.000. Pada masa menopause semua folikel sudah menghilang. 5. Vulva Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh labia majora (bibir besar) yang ke belakang menjadi



satu dan membentuk kommissura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial dari bibir besar ditemukan bibir kecil (labia minora) yang ke arah perineum menjadi satu dan membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini terletak fossa navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tempat saluran kedua glandulae Bartholini bermuara. Ke depan labia minora menjadi satu dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Di bawah prepusium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm di bawah klitoris terdapat orifisium urethrae eksternum (lubang kemih). Di kanan kiri lubang kemih ini terdapat dua lubang kecil dari saluran yang buntu.(Mulyaningasih, 2013)



C. KLASIFIKASI Menurut Mitayani, 2013 Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok: 1. Aborsi spontan Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Klasifikasi abortus spontan: a. Abortus iminens Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus, perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari, dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir



akan



akibat



perdarahan



pada



bayi.



Biasanya



kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya perawatn untuk meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran pasien merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada abortus iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling sedikit 48 jamdengan observasi



cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak senggama selama periode ini. b. Abortus insipiens Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks. Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan histologi. Antibiotik sering diberikan pada stadium ini. c. Abortus kompletus Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi. d. Abortus inkompletus Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak segera berkurang sementara serviks tetap terbuka. Terapi asuhan keperawatan dan observasi pada abortus ini dilakukan sama seperti pada abortus insipiens. Namun demikian, evakuasi uterus harus segers dilakukan setelah diagnosis ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Perhatian khusus diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-negatif. e. Missed abortion



Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan per vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara menjadi lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut tidak lagi ‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan plasennta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa. Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan sebagian dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah menunggu evakuasi spontan.



Namun



demikian,



wanita



meminta



dokter



untuk



mengeluarkannya secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah meninggal. Keadaan ini memberikan situasi yang sangat sulit. f. Abortus akibat inkompetensi serviks Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya, abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut kantong (purse-string suture) yang dilakukan dengan pembiusan di sekeliling serviks pada titik temu antara rugae vagina dan serviks yang licin (jahitan Shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan spontan diharapkan akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan Shirodkar mencapai 80% pada kasus-kasus inkompetensi serviks murni. g. Abortus habitualis Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab



abortus habitualis lebih dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat. h. Abortus septik Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis (abortus ilegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab infeksi yang paling serius karena tidak dilakukan secara aseptik. Faktor lain yang terlibat adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan menyebar ke bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk menyebabkan peritonitis, salpingitis, dan septikemia. 2. Abortus provokatus (induced abortion) terjadi karena sengaja dilakukam dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok: a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica) Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu) maupun alasan lain. b. Abortus Kriminalis Abortusyang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.(Susilowati, 2019)



D. MANIFESTASI KLINIS Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang terlambat, juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah (Mitayani,2013:23). Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-tanda sebagai berikut 1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva.



2.



Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah teertutup, ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan yang berbau busuk dari ostium.



3.



Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan pada uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.



E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Faktor penyebab terjadinya abortus adalah (Zuliyanti, 2019): 1. Faktor Fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan oleh abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan kelainan kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang tuanya.



2. Faktor Maternal a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang besar dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann



Syndrome)



dapat



meningkatkan



risiko



abortus.Malformasi kongenital yang disebabkan oleh abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat memiliki pengaruh yang sifatnya masih kontroversial. Pembedahan pada beberapa kasus dapat menunjukkan hasil yang positif. Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk abortus yang terjadi pada trimester II. Tindakan cervical cerclage pada beberapa kasus memperlihatkan hasil yang positif. b. Infeksi Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah diteliti secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus



(Herpes simplex, Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan yang bervariasi dengan semua jenis abortus spontan. Data penelitian



yang



menghubungkan



infeksi



dengan



abortus



menunjukkan hasil yang beragam,sehingga American College of Obstetricians and Gynecologyst menyatakan bahwa infeksi bukan penyebab utama abortus trimester awal. c. Penyakit Metabolik Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme, dan anemia.Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi). d. Faktor Imunologi Sindroma Antibodi



Fosfolipid adalah gangguan imunologi



autoimunitas yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi yang melawan fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindroma klinik spesifik (abortus berulang, trombosis yang penyebabnya tak jelas dan kematian janin).Penegakkan diagnosa setidaknya



memerlukan



konfirmasi



diagnosis



satu



pemeriksaan



(antikoagulansia



serologis lupus,



untuk antibodi



kardiolipin).Pengobatan pilihan adalah aspirin dan heparin (atau prednison dalam beberapa kasus tertentu). e. Trauma Fisik Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan Abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin (Smith, 2015). 3. Faktor Paternal



Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus.



F. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI 1. Perdarahan (Hemorrage) 2. Perforasi sering terjadi di waktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti dukun anak, dll 3. Infeksi dan tetanus 4. Payah ginjal akut 5. Syok karena perdarahan banyak dan infeksi berat (sepsis) (Susilowati, 2019)



G. PATOFISIOLOGI Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal



ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan khorion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen. Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.(Susilowati, 2019)



H. WOC



I. PENATALAKSANAAN 1. Istirahat baring Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanis. 2. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C. 3. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak panas dan empat jam bila pasien panas. 4. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptikuntuk mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat. (Mulyaningasih, 2013)



J. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu stelah kehamilan. 2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup 3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Susilowati, 2019)



BAB II ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas 1) Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnosa medis, jenis kelamin. 2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggallahir, status, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan pasien. 2) Riwayat penyakit sekarang Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini. 3) Riwayat kesehatan dahulu Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi kesehatan saat ini. 4) Riwayat kesehatan keluarga Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus. c. Pengkajian fungsional Gordon Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakit dan sesudah sakit 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan 2) Pola nutrisi 3) Pola eliminasi 4) Pola istirahat dan tidur 5) Pola personal hygiene 6) Pola aktivitas 7) Pola kognitif dan persepsi



8) Pola konsep diri 9) Pola hubungan dan peran 10) Pola seksual dan reproduksi 11) Pola penanganan masalah stress 12) Pola keyakinan dan nilai-nilai d. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum dan kesadaran umum 2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu 3) Pemeriksaan head to toe e. Pemeriksaan penunjang 1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu stelah kehamilan. 2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup 3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion



2. Diagnosa Keperawatan (SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1) a. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat b. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah c. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan d. Risiko ketidakseimabangan cairan d.d perdarahan e. Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder



3. Analisa Data No 1.



Data DS : → Pasien menagatakan sakit dibagian perut DO : → TD : 100/70 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 90 x/menit → RR : 20 x/menit → Skala nyeri : 5



2.



DS : → Pasien mengeluh pusing DO : → TD : 100/70 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 90 x/menit → RR : 20 x/menit → Pasien tampak pucat → Pasien tampak gelisah



Etiolgi



Masalah Keperawatan



Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Plasenta tertinggal dalam rahim ↓ Tindakan kuret ↓ Uterus berkontraksi ↓ Nyeri abdomen ↓ Frekuensi nadi meningkat ↓ Nyeri Akut Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Plasenta tertinggal dalam rahim ↓ Tindakan kuret ↓



Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat



Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah



3.



DS : → Pasien mengatakan merasa pusing DO : → Pasien tampak lesu → TD : 100/70 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 90 x/menit → RR : 20 x/menit → Pasien tampak pucat



4.



DS : → Pasien mengatakan merasa pusing DO : → Pasien tampak lesu → TD : 100/70 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 90 x/menit → RR : 20 x/menit → Pasien tampak pucat



Uterus berkontraksi ↓ Nyeri abdomen ↓ Frekuensi nadi meningkat ↓ Gelisah ↓ Ansietas Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Perdarahan pervagina ↓ Lemas ↓ ↓ intake cairan ↓ Risiko Syok Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Perdarahan pervagina ↓ Lemas ↓ ↓ intake cairan



Risiko syok d.d kekurangan volume cairan



Risiko ketidakseimabangan cairan d.d perdarahan



5.



DS : → Pasien mengatakan dirinya lemas DO : → Pasien tampak lesu → TD : 90/80 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 90 x/menit → RR : 20 x/menit → HB 9,5 g/dl (>11 g/dl)



↓ Risiko Ketidakseimbangan Cairan Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Plasenta tertinggal dalam rahim ↓ Tindakan kuret ↓ Hb ↓ ↓ Risiko Infeksi



Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder



4. Intervensi No 1.



Diagnosis Keperawatan Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat



Tujuan Setelah dilakukan intervensi selama 4 x 24 jam maka nyeri akan menurun



SLKI Kriteria Hasil : Tingkat Nyeri 1. Keluhan nyari (4 cukup menurun) 2. Gelisah (3 sedang) 3. Pola napas (4 cukup membaik ) 4. Tekanan darah (3 sedang)



SIKI



Rasional



→ Berguna dalam Manajemen Nyeri pengawasan Tindakan/Observasi → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, keefektifan obat, kualitas, intensitas nyeri perubahan pada → Identifikasi skala nyeri karakteristik → Identifikasi respons nyeri non verbal nyeri → Identifikasi faktor yang memperberat dan → Dapat memperingan nyeri menurunkan → Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang stimulus internal nyeri → Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri → Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup → Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan → Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik → Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat dingin, terapi bermain



→ Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) → Fasilitasi istirahat dan tidur → timbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi → Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri → Jelaskan strategi meredakan nyeri → Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri → Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat → Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi → Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu PEMBERIAN ANALGESIK Tindakan/Observasi → Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi) → Identifikasi riwayat alergi obat → Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri → Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah



2.



Ansietas b.d



Setelah dilakukan kebutuhan tindakan tidak terpenuhi keperawatan d.d tampak 4x 24 jam kecemasan gelisah klien akan menurun



Kriteria hasil : 1. Perilaku gelisah (1 menurun) 2. Perilaku tegang(1 menurun) 3. Keluhan pusing (1 menurun) 4. Konsentrasi (3



pemberian analgesik → Monitor efektifitas analgesik Terapeutik → Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu → Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum → Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien → Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan Edukasi → Jelaskan efek terapi dan efek samping obat Kolaborasi → Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi → Untuk Reduksi Ansietas Tindakan/Observasi menurunkan → Identifikasi saat tingkat ansietas berubah kecemasan pasien → Identifikasi kemampuan mengambil keputusan → Untuk → Monitor tanda-tanda ansietas mnegetahui Teraupetik tanda-tanda → Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan ansietas kepercayaan → Untuk memahami → Temani pasien untuk kurangi kecemasan



sedang) → Pahami situasi yang membuat ansietas 5. Pola tidur (3 sedang) → Dengarkan dengan penuh peehatian → Gunakan pendekatan yangtenang dan meyakinkan → Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan → Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan → Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang Edukasi → Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami → Informasikan secara faktual mengenai diagnosa, pengobatan dan prognosis → Anjurkan keluarga tetap bersama pasien → Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif → Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi → Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan → Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat → Latih teknik relaksasi Kolaborasi → Kolaborasi pemberian obat antiansietas



kondisi pasien



Terapi Relaksasi Tindakan/Observasi → Identifikasi penurunan tingkiat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif → Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan → Identifikasi kesediaan, kemapuan dan teknik sebelumnya → Periksan ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan → Monitor respon terhadap terapi relaksasi Teraupetik → Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman → Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi → Gunakan pakaian longgar → Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama → Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgesik atau tindakan lain Edukasi → Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia → Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang pilih



→ Anjurkan mengambil posisi nyaman → Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi → Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih → Demonstrasi dan latih teknik relaksasi 3.



Risiko syok



Setelah d.d kekurangan dilakukan intervensi volume cairan selama 4 x 24 jam maka tingkat syok akan meningkat



Kriteria hasil : 1. Kekuatan nadi (4 cukup meningkat) 2. Saturasi oksigen (4 cukup meningkat) 3. Pucat (5 menurun) 4. Tekanan nadi (5 membaik) 5. Frekuensi napas (5 membaik)



PEMANTAUAN CAIRAN Tindakan/Observasi → Monitor frekuensi dan kekuatan nadi → Monitor frekuensi napas → Monitor tekanan darah → Monitor berat badan → Monitor waktu pengisian kapiler → Monitor elastisitas atau turgor kulit → Monitor kadar albumin dan protein total → Monitor hasil pemeriksaan serum → Monitor intake dan output cairan → Identifikasi tanda-tanda hipovolemia → Identifikasi tanda-tanda hipervolemia → Identifikasi faktor ketidakseimbangan cairan Teraupetik → Atur waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien → Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi



→ Untuk mngetahui keadaan pasien saat ini → Untuk mengatahui adakah tanda hipovolemia → Mempermudah pemantauan kondisi pasien



→ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan → Informasikan hasil pemantauan apabila diperlukan Pencegahan Syok Tindakan/ Observasi → Monitor status kardiopulmonal → Monitor status oksigenasi → Monitor status cairan → Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil → Periksa riwayat alergi Teraupetik → Berikan oksigenasi untuk mempertahankan saturasi oksigen >94% → Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis → Pasang jalur IV → Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine Edukasi → Jelaskan penyebab/faktor risiko syok → Jelaskan tanda dan gelaja awal syok → Anjurkan melapor jika menemukan tanda dan gejala awal syok → Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral → Anjurkan menghindari alergen Kolaborasi



6.



→ Kolaborasi pemberian IV → Kolaborasi pemberian transfusi darah → Kolaborasi pemberian antiinflamasi Risiko ketidak- Setelah Kriteria Hasil : Manajemen Cairan Tindakan/Observasi seimabangan dilakukan 1. Asupan cairan (5 → Monitor status hidrasi intervensi → Monitor status hemodinamik cairan d.d meningkat) selama 4 x 24 → Monitor berat badan 2. Kelembapan perdarahan jam maka membran mukosa (5 Terapeutik keseimbanga → Catat inteke-output dan hitungan balans cairan 24 meningkat) n cairan akan jam 3. Dehidrasi (5 → Berikan asupan cairan sesuaik kebutuhan meningkat menurun) → Berikan cairan intravena 4. Tekanan darah (4 Kolaborasi → Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu cukup membaik) 5. Turgor kulit (5 Pemantauan cairan membaik) Observasi → Memonitor kehilangan cairan → Mengidentifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (penyakit kelenjar) Terapeutik → Mengatur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien → Mendokumentasikan hasil pemantauan Edukasi



→ Untuk mengetahui status hidrasi → Untuk mengetahui kebutuhan cairan → Untuk mengetahui hilangnya cairan karena aktivitas atau muntal, diare → Untuk menjaga agar turgor kulit tetap elastis



6.



Resiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder



→ Menejaskan prosedur dan tujuan pematauan → Me informasikan hasil pemantauan Setelah Kriteria Hasil : → Untuk PENCEGAHAN INFEKSI dilakukan mengetahui Observasi 1. Demam (5 menurun) intervensi adanya riwayat → Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi 2. Kemerahan (4 cukup selama 4 x 24 alergi → Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi menurun ) jam maka → Untuk → Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke 3. Nyeri (5 menurun) tingkat pencegahan pelayanan kesehatan infeksi akan 4. Bengkak (5 menurun) Terapeutik infeksi 5. Kultur darah (4 cukup → Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha menurun membaik) anterolateral → Dokumentasikan informasi vaksinasi → Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi → Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek samping → Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah → Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah → Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus → Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi kembali → Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis



DAFTAR PUSTAKA



Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7. https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449 Darmawati. (2011). Mengenali abortus dan faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus. Idea Nursing Journal, II(1). Mulyaningasih, D. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Abortus. Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. Purwaningrum, E. D., & Fibriana, A. I. (2017). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH. 1(3), 84–94. Susilowati, R. U. (2019). LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS. Zuliyanti, R. (2019). TINJAUAN PUSTAKA. 5–18.



MATERNITAS KASUS IV Ny. D (usia 25 tahun) datang ke IGD RSUD di antar suami pada tanggal 28 Juni 2020 dengan keluhan perdarahan awak kehamilan.Dari pemeriksaan yang di lakukan oleh perawat di dapatkan : Pasien mengeluh badan lemas, kepala pusing, muka pucat, konjungtiva anemis, perdarahan pervagina berwarna merah terang dengan konsistensi cair, pembalut yang di pakai pasien penuh, nyeri pada abdomen bawah,nyeri seperti di iris – iris, nyeri yang di rasakan saat bergerak, saat di tanya dari angka 1-10 pasien mengatakan nyerinya di angka 5, berlangsung selama 4 jam. HPHT 03 April 2020 TD : 90/80 mmHg N : 68x/menit RR : 20x.menit suhu : 36,50C HB 9,5 g/dl HT 30%



Format Asuhan Keperawatan Maternitas



PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEHAMILAN NAMA MAHASIWA : LAILATUL KHOIRUNNISAK NIM : 10218044 Tanggal masuk : 28 Juli 2020 Jam masuk No. RM Ruang/kelas : Mawar/1 Pengkajian tanggal : 28 Juli 2020 Jam HPMT : 03 April 2020 Diagnosa Medis: a. Identitas Pasien 1. Pasien 2. Nama : Ny. D Umur : 25 Tahun Alamat : Jl Melati No 26 Agama : Islam Pekerjaan : Ibu rumah tangga Suku Bangsa : Jawa 3. Suami Nama : Tn. A Umur : 30 Tahun Alamat : Jl Melati No 26 Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Suku Bangsa : Jawa b. Riwayat haid 1. Apakah Haid Teratur Iya 2. Siklus berapa 28 Hari 3. Apakah ada masalah dengan haid Tidak Ada 4. HPHT / HPMT 03 April 2020



: 14.00 WIB : 2618 : 14.30 WIB



c. Riwayat perkawinan 1. Menikah / Belum Menikah 2. Menikah berapa lama 3 Tahun LEOPOLD Tujuan : Menentukan bagian terbawah janin Bagian bawah sudah masuk PAP / belum a. Riwayat Kehamilan lalu Hamil Ke Masalah dalam Kehamilan Tidak Ada Tidak Ada b. Riwayat persalinan lalu Partus Proses Lama Tempat Penolong Masalah Ke persalinannya persalinan persalinan persalinan persalian Tidak Tidak Ada Tidak Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada c. Riwayat nifas lalu Masalah nifas yang Masalah bayi yang pernah Keadaan anak dialami dialami Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada d. Riwayat Keluarga Berencana 1. Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan Tidak Ada 2. Masalah dengan cara tersebut Tidak Ada 3. Jenis kontrasepsi yang direncanakan setelah persalian Tidak Ada 4. Jumlah anak yang direncanakan 2 Anak e. Riwayat Psikososial 1. Alasan ibu datang ke klinik Pasien mengeluh badan lemas, kepala pusing, muka pucat, konjungtiva anemis, perdarahan pervagina berwarna merah terang dengan konsistensi cair, pembalut yang di pakai pasien penuh, nyeri pada abdomen bawah,nyeri seperti di iris – iris, nyeri yang di rasakan saat bergerak 2. Perubahan yang timbul saat kehamilan Tidak Ada 3. Harapan tentang kehamilannya Semoga anak yang ada dalam kandungan sehat 4. Orang yang tinggal bersama Suami 5. Orang yang terpenting Suami



6. Dampak yang terjadi pada keluarga dengan kunjungan ke klinik Tidak Ada 7. Apa suami mau menemani ke klinik Iya 8. Rencana tempat melahirkan Tidak Ada 9. Rencana menyusui Tidak Ada 10. Apakah memelihara kucing Tidak Ada f.



Kebutuhan Dasar Khusus 1. Ketidaknyamanan Ibu mengatakan sebelum hamil merasa nyaman, ada perubahan kenyamanan saat di pagi hari karena sering mual 2. Istirahat tidur Ibu mengatakan sebelum hamil tidur kurang lebih 7 jam, tidak ada perubahan pola istirahat saat hamil, tidur sekitar 7 jam. 3. Hygiene prenatal Ibu tidak mengalami perubahan pola mandi yaitu 2 kali sehari pagi dan sore. Ibu menggosok giginya setiap selesai makan dan saat akan tidur. Ibu membersihkan bagian kemaluannya setelah BAK dan BAB dengan cara membersihkan dari arah depan terlebih dahulu, kemudian bagian belakang. Ibu mengganti bajunya setiap habis mandi dan menjelang tidur, dan mengganti pakaian dalamnya setelah mandi atau jika basah. 4. Pergerakan Ibu mengatakan tidak ada kendala saat bergerak 5. Penglihatan Ibu mengatakan tidak ada kendala dalam penglihatan 6. Pendengaran Ibu mengatakan tidak ada kendala saat mendengar 7. Cairan Ibu mengatakan sebelum hamil minum 5-6 gelas perhari. Sejak hamil yang sekarang ibu minum 7-8 gelas air putih perhari, dan minum 1 gelas susu setiap pagi. 8. Nutrisi Ibu mengatakan sebelum hamil makan 2 kali sehari dengan porsi sedang. Selama hamil ibu makan 2 kali sehari dengan menu nasi dan lauk pauk. Ibu tidak suka makan sayur, tidak mempunyai alergi terhadap makanan. 9. Eliminasi 1) Buang air kecil (BAK) Sebelum hamil buang air kecil 4-5 kali sehari. Selama hamil frekuensi BAK menjadi bertambah 6-7 kali perhari, terlebih pada malam hari. Tidak ada keluhan. 2) Buang air besar (BAB)



Ibu mengatakan tidak ada perubahan dalam buang air besar (BAB) 1 kali sehari, konsistensi lunak dan tidak ada keluhan. 10. Oksigenasi Ibu mengatakan tidak ada kendala saat bernafas 11. Seksual Sejak ibu mengetahui hamil sampai usia kehamilan sekarang ibu belum melakukan hubungan seksual karena ibu merasa khawatir dengan kehamilannya. g. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan Umum Keadaan Umum : lemas Kelainan bentuk badan : Tidak ada Kesadaran : Compos mentis Keadaan Vital sign : 100/80 mmHg Nadi : 68 x/menit Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,50C 2. Pemeriksaan kebidanan Muka Sklera putih, konjungtiva pucat Leher Rahang tidak pucat, tidak ada caries gigi Dada Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limfe, tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis Perut 1) Inspeksi : Striae livide : tidak ada, Linea nigra: Tidak ada 2) Palpasi : Tidak ada, adanya nyeri tekan 3) Auskultasi : Tidak Ada Ekstermitas 1) Atas Kedua tangan tidak oedema, kuku tampak pucat, terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kanan. 2) Bawah Kedua kaki tidak oedema, tidak ada varices, kuku merah muda,refleks patella positif Genetalia Genitalia eksterna : Terdapat pengeluaran darah pervaginam, berwarna merah segar, tidak ada gumpalan, tidak ada jaringan yang keluar. Ispekulo : Terlihat pengeluaran darah dari kavum uteri, tidak berbau, ostium uteri tertutup. Pemeriksaan dalam : Tidak ada pembukaan



h. Pemeriksaan Penunjang Proteine urine : Tidak Ada Urine :+ Glukosa : Tidak Ada Darah :HB : 9,5 g/dl (> 11g/dl) HT : 30% (37-43%) Gol darah : A+ Fases : Baik USG : Tidak Ada Papsmear : Tidak Ada i. Terapi : RL 20 tetes/menit



j.



Analisa Data NO 1. DS :



Data Fokus



→ Pasien mengatakan nyeri pada



Problem



Etiologi



Nyeri Akut



Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Plasenta tertinggal dalam rahim ↓ Tindakan kuret ↓ Uterus berkontraksi ↓ Nyeri abdomen ↓ Frekuensi nadi meningkat ↓ Nyeri Akut Perdarahan dalam desidia basalis ↓ Nekrosis jaringan sekitar ↓ Hasil konsepsi lepas(abbortus) ↓ Vili koliaris merembas lebih dalam(8-9mg) ↓ Lepas sebagian ↓ Plasenta tertinggal dalam rahim



perut bawah, nyeri seperti di iris – iris dan nyeri di rasakan saat bergerak berlangsung selama 4 jam



DO : → → → → → → → → →



2.



TD : 90/80 mmHg Suhu : 36,50C Nadi : 68 x/menit RR : 20 x/menit P : Nyeri timbul saat digerakkan Q : Nyeri seperti di iris-iris R : Nyeri dibagian perut bawah S : Skala nyeri 5 T : 4 Jam



DS : → Pasien mengeluh pusing → Pasien mengaatakan bingung dengan apa yang terjadi DO : → TD : 90/80 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 68 x/menit → RR : 20 x/menit → Pasien tampak pucat → Pasien tampak gelisah → Konungtiva anemis



Ansietas



↓ Tindakan kuret ↓ Uterus berkontraksi ↓ Nyeri abdomen ↓ Frekuensi nadi meningkat ↓ Gelisah ↓ Ansietas FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN NO 1.



2.



Daftar diagnosa Keperawatan



Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah



Diagnosa teratasi











Tanggal Teratasi



FORMAT PERENCANAAN



NO 1.



Diagnosa Keperawatan



Rencana Tujuan dan Kriteria Hasil



Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat



Setelah dilakukan Manajemen Nyeri intervensi selama Tindakan/Observasi 4 x 24 jam maka → Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri akan nyeri menurun dengan → Identifikasi skala nyeri kriteria hasil : → Identifikasi respons nyeri non verbal 1. Keluhan → Identifikasi faktor yang nyari (4 memperberat dan memperingan cukup nyeri menurun) → Identifikasi pengetahuan dan 2. Gelisah (3 keyakinan tentang nyeri sedang) → Identifikasi pengaruh budaya 3. Pola napas (4 terhadap respon nyeri cukup → Identifikasi pengaruh nyeri pada membaik ) kualitas hidup 4. Tekanan → Monitor keberhasilan terapi darah (3 komplementer yang sudah diberikan sedang) → Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik → Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat dingin, terapi bermain → Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) → Fasilitasi istirahat dan tidur → timbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi → Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



Rencana Tindakan



Tanda Tangan dan Nama Terang



Laila Khoirunnisak



2.



Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah



→ Jelaskan strategi meredakan nyeri → Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri → Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat → Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi → Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Setelah dilakukan Reduksi Ansietas Tindakan/Observasi tindakan → Identifikasi saat tingkat ansietas keperawatan 4x berubah 24 jam → Identifikasi kemampuan mengambil kecemasan klien keputusan akan menurun → Monitor tanda-tanda ansietas dengan kriteria Teraupetik hasil : → Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan → Temani pasien untuk kurangi 1. Perilaku kecemasan gelisah (1 → Pahami situasi yang membuat menurun) ansietas 2. Perilaku → Dengarkan dengan penuh peehatian tegang(1 → Gunakan pendekatan yangtenang menurun) dan meyakinkan 3. Keluhan → Tempatkan barang pribadi yang pusing (1 memberikan kenyamanan menurun) → Motivasi mengidentifikasi situasi 4. Konsentrasi yang memicu kecemasan (3 sedang) → Diskusikan perencanaan realistis 5. Pola tidur (3 tentang peristiwa yang akan datang Edukasi sedang) → Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami → Informasikan secara faktual mengenai diagnosa, pengobatan dan prognosis → Anjurkan keluarga tetap bersama pasien → Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif → Anjurkan mengungkapkan perasaan



Lailatul Khoirunnisak



dan persepsi → Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan → Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat → Latih teknik relaksasi Kolaborasi → Kolaborasi pemberian obat antiansietas



Terapi Relaksasi Tindakan/Observasi → Identifikasi penurunan tingkiat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif → Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan → Identifikasi kesediaan, kemapuan dan teknik sebelumnya → Periksan ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan → Monitor respon terhadap terapi relaksasi Teraupetik → Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman → Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi → Gunakan pakaian longgar → Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama → Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgesik atau tindakan lain Edukasi → Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia → Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang pilih → Anjurkan mengambil posisi nyaman



→ Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi → Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih → Demonstrasi dan latih teknik relaksasi



FORMAT PELAKSANAAN



NO



TGL



JAM



IMPLEMENTASI



1



29/07/ 09.00 → Melakukan kunjungan pertama 2020 → Melakukan 09.05 pemeriksaan ttv Nyeri



09.10



09.15 09.20



09.25



09.30



09.35



09.40



→ Mengidentifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri → Mengidentifikasi skala nyeri → Mengidentifikasi respons nyeri non verbal → Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri → Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri → Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri → Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup



JAM



EVALUASI (SOAP)



16.10



S: → Ny.D mengatakan nyeri saat bergerak → Ny.D mengatakan bingung dengan apayang terjadi O: → TD : 90/80 mmHg → Suhu : 36,50C → Nadi : 68 x/menit → RR : 20 x/menit → P : Nyeri timbul saat digerakkan → Q : Nyeri seperti di iris-iris → R : Nyeri dibagian perut bawah → S : Skala nyeri 5 → T : 4 Jam → Pasien tampak gelisah A: - Masalah belum teratasi. P: Mengulagi dan melanjutkan intervensi → Melakukan pemeriksaan ttv → Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan → Monitor efek samping penggunaan analgetik



PARAF



Lailatul Khoirunnisak



09.45



09.50



09.55



10.00



10.05



2



Ansietas → Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah → Mengidentifikasi kemampuan mengambil keputusan → Mengidentifikasi penurunan tingkiat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif → Mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan → Mengidentifikasi kesediaan, kemapuan dan teknik sebelumnya



30/07/ 13.00 → Melakukan kunjungan 20.00 kedua 2020 → Melakukan 13.05 pemeriksaan ttv Nyeri 13.10 → Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan → Monitor efek samping 13.15 penggunaan analgetik → Monitor tanda-tanda 13.20 vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik → Monitor efektifitas 13.25 analgesik



→ Periksan ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan → Monitor respon terhadap terapi relaksasi → Monitor tanda-tanda ansietas → Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat dingin, terapi bermain → Lakukan kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) → Berikan fasilitasi istirahat dan tidur → Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan S: → Ny.D mengatakan nyeri sudah berkurang sedikit saat bergerak O: → TD : 100/80 mmHg → Suhu : 37,50C → Nadi : 70 x/menit → RR : 20 x/menit → P : Nyeri timbul saat digerakkan → Q : Nyeri seperti di iris-iris → R : Nyeri dibagian perut bawah → S : Skala nyeri 4 → T : 3 Jam



Lailatul Khoirunnisak



3



13.30 → Periksan ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan 13.35 → Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat dingin, terapi bermain 13.40 → Lakukan Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 13.45 → Berikan fasilitasi istirahat dan tidur 13.50 Ansietas → Monitor respon terhadap terapi relaksasi 13.55 → Monitor tanda-tanda ansietas 14.00 → Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan 31/07/ 08.30 → Melakukan kunjungan 15.40 ketiga 2020 08.35 → Melakukan pemeriksaan ttv



Nyeri 08.40 → Penyampaian materi tentang nyeri 09.15 → Anjurkan memonitor



→ Pasien tampak gelisah A: - Masalah belum teratasi. P: Mengulagi dan melanjutkan intervensi → Melakukan pemeriksaan ttv → Penyampaian materi tentang nyeri → Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri → Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat → Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri → Anjurkan keluarga tetap bersama pasien → Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif → Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi



S: → Ny.D mengatakan nyeri berkurang sedikit seperti kemarin O: → TD : 110/80 mmHg → Suhu : 37,50C → Nadi : 70 x/menit



Lailatul Khoirunnisak



09.20



09.25



09.30 09.35



09.40



4



1/08/ 2020



10.00 → Melakukan kunjungan 10.05



→ RR : 18 x/menit → P : Nyeri timbul saat digerakkan → Q : Nyeri seperti di iris-iris → R : Nyeri dibagian perut bawah → S : Skala nyeri 4 → T : 1 Jam → Pasien tampak gelisah



nyeri secara mandiri → Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat → Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Ansietas → Anjurkan keluarga tetap bersama pasien → Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif → Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi keempat → Melakukan pemeriksaan ttv



10.10 → Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan 10.15 → Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat 10.20 → Latih teknik relaksasi 10.25 → Anjurkan mengambil posisi nyaman → Anjurkan rileks dan 10.30 merasakan sensasi relaksasi 10.35 → Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih 10.40 → Demonstrasi dan latih teknik relaksasi



A: - Masalah belum teratasi. P: Mengulagi dan mengevaluasi pengetahuan keluarga



16.40



S: → Ny.D mengatakan sudah tidak nyeri O: → TD : 120/80 mmHg → Suhu : 37,50C → Nadi : 90 x/menit → RR : 20 x/menit A: - Masalah teratasi. P: Intervensi dihentikan



Lailatul Khoirunnisak



SATUAN ACARA PENYULUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS DENGAN NYERI



Dosen Pembimbing : Paramitha Ratna Gayatri, S.Kep., Ns., M.Kep



Disusun Oleh: Lailatul Khoirunnisak



(10218044)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATANBHAKTI WIYATA KEDIRI TAHUN AKADEMIK 2020/2021



Pokok Bahasan



: Nyeri



Sub PokokBahasan



: 1. Pengertian Nyeri 2. Faktor penyebab Nyeri 3. Cara mengatasi Nyeri



Sasaran



:



1. Sasaran Program



: Keluarga Ny.D



2. Sasaran Penyuluhan



: Ny.D



Waktu



: 10.00-11.05 WIB



Tempat



: Rumah Ny.D



Hari dan Tanggal



: Minggu, 6 Desember 2020



Pelaksana



: 1. Lailatul Khoirunnisak



I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mengikuti penyuluhan tentang Nyeri , diharapkan Keluarga Ny.D dapat menjelaskan kembali tentang pengertian nyeri, faktor yang menyebabkan Nyeri, dan cara mengatasi nyeri.



II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti penyuluhan tentang Nyeri selama 15 menit, Ny.D dapat: 1. Pengertian Nyeri 2. Faktor penyebab Nyeri 3. Cara mengatasi Nyeri



III. MATERI 1. Pengertian Nyeri 2. Faktor penyebab Nyeri



3. Cara mengatasi Nyeri



IV. PENGORGANISASIAN a. PenanggungJawab



: Paramitha Ratna Gayatri, S.Kep.,



Ns., M.Kep b. Moderator



: Lailatul Khoirunnisak



c. Penyaji



: Lailatul Khoirunnisak



e. Fasilitator& dokumentasi



: Lailatul Khoirunnisak



V. KEGIATAN PENYULUHAN NO



TAHAP



PENYULUH



1



Pendahuluan



→ Memberisalam



- Menjawab salam



→ Memperkenalkan diri



- Mendengarkan



→ Menjelaskan



Pengertian



-Mendengarkan



Faktor



-Mendengarkan



cara



-Mendengarkan



2



Kegiatan Inti



AUDIEN



WAKTU 2 menit



10 Menit



Nyeri → Menjelaskan penyebab Nyeri → Menjelaskan mengatasi 3



Evaluasi



→ Memberi kesempatan



- Bertanya



kepada peserta untuk bertanya tentang materi



5 Menit



yang di sampaikan → Memberi pertanyaan



- Menjawab pertanyaan



kepada Keluarga tentang materi yang di sampaikan



VI. MEDIA 1. Leaflet a. Poster



→ Memberi kesimpulan



- Mendengarkan



→ Memberi salam penutup



- Menjawab salam



3 menit



VII. METODE PENYULUHAN Ceramah, Tanya jawab



VIII. EVALUASI a. Evaluasi Struktur



b. Evaluasi Proses



c. Evaluasi Hasil



MATERI PENYULUHANTERAPI KOMPLEMENTER A. Pengertian Nyeri Nyeri



adalah pengalaman sensorik dan emosional



yang tidak



menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.(Bahrudin, 2018) Nyeri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang sukar dipahami dan fenomena yang kompleks meskipun universal, tetapi masih merupakan misteri. Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang menunjukkan adanya pengalaman masalah. Nyeri merupakan keyakinan individu dan bagaimana respon individu tersebut terhadap sakit yang dialaminya (Taylor, 2011)(Oliver, 2018)



B. Faktor Penyebab Nyeri Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011) diantaranya: 1. Budaya Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. (Kozier, 2010). 2. Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan. Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak hanya dalam faktor biologis, tetapi aspek sosial kultural juga membentuk berbagai karakter sifat gender. Karakter jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Jenis kelamin dengan respon nyeri laki- laki dan perempuan berbeda. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek, komplikasi dari nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan menangis (Adha, 2014) 3. Usia



Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Menurut Retnopurwandri (2008) semakin bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk mengatasinya. Umur lansia lebih siap melakukan dengan menerima dampak, efek dan komplikasi nyeri (Adha, 2014). 4. Makna Nyeri Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya, klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita. Mereka dapat berespon dengan putus asa, ansietas, dan depresi karena mereka tidak dapat mengubungkan makna positif atau tujuan nyeri (Kozier, 2010). 5. Kepercayaan spiritual Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara berbincang dengan penasihat spiritual mereka (Taylor, 2011) 6. Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun



7. Ansietas Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Taylor, 2011). 8. Pengalaman sebelumnya Mahasiswa yang penah mengalami haid kemungkinan akan lebih siap menghadapi nyeri dibandingkan remaja yang belum pernah. Namun demikian, pengalaman nyeri sebelumnya tidak berarti bahwa individu akan mengalami nyeri yang lebih mudah pada masa yang akan datang.



Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul dan sebaliknya (Judha, 2012).



C. Cara Mengatasi Nyeri Pelaksanaan



keperawatan



Menurut



Hidayat



(2013)



pelaksanaan



keperawatan antara lain : a. Mengurangi factor yang dapat menahan nyeri, misalnya ketidak percayaan, kesalah pahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan. 1) Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang diderita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien dan mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya. 2) Kesalahpahaman. Mengurangi kesalah pahaman pasien tentang nyerinya



akan



mengurangi



nyeri.



Hal



ini



dilakukan



dengan



memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tau secara pasti tentang nyerinya. 3) Ketakutan. Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekspresikan bagaimana mereka mengangani nyeri. 4) Kelelahan. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup. 5) Kebosanan. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pngalih perhatian yang bersifat terapiutik. Beberapa teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat secara perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan music, membayangkan hal-hal yang menyenangkan dan sebagainya.



b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti: 1) Teknik latihan pengalihan/distraksi a) Menonton televisi b) Berbincang-bincang dengan orang lain c) Mendengarkan musik 2) Teknik relaksasi Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paruparu dalam udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang, dan rileks. 3) Stimulasi kulit a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri b) Menggosok punggung c) Menggunakan air hangat dan dingin d) Memijat dengan air mengalir. e) Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna menganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. f) Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7. https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449 2. Darmawati. (2011). Mengenali abortus dan faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus. Idea Nursing Journal, II(1). 3. Mulyaningasih, D. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Abortus. 4. Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. 5. Purwaningrum, E. D., & Fibriana, A. I. (2017). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH. 1(3), 84–94. 6. Susilowati, R. U. (2019). LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS. 7. Zuliyanti, R. (2019). TINJAUAN PUSTAKA. 5–18.



DAFTAR PESERTA PENYULUHAN No. 1.



Nama



TTD 1.



2. 3.



2. 3.



4. 5.



4. 5.



6. 7.



6. 7.



8. 9. 10.



8. 9. 10.