Laporan Pendahuluan Electrical Burn Injury Hardiyanti Toding [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN “ELECTRICAL BURN INJURY” DI RUANG PERAWATAN LUKA BAKAR RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR (TUGAS KE 6) TGL : 4 MEI -10 MEI 2020



OLEH HARDIYANTI TODING, S. Kep Ns 19.023 CI LAHAN



CI INSTITUSI



(…………………….......………….)



(……...……………………………)



YAYASAN KASIH BUNDA KALALEMBANG PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN 2020



LAPORAN PENDAHULUAN “ELECTRICAL BURN INJURY” A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Defenisi Electrical injury atau luka akibat arus listrik Adalah kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh arus listrik yang melintasi tubuh. Dapat berupa kulit yang terbakar, kerusakan organ internal dan jaringan. Mempengaruhi jantung berupa arrhythmias, dan berhentinya pernapasan. Luka elektrik ringan dapat ditimbulkan peralatan dirumah misalnya menyentuh peralatan yang dialiri arus listrik sering dialami secara kebetulan dalam rumah. Paparan yang lebih berat sering menimbulkan kematian bahkan di AS sebagai penyebab 400 kematian dalam setahun (Leong M, 2012) Luka yang disebabkan arus listrik yang fatal pada umumnya bersifat kecelakaan, dimana jenis arus listrik bolak-balik (AC) lebih sering sebagai penyebab kecelakaan, sedangkan kecelakaan karena arus listrik searah (DC), lebih jarang dan pada umumnya terjadi di pabrik-pabrik, seperti pabrik pemurnian logam dan penyepuhan (Leong M, 2012) Manusia lebih sensitif, yaitu sekitar 4-6 kali terhadap arus listrik bolak-balik bila dibandingkan dengan arus listrik yang searah. Bila seseorang terkena arus listrik bolak-balik dengan intensitas 80 mA, ia dapat mati; akan tetapi dengan arus listrik searah yang intensitasnya 250 mA tidak akan berakibat kematian (Leong M, 2012) Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2015).



Kecelakaan arus listrik dapat terjadi apabila arus listrik dapat terjadi apabila arus/ledakan dengan tegangan tinggi. Energi panas yang timbul menyebabkan luka bakar pada jaringan tubuh. Pada luka jenis ini yang khas adalah adanya luka tempat masuk yang menimbulkan hiperemesis dan ditengahnya ada daerah nekrosis yang dikelilingi daerah pucat (Junaidi. P, 2017). 2. Etiologi Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2015). 3. Patofisiologi Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2016). Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan



pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.



4. Pathway Listrik Cidera luka bakar Kerusakan kapiler meningkat Cairan sel pindah dari intravaskuler ke interstitel



Vesikulasi Vesikulasih dalam keadaan luas Luka terbuka, kulit terkelupas, epidermis dan dermis rusak Kerusakan kulit luas Kerusakan Jaringan Integritas Kulit



Perubahan status kesehatan Stress meningkat Kurang informasi ` Ansietas



Merangsang mielin C SSP Eferen



Kerusakan barier kulit Pertahanan primer menurun Resiko Infeksi



Periver Nyeri dipersepsikan Nyeri Akut



Kehilangan protein dan cairan plasma ke dalam interstitel Sel plasma Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer



Proses penyembuhan Hipermetabolisme Kebutuhan nutrisi meningkat Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh



5. Manifestasi Klinis Menurut Effendi, 2015 manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya : a. Grade I Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut. b. Grade II Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edemasubkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi. c. Grade III Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Hitung



darah



lengkap



:



Peningkatan



Hematokrit



menunjukkan



hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah. b. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi c. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi d. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan, hipokalemia terjadi bila diuresis. e. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan f. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan g. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar h. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.



7. Penatalaksanaan / Pengobatan Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat, penanganan diruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan antara lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topikal karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik sistemik. Pemberian obatobatan topikal anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian obat-obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih terjadi penyebab kematian pasien. Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi. Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat



penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal. Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi. Tatalaksana resusitasi luka bakar a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas: 1) Intubasi Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas. 2) Krikotiroidotomi Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi. 3) Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis. 4) Perawatan jalan nafas 5) Penghisapan sekret (secara berkala)



6) Pemberian terapi inhalasi Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial) 7) Bilasan bronkoalveolar 8) Perawatan rehabilitatif untuk respirasi 9) Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru b. Tatalaksana resusitasi cairan Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini: 1) Cara Evans a) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam



b) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam c) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. 2) Cara Baxter : Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. c. Resusitasi nutrisi Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. d. Perawatan luka bakar Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.



e. Terapi pembedahan pada luka bakar 1) Eksisi dini Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah: a) Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan. b) Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediatormediator inflamasi. c) Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk



mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: a) Kasus



luka



bakar



dalam



yang



diperkirakan



mengalami



penyembuhan lebih dari 3 minggu. b) Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar. c) Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah. d) Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi



kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah: a) Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan b) Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi 2) Skin grafting Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah: a) Menghentikan evaporate heat loss b) Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu c) Melindungi jaringan yang terbuka Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor.



Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi. Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah: a) Kulit donor setipis mungkin b) Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara : (1) Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan) (2) Drainase yang baik (3) Gunakan kasa adsorben



8. Komplikasi a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal b. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. c. Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.



f. Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.



B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1.



Pengkajian Primer Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu (doengos, 2009). a. Airway Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam. b. Breathing Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada traumatrauma



lain



yang



dapat



menghambat



pernapasan,



misalnya



pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. c. Circulation Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter. Formula Baxter 1) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar 2) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya. 2.



Pengkajian sekunder a. Identitas pasien Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi.



b. Riwayat kesehatan sekarang 1) Sumber kecelakaan 2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya 3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi 4) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan 5) Keadaan fisik disekitar luka bakar 6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit 7) Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar c. Riwayat kesehatan dahulu Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan). (Doengoes, 2009). 3.



Diagnosa a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologis. b. Ketidakefektifan



perfusi



jaringan



perifer



berhubungan



dengan



hipovolemi, penurunan aliran darah arteri. c. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon imun, prosedur invasife. d. Kerusakan jaringan integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan kulit. e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetaboik, katabolisme protein. f. Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan



A. Rencana Intervensi Keperawatan NO DIAGNOSA 1. Nyeri Akut NOC : berhubungan



dengan



TUJUAN (NOC)



NIC NIC :



 Pain Level,







Monitor vital sign



 pain control,







Kaji skala nyeri



 comfort level







Jelaskan pada pasien tentang sebab-



agen injuri biologis.



kriteria hasil :



sebab timbulnya nyeri



 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 



Ajarkan



nyeri,



mampu



menggunakan



tehnik



tehnik



relaksasi



nafas



dalam



nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 



Kolaborasi dengan dokter untuk



mencari bantuan)



pemberian analgetik



 Melaporkan



bahwa



nyeri



berkurang



dengan menggunakan manajemen nyeri: skala 2 NRS  Mampu mengenali nyeri(skala, intensitas,



frekuensi dan tanda nyeri)  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang  Tanda vital dalam rentang normal  Tidak mengalami gangguan tidur Setelah dilakukan tindakan  Mengobservasi TTV



2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan



keperawatan



selama



dengan



2x24



jam  Monitor laboratorium (Hb)



hipovolemi, penurunan



ketidakefektifan perfusi jaringan teratasi  Kaji komprehensif sirkulasi perifer



aliran darah arteri.



dengan kriteria hasil: 



TTV dalam batas normal







Warna kulit normal







Suhu tubuh hangat







Nilai laboratorium (Hb) dalam batas



edema dan warna kulit  Anjurkan



klien



mengkonsumsi



makanan yang dapat meningkatkan Hb  Jelaskan manfaat fisik teratur



normal



 Kolaborasi pemberian anti platelet



atau anti pendarahan 3. Resiko berhubungan



Infeksi dengan



Setelah dilakukan tindakan



1. Pertahankan tehnik aseptik



keperawatan 3x24 jam risiko tidak terjadi



2. Monivator tanda dam gejala infeksi



pada klien.



3. Membatasi pengunjung maksimal



kerusakan barier kulit, kerusakan respon imun, prosedur invasife.



Kriteria hasil: a. Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dlam pencegahan infeksi b. Tidak menunjukkna tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung



dua orag 4. Gunakan



kateter



menurunkan



urine



infeksi



untuk kandung



kemih 5. Kolaborasi pemberian antibiotik



normal



4. Kerusakan Integritas Berhubungan



Jaringan Kulit Dengan



Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji integritas kulit untuk melihat keperawatan 3x24 jam maka tidak terjadi



adanya efek samping terapi kanker,



trauma



kerusakan



permukaan kulit.



kerusakan integritas kulit.



amati penyembuhan luka.



 Kriteria hasil :



2. Anjurkan klien untuk menggunakan



a. Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang



berhubungan



dengan



kondisi 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap



spesifik. b. Berpartisipasi komplikasi 5. Ketidakseimbangan Nutrisi



Kurang



Dari



Kebutuhan



Tubuh



berhubungan



dengan



status



hipermetaboik,



katabolisme protein.



pakaian yang longgar



kering dalam dan



pencegahan 4. Anjurkan percepatan



klien



untuk



tidak



menggaruk bagian yang gatal.



penyembuhan 5. Ubah posisi klien secara teratur Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Monitor input dan output cairan sela 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien dfapat terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Status Nutrisi 2. Status nutrisi : asupan makanan & cairan 3. Nafsu makan



b. Anjurkan



pasien



mendiskusikan



kebutuhan makanan kepada ahli diet c. Menetukan status nutrisi pasien dan kemampuan



untuk



memenuhi



kebutuhan nutrisi. d. Identifikasi



alergi



pasien



pada



4. Fungsi gastrointestinal



makanan atau ketidakmampuan. e. Menentukan



pilihan



makanan



pasien. 6. Ansietas dengan



f. Berikan terapi cairan IV NIC:



berhubungan NOC: perubahan



status kesehatan







 Tujuan:



Obsevasi tanda-tanda vital







Klien dapat mengurangi rasa cemasnya 



Kaji tingkat kecemasan







Menunjukkan koping yang efektif



Beri kesempatan kepada klien untuk



 Kriteria Hasil :







Setelah dilakukan



mengngkapkan perasaannya



tindakan keperawatan selama 1x24 jam 



Libatkan



cemas kkien berkurang



mendapingi klien



keluarga



untuk



C. Contoh Kasus Pada satu artikel penelitian yang berjudul



“ Faktor- Faktor Yang



Mempengaruhi Psoses Penyembuhan Luka Bakar Pada Penderita di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Medan” dapat disimpulkan bahwa Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cederaatau pembedahan (Agustina, 2010). Luka bakar adalah kerusakan secara lansung maupun yang tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai keorgan dalam, yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu api, air atau uap, panas, bahan kimia, radiasi, arus listrik,dan suhu sangat dingin ( Smeltezer dan Bare,2001). Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa terdapat 265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya diseluruh dunia akibat luka bakar. Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar sedang-berat pertahun. Di Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak dengan luka bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderita kecacatan permanen. Sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab kedua cedera tertinggi, dengan 5% kecacatan. Di Indonesia berdasarkan survei data dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar, selama tahun (2010). Jumlah kasus yang dirawat sebanyak 88 kasus dengan angka kematian 17,2%. Derajat luka bakar yang paling banyak ditemukan yaitu derajat II a-b dengan 36 kasus atau 46,7% dari seluruh kasusluka bakar yang didapatkan. Persentase luka bakar yaitu luas luka bakar 110%sebanyak 37 kasus atau 36,3% dan penyebab yang paling banyak adalah akibatair panas didapatkan 30 kasus dan terbanyak pada kelompok umur 1-10 tahun dengan 19 kasus.13Penelitian yang dilakukan pada 275 pasien dan 203 pasien adalah orangdewasa di Unit Luka Bakar RSCM dari Januari 2011Desember 2012, jumlah 9 pasien dewasa yang meninggal dunia sebanyak 76 orang. Terdapat beberapaetiologi yang menyebabkan pasien meninggal dunia.



Delapan puluh persen disebabkan oleh trauma api (kebakaran di rumah atau kecelakaan ditempatkerja), 14% karena luka bakar listrik, 3% karena trauma luka bakar kimia, dan1% karena logam panas. 14Luas total luka bakar yang menyebabkan kematian berbeda antara tahun 2011 (rata – rata 45,85%, Sampai dengan 20,15%) dan tahun 2012 (rata – rata 48,69%, Sampai dengan18,47%). Hampir semua pasien pasien yang meninggal dunia termasuk kategori luka bakar derajat 2(mengenai lapisan dermis dalam) dan derajat 3.14 Penyebab kematian pada pasien luka bakar ini adalah septikemia (42,1%), kegagalan multi organ (31,6%), SIRS(17,6%), dan sindrom arespiratori akut (8,7%). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang mengenai FaktorFaktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Medan Tahun 2017 adalah sebagai berikut : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar Pada Penderita berdasarkan Umur Mayoritas berdasarkan Umur 18-40 tahun sebanyak 29 orang (53,7%), dan minoritas 12–17 tahun 1 orang (1,8%). berdasarkan Jenis Kelamin mayoritas berdasarkan jenis kelamin laki-laki 44 orang (81,4) dan minoritas adalah perempuan sebanyak 10 orang (18,5). Proses Penyembuhan Luka Bakar berdasarkan lama penderita dirawat mayoritas lama penderita dirawat 4–21 hari 35 orang (64,8), dan minoritas 1–3 hari sebanyak 19 orang (35,1). Dari hasil penelitian Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar Pada Penderita Di Rumah Sakit Matrha Friska Pulo Brayan Medan tahun 2015-2016, maka hasil pembahasan sebagai berikut : 1.



Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar Pada Penderita Berdasarkan Umur Mayoritas berdasarkan Umur 18–40 tahun sebanyak 29 orang (53,7%), dan minoritas 12–17 tahun 1 orang (1,8%). Menurut Brown (2004) dalam Arisanty (2004), pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga dapat memperlambat waktu penyembuhan luka. Jumlah dan ukuran fibroblas menurun, begitu pula kemampuan proliferasi sehingga terjadi penurunan respon



terhadap growth faktor dan hormon-hormon yang dihasilkan selama penyembuan luka. Menurut penelitian dimana usia manusia akan mengalami kemunduran kesehatan, Epidermis menjadi lebih tipis, dermis menjadi atropi dan terjadi penurunun perubahan yang sangat berarti pada penyembuhan luka yang sangat diperlukan untuk proses terhambatnya penyembuhan luka. 2.



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar berdasarkan Jenis Kelamin. Mayoritas berdasarkan jenis kelamin laki-laki 44 orang (81,4) dan minoritas adalah perempuan sebanyak 10 orang (18,5). Jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari sudut nonbiologis, yaitu dari aspek sosial, budaya, maupun psikologis.(Siti Mutmainah, 2006). Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita, terutama pada orangtua atau lanjut usia diatas 70 tahun ( Hidayat 2009). Menurut peneliti jenis kelamin adalah suatu hal yang membedakan antara laki– laki dan perempuan secara biologis.



3.



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar berdasarkan lama penderita dirawat mayoritas lama penderita dirawat 4–21 hari 35 orang (64,8), dan minoritas 1–3 hari sebanyak 19 orang (35,1). Menurut (Prisai purnama adi, 2010).Merupakan selisih dari tanggal terakhir pasien dirawat dan tanggal pasien masuk ruang perawatan sampai tanggal pasien tersebut masuk ruangan perawatan sampai tanggal pasien check out atau keluar. Menurut peneliti lama dirawat yaitu lamanya hari perawatan mulai dari pasien masuk sampai dengan pasien keluar. Hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan mengenai FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar Pada Penderita Di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Tahun 2017 sebagai berikut:



Dari 54 orang, dapat dilihat bahwa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Bakar Mayoritas berdasarkan Umur 18-40 tahun sebanyak 27 orang (50%), dan minoritas 12-17 tahun 1 orang (1,8%), berdasarkan Jenis Kelamin mayoritas berdasarkan jenis kelamin laki-laki 44 orang (81,4) dan minoritas adalah perempuan sebanyak 10 orang (18,5) dan berdasarkan lama penderita dirawat mayoritas lama penderita dirawat 4-21 hari 35 orang (64,8), dan minoritas 1-3 hari sebanyak 19 orang (35,1).



DAFTAR PUSTAKA Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328. Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779. Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC