Laporan Pendahuluan Herpes Zoster: A. Konsep Dasar Medis 1. Definisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HERPES ZOSTER



A. Konsep Dasar Medis 1. Definisi Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000). Herpes zoster (Shingles atau sinanaga) adalah suatu infeksi yang menyebabkan erupsi kulit yang terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan. Penyakit ini juga disebabkan virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, viru varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali menjadi penyakit yang disebut sebagai herpes zoster. Bila kekebalan tubuh menurun maka virus akan aktif kembali. Virus varisela zoster berkembang biak, merusak, menyebabkan peradangan dan kemudian menyebar menuju kulit serta menimbulkan gangguan kulit yang lebih parah. Sekalipun belum pernah mengalami cacar air dapat saja terkena Herpes zoster. Hal ini disebabkan karena virus varisela zoster dapat langsung menular. Caranya : -



Kontak langsung dengan kulit penderita Herpes zoster



-



Melalui udara masuk mukosa saluran pernapasan bagian atas



2. Etiologi Herpes zoster disebabkan oleh virus varisela zoster. Penyebaran herpes zoster sama dengan varisela ( cacar air ). Setelah sembuh dari cacar air, virus varicela tidak akan menunjukkan gejala apapun tetapi potensial untuk aktif kembali. Pada tahap reaktivasi, varisela muncul sebagai herpes zoster yang sering disebut shingles.



3. Fatofisiologi Virus yang menyebabkan herpes zoster ini adalah golongan varicella yang mula-mula adalah penyebab dari cacar air atau varicella yang sudah tidak aktif atau dorman dan kemudian diaktifkan lagi oleh tubuh. Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama dengan virus penyebab varisella. Selama terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus) meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya. Meskipun setiap syaraf dapat terkena, tetapi syaraf torakal, lumbal atau kranial agaknya paling sering terserang. Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat. VZV (varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster. Virus varicella yang dorman atau tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan timbul vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai dengan rasa nyeri hebat dan / atau disertai dengan rasa terbakar. Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Rasa nyeri yang timbul sesudah serangan herpes disebut neuralgie posterpetika dan biasanya berlangsung beberapa bulan, bahkan kadang-kadang sampai beberapa tahun. Neuralgie posterpetika lebih sering dialami pasien yang lanjut usia. Jika herpes zoster menyerang ke seluruh tubuh, paru-paru dan otak maka mungkin akan terjadi suatu



kefatalan. Penyebaran ini biasanya tampak pada pasien menderita limfoma atau leukemia. Dengan demikian setiap pasien yang menderita herpes zoster yang tersebar harus dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan. 4. WOC



5. Manifestasi Klinis a. Terasa demam, pilek, cepat merasa lelah, dan lemah b. Terasa nyeri sendi, sakit kepala, dan pusing c.  Rasa sakit seperti terbakar d. Kulit menjadi sensitive selama beberapa hari hingga satu minggu e. Timbul bitnik kecil kemerahan pada kulit 6. Pemeriksaan Diagnostik a. Tzanck Smear    : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes zoster dan herpes simplex. b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus c. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit d. Pemeriksaan histopatologik e. Pemerikasaan mikroskop electron f. Kultur virus g. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ h. Deteksi antibody terhadap infeksi virus 7. Penatalaksanaan a. Pengobatan 1. Pengobatan topical  Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah  Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20  menit  Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik        (basitrasin / polysporin )    untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari 2. Pengobatan sistemik Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi



herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia. b. Penderita dengan keluhan mata Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat diberikan c. Neuralgia Pasca Herpes zoster  Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75 mg/hari)  Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian terpenting perawatan  Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak teratasi. 8. Komplikasi 1. Neuralgia ( nyeri saraf ) 2. Masalah mata 3. Kelemahan/ layuh otot 4. Komplikasi lain, misalnya : infeksi otak oleh virus varicella-zoster atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi. Penderita herpes zoster dengan sistem kekebalan tubuh lemah lebih beresiko mengembangkan komplikasi langka ini.



B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian  Identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, tanggal MRS, alamat, diagnosa medis.  Keluhan utama Pada pasien herpes zoster mengeluh demam, pusing, malaise, nyeri otot, gatal-gatal, pegal dan timbul aritema dan kemudian menjadi vesikel.  Riwayat penyakit sekarang Adanya keluhan utama demam pusing, malaise, nyeri otot, gatal-gata, nyeri kepala setelah itu timbul eritema pada waktu singkat (1-2 hari) timbul vesikel yang berkelompok).  Riwayat penyakit dahulu Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita lain seperti penyakit kulit lain dan riwayat penyakit yang sama.  Riwayat penyakit keluarga Untuk mengetahui adanya anggota keluarga yang menderita penyakit menurun (HT, DM dan lain-lain) atau penyakit kulit yang menular.  Pemeriksaan Fisik Meliputi Keadaan umum Kesadaran, tekanan darah, suhu, nadi frekuensi dan kualitas, pernapasan frekuensi, iramanya tipe pernapasan. Kepala, terdapat nyeri kepala pada pasien herpes zoster Muka, pada sindrom rumsay hunt terdapat kelainan pada otot muka dan kelainan kulit muka Mata, pada herpes zoster oftaimikus terdapat kelainan pada mata Telinga, pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada telinga Hidung, pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada hidung Mulut dan faring, tidak terjadi gangguan pada mulut dan faring Leher, tidak terjadi gangguan pada leher



Thorak, pada pasien herpes zoster daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Paru, pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada paru Jantung, pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada jantung Abdomen, pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada abdomen Inguinal, genital dan anus Pada pasien herpes zoster terjadi pembesaran, kelenjar getah bening Integumen, terdapat eritema, gatal-gatal, vesikel yang bergerombol dengan dasar kulit yang eritematosa dan odema, vesikel berisi cairan jernih kemudian dapat menjadi pustul dan krustu. Ektrimitas dan neurologis, Herpes zoster oftalmikus terdapat gangguan pada nervus trigeminus. Pada sindrom ramsay hunt terdapat gangguan nervus fasialis dan otikus 2. Diagnosa Keperawatan  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus.  Gangguan rasa nyaman (nyeri berhubungan dengan erupsi dermal).  Gangguan pola istirahat (tidur) berhubungan dengan nyeri pada daerah lesi.  Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus 3. Intervensi Keperawatan  Diagnosa 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan pruritus.  Intervensi keperawatan 1. Kaji/ catat ukuran, warna, luka, perhatikan jaringan yang nekrotik dan kondisi sekitar luka 2. Lakukan perawatan luka yang tepat dan tindakan control infeksi 3. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi 4. Kaji tanda-tanda infeksi 5. Anjurkan pasien untuk selalu cuci tangan



6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi ( asiklovir 5 x 800mg/hari )  Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan erupsi dermal  Intervensi Keperawatan 1. Kaji skala nyeri 2. Anjurkan teknik relaksasi dan destraksi 3. Berikan posisi yang nyaman 4. Kolabaorasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik  Diagnosa 1. Gangguan pola istirahat (tidur) berhubungan dengan nyeri pada daerah lesi  Intervensi Keperawatan 1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembapan yang baik 2. Menjaga kulit agar slalu lembab 3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi 4. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur  Diagnosa 1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampilan kulit yang tidak bagus  Intervensi Keperawatan 1. Kaji adanya gangguan ctra diri (menghindari kontak mata, ucapan merendahkan diri sendiri 2. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan 3. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri, seperti merias dan merapikan 4. Dorong klien untuk sosialisasi dengan orang lain



4. Implementasi Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan dan merupakan wujud nyata dari rencana keperawatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan pasien akan keperawatan dengan melaksanakan kegiatan - kegiatan sesuai dengan alternatif tindakan yang telah direncanakan. Pelaksanaan keperawatan sebagai data untuk rencana keperawatan. 5. Evaluasi 1. Keluhan nyeri berkurang 2. Pasien memperoleh periode istirahat / tidur yang adekuat. 3. Kondisi integritas kulit dapat dipertahankan. 4. Tidak ada lesi yang pecah. 5. Tidak ada tanda infeksi.