Laporan Pendahuluan Konsep Lansia Dan Asam Urat (Gout) Stase Gerontik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP PEMENUHAN DASAR LANSIA DAN GOUT ARTHRITIS (ASAM URAT)



STASE KEPERAWATAN GERONTIK DI SUNGAI LULUT KECAMATAN SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR



DISUSUN OLEH: Nama



: Nazila Rahmatina, S.Kep



NPM



: 1914901110051



Kelompok



: 12



Preseptor Akademik (CT)



: Yosra Sigit Pramono, Ns.,M.Kep



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN 2020



LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR LANSIA GOUT ARTHRITIS 1.



Konsep Lansia 1.1 Definisi Lansia Pertumbuhan dan perkembangan manusia terdiri dari serangkaian proses perubahan yang rumit dan panjang sejak pembuahan ovum oleh sperma dan berlanjut sampai berakhirnya kehidupan. Secara garis besar, perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap, yaitu kehidupan sebelum lahir, saat bayi, masa kanak – kanak, remaja, dewasa, dan lanjut usia (lansia). Lansia adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, dimana manusia tersebut pastinya akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun mental. Proses penuaan merupakan proses alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi, kemampuan badan dan jiwa (Setiati dkk, 2000 dalam Dwiyanti dan Fitri, 2012). Menjadi tua (menua) merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri secara perlahan – lahan dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut WHO, lansia dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu : a. Usia Pertengahan (middle age) : usia 45 – 59 tahun. b. Lansia (elderly)



: usia 60 – 74 tahun.



c. Lansia tua (old)



: usia 75 – 90 tahun.



d. Usia sangat tua (very old)



: usia di atas 90 tahun.



Departemen Kesehatan RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut : a. Virilitas (prasenium)



:



Masa



persiapan



usia



lanjut



yang



menampakkan kematangan jiwa (usia 55 – 59 tahun). b. Usia lanjut dini (senescen)



: Kelompok yang mulai memasuki masa usia



lanjut dini (usia 60 – 64). c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif : Usia di atas 65 tahun.



Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang ber usia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya (Fatimah, 2010). 1.2 Teori – teori Penuaan Menua merupakan proses yang harus terjadi secara umum pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu sehingga menghasilkan perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu. Terdapat tiga dasar fundamental yang dipakai untuk menyusun berbagai berbagai teori menua, yaitu : 1.2.1 Pola penuaan pada hampir semua spesies mamalia diketahui adalah sama. 1.2.2 Laju penuaan ditentukan oleh gen yang sangat bervariasi pada setiap spesies. 1.2.3 Laju atau kecepatan penuaan dapat diperlambat, namun tidak dapat dihindari atau dicegah. Beberapa teori penuaan yang diketahui dijelaskan berikut ini : 1.2.1 Teori Berdasarkan Sistem Organ Teori berdasarkan sistem organ (organ sistem – based theory) ini berdasarkan atas dugaan adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan. Organ tersebut adalah sistem endokrin dan sistem imun. Pada proses penuaan, kelenjar timus mengecil yang menurunkan fungsi imun. Penurunan fungsi imun menimbulkan peningkatan insidensi penyakit infeksi pada lansia. Dapat dikatakan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan insidensi penyakit. a. Teori Kekebalan Tubuh Teori kekebalan tubuh (breakdown theory) ini memandang proses penuaan terjadi akibat adanya penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak dapat lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, sel mutan, ataupun sel asing. Hal ini terjadi karena hormon – hormone yang dikeluarkan oleh kelenjar timus yang



mengontrol sistem kekebalan tubuh telah menghilang seiring dengan bertambahnya usia. b. Teori Kekebala Teori kekebalan (autoimmunity) ini menekankan bahwa tubuh lansia yang mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan antara sel normal dan sel tidak normal, dan muncul antibodi yang menyerang keduanya yang pada akhirnya menyerang jaringan itu sendiri. Mutasi yang



berulang



atau



perubahan



protein



pascatranslasi



dapat



menyebabkan berkurangnya kemampuan kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sel imun tubuh menganggap sel yang mengalami



perubahan



tersebut



sebagai



sel



asing



dan



menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang menguatkan teori ini adalah bertambahnya kasus penyakit degenerative pada orang berusia lanjut. c. Teori Fisiologik Sebagai contoh, teori adaptasi stres (stress adaptation theory) menjelaskan proses menua sebagai akibat adaptasi terhadap stres. Stres dapat berasal dari dalam maupun dari luar, juga dapat bersifat fisik, psikologik, maupun sosial. d. Teori Psikososial Semakin lanjut usia seseorang, maka ia semakin lebih memperhatikan dirinya maupun arti hidupnya, dan kurang memperhatikan peristiwa atau isu – isu yang sedang terjadi. e. Teori Kontinuitas Gabungan antara teori pelepasan ikatan dan teori aktivitas. Perubahan diri lansia dipengaruhi oleh tipe kepribadiannya. Seseorang yang sebelumnya sukses, pada usia lanjut akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya serta tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya karena memiliki tipe kepribadian yang aktif dalam kegiatan sosial.



f. Teori Sosiologik Teori perubahan sosial yang menerangkan menurunnya sumber daya dan meningkatnya ketergantungan, mengakibatkan keadaan sosial yang tidak merata dan menurunnya sistem penunjang sosial. g. Teori pelepasan ikatan (disengagement theory) menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi penurunan partisipasi ke dalam masyarakat karena terjadi proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan – pelan dari kehidupan sosialnya. Pensiun merupakan contoh ilustrasi proses pelepasan ikatan memungkinkan seseorang untuk lepas dari tanggung jawab pekerjaan dan tidak perlu mengejar peran lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Teori mendapat banyak kritikan dari berbagai ilmuwan sosial. h. Teori Aktivitas Berlawanan dengan teori pelepasan ikatan, teori aktivitas ini menjelaskan bahwa lansia yang sukses merupakan lansia yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan sosial. Jika sebelumnya seseorang sangat aktif, maka pada saat usia lanjut ia akan tetap memelihara keaktifannya seperti peran dalam keluarga dan masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, karena ia tetap merasa dirinya berarti dan puas di hari tuanya.



Bila lansia kehilangn peran dan tanggung jawab di



masyarakat atau keluarga, maka ia harus segera terlibat dalam kegiatan lain seperti klub atau organisasi yang sesuai dengan bidang atau minatnya. 1.2.2 Teori Penuaan Ditinjau dari Sudut Biologis a. Teori error catastrophe Kesalahan susunan asam amino dalam protein tubuh mempengaruhi sifat khusus enzim untuk sintesis protein, sehingga terjadi kerusakan sel dan mempercepat kematian sel. b. Teori pesan yang berlebih – lebihan (redundant message) Manusia memiliki DNA yang berisi pesan yang berulang – ulang atau berlebih – lebihan yang menimbulkan proses penuaan. c. Teori imunologi Teori



ini



menekankan



bahwa



lansia



mengalami



pengurangan



kemampuan mengenali diri sendiri dan sel – sel asing atau pengganggu,



sehingga tubuh tidak dapat membedakan sel – sel normal dan tidak normal, dan akibatnya antibodi menyerang kedua jenis sel tersebut sehingga muncul penyakit – penyakit degeneratif (Fatimah, 2010). 1.3 Tipe-tipe Lansia Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah: 1.3.1 Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan. 1.3.2 Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan. 1.3.3 Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, jabatan, teman. 1.3.4 Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik. 1.3.5 Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget. 1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut: 1.4.1 Perubahan Fisik a. Sel Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel. b. Sistem Persyarafan Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu,



ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan. c. Sistem Penglihatan. Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun. d. Sistem Pendengaran. Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. e. Sistem Cardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg. f. Sistem pengaturan temperatur tubuh Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. g. Sistem Respirasi. Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.



h. Sistem Gastrointestinal. Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun. i. Sistem Genitourinaria. Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder. j. Sistem Endokrin. Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron. k. Sistem Kulit. Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis. l. System Muskuloskeletal. Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor. m. Perubahan Mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah: a) Perubahan fisik. b) Kesehatan umum. c) Tingkat pendidikan. d) Hereditas. e) Lingkungan.



f) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap. g) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit. h) Kenangan lama tidak berubah. i) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari factor waktu. n. Perubahan Psikososial a) Perubahan



lain



adalah



adanya



perubahan



psikososial



yang



menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic dan depresif. b) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi c) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi d) Sadar akan datangnya kematian. e) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit. f) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi. g) Penyakit kronis. h) Kesepian, pengasingan dari lingkungan social. i) Gangguan syaraf panca indra. j) Gizi k) Kehilangan teman dan keluarga. l) Berkurangnya kekuatan fisik. Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis. 1.4.2 Perubahan biologis meliputi : a) Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.



b) Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran. c) Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut. d) Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir e) Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari. f) Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan



berbahasa



kesultan



mengenal



benda-benda



kegagalan



melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana



mengatur



sesuatu



mengurutkan



daya



abstraksi



yang



mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. g) Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah. h) Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.



1.4.3 Kemunduran psikologis Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang berkepanjangan. 1.4.4 Kemunduran sosiologi Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin. 1.5 Perawatan Lansia Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu: 1.5.3 Pendekatan Psikis. Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab. 1.5.4 Pendekatan Sosial. Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa persaudaraan. 1.5.5 Pendekatan Spiritual. Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam keadaan sakit. 2.



Konsep Penyakit Arthritis Gout 2.1



Pengertian Gout Arthritis merupakan Suatu sindrom yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut yang banyak pada pria daripada wanita (Helmi, 2011). Gout merupakan terjadinya penumpukan asam urat dalam tubuh dan terjadi kelainan metabolisme purin. Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous



yang



berhubungan



dengan



defek



genetik



pada



metabolisme



purin



(hiperurisemia) (Brunner dan Suddarth, 2012). Asam uarat (uric-acid dalam bahasa inggris) adalah hasil akhir dari katobolisme (pemecahan) purin. Purin adalah salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA. Termasuk kelompok purin adalah adenosin dan Guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatobolisme (Ode, 2012). Gout merupakan penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat monohidratmonosodium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi (Arif Muttaqin, 2008). Gout adalah kerusakan metabolik yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi serum asam urat dan deposit kristal asam urat dalam cairan sinovial dan disekitar jaringan sendi. Gout juga dapat didefinisikan sebagai kerusakan metabolisme purin herediter yang menyebabkan peningkatan asam urat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh dan sendi (Mark A. GraberM.D, 2006). Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berdasarkan defek genetik pada metabolisme purin (hiperuresemia). Pada keadaan ini biasa terjadiover sekresi asam urat atau defekrenal yang mengakibatkan sekresi asam urat/kombinasi keduanya. Insiden penyakit gout sebesar 1-2%, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun dan 20 kali lebih sering pada pria daripada wanita. Penyakit ini terutama menyerang sendi tangan dan bagian metatarsofangeal kaki. Penyakit ini bersifat multisistemik yang disebabkan oleh hiperurisemia dan penimbunan kristal asam urat di dalam jaringan. Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin. Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.



2.2



Klasifikasi Klasifikasi Gout dibagi menjadi dua, yaitu : 1.



Gout primer. Gout primer dipengaruhi oleh faktor genetik atau herediter, terdapat produksi atau sekresi asam urat yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat dan tidak diketahui penyebabnya. Terutama mengenai pria usia lanjut, sepertiga penderita menunjukkan peningkatan produksi asam urat yang disebabkan karena pemecahan purin bertambah. Sepertiga lagi menunjukkan ekskresi asam urat oleh ginjal berkurang, sedangkan sisanya menunjukkan gejala campuran, yaitu disamping produksi asam urat meningkat, ekskresi asam urat juga berkurang. Beberapa faktor yang menunjang terjadinya gout primer antara lain adalah peminum alkohol yang berat, obesitas, dan obat-obatan misalnya tiazida.



2.



Gout sekunder. Gout sekunder dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu : a.



Produksi asam urat yang berlebihan, misalnya pada : 1) Kelainan



mieloproliferatif



(polisitemia,



leukemia,



mieloma



retikularis) 2) Sindrom Lesch-Nyhan yaitu suatu kelainan akibat defisiensi hipoxantinguaninfosforibosiltransferase yang terjadi pada anakanak dan pada sebagian orang dewasa 3) Gangguan penyimpanan glikogen 4) Penatalaksanaan anemia pernisiosa karena maturasi sel megablastik menstimulasi pengeluaran asam urat b.



Sekresi asam urat yang berkurang, misalnya pada gagal ginjal kronis, pemakaian obat-obat salsilat, tiazid, beberapa macam diuretik dan sulfonamid,



atau



keadaan



alkoholik,



asidosis



laktat,



hiperparatiroidisme, dan pada miksedema. 2.3



Etiologi Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Beberapa factor lain yang mendukung, seperti:



1. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya. 2. Faktor umum biasanya penyakit ini beragam penyebabnya, diantaranya adalah kurang tidur yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam laknat. Selain itu penggundaan sendi yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya peradangan.



Perandangan sendi juga bisa terjadi karena terlalu banyak



berjalan, naik turun tangga, sering jongkok berdiri juga bisa menyebabkan kelebihan asam urat pada jaringan atau persendian. 3. Faktor dari dalam lebih banyak terjadinya akibat proses penyimpangan metabolisme yang umumnya berkaitan dengan factor usia, dimana usia dia atas 40 tahun beresiko besar terkena asam urat. 4. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang akan menyebabkan pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda keton (hasil buangan metabolism lemak) yang meninggi. 5. Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat seperti aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol. 6. Mengkomsumsi makanan yang  mengandung kadar purin yang tinggi adalah jeroan yang dapat ditemukan pada hewan misalnya sapi, kambing dan kerbau. Kemudian kacang-kacangan, emping, melinjo, ikan, coklat, kopi, teh, dan minuman cola. 2.4



Manifestasi Klinis Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pada pria. Gout jarang ditemukan pada perempuan. Sekitar 95% kasus adalah pada lakilaki. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang memengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan dan gaya hidup.



Artritis gout muncul sebagai serangan peradangan sendi yang timbul berulangulang. Gejala khas dari serangan artritis gout adalah serangan akut biasanya bersifat monoartikular (menyerang satu sendi saja) dengan gejala : - Pembengkakan - Kemerahan - Nyeri hebat - Panas dan gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi mendadak (akut) yang mencapai puncaknya kurang dari 24 jam - Hiperurisemia : Keadaan hiperurisemia tidak selalu identik dengan artritis gout akut artinya tidak selalu artritis gout akut disertai dengan peninggalan kadar asam urat darah. Banyak orang dengan peninggian asam urat, namun tidak pernah menderita serangan artritis gout ataupun terdapat tofi. - Tofi : Tofi adalah penimbunan Kristal urat pada jaringan. Mempunyai sifat yang karakteristik sebagai benjolan dibawah kulit yang bening dan tofi paling sering timbul pada seseorang yang menderita artritis gout lebih dari 10 tahun. - Lokasi yang paling sering pada serangan pertama adalah sendi pangkal ibu jari kaki. Hampir pada semua kasus, lokasi arthritis terutama pada sendi perifer dan jarang pada sendi sentral. Terdapat 4 tahap perjalanan klinis dari penyakit gout, yaitu : 1.



Tahap pertama (hiperurisemiaasimtomatik) Dimana nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl dan pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum, tetapi pada tengah malam penderita mendadak terbangun karena rasa sakit yang amat sangat. Kalau serangan ini datang, penderita akan merasakan sangat kesakitan walau tubuhnya hanya terkena selimut atau bahkan hembusan angin.Hanya 20% dari pasien hiperurisemiaasimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.



2.



Tahap kedua (artritisgout akut) Pada tahap ini terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi metatarsofangeal. Artritis bersifat monoartikular



dan menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Perkembangan dari serangan akut gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa berikut. Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan didalam dan sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan goutseringkali terjadi sesudah trauma lokal atau rupturatofi (timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan asam urat di dalam serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu responfagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respon peradangan lainnya. Respon peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal serum. 3.



Tahap ketiga (goutinterkritikal) Pada tahap ini tidak terdapat gejala-gejala, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun, ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata berkisar 1 – 2 tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.



4.



Tahap keempat (gouttofuskronik) Dengan timbunan asam urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut artritisgout dapat terjadi dalam tahap ini.



Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas relatif asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara proporsional mungkin berkaitan dengan kadar asam urat serum. Bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar dan heliks telinga adalah tempattempat yang sering dihinggapi tofi. Secara klinis tofi ini mungkin sulit dibedakan dengan nodulreumatik. Pada masa kini tofi jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang tepat. Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk dalam interstitium medula, papila dan piramid, sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi. 5.



GoutAtipik, gambaran klinis poli-artikular adalah sebagai berikut : a. Bila tangan terkena, akan terjadi artritis kronis, yang gambaran klinis dan radiologisnya menyerupai artritisreumatoid, tetapi disertai adanya sejumlah nodul akibat pembentukan tofus. b. Efusi lutut. Biasanya ada riwayat bengkak pada ibu jari kaki, namun kadang klien tidak menyadarinya. Cairan sendi akan terlihat keruh dan mengandung kristal urat. c. Gout pada jaringan lunak.Awitan dapat disertai tendinitis Achilles atau bursitisolekranon dan dapat pula pada tenniselbow. Kadang-kadang tofus dapat terjadi pada kornea, jantung, lidah, bronkus dan pleura. Gambaran radiologis : pada stadium dini, tidak terlihat perubahan yang berarti dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanjut, terlihat erosi tulang seperti lubang-lubang kecil (punchout). Komplikasi pada ginjal berupa pielonefritis, batu asam urat, dan gagal ginjal kronis dan komplikasi pada kardiovaskuler berupa hipertensi dan sklerosis.



6.



Penimbunan kalsium pirofosfatdihidrat (KPFD). Istilah penimbunan kalsium pirofosfatdihidrat meliputi tiga hal yang saling tumpang tindih, yaitu ; a.



Kondrokalsinosis yaitu klasifikasi pada tulang rawan



b.



Pseudogout yaitu sinovitis yang disebabkan oleh penimbunan kristal



c.



Artropatipirofosfat kronis merupakan suatu penyakit degeneratif sendi



Ketiga keadaan diatas dapat muncul secara tunggal atau bersama-sama. Insiden terutama ditemukan pada wanita yang berusia di atas 60 tahun. Gangguan



metabolik



(hiperparatiroidisme



dan



hemokromatosis)



menyebabkan perubahan keseimbangan ion kalsium dan pirofosfat di dalam tulang rawan. Pembentukan pirofosfat secara abnormal dalam tulang rawan disebabkan oleh aktivitas enzim pada permukaan kondrosit, yang terdiri atas ion kalsium pada bagian matriks tempat inti kristal terjadi pada tulang rawan. Kristal kemudian membentuk tofus yang tampak sebagai kristal kartilago (seperti pada meniskus lutut, ligamen triangularpergelangan tangan, simfisispubis, dan diskus intervertebralis), tetapi dapat pula ditemukan pada tulang rawan artikularhialin, tendo, dan jaringan lunak peri-artikular. Selanjutnya, kristal KPFD menyebar ke dalam sendi dan menyebabkan reaksi inflamasi yang mirip penyakit gout. Adanya kristal KPFD dalam waktu yang lama juga memengaruhi terjadinya osteoartritis pada siku dan pergelangan kaki. Dapat pula ditemukan suatu reaksi hipertrofi yang ditandai dengan terbentuknya osteofit yang dapat menyebabkan destruksi sendi :  Kondrokalsinosis yang asimtomatik  Sinovitis akut (pseudogout)  Artropatipirofosfat kronis 7.



Penimbunan kalsium hidrosiapatite (KHA). Kristal KHA merupakan suatu komponen mineral tulang yang normal, tetapi ditemukan juga pada kerusakan jaringan. Penimbunan KHA pada sendi dan jaringan periartikular dapat menyebabkan reaksi akut/kronis atau artropati destruktif. Hiperkalsemia atau hiperfosfatemia yang lama dapat menyebabkan kalsifikasi yang luas. Penimbunan kristal KHA pada sendi dan sekitar sendi diakibatkan oleh kerusakan jaringan lokal seperti robekan ligamen, tendo yang aus, kerusakan tulang rawan atau proses degeneratif.



Kristal KHA sebesar 1 mm tertimbun di sekitar kondrosit pada tulang rawan artikular serta pada keadaan avaskular relatif/kerusakan tendo dari ligamen di sekitar sendi bahu/lutut. Penimbunan terjadi karena penambahan kristal di daerah tendo peri-artikular atau ligamen. Kadang kalsifikasi terlihat seperti kapur tulis. Tofus yang kecil biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi pada bentuk yang simtomatik tofus dikelilingi oleh reaksi vaskular dan inflamasi akut. Kristal di dalam sendi memicu terjadinya sinovitis yang menyebabkan destruksi dan artritiserosif. Ada dua gambaran klinis penimbunan KHA, yaitu : a. Peri-artritis akut/sub-akut. Pada keadaan ini, terjadi gangguan sendi akibat penimbunan KHA dan umumnya terjadi pada usia 30-50 tahun dengan keluhan nyeri pada salah satu sendi besar (terutama pada bahu dan lutut). Gejala dapat terjadi secara tiba-tiba atau setelah suatu trauma ringan berupa pembengkakan jaringan di sekitar sendi. Kadang-kadang awitan penyakit terjadi secara perlahan dan biasanya ditemukan pada struktur peri-artikular. Kedua keadaan ini sering mengenai sendi bahu. Gejala biasanya mereda setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang gejala hanya dapat berhenti bila klasifikasi yang ada diangkat atau dilakukan dekompresi bila terdapat penimbunan kristal pada jaringan sekitarnya. b. Artritis kronis destruktif. Kadang-kadang kristal KHA ditemukan pada artritis kronis erosif yang juga ikut menyebabkan artritis atau memperberat kelainan lain yang sebelumnya tidak jelas. Penimbunan KHA dapat pula terjadi pada artritis destruktif bahu terutama pada lansia kelainan pembungkus sendi bahu (rotator cufflesions). Pada foto polos tulang dapat terlihat :  Kalsifikasi tendo dan ligamen dari sendi yang berdekatan terutama pada pembungkus sendi bahu.  Tidak terlihat kalsifikasi pada tulang rawan artikular, diskus, serta meniskusdarifibrokartilago sebagaimana pada KPFD, tetapi sendi mungkin terlihat tidak utuh (terdapat gambaran loosebodies).



 Artritiserosif menyebabkan hilangnya ruang sendi dengan atau tanpa sedikit sklerosis dan pembentukan osteofit. Pada artritis destruktif, tulang subkondral mengalami erosi. 2.5



Patofisiologi Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh pembentukan berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin. Secara normal, metabolisme purin menjadi asam urat dapat diterangkan sebagai berikut:



Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway). 1.



Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui precursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat beberapa enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosil pirofosfat (PRPP) sintetase dan amido fosforibosil transferase (amido-PRT). Terdapat suatu mekanisme umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.



2.



Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebas, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalu izat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan PRPP untuk membentuk precursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh



duaenzim: hipoxantinguanin fosforibosil transferase (HGPRT) dan adenine fosforibosil transferase (APRT). Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorbsi di tubulus proksimal ginjal. Sebagian kecil asam urat yang diresorpsi kemudian diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urine.Pada penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan keseimbangan metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi: 1.



Penurunan ekskresi  asam urat secara idiopatik



2.



Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena gagal ginjal



3.



Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh tumor (yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi yang berperan)



4.



Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin



Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk Kristal mono natrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.



Adanya Kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan inflamasi melalui beberapa cara: 1. Kristal bersifat mengaktifkan system komplementer utama C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil kejaringan (sendi dan membrane sinovium). Fagositosis terhadap Kristal memicu



pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukotrien B. Kematian neutronfil menyebabkan keluarnya enzim lisosom yang destruktif. 2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan Kristal urat dalam sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga mengeluarkan berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF. Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di samping itu mengaktifkan selsinovium dan sel tulang rawan untuk menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera jaringan.



Penimbunan Kristal urat dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi sendi (ankilosis).Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa, jaringan lunak). Pengendapan Kristal asam urat dalam tubulus ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.



2.6



Pathway Penyakit Gout



Diet tinggi purin



Peningkatan pemecahan sel



Asam urat dalam serum



Katabolisme purin



Asam urat dalam sel keluar



Tidak dieksresi melalui urine Penyakit ginjal (glomerulonefritis dan gagal ginjal



Asam urat dalam serum meningkat



Kemampuan eskresi asam urat



Hipersaturasi asam urat dalam plasma dan garam urat di cairan tubuh



Peningkatan asam laktat sebagai produk sampingan metabolisme



Konsumsi alkohol



Terbentuk kristal monosodium urat (MSU)



Dibungkus oleh berbagai protein (termasuk IgG)



Merangsang neutrofil (leukosit PMN)



Di ginjal Penumpukan dan Penumpukan pengendapan MSU dan pengendapan MSU Pembentukan batu ginjal asam urat Proteinuria, hipertensi ringan, urin asam dan pekat



Dijaringan lunak dan persendian



Terbentuk fagolisosom Penumpukan dan pengendapan MSU



Nyeri hebat Gangguan pola tidur



Merusak selaput protein kristal



Pembentukan tophus



Respon inflamasi meningkat



Terjadi ikatan hidrogen antara permukaan kristal dengan membran Membran lisosom robek, terjadi pelepasan enzim dan oksidasi radikal kesitoplasma (synovial)



Resiko ketidakseimbangan volume cairan



Hipertermia



Terjadi fagositosis kristal oleh leukosit



Pembesaran dan penonjolan sendi



Peningkatan kerusakan jaringan



Deformitas sendi



Kontraktur sendi



Kekakuan sendi



Fibrosis/ ankilosis Kerusakan integritas tulang jaringan 2.7 Pemeriksaan Penunjang 1.



Hambatan mobilitas fisik



Serum asam urat Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.



2.



Angka leukosit Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm 3 selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.



3.



Eusinofil Sedimen rate (ESR) Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di persendian.



4.



Urin spesimen 24 jam. Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urine meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.



5.



Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi dari sebuah tofimenggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout.



6.



Pemeriksaan radiografi Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.



2.8



Penatalaksanaan Pengobatan



gout



bergantung



asimtomatik



biasanya



tidak



pada



tahap



membutuhkan



penyakitnya. pengobatan.



Hiperurisemia Serangan akut



artritisgout diobati dengan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi. Kemudian dosis ini diturunkan secara bertahap dalam beberapa hari. Pengobatan gout kronik adalah berdasarkan usaha untuk menurunkan produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi asam urat oleh ginjal. Obat alopurinol menghambat pembentukan asam urat dari prekursornya (xantin dan hipoxantin) dengan menghambat enzim xantinoksidase. Obat ini dapat diberikan dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali sehari. Obat-obatan urikosurik dapat meningkatkan ekskresi asam urat dengan menghambat reabsorpsitubulus ginjal. Supaya agen-agen urikosurik ini dapat bekerja dengan efektif dibutuhkan fungsi ginjal yang memadai. Kreatininklirens perlu diperiksa untuk menentukan fungsi ginjal (normal adalah 115-120 ml/menit). Probenesid dan sulfinpirazon adalah dua jenis agen urikosurik yang banyak dipakai. Jika seorang pasien menggunakan agen urikosurik maka dia memerlukan masukan cairan sekurang-kurangnya 1500 ml/hari agar dapat meningkatkan ekskresi asam urat. Semua produk aspirin harus dihindari, karena menghambat kerja urikosurik. Perubahan diet yang ketat biasanya tidak diperlukan dalam pengobatan gout. Menghindari makanan tertentu yang dapat memicu serangan mungkin dapat membantu seorang pasien, tetapi ini biasanya diketahui dengan mencoba-coba sendiri, yang berbeda-beda bagi tiap-tiap orang. Yang pasti, makanan yang mengandung purin yang tinggi dapat menimbulkan persoalan. Makanan ini termasuk daging dari alat-alat dalaman seperti hepar, ginjal, pankreas, dan otak, dan demikian beberapa macam daging olahan. Minum alkohol berlebihan juga dapat memicu serangan.



Pengaturan diet Selain jeroan, makanan kaya protein dan lemak merupakan sumber purin. Padahal walau tinggi kolesterol dan purin, makanan tersebut sangat berguna bagi tubuh, terutama bagi anak-anak pada usia pertumbuhan. Kolesterol penting bagi prekusor vitamin D, bahan pembentuk otak, jaringan saraf, hormon steroid, garam-garaman empedu dan membran sel.Orang yang kesehatannya baik hendaknya tidak makan berlebihan. Sedangkan bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan memilih yang rendah purin. Makanan yang sebaiknya dihindari adalah makanan yang banyak mengandung purin tinggi. Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin:  Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram makanan) adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.  Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram makanan) adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerangkerangan, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya, kangkung.  Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram makanan) adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan. Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk mengonsmsi bahan makanan golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan untuk banyak minum air putih. Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala peninggian asam urat darah, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terdekat untuk penanganan lebih lanjut.



Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan rutin memeriksakan diri kedokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan terus berlanjut. 2.9



Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi akibat goutarthritis antara lain : 1.



Deformitas pada persendian yang terserang



2.



Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih



3.



Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal



2.10 Pengkajian 1. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, Tgl MRS, No. Reg., dx medis. 2. Riwayat Penyakit a. Keluahan Utama Nyeri disertai pembengkakan dan kemerahan dari sendi yang sakit (terutama pada sendi metatarsofalongeal) pertama dari ibu jari. b. Riwayat Penyakit Sekarang P : Provokatif / Pallatif / Penyebab Kaji penyebab Q : Quantitas / Quantitas Nyeri Kaji seberapa sering px menyerangiai, tindakan apa yang dapat menyebabkan nyeri. R : Regional / area yang sakit Sering mengenai sendi dipangkal ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan dan sikut. S :  Severtity / Tingkat Keparahan Kaji derajat nyeri px demam menggigil T :  Time Kapan keluhan dirasakan ? 3. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji dan tanyakan pada klien apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama seperti saat ini ? 4. Riwayat Penyakit / Kesehatan Keluarga



a. Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien ? b. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serius yang lain seperti (HT, DM, TB, Pneumonia, dll.) 5. Riwayat Psikologis Spiritual a. Psikologi



: Tanyakan kepada klien apakah bisa menerima penyakit



yang dideritanya ? b. Sosial: Bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan di Rumah Sakit dan apakah klien bisa beradaptasi dengan klien yang lain ? c. Spiritual



: Apakah klien tetap beribadah dan melaksanakan ibadahnya



menurut agamanya ? 6. Pemenuhan Kebutuhan a. Pola Nutrisi Makan : Pada umumnya pasien gout artritis diberikan diit rendah putin pantangan makanan kaya protan. Minum



: Kaji jenis dan frekuensi minum sesuai dengan indikasi



b. Pola Eliminasi BAK : Kaji frekwensi, jumlah, warna dan bau. BAB : Kaji frekwensi, konsistensi dan warna c. Pola Aktivitas Biasanya pasien gout artritis pada saat melakukan aktivitas mengalami keterbatasan tentang gerak, kontrktur / kelainan pada sendi. d. Istirahat tidur Kaji pola kebiasaan pasien pada saat istirahta tidur dirumah maupun di rumah sakit. e. Personal Hygiene Kaji kebiasaan pasien dalam kebiasaan diri. (Mandi, gosok gigi, cuci tangan, kebersihan rambut, dll.) 7. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum b. TTV c. Kesadaran d. GCS 8. Pemeriksaan Persistem



a. Otot, Tulang, integument Otot, tulang 1) Mengalami atrofi pada otot. 2) Kontraktur / kelainan pada sendi. Integumen 3) Kaji tumor kulit. 4) Kulit tampak merah, keunguan, kencang, licin, teraba hangat pada waktu sendi membengkak. b. Pulmonaile 1) Kaji bentuk dada, frekwensi pernafasan. Apakah ada nyeri tekan. 2) Dan apakah ada kelainan pada bunyi nafas. c. Cardiovaskuler 1) Inspeksi : terjadi distensi vena 2) Palpasi



: Takhikardi



3) Auskultasi : Apakah ada suara jantung normal S1 dan S2 tunggal d. Abdomen Pada penderita Gout Artritis biasanya terjadi anoreksia dan konstipasi. e. Urologi Hampir pada 20 % penderita Gout Artritis memiliki batu ginjal. f. Muskuluskeletal 1) Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi. 2) Tofi dengan gout kronik, ini temuan paling bermakna. Tofi adalah pembesaran jaringan permanen diakibatkan dari deposit kristal urat natrium, dapat terjadi dimana saja pada tubuh tetapi umum ditemukan pada sendi sinovial, bursa alecranon dan vertebrate. 3) Laporan episode serangan gout adalah nyeri berdenyut, berat dan tak dapat ditoleransi. g. Reproduksi Biasanya mengalami gangguan pada saat melakukan aktivitas sexual akibat kekauan sendi. 2.11 Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak sendi



2. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri / sekunder terhadap fibrositas. 3. Risiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan dengan kesulitan ambulasi dan keletihan 4. Kurangnya defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan sekunder terhadap penyakit. 5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi terhadap penyakit. 2.12 Intervensi Keperawatan 1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak sendi Kriteria Hasil : a. Adanya dan tingkat nyeri. b. Fungsi dan mobilitas sendi : 1) Keterbatasan pada rentang gerak. 2) Adanya deformitas. c. Kekuatan Otot Intervensi : a. Berikan penghilang nyeri sesuai kebutuhan. Rasional : Nyeri dapat berperan dalam menurunkan mobilitas. b. Berikan dorongan kepatuhan pada program latihan yang ditentukan, yang dapat meliputi latihan berikut : 1) Rentang gerak 2) Penguatan otot 3) Ketahanan Rasional : Program latihan teratur meliputi aktivitas rentang gerak, isometrik dan aerobik tertentu dapat membantu mempertahankan integritas fungsi sendi. c. Berikan dorongan untuk melakukan latihan yang sesuai denga tingkat aktivitas penyakit. Rasional : Selama periode inflamasi akut, individu dapat mengimbolisasi sendi pada posisi yang paling nyaman.



2. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri / sekunder terhadap fibrositas. Kriteria Hasil : a. Kebutuhan Tidur yang lazim, pola, terbangun pada malam hari. b. Adanya nyeri pada malam hari. c. Adanya fibrositis sekunder, ditandai oleh : 1) Kesulitan mempertahankan tidur atau tidur non restoratif. 2) Karakteristik titik tubuh nyeri tekan setempat. Intervensi : a. Dorong klien untuk mandi dengan air hangat / pancur sebelum tidur, juga mungkin bermanfaat mandi pancur pada pagi-pagi untuk mengurangi kekakuan pagi. Rasional : Air hangat meningkatkan sirkulasi sendi yang emngalami inflamasi dan merilekskan otot b. Dorong pelaksanaan ritual menjelang tidur. Misal : aktivitas hygiene, membaca atau minum hangat. Rasional : Ritual menjelang tidur membantu meningkatkan relaksasi dan menyiapkan tidur. c. Lakukan tindakan penghilang nyeri sebelum tidur distraksi dan relaxsasi. Rasional : Klien dengan penyakit inflamasi sendi sering mengalami gejala yang memburuk pada malam hari. d. Anjurkan posisi sendi yang tepat : 1) Bantal untuk posisi ekstremitas. 2) Bantal servikal Rasional : Posisi tepat dapat membantu mencegah nyeri selama tidur dan terjaga. 3. Risiko tinggi terhadap isolasi sosial yang berhubungan dengan kesulitan ambulasi dan keletihan Kriteria Hasil : a. Pola sosial ini dan sebelumnya. b. Perubahan yang diantisipasi, keinginan terhadap suatu    peningkatan. Intervensi :



a. Dorong px untuk mengungkapkan perasaan dan mengevaluasi pola sosialisasinya. Rasional : klien yang dapat menentukan apakah pola sosialisasinya memuaskan atau tidak. b. Diskusikan keuntungan menggunakan waktu luang untuk mempercayai diri (Membaca / membuat kerajinan tangan). Rasional : Aktivitas hiburan dapat membuat seseorang lebih tertarik pada orang lain. c. Hindari menonton televisi berlebihan. Rasional : Selain pendidikan dokumenter, TV mendorong partisipasi pasif dan biasanya tidak menantang intelektual. d. Identifikasi hambatan utnuk kontak sosial. 1) Kurang transportasi 2) Nyeri 3) Penurunan mobilitas. Rasional : Masalah mobilitas umumnya menghambat mobilisasi, tetapi banyak kesulitan yang berkaitan dapat diatasi dengan perencanaan. 4. Kurangnya defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan sekunder terhadap penyakit. Kriteria Hasil : a. Kebutuhan akan dan kemampuan untuk menggunakan alat bantu. b. Besarnya ketidakmampuan pada aktivitas perawatan diri bisa teratasi. Intervensi : a. Rujuk ke terapi akupasi untuk instruksi teknik penghematan energi dan penggunaan alat bantu. Rasional : Terapi akupasi dapat memberikan instruksi khusus dan bantuan lebih lanjut. b. Berikan privasi dan lingkungan kondusif untuk melakukan setiap aktivitas. Rasional : Lingkungan yang nyaman, aman, dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan kemampuan perawatan diri. c. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat adekuat. Rasional : Kelelahan menurunkan motivasi untuk aktivitas perawatan diri.



d. Jelaskan keterbatasan bahan rujukan swa.bantu sepertii dari Yayasan Rematik. Rasional : Meningkatkan swa.bantu untuk meningkatkan harga diri. 5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi terhadap penyakit. Kriteria Hasil : a. Untuk meningkatkan pengetahuan px tentang atau pengalaman kondisi artritis baik pribadi atau saudara, teman : perasaan beban dan pertanyaan. b. Membantu kesiapan dan kemampuan px dan keluarga px untuk belajar dan menyerap informasi. Intervensi : a. Jelaskan tentang artritis inflamasi menggunakan alat bantu. Pengajaran yang sesuai dengan tingkat pengertian px dan keluarga px tentang : 1) Proses inflamasi 2) Fungsi dan Struktur sendi 3) Penyakit kronis alamiah Rasional : Untuk menekankan pengertian yang baik terhadap proses penyakit dan tindakan yang dilakukan klien utnuk mengatasi gejala dan meminimalkan dampak. b. Ajarkan klien untuk menggunakan obat yang diresepkan dengan tepat dan untuk segera melaporkan gejala efek samping. Rasional : Mentaati jadwal dapat membantu mencegah fluktuasi kadar obat dalam darah yang dapat menurunkan efek samping. c. Jelaskan penggunaan modalitas tindakan lain seperti : 1) Penggunaan pemanas atau pendingin lokal. 2) Alat bantu 3) Latihan Rasional : Cedera dapat menurunkan mobilitas lebih jauh dan motivasi untuk melanjutkan terapi d. Jelaskan hubungan stress pada penyakit inflamasi. Diskusikan tentang teknik penatalaksanaan stress : 1) Relaksasi pronfesik



2) Bimbingan imajinasi 3) Latihan teratur. Rasional : Penggunaan efektif teknik penatalaksanaan stress dapat membantu meminimalkan efek stress pada proses penyakit. e. Pertegas pentingnya perawatan tindak lanjut rutin. Rasional; : Perawatan tindak lanjut dapat mengidentifikasi dini komplikasi dan membantu mengurangi ketidakmampuan karena disuse.



DAFTAR PUSTAKA Agustian Hari. 2019. Pelayanan Pemenuhan Kebutuhan Lansia Di Panti Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PPSLU) Sudagaran Banyumas. Skripsi. Institusi Agama Islam Negeri Purwokerto. Brunner & Suddath.2012. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Darmojo Boedi & H. Hadi Martono. 2006. Geriarti (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) (Edisi 5).Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Dwiyanti dan Fitri. 2012. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada lansia dimensia oleh keluarga. Jurnal Nursing Studies. Volume 1 : Halaman 175-182. Graber, Mark. A, Toth, Peter P, MD, Robert L. Hearting, Jr., MD. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga Edisi 3. Jakarta: EGC. Helmi, Zairin Helmi. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika. Muttaqin, Ns. Arif, S. Kep. 2008. Buku Asuhan Keperawatan Klien Gangguan



Sistem



Muskuloskeletal. Jakarta: EGC. Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Nasar, imade, Himawan, sutisna, WirasmiMarwoto. 2010. Buku Ajar Patologi (KHUSUS) Edisi Ke-1. Jakarta: Sagung Seto. Nurarif, A.H., & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revisi). Yogyakarta : Mediacton. Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Padila. 2013. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika. Price. A. Sylvia &Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. Sunusi M. 2006. Kebijakan Pelayanan Sosial Lanjut Usia. Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Jakarta. Tamher, S. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Wilkinson. J. 2016. Diagnosis Keperawatan: Diagnosisi Nanda-1, Intervensi NIC, Hasil NOC. Jakarta: EGC.



Banjarmasin,



Juni 2020



Pembimbing Akademik,



Ners Muda,



(Yosra Sigit Pramono, Ns.,M.Kep)



(Nazila Rahmatina, S.Kep)