Laporan Pendahuluan Tuli [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Tuli Sensorineural



A. Definisi Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf otak yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol.Dapat juga disebabkan tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuoroma akustik, tumor sudut pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. (Indro Soetirto: 2003)



B. Etiologi -



Mengidap penyakit meniere, neuroma akustik, meningitis, ensefalitis, atau sklerosis multipel. Faktor keturunan. Cedera kepala. Serangan stroke. Kondisi autoimunitas. Kelainan telinga. Kemoterapi. Obat-obatan antibiotik tertentu. Radioterapi untuk kanker hidung. Infeksi virus di telinga bagian dalam atau di saraf pendengaran



Faktor-faktor resiko tinggi yang penyebab tuli sensorineural yaitu:



a. Tuli Bawaan (Genetik). b. Tuli Rubella. c. Tuli dan Kelahiran Prematur d. Tuli Ototosik.



C. KlasifikasiDibagi menjadi tuli sensori neural coklea atau retrokoklea. a. Tuli sensori neural coclea - Aplasia (kongenital) - Labirintitis oleh bakteri/virus - Intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol. - Trauma kapitis - Trauma akustik - Pemaparan bising - Presbicusis b. Tuli sensori neural retrokoklea - Neuroma akustik - Tumor sudut pons serebellum - Cidera otak - Perdarahan otak



D. Manifestasi Klinis Rasa tidak enak di telinga, tersumbat, dan pendengaran terganggu. Rasa nyeri akan timbul bila benda asing tersebut adalah serangga yang masuk dan bergerak serta melukai dinding liang telinga. Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa corong telingaakan tampak benda asing tersebut.



E. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Dengan Garputala



Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan b. Audiometri Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus. c. Audimetri Ambang Bicara



Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar. d. Diskriminasi Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya hampir sama.Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang dengan benar)biasanya berada dalam



batas



normal.Pada



tuli



sensori,



nilai



diskriminasi



berada



di



bawahnormal.Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal. e. Timpanometri Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan padaanakanak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa: ·



penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga



tengah dengan hidung bagian belakang) ·



cairan di dalam telinga tengah



·



kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan



suara melalui telinga tengah. Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di



telinga tengah).Dalam keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah ataumenjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksiselama telinga menerima suara yang gaduh. f. Respon Auditoris Batang Otak Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran.Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak. g. Elektrokokleografi Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsipendengaran sensorineural.Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilaipendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadarterhadap suara.Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura tuli).Beberapa pemeriksaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang mengolah pendengaran di otak. Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk: · mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan · memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima pesan yang lain · menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan yang bermakna · menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada waktu yang bersamaan.



Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri. Kelainan



pada



batang



otak



bisa



mempengaruhi



kemampuan



dalam



menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara. Beberapa pemeriksaan yang khusus dilakukan pada anak – anak adalah: 1. Free Field Test Dilakukan pada ruangan kedap suara dan diberikan rangsangan suara dalam berbagai frekuensi untuk menilai respons anak terhadap bunyi 2. Behavioral Observation (0 – 6 bulan) Pada pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa perubahan sikap atau refleks pada bayi yang sedang diperiksa 3. Conditioned Test (2 – 4 tahun) Anak dilatih untuk melakukan suatu kegiatan saat mendengar suara stimuli tertentu. 4. B.E.R.A (Brain Evoked Response Audiometry) Dapat menilai fungsi pendengaran anak atau bayi yang tidak kooperatif



F. Penatalaksanaan Pengobatan



untuk



penurunan



fungsi



pendengaran



tergantung



kepada



penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.



a. Alat bantu dengar Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar.



Alat bantu dengar terdiri dari:- Sebuah mikrofon untuk menangkap suaraSebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan. Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut: - kemampuan mendengar penderita - aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja keterbatasan fisik - keadaan medis - penampilan- harga 1) Alat Bantu Dengar Hantaran Udara Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka. 2) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak. 3) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.Alat ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain. 4) CROS (contralateral routing of signals)



Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi pendengaran pada salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi. 5) BICROS (bilateral CROS) Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini. 6) Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari telinganya keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga. b.



Pencangkokan koklea



Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian: -



Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar



-



Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap oleh mikrofon



-



Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik



-



Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak. Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita



tuli dan membantu mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan. Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak.



G. Konsep Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Riwayat : - identitas pasien, - riwayat adanya kelainan nyeri, - infeksi saluran nafas atas yang berulang, - riwayat infeksi - nyeri telinga - rasa penuh dan penurunan pendengaran - suhu meningkat - malaise - vertigo - Aktifitas terbatas - Takut mengahadapi tindakan pembedahan



b. Pemeriksaan fisik B1(breathing)



: infeksi saluran pernafasan atas yang



berulang B2(blood)



: tidak ada kelainan pada sistem



kardiovaskuler B3(brain)



: pusing, vertigo,nyeri, rasa penuh pada



telingga B4(bladder)



: tidak ada kelainan



B5(bowel)



: tidak ada kelainan



B6(bone&muskuluskeletal)



: malaise, aktivitas terbatas, suhu meningkat



c. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan 2. Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telingatengah 3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri 4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore 5. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan 6. Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan 7. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi. 8. Gangguan



harga



diri



rendah



berhubungan



dengan



berkurangnya



pendengaran.



d. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyerim



Intervensi: · Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas, gunakan tingkat ukuran nyeri R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya · Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri (misalnya imajinasi, musik, relaksasi) R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi nyeri · Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam R/ : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi tingkat nyeri. · Berikan analgesik jika dipesankan R/ : analgesic dapat mengurangi nyeri.



2. Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah Tujuan : Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik Intervensi: · Kaji tingkat gangguan persepsi pendengaran klien R/ : untuk mengukur tingkat pendengaran pasien guna intervensi selanjutnya · Berbicara pada bagian sisi telinga yang baik R/ : berbicara pada bagian sisi telinga yang baik dapat membatu klien dalam proses komunikasi · Bersihkan bagian telinga yang kotor R/ : telinga yang bersih dapat membantu dalam proses pendengaran yang baik · Kolaborasi dengan dokter dengan tindakan pembedahan R/: tindakan pembedahan dapat membatu klien memperoleh pendengaran yang baik



3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik Intervensi: ·Kaji tingkat intoleransi klien R/ : Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya



·Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari R/ : Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan klien ·Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan R/ : Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar ·Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien R/ : Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien selama perawatan ·Ajurkan klien untuk istirahat yang cukup R/ : Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran energy.



4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otorrhea. Tujuan : pola koping klien adekuat Intervensi: ·Kaji tingkat koping klien terhadap penyakit yang dialaminya R/ : Untuk mengetahui tingkat koping pasien terhadap penyakitnya guna intervensi selanjutnya. ·Kaji tingkat pola koping keluarga terhadap penyakit yang dialami klien R/ : Pola koping keluarga mempengaruhi koping pasien terhadap penykitnya ·Berikan informasi yang adekuat mengenai penyakit yang dialami klien. R/ : Informasi adekuat dapat memperbaiki koping pasien terhadap penyakitnya ·Berikan motivasi kepada klien dalam menghadapi penyakitnya R/ : Motivasi dapat membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya dan menjalani pengobatan sehingga klien tidak merasa sendirian. ·Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien. R/ : Motivasi dari keluarga sangat membantu proses koping pasien.



5. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan Tujuan : klien dapat mengerti mengenai penyakitnya. Intervensi:



·Kaji tingkat pendidikan klien R/ : Untuk mengetahui tingkat pendidikan klien guna intervensi selanjutnya ·Kaji tingkat pengetahuan klien tentang prognosis penyakitnya R/ : untuk mengukur sejauh mana klien mengetahui tentang penyakitnya ·



Berikan



informasi yang lengkap mengenai penyakit klien. R/ : informasi yang lengkap dapat menambah pengetahuan klien sekaligus mengurangi tingkat kecemasan · Berikan informasi yang akurat jika klien membutuhkan informasi tentang penyakitnya. R/ : pemberian informasi yang akurat dapat menambah informasi tentang penyakit yang dialami klien



6. Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan Tujuan : klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria. Intervensi: · Kaji tingkat ansietas klien terhadap penyakitnya R/ : untuk mengukur tingakt kecemasan klien terhadap penyakitnya guna implementasi selanjutnya. ·Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnyaR/ : sebagai tolak ukur untuk memberikan informasi selanjutnya mengenai penyakit yang di alaminya. ·Berikan informasi klien tentang penyakitnya. R/: Informasi yang adekuat dapat mengurangi kecemassan klien terhadap penyakitnya ·Berikan dorongan pada klien dalam menghadapi penyakitnya. R/: Dorongan yang adekuat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien sekaligus memberikan perhatian kepada klien. ·Libatkan



keluarga



klien



dalam



proses



pengobatan



R/: Keluarga klien memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan dan menurunkan tingkat kecemasan klien.



7. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi. Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang. Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekhawatirannya. Intervensi Keperawatan : · Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi. R/ Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya. ·Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien. R/ Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien. · Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien. R/ Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.



8. Gangguan



harga



diri



rendah



berhubungan



dengan



berkurangnya



pendengaran. Tujuan



: Pendengaran menjadi normal, sehingga meningkatkan rasa



percaya diri klien Kriteria Hasil : Percaya diri klien meningkat karena dapat mendengar dengan normal. Intervensi keperawatan : · Menggunakan alat bantu pendengaran, seperti koklear implant.



R/ dengan menggunakan alat bantu pendengaran meningkatkan respon pendengaran klien, sehingga klien dapat mendengar suara dengan normal, sehingga komunikasi klien dengan orang lain tetap lancar. · Ajari klien menggunakan bahasa isyarat, atau body language dan media tulisan. R/ Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa tubuh atau bahasa isyarat lainnya dan bisa juga dengan ditulis, sehingga komunikasi klien tetap lancar. ·Ajari keluarga dan kolega klien untuk berbicara lebih keras atau cenderung mendekat ke telinga yang sehat. R/ Memudahkan klien untuk mendengar, sehingga komunikasi klien tetap lancar, harga diri klien meningkat.



DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.



George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta. Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya Rukmin, Sri; Herawati, Sri. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. EGC. Jakarta. http://www.nezfine.files.wordpress.com20100520.pdf diakses



pada



tanggal 14



November 2011 http://www.scribd.com/doc/23723412/TULI-SENSORINEURALdiakses



pada



tanggal14 November 2011 Soetirto, Indro.2003. Tuli Akibat Bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Ed.3 Editor: H. Efiaty A.Soepardi dkk. Jakarta: FKUI