Laporan PKL Senin Fixed 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN Judul : Penentuan Ketidakpastian Persen Air Dry Loss (ADL) pada batubara dengan Metode ASTM (American Society for Testing and Materials). Nama : Nahda Nadia Nurdin NIM : 1207035027 Pembimbing I,



Pembimbing II (mitra),



Dr. Saibun Sitorus, M.Si NIP. 19661010 199102 1 004



Yasser Arafat, S.Si



Mengetahui, Ketua Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mulawarman,



Dr.Erwin,M.Si NIP. 19701001 199512 1 001



Manager PT.GEOSERVICES



Zainal Afandi, S.T Menyetujui,



Pembantu Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman



Dr. Sri Wahyuningsih, M.Si NIP. 19690413 200012 2 001



HALAMAN PENGESAHAN UJIAN LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN Judul : Penentuan Ketidakpastian Persen Air Dry Loss (ADL) pada batubara dengan Metode ASTM (American Society for Testing and Materials). Nama : Nahda Nadia Nurdin NIM : 1207035027 Menyetujui,



Pembimbing



Penguji



Dr. Saibun Sitorus, M.Si NIP. 19661010 199102 1 004



Dr. Bohari, M.Si NIP. 19651105 199103 1 003



Menyetujui, Ketua Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mulawarman,



Dr. Erwin, M.Si NIP. 19701001 199512 1 001



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya serta usaha, tekad, dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan menyusun Laporan Praktek Kerja Lapangan ini. Adapun



penyusunan laporan



ini ditunjukkan



untuk memenuhi



persyaratan kurikulum yang berlaku pada Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mulawarman setelah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL). Di samping itu, Praktek Kerja Lapangan ini juga dapat menambah dan memperluas pengalaman serta menambah dan memperluas pengalaman serta pengetahuan penulis guna melengkapi materi-materi yang diperoleh di bangku perkuliahan terhadap aplikasi di lapangan. Selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan serta bantuan dari banyak pihak. Dengan demikian penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.



Bapak Dr. Erwin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas



2.



Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman. Bapak Dr. Saibun Sitorus, M.Si selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak membantu dalam meyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan memberikan masukan kepada penulis selama proses pembuatan



3.



laporan ini. Bapak Dr. Bohari, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan



4.



masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis. Kedua orang tua dan saudara saya, atas segala dukungan serta doa yang telah



5.



diberikan kepada saya selama ini. Bapak Zainal Afandi S.T selaku Manager PT. GEOSERVICES Samarinda yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktek di laboratorium tersebut.



6.



Bapak Yasser Arafat, S.Si selaku Pembimbing mitra PKL yang telah membantu serta mendukung penulis untuk menyelesaikan proses pembuatan



7.



laporan ini. Supervisor Bapak Supriadi dan Bapak Yuliansyah serta Leader Preparasi Bapak Syalehuddin Yunus dan Bapak Yadi juga Leader Laboratorium Mas Budi Siswanto dan Mas Aji, yang selalu membimbing dan mengawasi



8.



penulis selama melaksanakan PKL. Analis dan karyawan-karyawan Preparasi yang selalu menghibur dan



9.



membantu selama dalam kegiatan PKL. Teman-teman PKL yaitu Tangke Veronika, Nurlela Harsuma, Alpina Nora Kaban, dan Nazaratun Thaiyibah yang selalu membantu, memberi masukan,



mendukung, menghibur dan menemani selama PKL berlangsung. 10. Rekan-rekan seperjuangan Kimia Angkatan 2012. 11. Dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang dapat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan pada masa yang akan datang. Akhir kata, semoga laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi semua dan semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua, Amin. Samarinda, 28 Februari 2016 Penulis



Nahda Nadia Nurdin



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lokasi Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi, yakni lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng Samudra Pasifik melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan potensi pertambangan yang telah diakui di dunia. Namun, potensi yang sangat tinggi ini masih belum tergali secara optimal. Disamping itu, tingkat investasi di sektor ini relatif rendah dan menunjukkan kecenderungan menurun akibat terhentinya kegiatan eksplorasi di berbagai kegiatan pertambangan. Sejarah pertambangan di Indonesia dimulai pada tahun 1849 di daerah Pengaran, Kalimantan Timur. Pada tahun 1888, sebuah perusahaan bernama N. V. Oost Borneo milik Belanda memulai kegiatannya di Palarang, yaitu terletak di



10 km sebelah



tenggara Samarinda, Kalimantan timur. Hingga Perang Dunia II, terdapat perusahaanperusahaan kecil yang bergerak dalam penambangan batubara dan pada saat itu (tahun 2005) di Kalimantan terdapat puluhan perusahaan penambangan batubara baik skala besar maupun skala kecil. Demikian bagus pemasaran batubara saat itu membuat orang berkeinginan untuk mendapatkan Izin Usaha Penambangan Batubara. Untuk peningkatan kompetensi mahasiswa dan pengenalan ruang lingkup aplikasi ilmu kimia dalam kegiatan industri, maka diperlukan suatu kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa diluar aktivitas perkuliahan kampus. Salah satu kegiatan ini adalah Praktek Kerja Lapangan (PKL). Kegiatan PKL ini dapat dilakukan disektor pekerjaan apapun yang tentu saja terkait dengan ilmu kimia, program serta kurikulum pendidikan sarjana (S1) FMIPA Universitas Mulawarman Samarinda sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya di tempat pelaksanaan PKL untuk menyiapkan dan menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kuantitas dan kualitas yang baik di Universitas Mulawarman Samarinda. Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batubara. Pembakaran batubara merupakan metode pemanfaatan batubara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas



sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batubara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan. Batubara merupakan salah satu sumber daya alam di Indonesia yang diperkirakan mempunyai pandangan produksi terbesar dan tersebar di daerah Sumatera, Jawa maupun Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu penghasil batubara dengan cadangan produksi terbesar di Indonesia selain di pulau Sumatera. Sejalan dengan itu, pemerintah telah melibatkan pihak swasta dalam pengusahaan pengembangan batubara. Dewasa ini pemerintah tengah meningkatkan pemanfaatan batubara sebagai energi alternatif baik untuk keperluan domestik seperti pada sektor industri dan pembangkit tenaga listrik, maupaun untuk ekspor. Aspek nilai dagang/pasar yang mengutamakan kualitas dalam sistem komersial batubara merupakan salah satu faktor pendorong perusahaan-perusahaan tambang batubara untuk menentukan analisis kadar batubara. Laboratorium PT. Geoservices cabang Samarinda merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa analisa dan pengujian terhadap beberapa parameter kualitas batubara dan komoditas lainnya, yang disesuikan pada peruntukan tertentu. PT. Geoservices cabang Samarinda pada Laboratorium 1 dapat menganalisa batubara dengan beberapa parameter yaitu analisa proximat, analisa Total Sulfur, analisa Calorific Value (CV) dan juga Ash Fussion Temperature (AFT). Oleh karena itu, pada kegiatan PKL ini dilakuan suatu uji percobaan mengenai perhitungan ketidakpastian persen Air Dry Loss (ADL) pada batubara dengan menggunakan metode ASTM (American Society For Testing and Material) dan ISO (International Standart Organization) sebagai metode pembandingnya. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1. Mengetahui hasil ketidakpastian asal homogenitas pada suhu 400C dan ketidakpastian efek ruang pada suhu 300C dengan metode ASTM 2. Mengetahui cara menentukan kualitas batubara yang baik 3. Mengetahui metode analisa yang digunakan pada Laboratorium PT. Geoservices 1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1. Dapat menambah ilmu dan wawasan tentang analisa batubara 2. Sebagai sarana pembelajaran serta menambah pengalaman mengenai batubara



di dalam dunia kerja 3. Menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam berkerja khususnya dalam bidang pengujian di laboratorium. 1.4 Lokasi dan Topik Praktek Kerja Lapangan (PKL) 1.4.1 Tempat PKL



: Bertempat di Laboratorium PT. GEOSERVICES, LP-071IDN, Samarinda Jl. Wijaya Kusuma Samarinda, Kalimantan Timur.



1.4.2 Alasan Pemilihan



: 1. Merupakan salah satu Laboratorium penguji iyang sudah



terakreditasi



oleh



Komite



iAkreditas



Nasional. 2. Memiliki ritme kerja yang sesuai dengan idisiplin ilmu yang selama ini telah dipelajari. 3. Dapat mengaplikasikan teknik-teknik analisa ikimia idimulai dari tahap awal hingga akhir i(tahap preparasi ihingga analisa). 1.4.3 Topik PKL



:



Penentuan ketidakpastian % Air Dry Loss (ADL) idengan metode ASTM dan metode ISO sebagai imetodeipembanding.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perseroan Terbatas



Geoservices



adalah perusahaan konsultan yang



seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta nasional. Dua pendiri utama perusahaan ini adalah master dari Colorado School Of Mines, yaitu bapak H.L Ong mendapatkan gelar Doctor (Dr) dalam ilmu geokimia pada tahun 1968 sedangkan bapak Durban L. Ardjo, mendapatkan masternya (M.Sc) dalam metalurgi pada tahun 1965. Sejak didirikan pada tahun 1971 PT. Geoservices Cabang Samarinda terus berkembang dalam memberikan pelayanan di bidang pertambangan seperti batubara, mineral, geothermal dan minyak. Laboratorium batubara didirikan pada tahun 1982 dengan laboratorium pusatnya di Bandung, untuk mendapatkan kepercayaan para pemakai jasa terhadap pelayanan laboratorium PT. Geoservices telah bekerjasama dengan dua buah perusahaan Australia yang bergerak dalam bidang batubara yaitu ACIRL (Australia Coal Industry Research Laboratories) dan CCI (Carbon Consulting International). Laboratorium kimia ini termasuk salah satu unit kerja yang didirikan pertama kali disamping unit kerja lainnya seperti pemetaan dan eksplorasi, pelayanan yang dapat diberikan pada waktu itu adalah pemeriksaan kualitas air. Sekarang laboratorium PT. Geoservices selain dapat melayani pemeriksaan mineral dan air, juga dapat melayani pemeriksaan kualitas batubara, minyak dan gas. Perseroan Terbatas Geoservices Cabang Samarinda didirikan pada bulan Desember 1990 dan laboratorium Cabang Samarinda sangat baik dan menerima komisi dari perusahaan penghasil batubara yang berada di kawasan Kalimantan untuk melaksanakan pengambilan contoh produksi RUN OF MINING (ROM) tempat preparasi batubara untuk perkapalan.



Laboratorium berlokasi di jalan Wijaya Kusuma No. 25 A Samarinda, Laboratorium tersebut terdiri atas : 1. 2. 3. 4.



Unit kerja Preparasi Unit kerja Analisa Unit kerja Sampling dan Inspeksi Ruang kantor / Administrasi



2.2 Lingkup Kerja Perseroan Terbatas Geoservices-Coal Division Cabang Samarinda merupakan laboratorium pengujian dan analisis batubara yang mempunyai komitmen penuh untuk melaksanakan pengujian dan kalibrasi secara professional yang dapat bertanggung jawab. Untuk seluruh jajaran manajemen devisi batubara berketepatan untuk menerapkan berbagai standar mutu dan menuntut semua personil yang terlibat di dalamnya dan pelaksanaannya dalam memahami kebijakan mutu PT. Geoservices memiliki komitmen untuk selalu mengacu kepada berbagai standar seperti, ASTM dan ISO yang berlaku bagi jenis dan ruang lingkup pengujian yang diemban PT. Geoservices. Secara garis besar lingkup kerja PT. Geoservices terdiri dari tiga tahapan kerja, diantaranya adalah : 1. Sampling Yaitu proses pengambilan sampel, yang meliputi jenis sampel yang akan diambil, perencanaan dan pelaksanaan sampling itu sendiri. 2. Preparasi Sampel Suatu proses pengerjaan sampel untuk persiapan menjadikan ukuran yang jumlahnya sedikit dan mewakili sampel asal yang dapat dikirim ke laboratorium untuk dianalisa, yang meliputi tahapan kerja sebagai berikut: a. Pengeringan (Air Drying) Diperlukan bila sampel susah untuk digerus karena masih basah. b. Memperkecil Ukuran Memperkecil partikel dengan crushing kemudian penggilingan (milling). c. Pencampuran (Mixing)



Mencampur sampel supaya homogen. d. Pembagian (Dividing) Membagi sampel menjadi beberapa bagian untuk mendapatkan sampel yang sedikit namun representative. e. Penyimpanan (Storage)



Menyimpan sampel sebagai cadangan bila dilakukan pengulangan analisa, penambahan analisa dan pengkompositan sampel (blending). 3. Analisis Laboratorium Analisis kimia digunakan untuk menentukan unsur-unsur atau parameterparameter baik dalam pengotor maupun zat batubara itu sendiri. Analisis kimia batubara yang dikerjakan PT. Geoservices adalah: a. Analisis Proximate yang meliputi penentuan Moisturein Sample Analysis, Ash Content, Volatile Matter, Fixed Carbon. b. Total Moisture (meliputi Free Moisture dan Residual Moisture). c. Analisis Ultimate yang meliputi Karbon, Hidrogen, Nitrogen, Sulfur dan



Oksigen. d. Analisis parameter khusus bahan bakar batubara : a) Penentuan kekerasan batubara (Hardgrove Grindabillity Index). b) Penentuan Calorific Value. e. Analisis dan penentuan tambahan (bila diperlukan) a) Analisis ayak (Size Analysis). b) Relative Density. c) Equilibrium Moisture / Moisture Holding Capacity. d) Ash Fusibility. f. Analisis Coke Properties (Crucible Swelling Number / Free Swelling Index, Gieseller Plastometer, Gray King Coke dsb). g. Analisis detail kandungan ash (SiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO, TiO2, Na2O, K2O, Mn3O4, P2O5, SO3 dan trace element). h. Analisis lainnya (Bulk Density, Abbrasive Index, Maceral Properties, Form of Sulphur dan lain-lain). 2.3 Pengertian dan Penggolongan Batubara Salah satu jenis bahan tambang adalah batubara. Istilah batubara merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu coal. Batubara merupakan suatu campuran padatan yang heterogen dan terdapat di alam dalam tingkat/grade yang berbeda dari lignit, subbitumine, antarasit (Sukandarrumidi, 1995). Batubara merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sesuai degan namanya batubara adalah batuan yang mudah terbakar. Sudah bukan rahasia, bahwa sebagian besar pembangkit listrik yang beroperasi (di Indonesia) hingga saat ini masih memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya. Tanpa batubara bisa dipastikan sebagian wilayah Indonesia tidak berlistrik, batubara yang tersedia di Indonesia juga cukup



melimpah



terutama



di



pulau



Sumatera



dan



Kalimantan



(www.chemistryexplained.com). Batubara



dapat



digolongkan



menurut



kualitasnya



dan



sifatnya.



Penggolongan batubara berdasarkan kualitasnya merupakan penggolongan batubara yang didasarkan pada tingkat baik atau buruknya mutu bartubara tersebut. Penggolongan batubara berdasarkan kualitasnya dibagi menjadi dua macam, yaitu kualitas tinggi dan kualitas rendah. Batubara kualitas tinggi merupakan batubara yang nilai kalorinya diatas 5000 kkal/kg. Sementara itu batubara kualitas rendah (lignite) adalah batubara nilainya dibawah 5000 kkal/kg. Berdasarkan data, cadangan batubara Indonesia sebesar 43,6 miliar ton. Sebanyak 58,6% dari cadangan itu merupakan batubara kualitas rendah (HS Salim, 2006). Penggolongan batubara berdasarkan sifatnya merupakan penggolongan batubara dari ciri khas atau sifat yang ada pada batubara tersebut. Batubara menurut



sifatnya



dibagi



menjadi



tiga



macam,



yaitu



antrasit,



bitumine/subbitumine, dan lignit (brown coal) (Sukandarrumidi, 1995). Menurut HS Salim, adapun Sifat-sifat batubara antrasit, yaitu: 1. Warna hitam mengkilat, kompak; 2. Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi; 3. Kandungan air sangat sedikit; 4. Kandungan abu sangat sedikit; 5. Kandungan sulfur sangat sedikit. Sifat batubara bitumine/subbitumine adalah: 1. Warna hitam mengkilap, kurang kompak; 2. Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi; 3. Kandungan air sedikit; 4. Kandungan abu sedikit; 5. Kandungan sulfur sedikit. Sifat batubara lignit (brown coal) adalah: 1. Warna hitam, sangat rapuh; 2. Nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit; 3. Kandungan air tinggi; 4. Kandungan abu banyak; 5. Kandungan sulfur banyak. Di samping pembagian itu, di dalam dunia perdagangan dikenal istilah hard coal dan brown coal. Hard coal adalah jenis batubara yang menghasilkan gross kalori lebih dari 5.700 kkal/kg. Hard coal dibagi menjadi :



1. Kandungan zat terbang (volatile matter) hingga 33%, termasuk kelas 1 – 5 2. Kandungan zat terbang (volatile matter) hingga 33%, termasuk kelas 6 – 9.



Brown coal merupakan batubara dengan nilai kalor yang rendah. Sebenarnya masih ada lagi pembagian lainnya yaitu, batubara dengan sifat analisisnya batubara kaitannya volatile matter. Namun, pembagian yang paling mendasar adalah pembagian pada kualitas batubara karena pembagian ini didasarkan pada nilai komersial dan penggunaannya. Semakin tinggi kualitas batubara, semakin tinggi harganya. Akan tetapi, semakin rendah kualitas batubara, semakin rendah harganya. Batubara yang berkualitas tinggi dapat diekspor ke luar negeri. Negaranegara yang menjadi konsumen batubara kualitas tinggi adalah Jepang, Taiwan, Korea dan Negara-negara Asean. Sementara itu, batubara yang kualitasnya rendah digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebanyak 58,6% dari total batubara Indonesia merupakan batubara kualitas rendah sehingga batubara kualitas ini sulit untuk bersaing di pasaran luar negeri (HS Salim, 2006). Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu : 1. Teori In-situ Pada teori ini batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi dihutan basah dan berawah, sehingga pohonpohon dihutan tersebut pada saat mati dan roboh langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik. Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik, penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas biasa dijumpai di wilayah Muara Enim dan Sumatera Selatan. 2. Teori Drift Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dan bukan ditempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadidi delta-delta dan menpunyai cirri-ciri antara lain, lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisan (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan



batubara



terdiiri



dari



dua



tahap



yaitu



tahap



biokimia



(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Dimana kualitas batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena tercampur material pengotor pada saat proses pengangkutan. Penyebaran batubara ini tidak begitu luas namun dapat dijumpai dibeberapa tempat seperti dilapangan batubara delta Mahakam Purba Kalimantan Timur (Krevelen, 1993). 2.4 Arti Penting Kualitas Batubara Salah satu tahapan penting dalam rangkaian proses eksploitasi dan produksi batubara adalah memahami benar tipikal batubara dalam hal ini kualitasnya. Mengingat biaya eksploitasi yang mahal, kita harus memperhitungkan aspek ekonomis. Hanya batubara dengan kualitas yang bagus dan seam-nya (lapisan) tebal akan menjadi titik target untuk ditambang. Demikian juga dalam rangkaian proses produksi yang pada ujungnya akan berhubungan dengan marketing dimana customer/buyer (pembeli) kita akan membeli produk batubara dengan parameter kualitas tertentu sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian kualitas batubara merupakan faktor yang sangat penting selain aspek besar cadangan dan lain-lain (http://adinegoromining.blogspot.co.id/2011/05/kualitas-batubara.html). 2.5 Parameter Kualitas Batubara Berdasarkan Karakteristik Pengamatan



di Lapangan a. Warna



Warna batubara bervariasi dari coklat hingga hitam legam. Warna batubara yang hitam, mengkilap, penyusunnya terdiri dari vitrain (berbentuk lapisan, sangat mengkilap, pecahan konkoidal, kaya akan maseral vitrinite yang berasal dari kayu dan serat kayu) dan clarain (berbentuk lapisan-lapisan tipis, sebagian mengkilap dan kusam, kaya akan maseral vitrinite dan liptinite yang berasal dari spora, kutikula, serbuk sari, getah). Warna hitam



: bituminous - antrasit (high rank)



Warna coklat



: lignite (low rank)



b. Pelapukan



Batubara yang cepat lapuk (low rank), sedangkan (high rank) tidak cepat lapuk. Proses penguapan air lembab menyebabkan pecahnya batubara, sehingga mempercepat proses oksidasi dan penghancuran tekstur umum batubara.



c. Gores



Warna gores bervariasi dari hitam legam hingga coklat. Lignite mempunyai gores coklat, sedangkan bituminous goresnya hitam sampai hitam kecoklatan. d. Kilap



Kilap tergantung dari tipe dan derajat batubara. Kilap kusam umumnya berderajat rendah (low rank), batubara berderajat tinggi (high rank) umumnya mengkilap. e. Kekerasan



Kekerasan berhubungan dengan struktur batubara, yaitu komposisi dan jenisnya. Batubara kusam dan berkualitas rendah umumnya keras, sedangkan batubara cerah dan berkualitas baik umumnya tidak keras dan mudah pecah. f. Pecahan



Pecahan memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam sifat memecahnya. Antrasit atau high bituminous pecahannya konkoidal, sedangkan bituminous dan lignite pecahannya tidak teratur. Batubara dengan kandungan zat terbang (volatile matter) rendah pecahannya meniang, sedangkan batubara kandungan zat terbang tinggi pecahannya persegi atau kubus. g. Pengotor atau Parting



Berupa lapisan tipis (bisa berupa batu pasir, lanau, lempung) di dalam lapisan batubara, tebalnya bervariasi mulai dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter (maksimal ditambang tebal parting 10 cm). h. Cleat



Merupakan rekahan di dalam lapisan batubara khususnya batubara bituminous yang umumnya berupa rekahan pararel dan tegak lurus terhadap lapisan batubaranya. Di dalam cleat sering terisi material klastik seperti batu lempung atau batu pasir, hal ini menyebabkan meningkatnya kandungan mineral matter, volatile matter dan abu sehingga nilai kalorinya menjadi rendah. Semakin banyak cleat maka batubara tersebut semakin rendah kalorinya (http://adinegoromining.blogspot.co.id/2011/05/kualitas-batubara.html)



2.6 Klasifikasi Batubara



Batubara dapat digolongkan menjadi empat jenis tergantung dari umur dan lokasi pengambilan batubara yakni, gambut, lignit, sub bituminous dan antrasit. Antrasit merupakan batubara yang paling bernilai tinggi dan lignit yang paling bernilai rendah. a. Gambut (Peat) Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara tetapi merupakan bahan bakar hal ini disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan ini masih memperlihatkan sifat fisik asal dari bahan dasarnnya yaitu tumbuhan. Batubara jenis ini memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalor yang paling rendah. b. Lignit (batubara coklat “Brown Coal”) Lignit disebut juga brown coal, merupakan tingkatan batubara yang paling rendah. Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur keras dan gejala lapisan. Lignit merupakan tingkat terendah, apabila dikeringkan maka gas dan airnya akan keluar. Batubara jenis ini mengandung 37-75% air, kandungan karbon yang sedikit dan nilai karbon yang rendaah yaitu sekitar 4000kal/g. Umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik. a. Sub-bituminous (bitumen menengah). Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitaman. Batubara jenis ini terletak diantara lignit dan bituminous. Umum digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga uap. Batubara sub-bituminous mengandung 7177% karbon, kadar air 10-25% dan nilai kalor sekitar 5403 kal/g. c. Bituminous. Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh dan digunakan dalam pembangkit listrik tenaga uap. Batubara bituminous mengandung 68-86% karbon, kadar air 8-10% dan nilai kalor sekitar 6000 kal/g dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. d. Antrasit. Merupakan jenis batubara yang memiliki kandungan karbon yang paling tinggi dengan struktur yang lebih keras serta permukaan yang lebih kilau dan sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan industri. Mengandung antara 86-98% unsur karbon, kadar air kurang dari 8% dan nilai kalor kurang dari



7300 kal/g, terbakar lambat dengan batasan nyala api biru dengan sedikit asap (www.chemistryexplained.com).



Tabel 3.1 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)



Class



I Anthracite*



Group



1.Meta-anthracite



Fixed Carbon ,



Volatile Matter



Calorific Value Limits BTU



% , dmmf



Limits, % ,



per pound (mmmf)



Equal



Less



dmmf Greater



Equal



Equal



Less



Agglomer



or



Than



Than



or



or



Than



ating



Greater



Less



Greater



Than 98



Than 2



Than



Character nonagglo merating



2.Anthracite



1.Low volatile



92 86 78



98 92 86



2 8 14



8 14 22



bituminous coal 2.Medium



69



78



22



31



69



31



3.SemianthraciteC



II Bituminous



volatilebituminous coal 3.High volatile A



14000D



commonly



bituminous coal 4.High volatile B



13000D



14000



bituminous coal 5.High volatile C



11500



13000



10500



11500



agglomera ting**E



bituminous coal agglomera ting III



1.Subbituminous A



10500



11500



Subbituminou



coal 2.Subbituminous B



9500



10500



coal 3.Subbituminous



8300



9500



6300



8300 6300



s



IV. Lignite



(Anonim, 2014)



C coal 1.Lignite A 1.Lignite B



nonagglo merating



2.7 Komponen-komponen dalam Batubara



Didalam analisa batubara terdapat beberapa komponen, yaitu : a) Air



Air didalam barubara dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu air bebas dan air lembab. Air lembab dalam batubara sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana batubara itu berada demikian juga air lembab sangat bervariasi yang merupakan karakteristik dari batubara tersebut. b) Karbon, Hidrogen dan Oksigen.



Ketiga unsur ini merupakan unsur pokok pembentuk batubara dan merupakan komponen yang paling dominan. c) Nitrogen. Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen dalam batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan karbon dalam batubar, oleh karena itu dalam penentuan kadar nitrogen ini harus dilakukan destruksi sampel batubara. d) Sulfur. Bentuk sulfur dalam batubara umumnya terdapat dalam tiga bentuk yaitu sulfur organik, sulphate sulfur dan pyritik sulfur. e) Abu (Mineral). Abu dalam batubara merupakan senyawa-senyawa oksida dari Ca, Al, Fe, Ti, Mn, Mg, Na dan K dalam bentuk silikat, oksida sulfat, sulfide dan phosphate sedangkan unsur-unsur As, Ni, Cu, Pb dan Zn terdapat dalam jumlah yang sangat penting dalam analisis terhadap batubara dengan tujuan untuk mengetahui jenis serta kualitas batubara tersebut. (www. chemistryexplained. com). 2.8 Manfaat (Kegunaan) Batubara



Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya batubara. Berdasarkan hasil kajian pada tahun 2002 ternyata cadangan batubara Indonesia yang terukur dan terindikasi sekitar 52 milliar ton. Namun, berdasarkan data tahun 2003, produksi batubara telah mencapai 112 juta ton. Diproyeksikan pada



tahun 2004 produksi batubara akan meningkat menjadi sebesar 135 juta ton (Wahyu, 2004). Menurut HS Salim, sebagian besar dari produksi tersebut (67,5%) digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke berbagai Negara terutama di kawasan Asia Pasifik, seperti Jepang, Taiwan, Korea, dan Negara-negara ASEAN. Sisanya sebesar 31 juta ton (32,5%) digunakan untuk keperluan di dalam negeri. Kegunaan batubara adalah untuk : 1. Pembangkit listrik; 2. Pabrik semen; 3. Industri pulp; dan 4. Lainnya Penggunaan batubara untuk industri ketenagalistrikan (PLTU) mencapai 20 juta ton, diikuti oleh industri semen sebesar 4,2 juta ton, dan industri lainnya sebesar 1,1 juta ton. Tingginya jumlah penggunaan batubara oleh PLTU dan industri semen disadari karena penggunaan batubara mempunyai kelebihan, yaitu: 1. Penekanan biaya operasi yang disebabkan oleh harga batubara (persatuan energi) yang lebih murah daripada jenis energi yang lain; dan 2. Peranan batubara dibandingkan dengan peranan sumber energi yang lain



sampai pada akhir tahun 1984 masih sangat rendah ialah hanya 0,51% dari total konsumsi energi, sedangkan pada tahun 1994 telah meningkat menjadi sekitar 8,8% (Sukandarrumidi, 1995). 2.9 Energi Batubara



Batubara merupakan sumber langsung atau tidak langsung sebagian besar energi komersial didunia. Bahkan batubara dikenal menggerakkan terjadinya apa yang dinamakan Revolusi Industri. Dewasa ini peranan batubara sudah jauh menurun dan hanya memenuhi seperempat pemakaian dunia. Namun demikian,



volume



penggunaannya



masih



sangat



besar



dan



dengan



perkembangan-perkembangan terakhir dunia bidang energi terutama setelah terjadinya apa yang dinamakan kemelut energi ditahun 1970-an, sehingga dapat disimpulkan bahwa dimasa yang akan datang peranan batubara akan meningkat lagi dengan pesat.



Batubara terdiri atas berbagai campuran karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan beberapa pengotor lain. Sebagian karbon itu tetap padat bila dipanaskan dan sebagian lagi akan berubah menjadi gas dan keluar bersama unsur-unsur gas lainnya. Bagian gas ini mudah tebakar dan menyala terusmenerus serta lebih berasap dari pada karbon padat yang membara, kadar air dan abu yang tidak dapat dibakar yang terdapat dalam batubara tidak mempunyai manfaat. Batubara dibagi dalam berbagai kategori dan sub-kategori berdasarkan nilai panas karbonnya dimulai dengan lignit yang kadar karbon padatnya terendah melalui tingkatan batubara muda, batubara sub-bituminous, batubara bituminous hingga kepada antrasit. Batubara yang tingkatnya rendah berwarna coklat, mengandung banyak abu dan lembab. Batubara yang tingkatnya lebih tinggi, mengandung banyak karbon. Bahan organik yang tidak cukup terurai sehingga terbentuk karbon, oleh karena itu belum dapat dikatakan sebagai batubara disebut gambut (peat) (Kadir, 1995). 2.10 Analisa Batubara



A. Preparasi Batubara Preparasi sampel adalah salah satu proses pengolahan sampel batubara dari jumlah dan ukuran yang besar menjadi jumlah dan ukuran yang lebih kecil, tujuannya agar menghasilkan contoh yang jumlah dan ukurannya cukup untuk suatu pengujian namun tetap mewakili seluruh contoh awal (representative) sehingga sampel tersebut siap untuk dianalisa dilaboratorium. Dalam tahapan nanalisis batubara, proses kerja preparasi merupakan tahapan awal pengerjaan atau pengolahan sampel batubara dimana batubara asli sebelum dianalisa dilaboratorium adalah berupa batubara dalam ukuran besar (50 mm). Maka diperlukan beberapa perlakuan sesuai dengan metode standar analisa batubara yaitu, atandar ISO (International Organization for Standarization) dan standar ASTM (American Standart Testing and Material). Dengan standar metode kerja ISO dan ASTM yang digunakan maka proses pembuatan sampel untuk GA (General Analysis) dan TM (Total Moisture) dilakukan dengan cara, yaitu :



a. GA (General Analysis) dengan Standar ISO



sampel yang datang dikeluarkan dari karung dan dihamparkan pada lantai hingga terbentuk petakan-petakan sebanyak 20 petak, sampel kemudian diambil secara acak atau random dari 8 petak dan dimasukkan kedalam 1 tray yang telah disiapkan. Kemudian sampel diperkecil ukurannya menjadi 10 mm dan dibagi menggunakan RSD (Rotary Sampling Divide). Ambil 1 dari 8 buket RSD yang telah terisis sampel (minimal 10-15 kg). Sampel yang diperoleh kemudian ditimbang dengan berat sampel ± 1000 gr dan sebagian yang lain disimpan sebagai sampel cadangan, lalu sampel dimasukkan kedalam dryingshed selama 6 jam dengan suhu 30oC. setelah 6 jam sampel ditimbang, dihitung dan langsung di milling dengan Raymond mill hingga ukuran sampel menjadi 0,212 mm. Selanjutnya, sampel dimasukkan kedalam botol kecil diisi hingga penuh untuk dianalisa, sisa sampel kemudian dimasukkan kedalam pelastik dan disimpan selama 1 bulan untuk check. b. GA (General Analysis) dengan standar ASTM. Sampel yang datang dikeluarkan dari karung dan dimasukkan kedalam Hummer mill sehingga ukuran sampel yang awalnya 50 mm menjadi 16 mm, lalu sampel ukuran 16 mm dimasukkan kedalam Double roll yang berfungsi mengubah ukuran sampel dari 16 mm menjadi 11,2 mm. Sampel ukuran 11,2 mm dimasukkan ke dalam Jaw crusher hingga ukuranya menjadi 5,75 mm, selanjutnya sampel ukuran 4,75 mm dimasukkan kedalam RSD (Rotary Sampel Divider) hingga terbagi menjadi 8 bagian yang homogen. Dari RSD lalu diambil 2/8 bagian yang kemudian dibagi kedalam 4 tray. Tray-tray tersebut lalu ditimbang dengan berat sampel ± 1000 gr, setelah ditimbang selanjutnya tray yang berisi sampel dimasukkan kedalam dryingshed selama 4 jam. Setelah 4 jam sampel dikeluarkan lalu ditimbang beratnya dan dihitung. Sampel kemudian dimasukkan kembali kedalam dryingshed dan setelah 1 jam lalu ditimbang dan dihitung kembali dengan perlakuan yang sama tiap jam hingga nilai konstan didapatkan dari perhitungan 0,30%-0,20%. Apabila pengeringan sampel sudah mmencapai 18 jamk sampel haris dikeluarkan dari dryingshed agar tidak teroksidasi. Setelah konstan sampel lalu di equalize yang



ditimbang dan dihitung tiap jam juga hingga sampai diperoleh perhitungan 0,10%. Equalize adalah proses kesetimbanngan sampel batubara pada suhu ruang. Setelah sampel di equalize, kemudian di milling ke ukuran 0.250 mm, selanjutnya sampel dimasukkan kedalam botol kecil untuk dianalisa, sisa sampel kemudian dimasukkan kedalam pelastik dan disimpan selama 1 bulan sebagai sampel cadangan bila da kesalahan dalam analisa. a.



TM (Total Moisture) dengan standar ISO Sampel yang datang dikeluarkan dari karung dan dihamparkan pada lantai



hingga terbentuk petakan-petakan sebanyak 20 petak, panjang 5 petak dan lebar 4 petak dengan ketebalan 3 kali ukuran batubara. Sampel kemudian diambil secara acak atau random dari 8 petak dan dimasukkan kedalam 4 tray yang telah disiapkan. Masing-masing sampel didalam tray ditimbang dengan berat sampel ± 3000 gr. Lalu, sampel dimasukkan ke dalam drying shed selama 6 jam dengan 30oC setelah 6 jam sampel kemudian ditimbang dan dihitung setiap jamnya, hingga hasil perhitungan 0,10% yang menandakan bahwa sampel sudah konstan. Sampel kemudian didiamkan selama 4 jam dalam ruang terbuka. Sampel lalu dimasukkan ke dalam jaw crusher untuk diubah sizenya menjadi 2.8 mm. lalu sampel dikemas dalam botol besar dan diisi setengah botol untuk dianalisa. Sisa sampel lalu disimpan selama 1 bulan. b. TM (Total Moisture) dengan standar ASTM Sampel datang, kemudian dikeluarkan dari dalam karung dan langsung dimasukkan ke dalam hammer mill agar diubah size sampel menjadi 16 mm. Kemudian sampel dimasukkan lagi ke dalam double roll agar ukuran sampel menjadi 12 mm. Sampel dengan size 12 mm dibagi rata dengan rotary sample divider yang kemudian beberapa bagian dimasukkan ke dalam 4 tray (bila sampel barging dimasukkan ke dalam 2 tray). Sampel yang telah dimasukkan ke dalam tray kemudian di drying shed selama 4 jam, setelah 4 jam lalu sampel ditimbang dan dihitung. Sampel kemudian dimasukkan kembali ke dalam drying shed dan kembali ditimbang dan dihitung tiap 1 jamnya hingga perhitungan didapatkan 0,10 (konstan). Setelah konstan sampel dikeluarkan dari drying shed dan dibiarkan dalam suhu ruangan selama 4 jam. Setelah mencapai 4,75 mm. Selanjutnya sampel di milling hingga



0,250 mm. Kemudian sampel dimasukkan kedalam botol besar untuk dianalisa dan sebagian lagi sisanya disimpan selama 1 bulan sebagai check (PT. Geoservices, 2014). B. Parameter Analisa Batubara Analisa proximate terdiri dari beberapa analisa di antaranya: a.



Analisa Kadar air (Moisture) Moisture di dalam batubara dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu inherent



moisture dan extraneous moisture. Inherent moisture adalah moisture yang terkandung dalam batubara dan tidak dapat menguap atau hilang dengan pengeringan udara atau air drying pada ambien temperature walaupun batubara tersebut telah di milling ke ukuran 200 mikron. Inherent moisture ini hampir menyatu dengan struktur molekul batubara karena berada pada kapiler yang sangat kecil dalam partikel batubara. Nilai Inherent moisture ini tidak fluktuatif dengan berubah-ubahnya humiditas ruangan. Dan moisture ini baru bisa dihilangkan dari batubara pada pemanasan lebih dari 100oC. Extaraneous moisture adalah moisture yang berasal dari luar dan menempel atau teradsorpsi di permukaan batubara atau masuk dan tergabung dalam retakan-retakan atau lubang-lubang kecil batubara. Sumber extraneous moisture ini misalnya, air dari genangan, air hujan, dan lain-lain. Moisture ini dapat dihilangkan atau diuapkan dengan cara air drying atau pemanasan di oven pada ambien temperature. Parameter-parameter yang termasuk kedalam penentuan kadar moisture adalah: a) EQM atau Inherent moisture Equilibriummoisture adalah parameter penentuan moisture sebagai pendekatan untuk menentukan inherentmoisture atau insitu moisture dalam batubara. EQM ini biasanya ditentukan pada saat explorasi batubara yang kegunaanya adalah untuk memperkirakan nilai TM pada saat batubara tersebut ditambang. Nilai EQM ini relatif tidak fluktuasi nilainya pada satu seam yang sama. EQM juga berguna dalam menentukan golongan atau rank dari suatu batubara terutama untuk Low rank coal yang penentuan ranknya menggunakan nilan calorific value pada basis MMMF (Moist, Mineral Matter Free basis), di



mana basis ini memerlukan data insitu moisture atau EQM. EQM ini adalah istilah penentuan dalam standar ASTM, sedangkan dalam ISO standar istilah parameternya adalah MHC (Moisture Holding Capacity). Belakangan ini penentuan untuk inherent moisture ini bisa dilakukan pada sample channel yang not visible surface moisture dengan prosedur sampling tertentu. b)



Total Moisture Total moisture biasanya ditentukan pada batubara mulai dari explorasi



sampai transhipment. Nilainya sangat penting sekali, karena dalam penjualannya nilai TM sangat diperhatikan dan menentukan harga jual dari batubara tersebut selain berpengaruh pada nilai parameter-parameter lain dalam basis as received. Dalam explorasi, TM ditentukan untuk menaksir atau memperkirakan nilai TM batubara in-situ sekaligus untuk menentukan nilai surface moisturenya dari selisih antara TM dan EQM. Karena TM adalah jumlah dari EQM dengan Surfacemoisture ( TM = EQM + SM ). Selain itu, nilai TM yang didapat dari sample core pada saat explorasi banyak digunakan oleh geologist-geologist untuk menampilkan data dalam basis as received pada saat batubara tersebut belum ditambang. Yang paling menentukan dalam penentuan TM ini adalah samplingnya. Dimana sesaat setelah sample batubara disampling sesegera mungkin sample tersebut harus dimasukan ke dalam kontainer yang ditutup sangat rapat sehingga tidak ada moisture yang masuk ataupun keluar dari sample tersebut. Apabila ini terlaksana dengan baik maka nilai TM yang diperoleh dapat dianggap mewakili nilai moisture batubara yang diambil samplenya tersebut pada saat dan keadaan batubara tersebut disampling. Prinsip ini biasanya sulit terlaksana pada sample core dari sample Pit atau bor dalam, karena dari sample core tersebut masih ada beberapa data yang harus dicatat dan diamati. Sehingga sample tersebut tidak segera dapat dimasukan kedalam kontainer yang kedap udara sesaat setelah disampling. Selain itu pada saat pemboran biasanya menggunakan air selama coring dilakukan. Sehingga kontaminasi batubara tersebut oleh air yang bukan berasal dari batubara mungkin sekali terjadi. Oleh karena itu nilai TM tersebut menjadi tidak begitu reliable untuk menunjukan nilai TM batubara in-situ. Nilai TM yang diperoleh juga



biasanya sangat fluktuatif nilainya. Pada coal in bulk, nilai TM ini dipengaruhi oleh luas permukaan batubara (size distribusi), juga oleh cuaca, sehingga nilai TM pada coal in bulk relatif fluktuatif seiring dengan keadaan cuaca atau musim dan size distribusi dari batubara tersebut terutama setelah di crushing. c) Air dried moisture Sesuai dengan namanya, air dried moisture adalah nilai moisture batubara pada saat setelah batubara tersebut di air drying. Nilai moisture ini sangat penting karena pada dasarnya semua parameter ditentukan pada sample setelah air drying sehingga basisnya adalah air dried basis. Nilai parameter dalam basis ini merupakan actual hasil analisa dari Lab. Sedangkan basis-basis lainya dalam coal analysis merupakan kalkulasi saja dari nilai-nilai air dried basis ini. Jadi jelaslah bahwa tanpa nilai air dried moisture, parameter-parameter yang lain tidak dapat diubah kedalam basis lainnya. Selain itu nilai ADM ini berpengaruh pada nilai parameter lainnya pada basis air dried, seperti CV, VM, Sulfur dan lain-lain. Sehingga nilai ADM menjadi lebih penting lagi apabila spesifikasi dinyatakan dalam basis air dried. d) Transportable moisture limit/flow moisture Batubara in-bulk yang diangkut dengan menggunakan palka tertutup seperti kapal-kapal besar, dalam kondisi tertentu yang diakibatkan oleh angin dan ombak, memungkinkan terjadinya segregasi moisture dan finer coal dari bulk dan membentuk



semacam



“liquefaction”



dan



pada



kondisi



tertentu



dapat



membahayakan kapal tersebut terutama pada stability kapal selama dalam pelayarannya. Oleh karena itu IMO (International Marine Organisation) mensyaratkan untuk setiap kapal yang mengangkut batubara terutama low rank coal, harus meminta statement dari Shipper mengenai nilai transportable moisture limit dari batubara yang akan dimuat. Ada satu metode yang dikembangkan di National Coal Board (UK) untuk menentukan nilai TML ini yaitu dengan cara: Sebanyak 10 kg batubara dimasukan ke dalam suatu silinder di mana di bawah silinder tersebut diletakan dua bola tenis meja. Kemudian silinder tersebut diletakan diatas “Vibrating table”. Penentuan ini dilakukan pada nilai moisture batubara yang bervariasi. Flow Moisture ditentukan sebagai nilai moisture pada



saat bola tenis meja tersebut masuk naik ke atas batubara dalam silinder tersebut. Sedangkan TML adalah 90 % dari nilai Flowmoisture tersebut. b. Analisa Kadar Abu Sebenarnya batubara tidak mengandung ash melainkan mengandung mineral matter. Ash adalah istilah parameter di mana setelah batubara dibakar dengan sempurna, material yang tersisa dan tidak terbakar adalah ash atau abu sebagai sisa pembakaran. Akan tetapi di dalam batubara hal tersebut tidak selamanya terjadi karena terjadinya reaksi-reaksi kimia selama pembakaran atau insinerasi batubara tersebut, sehingga nilai ash yang didapat relative akan lebih kecil dibanding dengan nilai mineral matter yang sebenarnya. Ada pula yang menggolongkan mineral dalam batubara kedalam tiga kategori yaitu: Mineral matter adalah unsur-unsur yang terikat secara organik dalam rantai karbon sebagai kation pengganti hidrogen. Unsur ini biasanya berasal dari tumbuhan atau pohon pembentuk batubara tersebut. Unsur yang biasanya ditemukan sebagai mineral matter ini adalah Kalsium, Sodium, dan juga ditemukan besi dan alumina pada low rank coal. Inherent ash adalah superfine discrete mineral yang masih dapat tertinggal dalam partikel batubara setelah dipulverize. Dan yang ketiga adalah extraneous ash, yang termasuk kedalam kategori ini adalah tanah atau pasir yang terbawa pada saat penambangan batubara dan mineral yang keluar dari partikel batubara pada saat dipulverize. Ketiga jenis ash tersebut sangat tergantung pada lingkungan pada saat pembentukan batubara serta bahan pembentuk batubara sehingga memiliki sifatsifat thermal masing-masing, akibatnya juga setiap type ash tersebut memiliki kontribusi yang berbeda terhadap slagging dan fouling. Penentuan di laboratorium yaitu dengan membakar batubara pada temperature 750 atau 800 derajat celsius sampai dianggap pembakaran telah sempurna. Dalam prosedure standard temperature dan waktu pembakaran ditentukan yang nilainya tergantung kepada standar masing-masing. Penentuan secara prosedur di atas untuk batubara tertentu yang mengandung banyak pyrite dan carbonat, menjadi tidak begitu teliti karena selama pembakaran terjadi beberapa reaksi akan terjadi. Reaksi reaksi yang mungkin terjadi selama pembakaran adalah ; a) Decomposisi Pyrite : 4FeS2 + 15O2 2Fe2 O3 + 8SO3



b) Dekomposisi Carbonat CaCO3 c)



CaO + CO2



Fixation of sulfur CaO + SO3 CaSO4 Na2O + SO3 Na2SO4 Namun untuk keperluan tertentu ash tinggi justru dibutuhkan asalkan



calori yang dibutuhkan juga terpenuhi. Dari tipe batubara yang sama semakin tinggi nilai ash, maka semakin kecil nilai kalorinya dalam basis adb, dan ash received karena antara ash dan CV memiliki korelasi yang jelas. Inherent ash yang tinggi akan sulit sekali dipisahkan dari batubara akan tetapi extraneous ash masih bisa dikurangi dengan memperkecil dilusi yang terjadi pada saat penambangan atau dengan suatu proses pencucian. c. Analisa Volatile Matter Volatile Matter adalah zat terbang yang terkandung dalam batubara. Zat yang terkandung dalam volatile matter ini biasanya gas hidrokarbon terutama gas methana. Volaitile matter ini berasal dari pemecahan struktur molekul batubara pada rantai alifatik pada temperatur tertentu. Di laboratorium sendiri penentuannya dengan cara memanaskan sejumlah batubara pada temperatur 900oC tanpa udara. Volatile matter keluar seperti jelaga karena tidak ada oksigen yang membakarnya. Volatile matter merupakan salah satu indikasi dari rank batubara. Dalam klasifikasi batubara ASTM, Volatile matter digunakan sebagai parameter penentu rank untuk batubara high rank coal. Volatile matter juga memiliki korelasi yang jelas dengan salah satu maceral yaitu Vitrinite. Apabila volatile matter dalam basis DMMF di plot dengan reflectance dari vitrinite, maka akan diperoleh suatu garis yang relative lurus yang korelatif dengan rank batubara. Selain itu pada saat penentuan di laboratorium, juga dapat digunakan sebagai prediksi awal apakah batubara tersebut memiliki sifat agglomerasi atau tidak. Sifat dalam coal combustion, volatile matter memegang peranan penting karena ikut menentukan sifat-sifat pembakaran seperti efisiensi pembakaran karbon atau carbon loss on ignition. Volatile matter yang tinggi menyebabkan batubara mudah sekali terbakar pada saat injection ke dalam suatu boiler. Low



rank coal biasanya mengandung Voloatile matter yang tinggi sehingga memiliki efisiensi yang sangat tinggi pada saat pembakaran di power station. Volatile matter juga digunakan sebagai parameter dalam memprediksi keamanan batubara pada Silo Bin, Miller atau pada tambang-tambang bawah tanah. Tingginya nilai volatile matter semakin besar pula resiko dalam penyimpananya terutama dari bahaya ledakan. Kesalahan-kesalahan dalam pengujian ini : a)



Kerapatan crucible dan tutupnya tidak baik menyebabkan hasilnya tinggi



atau tidak menentu. b) Temperatur furnace atau laju pemanasan (heating rate) terlalu rendah. c) Waktu pemanasan dan pendinginanharus mendekati kondisi standar. d) Percikan sample batubara dapat menyebabkan partikelnya keluar sehingga e)



hasilnya tinggi. Analisa Fixed Carbon Fixed carbon adalah adalah parameter yang tidak ditentukan secara analisis melainkan merupakan selisih 100 % dengan jumlah kadar moisture, ash, dan volatile matter. Fixed carbon ini tidak sama dengan total carbon pada Ultimate. Perbedaan yang cukup jelas adalah bahwa Fixed carbon merupakan kadar karbon yang pada temperature penetapan volatile matter tidak menguap. Sedangkan carbon yang menguap pada temperature tersebut termasuk kedalam volatile matter. Sedangkan total carbon yang ditentukan pada Ultimate analysis merupakan semua carbon dalam batubara kecuali carbon yang berasal dari karbonat. Jadi baik hidrokarbon yang termasuk kedalam Volatile matter atau Fixed carbon termasuk di dalamnya. Penggunaan nilai parameter ini sama dengan volatile matter yaitu sebagai parameter penentu dalam klasifikasi batubara dalam ASTM standard. Serta untuk keperluan tertentu fixed carbon bersama volatile matter dibuat sebagai



suatu ratio yang dinamakan fuel ratio (FC/VM). Fixed Carbon (karbon padat) adalah selisihnya FC = 100 – (M + Ash + VM) Tabel 3.2 Fuel Ratio = FC / VM (in the same basis) digunakan mendeskripsikan tingkatan batubara. Jenis Batubara



Fuel Ratio



Semi-antrasit Lignite



8.6 0.9



Semi-bituminous Bituminous (high volatile)



4.3 1.3



Bituminous (medium volatile)



1.9



Bituminous (low volatile) Antrasit Kokas



2.8 24 92



Sulfur di dalam batubara sama seperti halnya material yang lain terdiri dari dua jenis yaitu sulfur organik dan sulfur anorganik. Dalam analisis di laboratorium sulfur-sulfur ini ditentukan dengan parameter yang disebut form of sulfur. Dimana laporannya terdiri dari piritik sulfur, sulfat sulfur dan organik sulfur. Yang ditentukan di laboratorium dengan test adalah hanya piritik sulfur dan sulfat sulfur sedangkan organik sulfur merupakan hasil kalkulasi selisih antara Total sulfur dan jumlah dari piritic dan sulfate sulfur. Form of sulfur biasa digunakan untuk memprediksi secara awal apakah sulfur dari batubara tersebut dapat dikurangi dengan cara separasi media atau washibility density. Organik sulfur secara teoritis tidak dapat dipisahkan dari batubara dengan metoda separasi yang menggunakan dens medium plan atau washing karena sulfur tersebut terikat secara organik dalam molekul batubara. Sedangkan anorganik sulfur secara teoritis dapat dihilangkan atau dikurangi dengan cara separasi media karena termasuk ke dalam mineral matter yang memiliki densitas lebih tinggi dibanding batubara. Selai itu pirtik sulfur juga digunakan sebagai bahan acuan dalam memprediksi kecenderungan batubara tersebut untuk terbakar secara spontan pada waktu penyimpanannya di stockpile. Karena piritik sulfur dapat mengkatalisasi terjadinya self heating pada batubara yaitu dengan reaksi oksidasi yang menghasilkan panas. Selain itu dari reaksi tersebut dapat menyebabkan disintegrasi partikel batubara sehingga menambah luas permukaan batubara yang juga dapat menambah kecenderungan batubara tersebut untuk teroksidasi yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya pembakaran spontan. Hidrogen disulfida atau FeS 2 di dalam batubara terdiri dari dua tipe yaitu cubic yellow pyrite dan rombic marcasite dan marcasite



inilah yang disinyalir lebih reaktif terhadap oksigen dibanding pyrite. Dalam utilisasi di industri sulfur yang tinggi sangat tidak diharapkan karena dapat menimbulkan emisi SO2 yang konsentrasinya tidak boleh tinggi karena dapat menyebabkan hujan asam. Batasan konsentrasi SO 2 yang diijinkan tergantung dari negara di mana industri tersebut berada, karena peraturan masingmasing negara berbeda. Selain itu SO2 juga termasuk corrosive constituent bersama chlorine yang dapat merusak metal atau peralatan yang terbuat dari logam di dalam boiler tersebut. d.



Calorific Value Calorific Value atau disebut juga spesifik energi. Higher heating value



merupakan parameter yang sangat penting, karena pada dasarnya yang dibeli dari batubara adalah energi. Nilai Calorific Value yang dibutuhkan oleh pengguna batubara bervariasi tergantung dari design peralatan yang dibuat. Ada yang memerlukan Calorific value tinggi, ada yang menengah, bahkan ada pula yang kalori rendah. Pada prinsipnya batubara yang dibakar pada suatu industri atau boiler harus memiliki nilai kalori yang sesuai dengan kapasitas energi yang ditargetkan dapat tersupply yang telah disesuaikan dengan design boiler tersebut. Untuk mencapai hal tersebut pengguna batubara biasanya membeli batubara dari shipper tertentu yang memiliki nilai kalori sesuai dengan yang dibutuhkan dan konsisten. Dalam hal ini pengguna batubara tersebut menggunakan single type coal. Akan tetapi ada pula pengguna batubara yang membeli batubara dengan nilai kalori yang bervariasi dari yang rendah, sedang ,sampai tinggi. Namun coal feed yang dimasukan kedalam boiler nilai kalorinya harus tetap sesuai dengan design boiler tersebut. Dalam hal ini batubara yang bervariasi tersebut diblending. Yang kedua ini biasanya disebabkan oleh alasan ekonomi dan di mana dengan cara ini harga batubara dapat diatur. Dan juga supaya terjamin bahwa supply batubara yang diperlukan dapat terus secara konsisten sehingga tidak terjadi kekurangan bahan bakar. Menggunakan single supplier biasanya riskan konsistensinya karena apabila perusahaan tersebut mengalami masalah dan stop produksinya maka akan



berdampak sangat besar terhadap kelangsungan industri tersebut terutama dalam supply energy. Calorific Value batubara biasanya dinyatakan dalam Kkal/kg, atau kal/g. Namun ada juga yang menggunakan MJ/kg, dan Btu/lb. Sedangkan basis yang digunakan dalam transaksi jual beli batubara tersebut bervariasi ada yang menggunakan adb, ar dan ada pula yang menggunakan NAR (Net as Received). Basis ketiga ini dianggap yang lebih mendekati dengan energi yang akan dihasilkan pada saat batubara tersebut dibakar (Anonim, 2014).



BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.11Deskripsi LIngkungan Kerja Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan oleh penulis dari tanggal 18 Januari–18 Februari 2016 di PT. GEOSERVICES Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Dilaboratorium ini melaksanakan analisa Air Drying Loss (ADL), Residual Moisture (RM), Analisa Proximate, Analisa Total Sulfur dan Analisa kalori dengan standar ASTM dan ISO. Semua analisis dilakukan di laboratorium yang dikoordinasikan oleh seorang leader. Laboratorium ini memiliki 6 orang analis yang bekerja sesuai dengan pembagian tugas masing-masing. Setiap analis menganalisa sampel batubara sesuai dengan parameter-parameter analisa batubara yang telah ditentukan. Selama



pelaksanaan



Praktek



Kerja



Lapangan



(PKL),



penulis



melaksanakan kegiatan menganalisis Air Drying Loss (ADL), Residual Moisture (RM), Analisa Proximate, Analisa Total Sulfur dan Analisa kalori. Namun dari beberapa kegiatan di atas penulis memfokuskan membahas tentang Pengamatan ADL (Air Drying Loss) contoh batubara dengan menggunakan metode ASTM (American Society for Testing and Material) dan metode ISO (International Organization for Standarization)



3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat-alat 1. Hammer mill 2. Double roll crusher 3. Rotary sampel crusher 4. Jaw crusher 5. Drying shed ASTM 6. Drying shed ISO 7. Oven memert 8. Rak Air drying 9. Tray 10. Top loading balance 11. Blower



12. 13. 14. 15.



Sekop Ember/baskom Sarung tangan Masker



3.2.2 Bahan-bahan 1. Sampel batubara 2. Plastik sampel 3. Kertas label 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Prosedur Penetapan Air Drying Loss Adapun prosedur Penetapan Air Drying Loss dengan standar ASTM adalah sebagai berikut: a.



Ditimbang beberapa baki/tray kosong di sesuaikan dengan banyaknya contoh



b. c. d.



untuk penetapan total moisture (m1-kg). dicatat beratnya Digiling gross sampel sampai lolos 4.75mm Dihomogenkan pada RSD dan dibagi sampai berat minimum 500 gram. Kemudian diberi label untuk identitas contoh serta berapa banyak tray yang



e.



dipakaidalam penetapan ADL Dinyalakan Drying shed dengan menekan tombol ON/OFF pada alat dan dinaikkan dan set suhu Drying shed sampai antara 40C (ditetapkan setup



g.



suhu secara konsisten/10C diatas suhu kamar dan tidak lebih dari 40C Dimasukkan tray yang berisikan contoh batubara kedalam Drying shed. Setelah 4 jam tray ditimbang, tanpa pendinginan. Kemudian setiap jam dan



h.



dicatat beeratnya. Berat yang hilang setiap jam dihitung sebagai persen. Dilanjutkan penimbangan dengan interval setiap jam hingga dicapai berat



f.



konstan. Berat konstan didefinisikan sebagai tingkat hilangnya berat dari jam i.



sebelumnya lebih kecil dari 0.1% Setelah dicapai berat konstan, equalise contoh, di atas tray, pada ruangan



j.



laboratorium selama 4 jam dan ditimbang contoh sebagai (m3) Setelah di-equalise, ditimbang kembali tray dan contoh. Dicatat berat akhir,



k.



dan dihitung hilangnya berat sebagai persen dari berat contoh awalnya. Persen hilangnya berat dilaporkan sebagai air drying loss (ADL).



BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengamatan 4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Pada Metode ASTM (American Society for ITesting and Material) a. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A10 Weight Weight of Weight of % Loss Time (Hours) Tray (a) Tray + Sample of Start Reweight Finish/Equ - gram sample (c)-gram Weight alize (b)-gram 1120,0



1620,3 1563,4 1561,3 1558,5 1556,2 1555,0 1554,2 1553,1 1553,0



500,3 443,4 441,3 438,5 436,2 435 434,2 433,1 433



1556,6 436,6 % Air Dry Loss



09:00 11,37 0,47 0,63 0,53 0,27 0,18 0,25 0,02 0,83



1630,8 1573,3 1571,1 1567,7 1565,1 1563,8 1563,5



500,8 443,3 441,1 437,7 435,1 433,8 433,5



1567,6 437,6 % Air Dry Loss



EQ 24:00 12,73



b. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A17 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1130



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,48 0,50 0,77 0,60 0,30 0,07



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00



0,95



c. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A12 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 22:00 12,62 Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1135,0



1635,2 1577,9 1575,9 1573,1 1570,5 1569,8 1569,4



500,2 442,9 440,9 438,1 435,5 434,8 434,4



1573,8 438,8 % Air Dry Loss



of Weight



1766,6 1710,4 1707,3 1704,3 1703,1 1701,8 1700,6 1699,3 1699,2



500,2 444 440,9 437,9 436,7 435,4 434,2 432,2 432,8



1704,5 438,1 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 11,45 0,45 0,63 0,60 0,16 0,09



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00



1,01



EQ 22:00 12,27



d. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A68 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1266,4



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,23 0,70 0,68 0,27 0,30 0,28 0,30 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



1,22



e. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A89 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 12,41



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1277,4



1777,6 1721,1 1717,6 1715,6 1713,4 1712,8 1712,3 1711,4 1711,0



500,3 443,7 440,2 438,2 436 435,4 434,9 434 433,6



1715,5 438,1 % Air Dry Loss



of Weight



1644,4 1588,0 1584,6 1581,3 1579,7 1579,0 1578,3 1577,6 1577,3



500,4 444 440,6 437,3 435,7 435 434,3 433,6 433,3



1582,3 438,3 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 11,30 0,79 0,45 0,50 0,14 0,11 0,20 0,09



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



1,04



EQ 24:00 12,66



f. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A48 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1144



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,27 0,70 0,75 0,37 0,16 0,16 0,16 0,07



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



1,15



g. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A73 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 12,70



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1264,2



1764,2 1710,2 1707,2 1703,5 1700,9 1699,5 1698,8 1698,0 1697,9



500 446 443 439,3 436,7 435,3 434,6 433,8 433,7



1702,0 437,8 % Air Dry Loss



of Weight



1618,4 1561,8 1559,6 1556,9 1554,8 1553,9 1552,6 1552,0 1551,9



500,4 443,8 441,6 438,9 436,8 435,9 434,6 434 433,9



1555,7 437,7 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 10,8 0,67 0,84 0,60 0,32 0,16 0,18 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,94



EQ 24:00 12,27



h. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A3 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1118



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,31 0,50 0,61 0,48 0,21 0,30 0,13 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,88



i. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A5 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 12,65



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1266,4



1766,6 1710,4 1707,3 1704,3 1703,1 1701,8 1700,6 1699,3 1699,2



500,2 444 440,9 437,9 436,7 435,4 434,2 432,2 432,8



1704,5 438,1 % Air Dry Loss



of Weight



1766,6 1710,4 1707,3 1704,3 1703,1 1701,8 1700,6 1699,3 1699,2



500,2 444 440,9 437,9 436,7 435,4 434,2 432,2 432,8



1704,5 438,1 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 11,23 0,70 0,68 0,27 0,30 0,28 0,30 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



1,22



EQ 24:00 12,41



j. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A21 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1266,4



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,23 0,70 0,68 0,27 0,30 0,28 0,30 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



1,22



k. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A31 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 12,41



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1264,2



1764,2 1710,2 1707,2 1703,5 1700,9 1699,5 1698,8 1698,0 1697,9



500 446 443 439,3 436,7 435,3 434,6 433,8 433,7



1702,0 437,8 % Air Dry Loss



of Weight



1618,4 1561,8 1559,6 1556,9 1554,8 1553,9 1552,6 1552,0 1551,9



500,4 443,8 441,6 438,9 436,8 435,9 434,6 434 433,9



1555,7 437,7 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 10,8 0,67 0,84 0,60 0,32 0,16 0,18 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,94



EQ 24:00 12,44



l. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A26 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1118



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,31 0,50 0,61 0,48 0,21 0,30 0,13 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,88



m. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A27 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 12,53



Time (Hours)



Tray (a) - gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1120,0



1620,3 1563,4 1561,3 1558,5 1556,2 1555,0 1554,2 1553,1 1553,0



500,2 443 441,3 438,5 436,2 435 434,2 433,1 433



1556,6 436,6 % Air Dry Loss



of Weight



1620,3 1563,4 1561,3 1558,5 1556,2 1555,0 1554,2 1553,1 1553,0



500 443 441 438,5 436,2 435 434,2 433,1 433



1556,6 436,6 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 11,37 0,47 0,63 0,53 0,27 0,18 0,25 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,83



EQ 24:00 12,79



n. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A19 Weight Weight of Weight of % Loss Tray (a) Tray + Sample of - gram sample (c)-gram Weight (b)-gram 1120,0



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 11,37 0,47 0,63 0,53 0,27 0,18 0,25 0,02



13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,83



EQ 24:00 12,47



4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Pada Metode ISO (International Organization for iStandarization)



a. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A73 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1264,2



1764,5 1711,0 1709,1 1707,1 1705,8 1705,0 1704,3 1704,0



500,3 446,3 444,9 442,9 441,6 440,8 440,1 439,8



1706,3 442,1 % Air Dry Loss



09:00 10,69 0,31 0,45 0,29 0,18 0,16 0,07



1772,8 1721,6 1719,1 1718,0 1721,0 1720,5 1720,3



500,3 449,1 446,6 446,5 448,5 448 447,8



1725,0 452,5 % Air Dry Loss



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00



0,52



EQ 01:00 11,63



b. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A77 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1272,5



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 10,23 0,56 0,25 0,45 0,11 0,04



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



1,05



c. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A3 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 9,55



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1118



1618,5 1567,1 1564,2 1564,0 1566,0 1565,1 1564,7



500,5 449,1 446,2 446,0 448 447,1 446,7



1567,0 449,0 % Air Dry Loss



of Weight



1768,4 1718,1 1707,3 1704,3 1703,1 1701,8 1700,6



500 449,7 446,6 446,4 448,5 448 447,6



1719,1 450,7 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 10,27 0,65 0,04 0,45 0,20 0,09



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,51



EQ 24:00 10,29



d. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A81 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1268,4



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 10,06 0,69 0,04 0,47 0,11 0,09



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,69



e. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A47 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 24:00 9,86



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1112



1612,5 1561,0 1560,9 1559,3 1560,2 1559,4 1558,8 1558,5



500,5 449,0 448,9 447,3 448,2 447,4 446,8 446,5



1562,6 450,6 % Air Dry Loss f.



of Weight



1630,4 1580,0 1578,7 1578,0 1577,3 1577,1



500,4 450,0 448,7 448 447,3 447,1



1579,8 449,8 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 10,29 0,02 0,36 0,20 0,17 0,13 0,07



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00



0,92



EQ 01:00 9,97



Tabel Sampel batubara pada Tray No. A17 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1130



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 10,07 0,29 0,16 0,16 0,04



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00



0,60



g. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A41 Weight Weight of Weight of % Loss



EQ 23:00 11,25



Time (Hours)



Tray (a)gram



Tray + sample (b)-gram



Sample (c)-gram



1143



1643,1 1594,1 1592,3 1590,1 1591,6 1591,1 1590,9



500 451,1 449,3 447,1 448,6 448,1 447,9



1594,8 451,8 % Air Dry Loss



of Weight



1766,8 1718,2 1717,4 1715,2 1717,0 1715,8 1715,4



500,2 451,6 450,8 448,6 450,4 449,2 448,8



1718,9 452,3 % Air Dry Loss



Reweight



Finish/Equ alize



09:00 9,78 0,40 0,49 0,33 0,11 0,04



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,87



EQ 24:00 9,64



h. Tabel Sampel batubara pada Tray No. A99 Weight Weight of Weight of % Loss Tray Tray + Sample of (a)sample (c)-gram Weight gram (b)-gram 1266,6



Start



Start



Time (Hours) Reweight Finish/Equ alize



09:00 9,72 0,18 0,49 0,40 0,26 0,09



15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00



0,78



EQ 24:00 9,58



4.1.3 Tabel Hasil Pengamatan Ketidakpastian Baku Asal Homogenitas pada Suhu 40ºC Contoh Air Dry Loss (ai + bi) ((ai + bi)-X(ai + bi)) ((ai + bi)-X(ai + bi)))2



1 2 3 4 5 6 7 Σ X Contoh 1 2 3 4 5 6 7 Σ X



ai 12.73 12.27 12.66 12.27 12.41 12.44 12.79



bi 12.62 12.41 12.70 12.65 12.41 12.53 12.47 12.53



Air Dry Loss ai bi 12.73 12.62 12.27 12.41 12.66 12.70 12.27 12.65 12.41 12.41 12.44 12.53 12.79 12.47



25.35 24.68 25.36 24.92 24.82 24.97 25.26 175.36 25.05



0.299 -0.371 0.309 -0.131 -0.231 -0.81 0.209



(ai - bi)



((ai - bi)-X(ai - bi))



((ai - bi)-X(ai - bi)))2



0.11 -0.14 -0.04 -0.38 0.00 -0.09 0.32 -0.220 -0.031



0.141 -0.109 -0.009 -0.349 0.031 -0.059 0.351



0.02000 0.01179 0.00007 0.12150 0.00099 0.00343 0.12350 0.28129



4.1.4 Ketidakpastian Efek Ruang pada Suhu 300C No 1 2 3 4 5 6 7 8 X



% ADL (Air Dry Loss) 11.63 9.55 10.29 9.86 9.97 11.25 9.64 9.58 10.22



4.2 Perhitungan Diketahui : 4.2.1 Ketidakpastian baku asal Neraca Sumber U:



0.08914 0.13796 0.09522 0.01727 0.05356 0.00663 0.04350 0.44329



a. Sertifikat timbangan AND GP-12K sn. 14720880 α = 95% U = ± 0.1 gram b. Sertifikat timbangan AND GP-12K sn. 14720880 α = 95% U = ± 0.1 gram c. Ketidakpastian Neraca : µ kalibrasi neraca = U neraca / 2.00 = 0.1 gram / 2.00 = 0.05 gram 4.4.2 Ketidakpastian Baku Asal Homogenitas pada suhu 40ºC



 [ (a



i



 [ (a



i



=







2



a. MSB



=







b. MSW



=



 b i )  X (a i  bi ) ]



0.44329 2(n - 1) 2(n - 1) 0.44329  2(7 - 1) 0.44329  12



= 0.0369 = = = 0.0201



2



 b i )  X (a i  b i ) ] 0.28129 2n 2(7) 0.28129 14



(MSB  MSW) c. S sampling (0.03692 0.0201)



=



=



2



= 0.0918



4.2.3 Ketidakpastian baku asal presisi metode



µ homogen =



S sampling 1 0.0918



= = 0.0918 %



1



4.2.4 Ketidakpastian Efek Suhu Ruang pada suhu 30ºC a. Efek Ruang Δ ADL = = 0.251



 Temperatur (12.73  10.22) (40  30)



% /oC b. μ efek suhu/ruang



= μ kalibrasi x efek ruang



=



= 0.05 x 0.251 % /oC = 0.5296 % 4.3 Pembahasan Pada kegiatan Praktek Kerja Lapangan di PT. GEOSERVICES ini, dilakukan penelitian tentang perhitungan ketidakpastian persen Air Drying Loss, yang bertujuan untuk mengukur ketidakpastian dari hasil persen Air Drying Loss menggunakan metode ASTM dan metode ISO yang berfungsi sebagai metode pembanding dengan memperhitungkan homogenitas dan presisinya.



Dalam penelitian kali ini, dilakukan analisis Air Drying Loss yang bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang hilang hasil pengeringan yang terkandung dalam contoh batubara dengan menggunakan standar acuan metode ASTM (American Society for Testing and Material) dan metode ISO (International Organization



for



Standarization)



yang



digunakan



sebagai



metode



pembandingnya. Standar ini adalah standar operasional untuk pengujian material yang sudah dilakukan. Air Drying Loss yang digunakan untuk menggambarkan persen jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan pada kondisi ruangan (suhu dan kelembaban ruangan) yang kadang-kadang dibantu dengan hembusan kipas angin. Pengeringan dilakukan sampai mendapat berat konstan. Pada penetapan Air Drying Loss ini, digunakan standar acuan metode yaitu standar ASTM (American Society for Testing and Material) dan metode ISO (International Organization for Standarization). Pada Penetapan Air Drying Loss dengan menggunakan standar acuan metode yaitu standar ASTM (American Society for Testing and Material). Sampel yang digunakan sebanyak 4 sampel kemudian di duplo. Ditimbang beberapa tray kosong di sesuaikan dengan banyaknya contoh untuk penetapan Air Drying Loss lalu dicatat beratnya sebagai (Weight of tray (a)-gram). Digiling gross sampel sampai lolos 4.75mm untuk memperkecil partikel pada batubara sehingga mempermudah proses pengeringan. Homogenkan pada RSD (Rotary Sample Divider) dan dibagi sampai berat minimum 500 gram dicatat beratnya sebagai



(Weight of tray + sample (b)-gram) dan dicatat berat contoh batubara sebagai (Weight of sample (c)-gram). Kemudian diberi label untuk identitas contoh serta berapa banyak tray yang dipakai pada penetapan Air Drying Loss, diperoleh sebagai sampel A1; A2; B1; B2; C1; C2; D1; dan D2. Nyalakan Drying shed dengan menekan tombol ON/OFF pada alat dan dinaikkan dan set suhu Drying shed sampai antara 40C tray dimasukkan kedalam Drying Shed selama 4 jam pertama. Setelah 4 jam tray ditimbang, tanpa pendinginan. Kemudian setiap jam dan dicatat beratnya. Berat yang hilang setiap jam dihitung sebagai persen (ditetapkan setup suhu secara konsisten/10oC diatas suhu kamar dan tidak lebih dari 40oC. Dan diilanjutkan penimbangan dengan interval setiap jam hingga dicapai berat konstan. Berat konstan didefinisikan sebagai tingkat hilangnya berat dari jam sebelumnya lebih kecil dari 0.1%. Setelah dicapai berat konstan, equalise contoh di atas tray pada ruangan laboratorium selama 4 jam untuk menstabilkan contoh batubara pada suhu ruangan setelah proses pengeringan setelah di equalise, ditimbang kembali tray dan contoh batubara. Dicatat berat akhir, dan dihitung hilangnya berat sebagai persen dari berat contoh awalnya. Persen hilangnya berat dilaporkan sebagai air drying loss (ADL). Pada Penetapan Air Drying Loss dengan menggunakan standar acuan metode yaitu standar ISO (International Organization for Standarization). Sampel yang digunakan sebanyak 4 sampel kemudian di duplo. Ditimbang beberapa tray kosong di sesuaikan dengan banyaknya contoh untuk penetapan Air Drying Loss lalu dicatat beratnya sebagai (Weight of tray (a)-gram). Digiling gross sampel sampai lolos 4.75mm untuk memperkecil partikel pada batubara sehingga mempermudah proses pengeringan. Homogenkan pada RSD (Rotary Sample Divider) dan dibagi sampai berat minimum 500 gram dicatat beratnya sebagai (Weight of tray + sample (b)-gram) dan dicatat berat contoh batubara sebagai (Weight of sample (c)-gram). Kemudian diberi label untuk identitas contoh serta berapa banyak tray yang dipakai pada penetapan Air Drying Loss, diperoleh sebagai sampel 1A; 2A; 1B; 2B; 1C; 2C; 1D; dan 2D. Nyalakan Drying shed dengan menekan tombol ON/OFF pada alat dan dinaikkan dan set suhu Drying shed sampai antara 30C tray dimasukkan kedalam Drying Shed selama 6 jam



pertama. Setelah 6 jam tray ditimbang, tanpa pendinginan. Kemudian setiap jam dan dicatat beratnya. Berat yang hilang setiap jam dihitung sebagai persen (ditetapkan setup suhu secara konsisten 10oC diatas suhu kamar dan tidak lebih dari 30oC). Dan dilanjutkan penimbangan dengan interval setiap jam hingga dicapai berat konstan. Berat konstan didefinisikan sebagai tingkat hilangnya berat dari jam sebelumnya lebih kecil dari 0.1%. Setelah dicapai berat konstan, equalise contoh di atas tray pada ruangan laboratorium selama 4 jam untuk menstabilkan contoh batubara pada suhu ruangan setelah proses pengeringan setelah di equalise, ditimbang kembali tray dan contoh batubara. Dicatat berat akhir, dan dihitung hilangnya berat sebagai persen dari berat contoh awalnya. Persen hilangnya berat dilaporkan sebagai air drying loss (ADL). Pada perhitungan ketidakpastian baku asal homogenitas pada suhu 400C didapat nilai MSB sebesar 0.0369, kemudian dihitung lagi nilai MSW sebesar 0.0201. Dari hasil MSB dan MSW kita dapat menghitung nilai S sampling sehingga didapat sebesar 0.0918 sehingga nilai dari µ homogen yaitu 0.0918. Pada perhitungan ketidakpastian efek ruang pada suhu 300C dengan standar ASTM didapatkan hasil sebesar 0.251 %/0C. Kemudian μ efek suhu/ruang diperoleh hasil sebesar 0.05296 %.



BAB 5 PENUTUP



5.1 Kesimpulan Dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan yang telah dilaksanakan dan khususnya dalam laporan ini membahas tentang “Perhitungan Ketidakpastian Persen Air Dry Loss (ADL) pada batubara dengan menggunakan metode ASTM (American Society For Testing and Material) dan ISO (International Standart Organization)” didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada perhitungan ketidakpastian baku asal homogenitas pada suhu 40 0C



didapat nilai MSB sebesar 0.0369, kemudian dihitung lagi nilai MSW sebesar 0.0201. 2. Hasil dari ketidakpastian baku asal homogenitas pada suhu 400C dengan metode ASTM adalah sebesar 0,0918 % dan ketidakpastian efek ruang pada suhu 300C dengan metode ASTM adalah sebesar 0,251 %/0C. 3. Metode yang dgunakan pada PT. Geoservices adalah ASTM (American Society For Testing and Material) dan ISO (International Standart Organization) dengan ruang lingkup parameter-parameter analisa seperti Total moisuture dan Proximate.



5.2 Saran Kiranya hubungan kerjasama yang baik antara pihak PT. Geoservices Samarinda dengan pihak Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mulawarman Samarinda dalam rangka pengembangan kualitas SDM Kalimantan Timur dapat tetap terjaga dan lebih ditingkatkan lagi.



DAFTAR PUSTAKA



Anonim. 2014. Secuil Tentang Analisa Dalam Batubara. http://zodized. blogspot.com/2013/11/secuil-tentang-analisa-dalam-batubara.html. Diakses pada 13 Pebruari 2016. http://Adinegoromining. Blogspot. Diakses pada 13 Pebruari 2016.



HS, Salim. 2006. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Kadir, Abdul. 1995. Energi Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press. Kravelen, D. W. Van. 1993. Coal. Tokyo : Elsevier. Sukandarrumidi. 1999. Bahan Galian Industri. Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press. PT. Geoservices. Ltd. 2014. Manual Sistem Manajemen Mutu. PT. Geoservices. Ltd : Samarinda. Palupi, Irlanda. 2012. Analisa Batubara. http://irlandapalupi.blogspot.com/. Diakses pada 13 Pebruari 2016. Wahyu. 2004. Batubara Indonesia Peluang dan Tantangannya. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Www. Chemistryexplained. Com/Ce-Co/Coal.html. Diakses pada 13 Pebruari 2016.