Laporan Praktek Fitoremidiasi Tanaman Melati Air [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FITOREMEDIASI TANAMAN MELATI AIR TERHADAP LIMBAH CAIR TEMPE DENGAN SISTIM HIDROPONIK PLC-B



Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Iva Rustanti EW, MT 2. Pratiwi Hermiyanti, SST, M.KL Disusun Oleh : 1. Aprilia Fitriana Susanti



(P27833318007)



2. Rara Aldavina P.A



(P27833318010)



3. Isnaini Indriawati



(P27833318011)



4. Rany Amelia



(P27833318025)



5. Dewi Randa



(P27833318057)



D-IV Semester VI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA PROGRAM STUDI D-IV TAHUN AJARAN 2021



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, pujisyukur kami panjatkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul “FITOREMEDIASI TANAMAN MELATI AIR TERHADAP LIMBAH CAIR TEMPE DENGAN SISTIM HIDROPONIK’’ ini tepat pada waktunya. Laporan praktikum ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengolahan Limbah Cair-B. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Iva Rustanti EW, MT dan Ibu Pratiwi Hermiyanti, SST, M.KL selaku dosen mata kuliah Pengolahan Limbah Cair-B. Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan praktikum ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan praktikum ini. Akhir kalimat, saya berharap semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca khususnya mahasiswa kesehatan lingkungan Surabaya.



Surabaya, April 2021



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi makhluk hidup, akan tetapi seiring berkembangnya zaman ketersediaan air bersih dari hari ke hari kian berkurang. Hal tersebut disebabkan akibat pencemaran lingkungan oleh limbah industry. Salah satu penyebabnya yaitu industry tempe oleh industry rumah tangga terkadang masih menggunakan teknologi sederhana dalam pembuatannya. Proses pengolahan tempe selalu menghasilkan limbah baik padat maupun limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan dari industry rumah tangga pembuatan tempe umumnya langsung dibuang ke lingkungan. Limbah cair ini dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan karena dibutuhkan untuk proses penguraian zat-zat organic. Hal ini sangat membahayakan kehidupan organisme perairan tersebut. Sisa bahan organic yang tidak terurai secara aerob akan diuraikan oleh bakteri anaerob, sehingga akan tercium bau busuk (BSN, 2012, dalam jurnal Novita dkk, 2019) Salah satu teknologi untuk mereduksi konsentrasi dalam limbah cair adalah melalui penerapan fitoremediasi. Fitoremediasi tidak membutuhkan biaya operasional yang tinggi dan cukup ekonomis dibandingkan dengan metode pengolahan limbah lain. (Laksmi et al., 1993, dalam jurnal Novita dkk., 2019). Fitoremediasi adalah pengggunaan tanaman dan mikroorganisme terkait untuk mereduksi kandungan limbah (Hartanti et al., 2013, dalam jurnal Novita dkk., 2019). Tanaman yang digunakan dalam metode fitoremediasi juga sangat bervarias. Salah satu tanaman yang mampu digunakan dalam metode fitoremediasi yaitu melati air. Tanaman melati air juga efektif sebagai filter kontaminan dan dapat menurunkan kadar nutrient pada perairan (Herlambang, 2015). Menurut penelitian Arimbi (2017), didapatkan hasil bahwa pengaruh tanaman melati air dalam limbah cair tempat pemotongan ayam dapat dipergunakan untuk menurunkan kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) sebesar 87,47%. Salah satu metode yang digunakan dalam fitoremediasi adalah metode hidroponik. Metode hidroponik merupakan salah satu metode dalam fitoremediasi dimana air digunakan sebagai media atau tempat tumbuh dan berkembang suatu tanaman (Rangian, 2017). Hidroponik bias dikatakan salah satu metode bercocok tanam



yang efisien hal ini dikarenakan metode ini tidak memerlukan tempat atau lahan yang luas dan keuntungan lain yang bias kita dapat adalah tanaman menjadi lebih bersih.



B. Rumusan Masalah Bagaimana cara fitoremediasi dengan menggunakan tanaman melati air untuk meurunkan kadar BOD pada limbah cair tempe?



C. Tujuan Untuk mengetahui cara fitoremediasi dengan menggunakan tanaman melati air untuk menurunkan kadar BOD pada limbah cair tempe



D. Manfaat 1. Dapat menjadi referens bagi pembaca 2. Dapat menambah wawasan tentang fitoremediasi limbah cair tempe terhadap melati air



BAB II TINJUAN PUSTAKA



A. Pengertian Fitoremediasi Fitoremediasi didefinisikan sebagai penggunaan tanaman hidup untuk mengembalikan media yang terkontaminasi (udara, tanah, air permukaan, dan air tanah) ke tingkat aman sesuai peraturan. Proses fitoremediasi dapat menghilangkan kontaminan melalui serapan langsung oleh akar atau daun dan dapat menurunkan konsentrasi kontaminan oleh biotransformasi di zona akar, jaringan tanaman, penguapan, dan penyerapan. Proses fitoremediasi mencakup rhizofiltration, phytostabilization,



phytoextraction,



phytovolatilization,



phytotransformation



(Herlambang, dkk, 2015).



B. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Pengukuran BOD merupakan salah satu pengukuran yang digunakan untuk menentukan kualitas suatu perairan. Nilai BOD dapat dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian senyawa organic, biasanya pada suhu 20oC. penentuan oksigen terlarut merupakan dasar utama dalam pengukuran BOD (Zulfa, 2019). Pengukuran BOD yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari, selama 5 hari jumlah senyawa organic yang terurai sudah mencapai 70% (Zulfa, 2019). Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah, kadar BOD pada limbah cair tempe tidak boleh melebihi baku mutu yaitu 150 mg/L, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini



C. Karakteristik Melati Air Tumbuhan melati air (Echinodorus palaefolius) merupakan tumbuhan yang akarnya terletak pada dasar perairan dan reproduksinya secara fleksibel (Lectonen, 2009 dalam Kasman dkk, 2018). Tumbuhan ini dapat menurunkan kadar nutrient (eutrofikasi) pada perairan (Brouwer, 2002, dalam Kasman dkk, 2018). Tumbuhan melati air ini mudah tumbuh dan tidak memerlukan perawatan yang khusus. Melati air, dari beberapa penelitian efektif dalam menurunkan BOD dan COD (Prayitno, 2013 dalam Kasman,dkk 2018). Tanaman melati air dapat digunakan sebagai pereduktor/ filter kontaminan hal ini di sebabkan oleh zona rizosfer yang kaya akan oksigen yang dikeluarkan melalui akar sehingga memperluas area tempat mikroorganisme melekat (Adinata, 2020 ). Tanaman melati air memiliki warna hijau muda pada seluruh bagian tanaman terkecuali akar dan bunga, ukuran batang berkisar antara 50-100 cm dengan diameter 1-3 cm. Pada umumnya bentuk daun memiliki permukaan atas yang kasar, tepi daun rata dan berbentuk bulat seperti telur. Sedangkan untuk bunga berwarna putih, putik dan benang sari berwarna kuning. Tanaman melati air juga dapat dibudidayakan dengan cara anakan atau menggunakan biji (Adinata, 2020 )



D. Hidroponik Hidroponik adalah segala bentuk atau teknik budi daya tanaman yang menggunakan media tumbuh selain tanah, dengan kata lain dapat juga dikatakan budi daya soilless culture (tanpa tanah). Berdasarkan media tanam yang digunakan, hidroponik dapat dilakukan dengan tiga metode (Zulfa, 2019), yaitu : a) Metode kultur air, pada metode ini, air digunakan sebagai media tanam.



b) Metode kultur pasir, metode ini menggunakan pasir sebagai media, serta paling praktis dan lebih mudah dilakukan. c) Metode kultur kerikil, pada metode ini bahan yang digunakan antara lain pecahan genteng, dan gabus putih. Adapun beberapa jenis hidroponik salah satunya yaitu Floating System (system rakit apung). Floating hydroponic system, merupakan penanaman hidroponik dengan cara meletakan tanaman pada lubang Styrofoam yang mengapung di tas permukaan larutan nutrisi. Larutan nutrisi ini berada dalam suatu bak media, sehingga akar tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi. Selain itu terdapat kelebihan dan kekurangan system hidroponik rakit apung antara lain (Zulfa, 2019) : a) Kelebihan Sistem Hidroponik Rakit Apung -



Tanaman mendapat suplai air



-



Tanaman mendapat suplai nutrisi terus menerus



-



Mempermudah perawatannya



-



Tidak membutuhkan biaya mahal



b) Kekurangan Sistem Hidroponik Rakit Apung -



Oksigen susah didapatkan



-



Akar tanaman lebih rentan pembusukan, jika oksigen tersikulasi dengan baik.



E. Dampak Pencemaran Limbah Cair Tempe Limbah cair dari hasil produksi tempe mengandung beberapa zat. Bahan-bahan organic yang terkadang dalam limbah tempe sangat tinggi. Senyawa-senyawa organic yang terkandung dalam limbah tersebut berupa karbohidrat, rotein, lemak, dan minyak. Diantara keseluruhan senyawa organic tersebut, kandungan yang paling dominan adalah protein yang sulit diuraikan oleh mikroorganisme di alam (Purnama, 2016). Limbah cair dari proses produksi tempe berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai yang jika dibuang langsung ke perairan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan



mengandung polutan seperti tanah, larutan alcohol, panas dan insektisida (Purnama, 2016). Berikut ini adalah dampak yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah cair tempe terhadap lingkungan sekitar (Purnama, 2016) : a) Limbah cair hasil produksi tempe yang langsung dibuang ke perairan maka dalam waktu yang relative singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organic tersebut. Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit yang berkurang. b) Limbah cair hasil produksi tempe yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan air sungai yang tadinya jernih menjadi berwarna keruh sehingga tidak layak digunakan untuk mandi dan mencuci, c) Ketidak seimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima beban limbah dai proses produksi tempe tersebut, akan mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme yang berada di perairan tersebut. d) Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnya pun dapat diduga akan terkandung unsur-unsur tersebut. Pada perairan yang tercemar oleh bahan organic dalam jumlah besar, kebutuhan oksigen untuk proses penguraiannya lebih banyak dari pada pemasukan oksigen ke perairan, sehingga kandungan oksigen terlarut sangat rendah. Hal ini sangat membahayakan kehidupan organisme perairan tersebut. e) Limbah cair dari proses produksi tempe bias memiliki sifat yang biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan



oleh



mikroorganisme.



Kandungan



bahan



buangan



biodegradable yang tinggi pada perairan dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga menyebabkan terjadinya blooming population beberapa tumbuhan air seperti alga, Phytoplankton maupun eceng gondok yang dapat mengganggu ekosistem di perairan tersebut.



BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM A. Pelaksanaan Praktikum Tanggal



: 5 April 2021



Pukul



: 08.00 - Selesai



Tempat



: Tambak Wedi Baru Barat Gang Madu No. 1 B



B. Alat dan Bahan Alat : 1. Aerator



6. Gunting



2. Sterofoam



7. Pisau



3. Ember



8. Bolpoin



4. Aqua gelas bekas 9. Kontainer 5. Solder Bahan : 1. Melati air 2. Air limbah tempe 3. Air bersih



C. Tahapan Praktikum 1. Pembuatan rangkaian Hidroponik a. Siapkan alat dan bahan b. Membuat lubang pada sterofoam sebanyak 6 lubang c. Membuang lubang pada netpot d. Pemasangan aerator 2. Persiapan tanaman melati air (6 buah) a. Tanaman disiapkan sebanyak 6 buah b. Tanaman memiliki jumlah daun 8-10 daun dengan batang 8-10 batang c. Tanaman berumur 1 bulan 3. Aklimatisasi tanaman ±7 hari



Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian diri tanaman E. palaefolius pada lingkungan barunya. Aklimatisasi dilakukan selama kurang lebih tujuh hari dengan menggunakan air limbah yang digunakan dalam praktikum. 4. Pengambilan sampel limbah. Sampel limbah tempe di ambil di Industri Tempe di daerah Tambak Wedi yang kemudian di analisis awal untuk parameter BOD di Laboratorium. Analisis awal bertujuan untuk mengetahui nilai keseluruhan parameter sebelum dilakukan perlakuan dan juga sebagai nilai pembanding terhadap sampel yang telah mengalami perlakuan. 5. Penanaman tanaman Tanaman yang telah di aklimatisasi di masukkan di dalam netpot kemudian di masukkan ke dalam lubang sterofoam yang ada di bak container yang berisi air limbah tempe. 6. Tahapan pengambilan sampel setelah perlakuan. Setelah 28 hari air limbah yang telah diletakkan di hidroponik di ambil sampelnya untuk di analisis di laboratorium.



D. Langkah-langkah Prakitikum 1. Air limbah dimasukkan ke dalam kotak plastik hidroponik. 2. Tanaman yang telah diaklimatisasi kemudian dimasukkan ke dalam net pot. 3. Akar tanaman yang dimasukkan kedalam net pot harus menjulur keluar dari lubang net pot hal ini dilakukan agar akar tanaman dapat menyentuh media tanam. 4. Rangkaian hidroponik akan diberikan penambahan aerasi menggunakan aerator (Amara AA-22 Output: 3L/menit dan bertekanan: 0,06 Mpa) . Menurut Krisna (2017), oksigen sangat penting bagi pertumbuhan dan fungsi sel tanaman. Jika oksigen tidak tersedia dalam media perakaran, tanaman berpotensi mengalami hipoksia (oksigen tersedia untuk metabolisme terlalu rendah) dan anoksia (kehilangan simpanan oksigen), sehingga berpotensi menyebabkan kematian dalam jangka panjang. Aerasi adalah salah satu cara penambahan oksigen pada larutan media tanam hidroponik. Penggunaan aerator dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut pada media tanam sehingga mencegah tanaman mengalami kematian.



5. Fitoremediasi dilakukan dengan mengamati variasi lama waktu retensi dan jumlah tanaman pada praktikum ini diamati selama 28 hari. 6. Pengontrolan tanaman. Tanaman hanya perlu pengontrolan saja, hal ini dikarenakan tanaman tidak memerlukan perawatan yang khusus seperti pemupukan, pemberian insektisida dan pestisida sebab tanaman memiliki daya tahan terhadap serangga dan mampu untuk tumbuh dengan baik pada media tanaman dengan kandungan unsur hara yang relatif rendah (Arimbi, 2017).



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hasil sebelum praktikum



Baku mutu air limbah



Hasil sesudah praktikum



B. Pembahasan Berdasarkan hasil diatas sebelum mengalami eksperimen limbah industry tempe di Tambak Wedi sebesar 514,50 ppm dimana kadar BOD ini tidak memenuhi syarat baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah dari yang seharusnya 150 mg/l. Limbah cair hasil produksi tempe yang langsung dibuang ke perairan maka dalam waktu yang relative singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organic tersebut. Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit yang berkurang. Limbah cair hasil produksi tempe yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan air sungai yang tadinya jernih menjadi berwarna keruh sehingga tidak layak digunakan untuk mandi dan mencuci. Berdasarkan hasil eksperimen di atas yang telah dilakukan kandungan BOD pada limbah industry tempe mengalami penurunan BOD yang signifikan. Kandungan BOD sesudah praktikum menjadi 105,50 ppm dimana kandungan BOD ini sudah memenuhi syarat Baku Mutu Air Limbah. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah sebagian besar merupakan bahan organik yang bersifat biodegradable (dapat terdegradasi secara biologis). Selain itu, tingginya penurunan kadar polutan pada air limbah dipengaruhi daya serap akar tanaman akuatik yang menjadikan polutan tersebut sebagai unsur hara (Arimbi, 2018). Sementara itu, menurut Doraja (2012), menurunnya nilai BOD disebabkan karena terdegradasinya sebagian bahan organik yang sebelumnya tidak terurai pada proses anaerob menjadi sel-sel baru hasil metabolisme mikroba terhadap limbah cair domestik yang tersuspensi dan dipisahkan dengan cara pengendapan.



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis sebelum dilakukan praktikum fitoremidiasi dengan tanaman melati air dengan system hidroponik kadar BOD limbah tempe sebesar 514,50 ppm dimana kadar BOD ini tidak memenuhi syarat baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah dari yang seharusnya 150 mg/l. Limbah cair hasil produksi tempe yang langsung dibuang ke perairan maka dalam waktu yang relative singkat akan menimbulkan bau busuk Limbah cair hasil produksi tempe yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan air sungai yang tadinya jernih menjadi berwarna keruh sehingga tidak layak digunakan untuk mandi dan mencuci. Berdasarkan hasil praktikum fitoremidiasi dengan tanaman melati air dengan system hidroponik kadar BOD limbah tempe yang telah dilakukan kandungan BOD pada limbah industry tempe mengalami penurunan BOD yang signifikan. Kandungan BOD sesudah praktikum menjadi 105,50 ppm dimana kandungan BOD ini sudah memenuhi syarat Baku Mutu Air Limbah.



B. Saran Bagi industry tempe sebelum limbah di buang di badan air sebaiknya limbah dilakukan pengelolaan terlebih dahulu agar kadar BOD yang di buang di badan air memenuhi syarat Baku Mutu Air Limbah. Pengelolaan limbah industry tempe ini juga bisa dengan memanfaatkan barang-barang yang ada dan juga dapat menggunakan tanaman yang mudah dijumpai seperti eceng gondok, kayu apu, dan melati air.



DAFTAR PUSTAKA



Adinata, C. (2020). Efektivitas Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius) Dalam Pengolahan Limbah Cair Domestik Dengan Sistem Hidroponik Rakit Apung (Doctoral dissertation, UIN AR-RANIRY). Arimbi, A. (2017). Efektivitas Tanaman Melati Air (Echinodorus Palaefolius) dalam Menurunkan Kadar Bod (Biologycal Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) serta TSS (Total Suspended Solid) pada Limbah Cair Tempat Pemotongan Ayam di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang tahun 2017. Doraja, P. H., Shovitri, M., & Kuswytasari, N. D. (2012). Biodegradasi limbah domestik dengan menggunakan inokulum alami dari tangki septik. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1), E44-E47. Herlambang, P., & Hendriyanto, O. (2015). Fitoremediasi limbah deterjen menggunakan kayu apu (Pistia stratiotes L.) dan Genjer (Limnocharis flava L.). Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 7(2), 101-114. Kasman, M., Herawati, P., & Aryani, N. (2018). Pemanfaatan tumbuhan melati air (Echinodorus palaefolius) dengan sistem constructed wetlands untuk pengolahan grey water. Jurnal Daur Lingkungan, 1(1), 10-15. Krisna, B., Putra, E. E. T. S., Rogomulyo, R., & Kastono, D. (2017). pengaruh pengayaan oksigen dan kalsium terhadap pertumbuhan akar dan hasil selada keriting (Lactuca sativa L.) pada hidroponik rakit apung. Vegetalika, 6(4), 1427. Novita, E., Hermawan, A. A. G., & Wahyuningsih, S. (2019). Komparasi proses fitoremediasi limbah cair pembuatan tempe menggunakan tiga jenis tanaman air. Jurnal Agroteknologi, 13(01), 16-24. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. PURNAMA, S. G. (2016). MODUL ANALISIS DAMPAK LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE DI DENPASAR. Keseahatan Masyarakat : Kedokteran Universitas Udayana Rangian, S. D., Pelealu, J. J., & Baideng, E. L. (2017). Respon Pertumbuhan Vegetatif Tiga Varietas Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) pada Kultur Teknik Hidroponik Rakit Apung. Jurnal MIPA, 6(1), 26-30.



ZULFA, M. (2019). Pemanfaatan Limbah Cair Tahu terhadap Pertumbuhan Bayam Merah (Alternantera amoena Voss) dalam kultur Hidroponik Rakit Apung (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).



LAMPIRAN



LAMPIRAN LOGBOOK



Logbook Praktikum PLC-B Fitoremediasi Prodi Sanitasi Lingkungan Program Sarjana Terapan Semester VI Kelompok/ anggota



Jenis tanaman



Spesifikasi



Media fitoremediasi



Pemantauan perkembangan



polutan



(referensi rujukan)



biota tanaman



Hidroponik



Melati Air Aprilia Fitriana



(Echinodorus palaefolius)



BOD (Biological Oxygen Demand)



(Ref : Adinata Candra. 2020. Efektivitas Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius) Dalam Pengolahan Limbah Cair Domestik Dengan Sistem



Hari 1 : Batang = 23cm, Daun = 8cm



Hidroponik Rakit Apung. Aceh )



Rara Aldavina



Hari 2 : Batang = 23cm, Daun 8cm



Isnaini Indriawati



Hari 3 : Batang = 23,4cm , Daun = 8cm



Rany Amelia



Hari 4 : Batang = 23,5cm , Daun =8,2cm



Dewi Randa



Hari 5 : Batang = 23,5cm, Daun = 8,2cm



Hari 6 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,2cm



Hari 7 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,2cm



Hari 8 : Batang = 23,5cm, Daun =



8,2cm Hari 9 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,2cm



Hari 10 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,2cm



Hari 11 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,2cm



Hari 12 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,1cm



Hari 13 : Batang = 23,5cm ,Daun = 8,1cm



Hari 14 : Batang = 23,3cm ,Daun = 8,1cm



Hari 15 : Batang = 23,3cm ,Daun = 8,1cm



Hari 16 : Batang = 23,2cm ,Daun = 8,1cm



Hari 17 : Batang = 23,2cm ,Daun = 8,1cm



Hari 18 : Batang = 23cm ,Daun = 8cm



Hari 19 : Batang = 23cm ,Daun = 7,7cm



Hari 20 : Batang = 23cm ,Daun = 7,5cm



Hari 21 : Batang = 23cm ,Daun = 7,5cm



Hari 22 : Batang = 23cm ,Daun = 7,5cm



Hari 23 : Batang = 23cm ,Daun = 7,3cm



Hari 24 : Batang = 23cm ,Daun = 7,3cm



Hari 25 : Batang = 23cm ,Daun = 7,3cm



Hari 26 : Batang = 23cm ,Daun = 7 cm



Hari 27: Batang = 23cm ,Daun = 7cm



Hari 28 : Batang = 23cm ,Daun = 7cm