13 0 2 MB
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 2 Jurusan Teknik Lingkungan – Universitas Bakrie Gasal 2016/2017 Kelompok 6 1. Luthfiaqmar Rizky Pratiwi (1152005021) 2. Pradhika Ardi Nugraha
(1152005007)
Asisten: Nada Nazihah
AMMONIA (NH3) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran adalah peristiwa penambahan bermacam-macam bahan dalam lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia yang dapat memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan. Salah satu bahan pencemar air yang diamati dalam praktikum ini adalah ammonia. Ammonia dalam air dapat ditemukan sebagian besar pada air permukaan yang berasal dari air seni, tinja, maupun dari oksidasi biologis bahan organik. Ammonia (NH3) adalah gas yang tidak bewarna dengan bau tajam yang khas dan merupakan senyawa kaustik, dapat berubah menjadi NH+(ion ammonium) pada pH perairan yang relatif rendah, dan dapat merusak kesehatan (Fardiaz,1992). Amonia dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan yaitu mengganggu pernapasan, iritasi selaput lender hidung dan tengorrokan. Pada konsentrasi 5000 ppm dapat menyebabkan ederma laring,paru dan akhirnya dapat menyebabkan kematian, iritasi mata (mata merah, pedi, dan berair) dan kebutaan total, iritasi kulit yang menyebabkan terjadinya luka bakar (frostbite). Menurut Kep.Men LH no 50 Tahun 1996 salah satu parameter kebauan adalah (NH3) atau ammonia. Ammonia adalah gas alkalin yang tidak berwarna dengan bau menyengat, daya iritasi tinggi dan dihasilkan dari proses dekomposisi bakteri. Ammonia banyak digunakan dalam pembuatan pupuk, plastik, dan pestisida. Kadar maksimum (NH3) diudara agar tidak mengganggu kesehatan manusia
adalah 2 ppm. Ammonia biasanya dapat ditemukan di toilet-toilet atau tempat pembuangan air kotor. Bau dan bahaya yang ditimbulkan ammonia sangat mengganggu kesehatan manusia dalam kehidupan sehari-hari (Fardiaz,1992). Oleh karena itu perlunya dilakukan pengujian kadar ammonia (NH3) pada toilet umum dan air kali yang berada di Universitas Trisakti Kampus A agar mengetahui kadar ammonia (NH3) yang ada pada toilet umum dan air kali. 1.2 Tujuan Percobaan Mengukur kadar Ammonia (NH3) dengan metode Indofenol secara spektrofotometri pada udara ambien di Kali Kyai Tapa Kampus A Universitas Trisakti. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Karakteristik Ammonia (NH3) Ammonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih -330C. Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira 0,6 kali densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat dideteksi pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm. Amonia sangat beracun bagi hampir semua organisme. Pada manusia, resiko terbesar adalah dari penghirupan uap ammonia yang berakibat beberapa efek diantaranya iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal. Jika terlarut di perairan akan meningkatkan konsentrasi amonia yang menyebabkan keracunan bagi hampir semua organisme perairan (Giddings 1973). Kelarutan amonia sangat besar di dalam air, meskipun kelarutannya menurun tajam dengan kenaikan suhu. Amonia bereaksi dengan air secara reversibel menghasilkan ion amonium (NH4+) dan ion hidroksida (OH-) (Giddings 1973). 2.2 Sumber dan Distribusi Ammonia (NH3) Sumber utama gas amonia adalah industri kimia, kilang minyak, tungku batu bara, kandang ternak, dan pembakaran bahan bakar. Amonia di atmosfer berasal dari berbagai sumber, antara lain berasal dari dekomposisi kotoran, Industri pembuatan pupuk, dan penggunaan pupuk. Dari sumber tersebut amonia ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan berbentu gas di dekat lokasi limbah industri, di larutan air kolam atau badan air dekat limbah, dan amonia juga ditemukan melekat pada partikel tanah di area pembuangan limbah (Akhadi, 2009).
2.3 Dampak Ammonia (NH3) Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas (Mukono, 2003). Pekerja dapat terpapar amonia dengan cara terhirup gas ataupun uapnya, tertelan ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui pernafasan (dihirup). Ammonia dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap berada di bawah. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amonia tergantung pada jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala-gejala yang dialami dapat berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak, iritasi tenggorokan, kerongkongan, dan jalan pernafasan terasa panas dan kering, batuk-batuk. Pada dosis tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paru- paru, bahkan kematian, amonia juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (Mukono, 2003). Efek merugikan yang paling penting dari paparan berlebihan amonia pada manusia disebabkan oleh sifat iritasi dan korosifnya. Paparan gas amonia menyebabkan luka bakar pada saluran pernapasan, kulit, dan mata. Amonia larut dalam cairan yang ada di dalam kulit, selaput lendir, dan mata (Mukono, 2003). Tabel 2.3 Dampak Gas Ammonia terhadap Kesehatan Manusia Konsentrasi Efek bagi Manusia 0,5 – 1,0 ppm 25 – 50 ppm
Bau mulai tercium Bau dapat ditandai, pada umumnya tidak menimbulkan dampak
50 – 100 ppm
Mengakibatkan iritasi ringan pada mata, hidung dan tenggorokan, toleransi dapat terjadi dalam 1-2 minggu tanpa member dampak Menimbulkan iritasi tingkat menengah pada mata, tidak menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari 2 jam Mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada tenggorokan Merupakan kadar yang memberikan dampak bahaya langsung pada kesehatan Bahaya tingkat menengah pada mata Dampak langsung pada jalan pernapasan
140 ppm
400 ppm 500 ppm
700 ppm 1000 ppm
1700 ppm 2500 ppm- 5000 ppm
Mengakibatkan laryngospasm Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan permukaan jalan pernapasan, sakit pada dada, edema paru, dan bronchospasm Berakibat fatal dapat mengakibatkan kematian mendadak
5000 ppm Sumber: (Mukono, 2003). 2.4 . Baku Mutu
Tabel 2.4 Baku Mutu NH3 di Udara Ambien PARAMETER* NH3
NILAI BATAS 2.0
SATUAN ppm
Ket: * Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup No.50 Thn 1996 Tanggal 25 November 2.5. Pengendalian Dan Penanggulangan Ammonia (NH3) Gas amoniak yang ada udara yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu tertentu dapat merusak kesehatan organ tubuh dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkannya perlu dilakukan penanganan bau amoniak. Tindakan penanganan dapat dilakukan secara fisik dan biologi (Akhadi, 2009). Fisik Beberapa metode telah dikaji sebagai upaya pengendalian pencemaran udara. menambahkan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menangani limbah gas antara lain : Kondensasi: Limbah gas yang pekat dilakukan pendinginan dan dikompres
1. 2.
Insinerasi: Terdiri dari insinerasi termal (700-1400°C) dan insinerasi katalis (300-700°C dengan katalis platinum, palladium, dan rubidium).
3.
Adsorpsi: Adsorpsi terjadi dalam bahan pada fixed atau fluidized bed seperti karbon aktif atau zeolit dan sangat efektif untuk uap dengan konsentrasi rendah.
4.
Absorpsi: Penghilang limbah gas pencemar dengan larutan penyerap, seperti air maupun pelarut organik (minyak silikon). Kesuksesan ditentukan oleh afinitas polutan terhadap cairan.
5.
Sistem membran: Menggunakan perbedaan tekanan pada dua sisi membran. Tekanan aliran gas sekitar 310-1400 kPa. Penanganan secara fisik masih meninggalkan residu lain yang dapat
menimbulkan masalah lain terhadap lingkungan (Akhadi, 2009). Biologi Penanganan gas amoniak secara biologi lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan hasil buangan lagi. Teknologi penanganan bau secara biologi antara lain biofiltrasi, biotrickling filter, dan bioscrubber. Biofilter merupakan teknologi penanganan gas dengan melewatkan gas kontaminan ke media yang berisi materi organik yang mengandung populasi mikroorganisme. Biofilter mampu menghilangkan amoniak sekitar 95-98%, baik menggunakan material organik dan anorganik . Biotrickling filter dan bioscrubber merupakan teknologi penanganan amoniak secara biologi dengan mengimobilisasi bakteri aktif pada permukaan biofilm dengan menggunakan media sintetik seperti plastik dan keramik. rata-rata efisiensi penghilangan bau dengan menggunakan Biotrickling filter dan bioscrubber adalah 70% (Akhadi, 2009). III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat Tabel 3.1.1 Tabel Alat Ammonia (NH3) No.
Alat
1
Pompa Vakum
Gambar
‘
2
Midget Impinger.
No.
Alat
3
Stopwatch
4
Kabel Rol
5
Pipet Volume 50 ml
6
Bulb
Gambar
No.
Alat
7
Labu Ukur 25 ml
8
Corong
9
Hygrometer
10
Anemometer
Gambar
No.
Alat
Gambar
11
Barometer
12
Spektrofotometer
3.1.2 Tabel Bahan Ammonia (NH3)
No.
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
-
50 ml
Larutan 1
Penjerap Ammonia
Gambar
No.
2
3
4
5
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
Larutan
-
2 ml
-
5 ml
3,7%
2,5 ml
-
Secukupnya
Penyangga
Pereaksi Fenil
Pereaksi NaOCl
Vaseline
-
Gambar
No.
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
-
Secukupnya
Gambar
Alumunium
3
foil
Tabel 3.1.3 Hasil Pengamatan Warna Larutan dan Spektrofotometer No
Keterangan
1
Warna larutan uji NH3 hijau kebeningan
2
Hasil dari spektofotometer
3
Hasil pengamatan NH3 seluruh kelompok
Gambar
IV. CARA KERJA 4.1. Skema diagram sampling Masukkan Larutan penjerap asam sulfat 50mL ke dalam botol Impinger
Bungkus dengan Alumunium Foil
Susun rangkaian alat
Matikan pompa vakum kemudian larutan didiamkan selama 30 menit
Catat laju alir 3x dan ukur data meteorologi
Hidupkan pompa vakum, atur laju alir 1 L/menit (selama 1 jam)
4.2. Skema diagram analisis
+ 2 ml Lar. Penyangga + 5 ml Lar. Pereaksi Fenil + 2,5 ml Lar. Pereaksi NaOCl
Masukkan larutan contoh uji 10 ml ke dalam labu ukur 25 ml
Tera dengan aquades dan homogenka n
diamkan 30 menit
V. HASIL PENGAMATAN 5.1. Data Sampling
Lokasi
: Kali Kyai Tapa
Hari/tanggal
: Selasa, 17 Oktober 2017
Cuaca
: Mendung
Kondisi sekitar kantin
: Lokasi parkir dan pedagang kaki lima
Titik Koordinat
: 6010'04"LS dan 106047'19" BT
Suhu
: 32 ˚C (32 + 273 ) = 305 K
Laju alur awal (F1)
: 1 L/menit
Laju alur awal (F2)
: 1 L/menit
Laju alur awal (F3)
: 1,15 L/menit
⁁=630 nm
Tabel 5.1.1 Hasil pengamatan pengambilan sampel Keterangan
Gambar
Pada pengambilan sampel cuaca di sekitar Kampus A Universitas Trisakti cerah, lokasi tepatnya di Kali Kyai Tapa
Universitas
Trisakti dengan
koordinat 6010'04"LS dan 106047'19" BT
5.2 Data Meterologi Tabel 5.2.1 Data Meterologi Kali Kyai Tapa No.
1.
Parameter
Hygrometer Menghasilkan kelembapan 40,2 %RH
2.
Anemometer Menghasilkan kecepatan angin 1,30 m/s dan suhu 320C
Gambar
No.
Parameter
Gambar
Barometer 3.
Menghasilkan tekanan udara 76 mmHg
VI. RUMUS DAN PERHITUNGAN 6.1.Rumus 6.1.1. Rumus Volume Sampel yang diuji V=
𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 𝑃 298 ×𝑡× × 3 𝑇 760
Dimana: V
= Volume Udara pada 25 oC, 76 mmHg (L)
P
= Tekanan atmosfer selama sampling (mmHg)
T
= Temperatur sampel udara (oC)
F1
= Laju alir awal (L/mnt)
F2
= Laju alir tengah (L/mnt)
F3
= Laju alir akhir (L/mnt)
t
= Durasi pengambilan sampel (menit)
298
= Temperatur pada kondisi normal 25 oC (K)
760
= Tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
6.1.2. Rumus Penetapan Nilai Konsentrasi dari Kurva Kalibrasi 𝑌 = 𝑏𝑥 + 𝑎 Dimana: Y = absorbansi sampel a,b = konstanta x = C sampel (µg/L) 6.1.3. Rumus Konsentrasi NH3 di Udara Ambien C 1 jam =
𝑥(𝑁𝐻3) 25 × 1000 × 𝑉 10
𝑡1 0.185 C 24 jam = 𝐶 1 𝑗𝑎𝑚 × ( ) 𝑡2 Dimana: C 1 jam
= Konsentrasi NH3 selama 1 jam(µg/m3)
C 24 jam
= Konsentrasi NH3 selama 24 jam(µg/m3)
x
= nilai konsentrasi dari grafik adsorbansi
V
= Volume Udara pada 25 oC, 76 mmHg (L)
1000
= konversi L ke m3
25
= Faktor pengencer
10
T1
= waktu pengujian 60 menit
T2
= waktu pengujian 24 jam
6.1.4. Konversi konsentrasi dari µg/m3 ke ppm 𝑥 𝑝𝑝𝑚 = (𝑥
24,45 𝜇𝑔 ⁄𝑚 3 ) × 𝑀𝑟 NH3𝑥 103
Keterangan : x
= konsentrasi NH3 dalam µg/m3
Pa
= tekanan pada saat sampling
T
= suhu pada saat sampling
Mr NH3 = berat molekul NH3 (64)
6.2. Perhitungan 6.2.1. Volume Sampel yang diuji
V=
𝐹1 + 𝐹2 + 𝐹3 𝑃 298 ×𝑡× × 3 𝑇 760
V=
1 + 1 + 1.15 760 298 × 60 𝑚𝑛𝑡 × × 3 305 760
= 61,55 Liter
6.2.2. Nilai Konsentrasi dari Kurva Kalibrasi Tabel 6.2.2 Kurva Kalibrasi NH3
Kons
Abs
0
0
0.2000
0.0080
0.4000
0.0280
0.8000
0.0380
1.2000
0.0590
a = 1,4741x10-3 b = 0,0483
r = 0,9845 r2 = 0,9693
Tabel 6.2.3 Nilai Kalibrasi NH3 Kons
Abs
0.1680
0.0020
𝑌 = 𝑏𝑥 + 𝑎 NH3 0.0020 = 0.0483 𝑥 + (−1.4741x10 − 3) 𝑥 = 0.0108
KURVA KALIBRASI NH3 0.07 y = 0.0483x + 0.0015 R² = 0.9693
0.06
Absorban
0.05 0.04 Titik kalibrasi 0.03
NH3 sampel
0.02
Linear (Titik kalibrasi)
0.01 0 0
0.5
1 Kosentrasi
1.5
6.3. Rumus Konsentrasi untuk 1 jam Ammonia 𝐶1 𝐽𝑎𝑚 =
𝑥 25 𝑥 1000 𝑥 𝑣 10
𝑥 25 0,0108 25 𝑥 1000 𝑥 = 𝑥 1000 𝑥 𝑣 10 61,55 10 μg = 0,4386 atau 6,3081 x 10−4 𝑝𝑝𝑚 Nm3
𝐶1 𝐽𝑎𝑚 =
Dimana : C
= konsentrasi NH3 (μg/Nm3)
x
= nilai konsentrasi dari grafik absorbansi
v
= volume udara pada 250C, 76 mmHg (L)
1000
= konversi L ke m3
25/10
= faktor pengencer
6.4. Rumus Konsentrasi untuk 24 jam Ammonia 𝐶24 𝐽𝑎𝑚
60 0,185 μg = 𝐶1 𝐽𝑎𝑚 𝑥 ( ) = 0,2436 𝑎𝑡𝑎𝑢 3,5035 x 10−4 𝑝𝑝𝑚 1440 Nm3
Dimana : C1 = konsentrasi untuk 60 menit C2 = konsentrasi 24 jam T1 = waktu dalam pengambilan 30 menit T2 = waktu dalam pengambilan 1 jam atau 24 jam n
= 0,185
Tabel 6.1.1 Hasil Pengamatan Seluruh Kelompok Kelompok
X
C1 Jam
C24 Jam
Ug/Nm3
Ppm
Ug/Nm3
ppm
1
0,0109
0,4632
6,6619x10-4
0,2573
3,7006x10-4
2
0,0005
0,0211
3,0347x10-5
0,0117
1,6827x10-5
3
0,0109
0,4636
6,6676x10-4
0,2575
3,7034x10-4
4
0,0005
0,0213
3,0706x10-5
0,0118
1,7057x10-5
5
0,0316
1,3494
1,9408x10-3
0,7469
1,0781x10-3
6
0,0108
0,4386
6,3081x10-4
0,2436
3,5035x10-4
7
0,0108
0,3988
5,7364x10-4
0,2215
3,1864x10-4
8
0,0109
0,4291
6,1715x10-4
0,2384
3,4288x10-4
Ket : Hasil perhitungan kelompok praktikan dan hasil kosentrasi NH 3 di Kali Kyai Tapa Universitas Trisakti. Hasil kosentrasi NH3 tertinggi berlokasi di Toilet Laboratorium Lingkungan kampus A Universitas Trisakti.
VII. PEMBAHASAN Pada praktikum ammonia (NH3) dilakukan pengukuran kadar ammonia dengan menggunakan metode Indofenol dan menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 630 nm. Pengambilan contoh uji dilakukan di Kali Kyai Tapa pada koordinat 6010'04"LS dan 106047'19" BT dan suhu sebesar 320C di Universitas Trisakti pada 17 Oktober pukul 14:00 s.d. 15:00 WIB dengan pencatatan 3 kali pengukuran laju alir. Pengambilan contoh uji dilakukan pada siang hari dengan langit mendung dan angin yang kencang. Kondisi sekitar lokasi sampling terlihat banyak kendaraan berlalu lalang dan banyak pedagang kaki lima yang berjualan, Dengan mempertimbangkan, beberapa faktor seperti arah dan kecepatan angin, geografi dan topografi serta tata guna lahan serta lokasi sampling yang berjauhan dengan gedung agar senyawa ammonia di udara dapat dengan mudah masuk ke dalam corong contoh uji. Diperoleh hasil pengamatan dan perhitungan konsentrasi ammonia untuk konsentrasi selama 1 jam diperoleh 0,4386 ug/Nm3 atau 6,3081x10-4 ppm, untuk konsentrasi ammonia
selama 24 jam diperoleh 0,2436 ug/Nm3 atau 3,5035x10-4 ppm, untuk konsentrasi ammonia terbesar dari semua kelompok yang berlokasi di Toilet Laboratorium Lingkungan kampus A Universitas Trisakti diperoleh untuk konsentrasi ammonia selama 1 jam sebesar 1,3494 ug/Nm3 atau 1,9408x10-3 ppm, dan untuk konsentrasi selama 24 jam diperoleh sebesar 0,7469 ug/Nm3 atau 1,0781x10-3 ppm. Konsentrasi tertinggi ini dapat terjadi mengingat lokasi tempat pengambilan contoh uji yang ada di toilet masjid dimana jumlah manusia yang keluar masuk lebih besar pada siang hari menyebabkan kadar ammonia lebih besar dikarenakan salah satu sumber ammonia di dalam air permukaan berasal dari manusia seperti air seni dan tinja, namun di udara dalam bentuk telah terdekomposisi oleh mikroorganisme. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup No.50 Thn 1996 Tanggal 25 November tentang Baku Tingkat Kebauan diperoleh standar baku mutu untuk NH3 adalah 2 ppm. Berdasarkan hasil perhitungan kelompok penulis dan kelompok dengan konsentrasi ammonia tertinggi yang berlokasi di Toilet Laboratorium Lingkungan kampus A Universitas Trisakti, kadar NH3 masih di bawah baku mutu. Namun, beberapa kesalahan data sangat mungkin terjadi baik di dalam pengambilan, perhitungan, maupun pengamatan contoh uji seperti melakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer dalam keadaan larutan yang kurang encer, penaruhan titik contoh uji yang kurang tepat, dan lain sebagainya. Kesalahan ini dapat mempengaruhi peringatan waspada di kali Kyai Tapa kampus A Universitas Trisakti. Karena, dampak yang dapat ditimbulkan ammonia kepada manusia adalah batuk dan iritasi tenggorokan pada dosis kecil, sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru bahkan kematian. Untuk menanggulangi hal ini, ada beberapa cara yang dapat dilakukan yakni secara fisik dan biologi, secara fisik dapat berupa kondensasi, insinerasi, adsorpsi, dan sebagainya. Sedangkan, penanggulangan secara biologi dapat berupa biofiltrasi, biotrickling filter, dan bioscrubber. Metode penanggulangan secara biologi ini merupakan metode yang lebih murah dan ramah lingkungan. Namun, penentuan penggunaan metode fisik dan biologi juga harus mempertimbangkan aspek-aspek penting seperti penentuan suhu dimana metode biologi dapat berlangsung secara optimal.
VIII. SIMPULAN Adapun simpulan dari praktikum ammonia di kali Kyai Tapa Universitas Trisakti adalah sebagai berikut : 1. Hasil kosentrasi ammonia selama 1 jam adalah 0,4386 ug/Nm3 atau 6,3081x10-4 ppm.
2. Hasil konsentrasi ammonia selama 24 jam adalah 0,2436 ug/Nm3 atau 3,5035x10-4 ppm. 3. Hasil dari semua kelompok dengan konsentrasi tertinggi selama 1 jam adalah 1,3494 ug/Nm3 atau 1,9408x10-3 ppm. 4. Hasil dari semua kelompok dengan konsentrasi tertinggi selama 24 jam adalah sebesar 0,7469 ug/Nm3 atau 1,0781x10-3 ppm. 5. Hasil semua kelompok dengan kosentrasi tertinggi masih berada di bawah baku mutu 2 ppm untuk ammonia berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup No.50 Thn 1996 Tanggal 25 November tentang Baku Tingkat Kebauan. 6. Sumber ammonia di udara berasal dari reduksi ntrogen, dekomposisi kotoran, dan industri pembuatan pupuk. 7. Dampak ammonia pada dosis kecil dapat membuat sakit tenggorokan dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. 8. Penentuan penanggulangan ammonia secara fisik dan biologi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. IX. DAFTAR PUSTAKA Akhadi, Mukhlis, 2009. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius Giddings, J.S. 1973. Chemistry Man and Environmental Change. New York: Canfield Press. Mukono, 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya : Airlangga University Pers. Keputusan Menteri Negara Lingkugan Hidup No.50. 1996. Baku Tingkat Kebauan. Jakarta.
LAMPIRAN