Layla Majnun Tesis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN



TESIS



Oleh LELA ERWANY 077009013/LNG



S



C



N



PA



A



S



K O L A



H



E



A S A R JA



SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN



TESIS



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara



Oleh LELA ERWANY 077009013/LNG



SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Induk Program Studi Konsentrasi



: PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN : Lela Erwany : 077009013 : Linguistik : Analisis Wacana Kesusastraan



Menyetujui Komisi Pembimbing



(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D)



(Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si)



Ketua



Anggota



Ketua Program Studi,



Direktur,



(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D)



(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)



Tanggal lulus: 10 September 2009



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Telah diuji pada Tanggal 10 September 2009



PANITIA PENGUJI TESIS Ketua



: Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D



Anggota



: 1. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si 2. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D 3. Prof. Ahmad Samin Siregar, S.S



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



ABSTRAK



Novel sebagai bagian bentuk sastra merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan dibuat manusia melalui tokoh-tokoh ceritanya. Dalam novel Layla Majnun dapat dilihat kehadiran fenomena kejiwaan yang dialami oleh tokoh utama cerita. Fenomena kejiwaan yang hadir di dalam novel inilah yang dimunculkan kepermukaan dengan menggunakan teori psikologi sastra dan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini dipandang mampu mempertahankan keaslian teks dengan menempatkan objek ke dalam bingkai psikologis dan proses mental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi perilaku manusia yang dilihat melalui tokoh Majnun, Layla, dan Syed Omri mengalami frustrasi dan penyesuaian diri. Majnun dan Layla frustrasi karena cinta mereka tidak dapat terwujud di dunia, cinta mereka terhalang karena kesombongan orang tua Layla dan adat yang mengikat. Sedangkan Syed Omri mengalami frustrasi karena gagal membahagiakan Majnun. Untuk mengatasi rasa frustrasi, mereka mengadakan penyesuaian diri atau mekanisme pertahanan. Analisis proses mental pada novel Layla Majnun terdapat 359 klausa dengan rincian: proses mental persepsi 144 klausa atau 40,11%, proses mental afeksi 137 klausa atau 38,16%, dan proses mental kognisi 78 klausa atau 21,73%. Hasil persentase di atas menunjukkan bahwa novel Layla Majnun ini banyak menggunakan klausa aktivitas indra mata dan telinga dan klausa aktivitas hati. Ini sesuai dengan tema novel Layla Majnun yang bercerita tentang cinta. Perasaan cinta yang ada di hati diawali oleh pandangan mata dan mendengar hal-hal yang baik dari orang yang dicintai. Aktivitas otak digunakan untuk membayangkan dan mengenang sang kekasih yang akhirnya akan menambah rasa cinta yang mendalam terhadap orang yang dicintai.



Kata Kunci: Perilaku Manusia, Proses Mental, Frustrasi, dan Penyesuaian Diri.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



ABSTRACT



Novel as a form of literary work is like the world describing the events and behavior created and experienced by human beings through the characters in it. In the novel by Layla Majnun, the existence of psychological phenomena experienced by the main character of the study can be seen. This psychological phenomena is then highlighted through he theory of literary psychology and Systemic Functional Linguistic Theory. This study employs the qualitative method with phenomenological approach because this method is regarded being able to maintain the originality of the text by including the objects to the psychological framework and mental process. The result of this study shows that the representation of human behavior seen through he characters of Majnun, Layla, and Syed Omri who are frustrated, and selfadjustment. Majnun and Layla are frustrated because they can not materialize their love in this world because of the arrogancy of Layla’s parents and strictly binding culture and tradition. Syed Omri becomes frustrated because he fails to make Majnun happy. To overcome this frustration, Layla and Majnun do some self-adjusment or mechanism of defence. The result of mental process analysis done to the novel of Layla Majnun reveals that there are 359 clauses related to mental process perception (40,11 %), 137 clauses related to mental process affection (38,16 %), and 78 clauses related to mental process cognition (21,73 %). The percentage above shows that this novel of Layla Majnun uses more clauses related to the activities of eyes, ears, and heart. This matches the theme of the novel of Layla Majnun which tells about love. The feeling of love grows in the heart is initiated through the sight and listening to the good things said by the person who we love. Brain activity is used to imajine and remember the one we love and eventually it will develop a deeper love for the one we love. Keywords: Behavior by Human Beings, Mental Process, Frustrated and SelfAdjustment.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



UCAPAN TERIMA KASIH



Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmad dan hidayah-Nya, tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah penulis mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak berikut ini. 1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H., Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU beserta Staf Akademik dan Administrasinya, yang telah memberi peluang dan kemudahan kepada penulis sejak perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini. 3. Instansi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPs. Selama menempuh perkuliahan, penulis mendapat bantuan beasiswa dari BPPs Universitas Sumatera Utara. Berkat beasiswa tersebut, penulis dapat menyelesaikan masa studi sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. 4. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Linguistik, sekaligus sebagai Pembimbing Utama. Di tengah-tengah kesibukan beliau, bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat demi kesempurnaan tesis ini. Dengan sikap keibuan dan pengayomannya beliau memberikan arahan dan motivasi sehingga mendorong penulis menyelesaikan tesis ini. Beliau juga adalah mantan Koordinator Kopertis Wilayah I yang telah memberi izin tugas belajar kepada penulis. Untuk itu, jasa beliau tidak mungkin penulis lupakan. Tidak lupa juga kepada Drs. Umar Mono, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Linguistik yang telah memberikan kemudahan urusan kepada penulis.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



5. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si selaku Komisi Pembimbing sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan kesabaran kepada penulis. Beliau mengajarkan banyak hal yang berharga bagi penulis. Dengan pengalaman dan pengetahuan beliau menambah wawasan keilmuan penulis. Beliau juga sangat banyak memberikan bimbingan dan saran yang bermanfaat untuk kebaikan tesis ini. Perhatian, motivasi, kesabaran, dan ketelitian beliau dalam membimbing, memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. 6. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D selaku Penguji yang menjabat Dekan Fakultas Sastra USU. Beliau sangat memotivasi penulis dari awal perkuliahan hingga pembuatan tesis ini. Dukungan beliau terhadap tesis ini sangat besar dari seminar hasil hingga ujian sidang tertutup. 7. Prof. Ahmad Samin Siregar, S.S selaku Penguji, sehingga tesis ini menjadi sempurna karena ketelitian beliau. 8. Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd selaku Koordinator Kopertis Wilayah I beserta Staf Akademik dan Staf Administrasinya yang telah memberikan izin belajar dan kemudahan urusan kepada penulis. 9. Tarmizi, S.H. M.Hum. selaku Rektor Universitas Amir Hamzah, rekan sejawat, dan seluruh sivitas akademika, serta pihak Yayasan Universitas Tengku Amir Hamzah yang telah memberikan kesempatan sekaligus dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini. 10. Secara khusus, penulis sampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda H. Lobai (Alm), Ibunda Hj. Dewi, Ayahanda Abdul Tambunan (Alm), dan Ibunda Soun Munthe, yang selalu memberikan spirit dan doa yang tulus buat kelangsungan hidup dan studi penulis. Dari mereka penulis dapat lebih mengerti akan makna kehidupan dan dapat melihat sisi kehidupan dalam berbagai atmosfir baik konsep maupun kenyataan. Semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih dan rahmad-Nya kepada mereka.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



11. Kakanda OK Saidin, S.H. M.Hum yang selama ini berperan sebagai pengganti ayah bagi penulis dan Kakanda OK Muchtar, Dahliah, Syahril (Alm), Nurhayati dan Nuraini yang selalu mengayomi penulis. Juga kepada Bang Asli, Bang Bonar, Kak Awan, Mara Muda, Spd., Siti, Bina, Briptu Ruslan, Sahrudin, S.T., M.T., dan Khairuddin, M.Si., serta pihak ipar yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Mereka semua adalah orang yang dengan tulus dan ikhlas telah memberikan bantuan baik berupa materi maupun moral sehingga penulis mengerti akan hidup dan kehidupan. Juga kepada semua ponakan yang telah memberikan sumbangsih. 12. Lebih dari itu, penulis juga secara khusus berterima kasih kepada suami tercinta Mara Laut Tambunan, S.H., Ananda terkasih Syafriani Tio Sari, Oesman Bahari Abdullah Tambunan, Fadlan Syarifuddin Tambunan, Fatimah Raudatul Fadhilah, Zainab Alia Aqila, dan Maryam Syarbanu Azzakia yang telah memberikan motivasi yang besar dan kekuatan mental sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Bersama mereka penulis merasakan hidup ini lebih berarti. Mereka tiada hentinya berdoa. Untuk merekalah penulis melanjutkan studi dan kepada mereka pulalah tesis ini penulis persembahkan. 13. Junaidi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Al-Hilal, rekan sejawat, dan Pihak Yayasan Perguruan Al-Hilal yang telah memberi dorongan dan motivasi untuk melanjutkan studi. 14. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Linguistik, sekolah Pascasarjana



USU



Angkatan



2007/2008.



Khusus



buat



komunitas



Larukinagusroma yang terdiri dari personil Ruli, Kiki, Rina, Pak Gustaf, Kak Rosita, dan Kak Ema yang telah banyak berpartisipasi dan ikut memberi warna dalam kehidupan penulis. 15. Staf Administrasi Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU dan semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



KATA PENGANTAR



Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mengatur dunia seorang diri. Dia yang dalam kegelapan hatiku, menyinarkan cahaya yang tiada terlihat. Dia yang menganugrahi manusia keteguhan hati untuk berdoa dan beribadah kepada-Nya. Dia juga yang menganugrahi kepada diriku ilmu, kemudahan dan kemurahan, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam, penulis sampaikan keharibaan nabi Muhammad SAW beserta keluarganya yang syafaatnya kelak sangat diharapkan. Kepada Imam Pemilik Zaman, penulis bertawassul agar senantiasa dalam penjagaannya. Tesis ini berjudul “Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam novel Layla Manun” yang merupakan serangkaian kajian tentang psikologi sastra dan kajian bahasa. Tesis ini membicarakan perilaku manusia yang frustrasi dan penyesuaian diri yang dalam hal ini diwakili oleh manusia yang ada di dalam novel Layla Majnun yaitu: Majnun, Layla, dan Syed Omri. Di dalam tesis ini juga dibahas mengenai kajian bahasa, khususnya proses mental dengan menggunakan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Tesis ini juga membicarakan kaitan antara proses mental dengan perilaku frustrasi dan penyesuaian diri. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini berlangsung bukan tanpa hambatan. Akan tetapi, berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Tulisan ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna bagi pembaca, khususnya tentang frustrasi tesis ini sudah penulis usahakan keilmiahannya, namun penulis mengharapkan kritik dan saran demi untuk penyempurnaan lebih lanjut. Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Wassalam.



Medan, 21 Juli 2009 Penulis,



Lela Erwany



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



RIWAYAT HIDUP



Nama



: Lela Erwany



Tempat, Tanggal Lahir



: Empat Negeri, 8 Juni 1971



Jenis Kelamin



: Perempuan



Agama



: Islam



Alamat



: Jln. Utomo, Desa Bakaran Batu, Kec. Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang



Pendidikan: 1. SD Inpres No. 014721 Empat Negeri, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara (Tamat Tahun 1984). 2. SMP Negeri Simpang Dolok, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara (Tamat Tahun 1987). 3. SMA Negeri Indra Pura, Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara (Tamat Tahun 1990). 4. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu (Tahun Masuk 1991, Tamat Tahun 1995). 5. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Tahun Masuk 2007, Tamat Tahun 2009). Pekerjaan: 1. Dosen Luar Biasa di Universitas Amir Hamzah, Medan (1997 – 2004). 2. Guru Bantu Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Swasta Al-Hilal, Medan (2002-2005) dan menjadi Guru Tetap Yayasan Perguruan Al-Hilal (Sejak Tahun 2005). 3. Dosen Kopertis Wilayah I dpk. UNHAM (Sejak Tahun 2005).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



DAFTAR ISI



ABSTRAK ………………………………………………………………… ABSTRACT ………………………………………………………………... UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... KATA PENGANTAR …………………………………………………….. RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….. DAFTAR ISI …………………………………………………………….... DAFTAR TABEL …………………………………………………………. DAFTAR DIAGRAM ……………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. DAFTAR ISTILAH.......................................................................................



Halaman i ii iii vi viii ix xi xii xiii xiv



BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1.1. Latar Belakang ……………………………………………... 1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….. 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………… 1.3.1. Tujuan Umum ………………………………………. 1.3.2. Tujuan Khusus ……………………………………… 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………. 1.4.1. Manfaat Teoritis ……………………………………. 1.4.2. Manfaat Praktis……………………………………....



1 1 13 13 13 13 14 14 14



BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI ….. 2.1. Kajian Pustaka ……………………………………………… 2.2 . Konsep ……………………………………………………… 2.2.1. Perilaku …………………………………………….. 2.2.2. Proses Mental ………………………………………. 2.2.3. Novel ……………………………………………….. 2.3. Landasan Teori …………………………………………….. 2.3.1. Teori Psikologi Sastra ………………………………. 2.3.2. Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) ………………



15 15 17 17 23 24 27 27 33



BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………… 3.1. Sumber Data ………………………………………………… 3.2. Pengumpulan Data ………………………………………….. 3.3. Keabsahan Data …………………………………………….. 3.4. Analisis Data ……………………………………………….. 3.5. Tahapan Penelitian …………………………………………. 3.5.1. Tahap Persiapan …………………………………….. 3.5.2. Tahap Pelaksanaan …………………………………..



37 41 42 43 43 44 44 44



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



3.5.3. Tahap Penyelesaian ………………………………….



45



BAB IV GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN………………. 4.1. Struktur Novel Laila Majnun……….………………………….. 4.1.1. Tema ………………………………………………… 4.1.2. Alur …………………………………………………. 4.1.3. Karakter …………………………………… ……….. 4.1.4. Bahasa……………………………………………….. 4.1.5. Latar…………………………………………………. 4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun…….…………………… 4.3. Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan Penulis Kisah-kisah Cinta.......................................................



46 46 46 47 52 59 60 62 66



BAB V REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA DALAM NOVEL LAILA MAJNUN……………......................................................... 5.1. Frustrasi…………………………………………………….. 5.1.1. Reaksi Agresif………………………………………. 5.1.2. Reaksi Menghindar………………………………….. 5.1.3. Reaksi Kompromi…………………………………… 5.2. Penyesuaian Diri……………………………………………. 5.2.1. Regresi………………………………………………. 5.2.2. Berkhayal……………………………………………. 5.2.3. Pengalihan…………………………………………… 5.2.4. Menutup Kelemahan………………………………… 5.2.5. Peningkatan Diri……………………………………..



72 72 73 80 84 95 96 99 102 104 108



BAB VI ANALISIS PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN…..................................................................................... 6.1. Analisis Proses Mental……………………………………… 6.1.1. Mental Persepsi……………………………………... 6.1.2. Mental Afeksi ………………………………………. 6.1.3. Mental Kognisi……………………………………… 6.2. Persentase Analisis Proses Mental …………………………



112 112 114 116 119 121



BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 7.1. SIMPULAN ………………………………………………. 7.2. SARAN ……………………………………………………



126 126 128



DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..



130



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



DAFTAR TABEL



Nomor



Judul



Halaman



1.



Refresentasi Perilaku Manusia dalam Novel LM ………………..



111



2.



Persentase Analisis Proses Mental Novel LM …………………...



121



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



DAFTAR DIAGRAM



Nomor



Judul



Halaman



1.



Formulasi Bandura tentang Perilaku ……………………………..



20



2.



Bahasa dan Konteks Sosial oleh Martin (Saragih, 2006: 3) ……..



35



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



DAFTAR LAMPIRAN



Nomor



Judul



Halaman



1.



Sinopsis........................................................................…………..



133



2.



Tabel Analisis Proses Mental ..............................................……..



146



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



DAFTAR ISTILAH



Agresif



: Reaksi menyerang atau menyakiti. Perilaku ini terjadi karena usaha untuk mencapai tujuan telah buntu.



Ahlulbait



: Garis keturunan Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada duabelas Imam suci dalam kepercayaan mazhab Syi’ah



Ahlul-Kisa



: Keturunan nabi yang terdapat dalam hadist Kisa yang mengacu kepada lima orang manusia suci yaitu, Nabi Muhammad SAW, Imam Ali as, Syaidah Fathimah as, Imam Hasan as, dan Imam Husain as.



Asy



: Sup yang terbuat dari campuran tepung dan daging yang dibuat pada hari ke-9 dan 10 Muharram dan diberikan kepada peserta aza. Makanan ini adalah makanan khas masyarakat Iran.



Asyuro



: Tanggal 10 Muharram.



Aza Muharram



: Acara duka yang digelar untuk memperingati syahidnya Imam Husain as di Karbala pada tanggal 10 Muharram.



Baligh



: Cukup umur atau dewasa.



Berkhayal



: Melamun, reaksi ini terjadi ketika seseorang melakukan kompensasi atas keinginan yang tidak tercapai.



Climax



: Bagian alur cerita yang menunjukkan peristiwa mencapai puncaknya.



Denoument



: Bagian alur cerita yang menunjukkan pemecahan soal dari semua peristiwa atau penyelesaian.



Ego



: Bagian dari jiwa yang bereaksi terhadap kenyataan eksternal yang dianggap seseorang sebagai ‘diri’.



Eros



: Nafsu untuk hidup dan mempertahankan kehidupan. Perilaku yang ditujukan untuk kelangsungan dirinya sendiri dan kesenangan.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Fenomena



: Hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.



Fenomenologi



: Aliran pemikiran kesusastraan yang muncul di Jerman pada awal abad ke-20. Pada mulanya aliran ini adalah hasil dari pemikiran falsafah yang dikemukakan oleh Edmund Husserl.



Free-floating anger



: Reaksi orang frustrasi kronis yang kemarahan atau rasa permusuhan yang diungkapkan tidak pandang bulu.



Frustrasi



: Rintangan terhadap dorongan atau kebutuhan. Frustrasi juga diartikan sebagai proses tingkah laku yang terhalang.



Generating circumtanses



: Bagian alur yang menunjukkan peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak.



Id



: Bagian dari jiwa yang tak disadari yang menyangkut impuls-impuls yang naluriah, keturunan.



Kompromi



: Menyerah pada suasana yang tidak mengenakkan agar tujuan yang diimpikan tetap bisa terlaksana.



Libido



: Keinginan atau hasrat yang harus dipuaskan.



Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)



: Teori linguistik yang dipelopori oleh M.K.A. Halliday yang berkebangsaan Australia yang memfokuskan perhatian terhadap hubungan bahasa dan konteks.



Macan Ali



: Gelar yang diberikan kepada Imam Ali as karena kekuatan, keberanian dan kesederhanaannya.



Mazhab Syafi’i



: Mazhab Islam terbesar yang berpedoman kepada fikih Imam Syafi’i.



Mazhab Syi’ah



: Mazhab mayoritas masyarakat Iran yang percaya kepada kepemimpinan duabelas imam.



Menutup Kelemahan



: Mengganti kelemahan dengan menunjukkan kelebihan.



Pengalihan



: Perwujudan serangan yang ditujukan kepada objek sasaran yang lain.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Peningkatan Diri



: Tumbuhnya kesadaran akan hasrat pemenuhan dalam usaha mencapai tujuan dan cita-cita yang dikehendaki.



Perilaku



: Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.



Proses Mental



: Kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi di dalam diri manusia.



Proyeksi



: Penggantian kearah luar yang merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri.



Psikoanalisis



: Sistem psikologi dan penyimpangan mental.



Psikologi



: Studi ilmiah mengenai pikiran dan perilaku.



Psikologi Sastra



: Kajian sastra yang dikaitkan dengan aktivitas kejiwaan.



Rasionalisasi



: Proses merekayasa alasan agar terkesan logis untuk mempertahankan harga diri.



Regrasi



: Kembali ke perilaku atau ke tahap perkembangan yang sebelumnya.



Ricing Action



: Bagian alur yang menunjukkan keadaan mulai memuncak.



Scapegoating



: Mencari kambing hitam atau mengalihan penyerangan ke objek penyebab frustrasi karena ada rasa tidak berani mengungkapkan rasa marah secara langsung.



Situation



: Bagian alur yang menunjukkan pengarang mulai melukiskan keadaan.



Sublimasi



: Penggantian kepuasan karena kepuasan langsung dari keinginan tidak mungkin terlaksana.



Suicide



: Reaksi orang frustrasi dengan cara menyerang diri sendiri sebagai objek pengganti kemarahan atau bunuh diri.



Thanatos



: Nafsu atau gairah untuk mati.



metode



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dalam



perawatan



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Pengaruh Iran yang dulu terkenal dengan nama Persia, terhadap Indonesia



kebanyakan dalam bidang kebudayaan, kesusastraan, pemikiran, dan tasawuf. Pada kenyataannya, kebudayaan bangsa Iran cukup berpengaruh terhadap seluruh dunia. Masyarakat Iran, setelah menerima agama Islam, banyak menemukan keahlian dalam semua cabang ilmu keislaman, yang tidak satu pun dari bangsa lainnya yang sampai pada derajat tersebut. Sejak berabad-abad lampau hingga kini, Iran memiliki peranan penting dalam percaturan dunia internasional. Kawasan ini tidak hanya menjadi tempat kelahiran bapak revolusi Islam, yaitu Imam Khomeni, tetapi sejak dahulu telah menjadi tanah kelahiran filsuf dunia seperti Razi, Kharazmi, Khoja Nashiruddin Thusi, Firdausi, Rumi, Hafiz, Athar, Sa’di, Umar Khayam, Nizhami, dan Sanai (Iqbal, 2006: vii). Dalam wacana kesusastraan, Iran telah mengukir sederet prestasi yang prestisius. Salah satu tema sentral literatur sastra mereka adalah keadilan. Oleh karena itu, wajar apabila banyak orang selalu jatuh hati kepada karya-karya sastra Iran. Sa’di penyair besar Iran pernah mengatakan bahwa janganlah sekali-kali menyakiti semut karena binatang itu memiliki nyawa sedangkan nyawa adalah sesuatu yang sangat berharga. Bangsa Iran telah menyemarakkan dunia dengan karya-karya sastra tinggi



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dalam bidang moral, ilmu-ilmu dunia dan akhirat, seni dan budaya, serta spiritualitas. Sastra Persia sudah menjadi sastra dunia internasional (Iqbal, 2006: ix). Hamzah Fanshuri adalah nama yang tidak bisa dilupakan dalam hal ini. Ia adalah seorang sufi dan penyair Indonesia yang turut berjasa dalam menyebarluaskan konsep-konsep Wahdat al-Wujud di Aceh dan tanah Melayu. Hamzah Fanshuri sangat menguasai bahasa Persia dan Arab. Dalam karya-karya prosanya, seperti Asrar al-Arifin, Syarab al-‘Asyikiqin, al-Muntaha, dan Ruba’iyat Hamzah, bertebaran kosa kata Persia. Demikian pula, dalam karya karya itu, seringkali dikutip dialog burungburung dari kitab Mantiq ath-Thayr karya Athar. Dengan demikian bisa menyimpulkan bahwa pengaruh budaya Iran sangat kental dalam kebudayaan Indonesia. Setiap tahun, sebagian masyarakat Indonesia kerap mengenal ritual ‘Aza Muharam dengan memasak sajian khusus dan membagibagikannya kepada masyarakat. Makanan ini mirip dengan makanan asy yang ada di Iran. Di Jawa, makanan ini dikenal dengan nama “bubur suro” sedangkan di Aceh dengan nama “kanji asyura”. Masyarakat Minang, memiliki tradisi sendiri untuk menghormati Asyura (10 Muharram), yakni perayaan tabuik atau tabut. Tabut adalah upacara ritual keagamaan yang diadakan untuk memperingati syahidnya Imam Husain cucu Rasulullah SAW di Karbala. Sejarah mencatat bahwa, di samping orang-orang Arab dan orang-orang Islam dari India, orang-orang Iran memiliki peranan yang penting dalam perkembangan Islam di Indonesia dan negeri-negeri Timur Jauh lainnya. Ada dugaan bahwa sebagain besar raja di Aceh bermazhab Syi’ah. Dimungkinkan pada masa awal Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



perkembangan Islam di sini, fikih Syi’ahlah yang berlaku. Namun, dengan berkembangnya mazhab Syafi’i, mazhab Syi’ah mulai terkikis dan sekarang pengaruh fikih Syi’ah di Indonesia tidak terlihat lagi (Iqbal, 2006: 27). Pengaruh bahasa Iran juga terekam dalam karya-karya sastra Melayu. Sebagian besar karya sastra klasik Iran diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Dalam kitab Sejarah Melayu dan buku-buku lainnya, ucapan dan perumpamaan rajaraja Persia sering kali dikutip. Hal in juga membuktikan bahwa raja-raja Persia itu sangat dikagumi masyarakat Melayu. Kosa kata seperti bandar dan nakhoda, sejak berabad-abad lampau sudah menjadi bahasa Melayu (Indonesia). Sebagian besar raja Melayu menggunakan gelar-gelar Persia seperti Malik, Syah, dan Sultan. Gelar ini juga disandang oleh raja-raja di Malaysia dan Indonesia. Misalnya saja, di Malaka Sultan Muzhafar Syah, Sultan Manshur Syah, dan di Pahang Sultan Muhammad Syah. Pengaruh Iran juga terlihat pada singgasana para sultan di kesultanan Islam Malaka. Masyarakat Malaka suka memakai topi yang bernama “dastar”, persis topi yang sering digunakan masyarakat Iran di zaman dahulu. Gedung resmi kesultanan Melayu disebut dengan “istana” yang diambil dari bahasa Persia dan stempel kesultanan disebut dengan “Cap Muhur”. Kisah-kisah tentang keberanian, keadilan, dan kesederhanaan Imam Ali as sangat berpengaruh terhadap kesusastraan dunia Islam. Demikian pula adanya kisahkisah keberanian Imam Ali as dalam literatur Indonesia menunjukkan pengaruh kuat mazhab Syi’ah terhadap pemikiran-pemikiran dan ritual-ritual masyarakat Indonesia. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Kitab Sejarah Melayu mencatat bahwa pada tahun 1511 M, beredar sebuah hikayat tentang Muhammad Hanafiah (Hikayat Muhammad Hanafiah), putra Imam Ali bin Abi Thalib as, yang dibacakan di hadapan Kesultanan Islam Malaka, agar keberanian mereka bertambah, sehingga para tentara Malaka itu terdorong untuk melawan tentara Portugis dengan penuh keberanian. Masyarakat Malaysia sangat menghormati Ahlulbait Rasulullah SAW. Mereka menganggap Imam Ali as sebagai sumber keberanian. Dengan perantaraan Imam Ali as, yang bergelar Asadullah (Singa Allah), mereka memohon pertolongan kepada Allah SWT. Pada sejumlah bendera milik beberapa kesultanan lokal di Malaysia, gambar “Singa Ali” melambangkan kebesaran dan keberanian. Ini dapat dilihat pada bendera milik Kesultanan Islam Kelantan, Malaysia. Dalam literatur Melayu, Buraq disebut sebagai kuda Rasulullah SAW. Di samping itu, mereka juga meyakininya sebagai kuda Imam Husain as. Hal ini karena Buraqlah yang membawa ruh suci Imam Husain as ke sisi Allah SWT setelah syahid di padang Karbala (Iqbal, 2006: 126). Pada bendera Kesultanan Islam Cirebon dan dinding-dinding istana kesultanan, yang di Jawa Barat di kenal dengan nama Kasepuhan, terpampang gambar “Macan Ali”. Pada pendapa istana ini, di pasang dua gambar “Macan Ali”, untuk keselamatan Kesultanan itu dari segala musibah dan ekspansi para penjajah. Gambar ini masih terpampang hingga sekarang. Di samping itu, sewaktu Kesultanan Demak, Jawa Tengah, bersama pasukan Kesultanan Islam Cirebon, atas perintah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



di bawah komando Fatahillah, membebaskan Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527 M, yang kemudian kota itu diberi nama Jayakarta (artinya kemenangan yang besar). Mereka membawa bendera yang terdapat simbol “Kekuatan Allah SWT dan lima orang dari Ahlul-Kisa”. Simbol ini berupa nama Allah SWT dan kekuatan-Nya dengan simbol Bismillah, surah al-Ikhlas, dan surah al-Fath. Juga terdapat inisial dari nama Muhammad SAW dan Fatimah as, simbol kekuatan dan keberanian Amirul Mukminin Ali as dengar gambar seekor singa, pedang Imam Ali as yang terkenal dengan julukan Zulfikar (pedang yang bermata dua), dan dua ekor singa lainnya sebagai simbol Imam Hasan as dan Imam Husain as ( Iqbal, 2006: 126-127). Kedatangan Islam ke tanah Melayu telah membawa perkembangan baru kepada wilayah ini. Masyarakat Melayu hidup di Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, di wilayah Patani (Thailand), Filipina, dan Srilanka. Pengaruh kebudayaan Iran terhadap kebudayaan Melayu, pada hakikatnya adalah berada di bawah pengaruh tradisi Islam yang datang dari negeri Arab dan Iran, yang warna tradisi Irannya tampak lebih kuat. Pengaruh Syi’ah juga terlihat pada ritual pembacaan doa untuk menghindar dari musibah (tolak bala), yang disebut dengan “Jampi Mantra”, dan tradisi pembacaan doa ratib. Sastra Islam datang bersamaan dengan kedatangan Islam ke alam Melayu. Sastra Islam ini bertugas untuk menyokong pendakwaan dalam agama Islam. Sastra Islam yang pertama berkembang di alam Melayu adalah sastra kitab. Kemudian barulah sastra berbentuk legenda dan kisah nabi.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Di awal sudah dijelaskan bahwa agama Islam yang berkembang di alam Melayu pada mulanya berasal dari ulama India dan Persia. Oleh karena itu, karya sastra yang bercorak Islam banyak yang berasal dari Persia. Jika dalam puisi dikenal, gazhal, nazam, bayt, qit’ah, dan lain-lain. Sedangkan dalam bentuk prosa dijumpai dalam sastra berbingkai. Salah satu jenis sastra berbingkai adalah Hikayat Seribu Satu Malam. Hikayat Seribu Satu Malam merupakan sastra berbingkai karena di dalam cerita itu terdapat cerita lain. Di dalam Hikayat Seribu Satu Malam terdapat kisah utama tentang bagaimana Ratu Syahrazad menceritakan satu kisah setiap malam selama seribu satu malam kepada Raja Syahriar, suaminya, untuk menunda hukuman mati dari suaminya itu (Yuwono, 2007: 89). Cerita-cerita yang terdapat di dalam Hikayat Seribu Satu Malam yang sangat popular dan diingat oleh masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Melayu, adalah Aladin, Ali Baba, Abu Nawas, Laila Majnun, dan lain-lain. Dalam kreativitas penulisan cerita-cerita tersebut disajikan dalam berbagai bentuk, seperti cerita anak, komik, dan humor. Akhirnya timbullah cerita dalam beberapa versi yang disesuaikan dengan kultur budaya cerita itu tercipta. Cerita itupun sering didramakan dan difilmkan. Dalam kesusastraan Melayu klasik, cerita Abu Nawas ini berubah versinya menjadi cerita Pak Belalang. Laila Majnun masuk ke alam Melayu melalui sastra berbingkai. Sikana (2007: 85), mengatakan:



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



“Salah satu genre sastra bawaan daripada Arab Parsi yang dikaitkan dengan hikayat ialah sejenis penceritaan yang sambung bersambung dan berantai. Genre ini terkenal dengan nama Hikayat Berbingkai, karena strukturnya berbeza dari hikayat umum. Dapat juga dinyatakan ia bersifat sebagai cerita dalam cerita yaitu ceritanya terjadi daripada satu cerita pokok dan di dalamnya terdapat berbagai-bagai cerita yang lain, dikenali sebagai cerita sisipan, cerita berakhir dengan kembali kepada cerita pokok.…cerita yang sedia dikenal oleh masyarakat ialah Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Kalilah dan Dimnah, dan Hikayat Seribu Satu Malam”. Di Indonesia, Laila Majnun pernah ditulis oleh Hamka dan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1932, tebalnya 74 halaman. Kemasyhuran kisah Laila Majnun ini juga telah memberi inspirasi kepada sutradara kondang Indonesia, alm. Sjumandjaja, untuk membuat cerita layar lebar. Tahun 1975, dibuatlah film dengan judul Laila Majnun dengan bintang utama Rini S Bono sebagai Laila dan Ahmad Albar sebagai Majnun. Film ini mengantongi penghargaan untuk kategori Aktor Pembantu bagi Farouk Afero pada Festival Film Indonesia 1976 (Purwantari, 2004). Laila Majnun (selanjutnya disebut LM) adalah salah satu kisah yang populer dalam dunia Islam. Selama lebih dari seribu tahun beragam versi dari kisah tragis ini telah muncul dalam bentuk prosa, puisi, dan lagu dalam hampir semua bahasa di negara-negara Islam Timur Dekat. Meski demikian, sajak epik Nizami-lah yang masih menjadi dasarnya. Nizami, seorang penyair Persia, ditugaskan untuk menulis LM oleh penguasa Kaukasia, Shirvanshah, pada tahun 1188 Masehi. Dalam pengantar aslinya pada puisi tersebut, Nizami menjelaskan bahwa seorang utusan dari Syirvanshah menemuinya dan memberinya sebuah surat yang ditulis tangan oleh sang raja sendiri. Syirvanshah



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



memuji Nizami sebagai “penyair dengan keelokan kata-kata terhebat di dunia”, lalu meminta Nizami untuk menulis sebuah epik romantis yang diambil dari cerita rakyat Arab; kisah mengenai Majnun yang telah melegenda, sang penyair yang “gila cinta”, dan Laila gadis padang pasir yang kecantikannya sangat terkenal (Nizami, 2008: 8). Sedangkan Dar (2003: 9) penerbit dari Bairut berkomentar, LM menempati posisi penting dalam deretan kisah cinta abadi mayarakat Arab. Kisah ini dituturkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga menjadi semacam legenda yang menjadi buah bibir para juru kisah di setiap penjuru negeri Arab, kisah Qays dan Layla bukan sekedar cerita fiksi. Ia memiliki batas-batas faktual yang biasanya mempermainkan imajinasi untuk kemudian diubah menjadi sekadar cerita atau mitos. Banyak pengarang yang menyandarkan setiap kisah cinta pada kisah ini. Mereka lalu menisbatkan banyak syair-syair cintanya kepada Qays, syair-syair yang diucapkannya untuk Layla. Kepopuleran kisah Layla dan Majnun ini dirasakan juga di Indonesia. Dua penerbit di Indonesia menerbitkan cerita tersebut, yaitu Ilman Books dan Navila pada tahun 2002. Bahkan, buku terbitan Navila menjadi buku paling laris dengan mencetak rekor memasuki cetakan ke-18 pada bulan Mei 2004. Sementara buku terbitan Ilman Books telah memasuki periode cetakan ke-6 pada tahun 2004 (Purwantari, 2004). Kisah Layla dan Majnun terus diterbitkan di Indonesia. Pada tahun 2002, penerbit Oase menerbitkan Laila Majnun dan sampai Maret 2008 sudah memasuki cetakan ke-10. Buku terbitannya terjual lebih dari 10.000 eksemplar dan mendapat julukan National Best Seller. Begitu juga dengan percetakan Babul Hikmah yang Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



menerbitkan Laila Majnun tahun 2007 dan pada bulan Juli 2008 sudah memasuki cetakan ke-3. Buku terbitannya mendapat julukan International Best Seller. Amin (2008: 109) menyatakan: “Nizhami adalah sufi penyusun kisah-kisah cinta yang sangat monumental. Karyanya yang sangat terkenal adalah Laila dan Majnun yang telah diterjemahkan ke dalam hampir semua bahasa-bahasa dunia. Kisah Laila dan Majnun ini mengisahkan kisah cinta anak manusia yang tak sampai yang akhirnya sang laki-laki, yaitu Qais menjadi gila dikarenakan cintanya yang amat besar dan tergila-gila kepada Laila. Kendatipun berbentuk cerita tak urung karya-karya itu mengandung banyak pelajaran tersembunyi bagi para penempuh jalan spiritual. Tingkatan pengajarannya berkisar pada pelajaran yang diperuntukkan bagi orang-orang awam hingga yang dikhususkan bagi para pengenal sebuah tarekat sufi”. Selanjutnya Colin (Nizami, 2008: 9) mengatakan, Nizami sungguh telah menciptakan sesuatu yang “khusus”untuk rajanya, Shirvanshah. Keasliannya yang menolok terletak pada caranya yang bagus sekali dalam melukiskan area kejiwaan yang berhubungan dengan kompleksitas emosi manusia ketika dihadapkan kepada “cinta yang tidak mengenal hukum”. Cahaya yang dibawa hati ketika sedang jatuh cinta; gairah dari rasa kasih sayang; duka akibat perpisahan; kepedihan akibat kesangsian dan kecemburuan; pahitnya cinta yang dikhianati; kesedihan yang ditimbulkan oleh kehilangan. Bahasanya mungkin adalah bahasa Persia abad ke-12, namun temanya adalah sesuatu yang menembus semua batasan ruang dan waktu. Sehubungan dengan komentar Colin di atas mengenai area kejiwaan, karya sastra memang erat hubungannya dengan psikologi. Sastra pada dasarnya mengungkapkan kejadian. Namun kejadian tersebut bukanlah “fakta sesungguhnya”, melainkan sebuah fakta mental pengarang. Pengarang mengolah fakta objektif



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dengan menggunakan fakta imajinasi, sehingga tercipta mental imajinatif. Di dalam karya sastra akan tercermin berbagai fakta imajinatif yang membutuhkan kecermatan dalam penelitiannya. Atar Semi (Endraswara, 2008: 7) menyatakan: “…karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius) setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan dalam bentuk tertentu secara sadar (concious) dalam bentuk ciptaan karya sastra”. Pendapat Atar Semi di atas, mengingatkan kepada kita bahwa karya sastra itu tidak bisa terlepas dari pengarangnya. Dalam menciptakan karyanya pengarang menuangkan idenya melalui fakta imajinasi dan merealisasikannya dalam bentuk tulisan. Setelah karya sastra tercipta, maka dalam memahami karya tersebut pembaca juga mengalami proses kejiwaan. Untuk merekam gejala psikologi tersebut diperlukan seperangkat teori ilmu jiwa. Tidaklah mengherankan jika terlahir beraneka psikologi yang menyoroti kepribadian. Sebagai contoh lahir Psikoanalisis yang dikembangkan oleh S. Freud dan lahir pula pemikiran yang serupa dari Alfred Adler yang mengemukakan teori Psikologi Individual. Teori kepribadian lain yang dikenal dengan nama Social Learning Theory hasil pengamatan dan studi dari seorang pakar yang bernama Albert Bandura tidak ketinggalan pula seorang psikolog kondang dari Amerika, yaitu Abraham Maslaw yang merumuskan teorinya dengan sebutan Humanistic Theory of Personalitiy. Kita mengenal pula tokoh besar lain dari negeri yang sama, yaitu George Kelly, dengan rumusan teori Cognitive Theory of Personality. Sastra dan psikologi memiliki esensi penelitian yang sama yaitu manusia, baik dari segi watak maupun perilaku. Wilayah penelitian keduanya sering terfokus pada



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



masalah manusia yang berbeda. Psikologi terfokus pada manusia dalam dunia nyata, sedangkan sastra terfokus pada manusia dalam dunia khayal. Pemahaman manusia dalam sastra akan lengkap apabila ditunjang oleh psikologi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penelitian psikologi sastra jelas merupakan gabungan dari teori sastra dan teori psikologi. Hukum-hukum psikologi dicocokkan dengan dalil sastra sehingga membentuk kerangka analisis. Namun yang perlu dicermati oleh peneliti sastra adalah yang paling dominan harus teori sastra agar penelitian tetap berada dalam koridor sastra. Psikologi hanya sebagai alat bantu saja untuk mengungkapkan perilaku manusia dalam karya sastra. Novel LM dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji. Selain karena novel ini termasuk novel terlaris nasional dan internasional, kelebihannya juga terletak pada ceritanya yakni penderitaan batin yang dialami oleh Majnun sebagai tokoh utama. Penderitaan batin tersebut menimbulkan perilaku yang menyimpang dari manusia normal. Hal ini disebabkan karena frustrasi yang berkepanjangan yang dialami oleh Majnun. Majnun sangat mencintai Layla. Cintanya kepada Layla tidak bisa disamakan dengan cinta siapa pun di dunia ini. Ia rela hidup menderita demi mempertahankan cinta tersebut. Begitu juga dengan Layla. Cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan, namun karena kesombongan orang tua Layla, membuat cinta mereka terhalang. Majnun tetap setia pada cintanya, begitu juga Layla. Namun karena Layla perempuan, dia tidak bisa berbuat seperti Majnun dalam melampiaskan rasa cintanya. Adat dalam masyarakat Arab melarang perempuan yang sudah baligh bermain-main di luar rumah. Ia harus memasuki masa pemingitan. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Layla lebih menderita dari Majnun. Akhirnya rasa cinta itu harus dibawa sampai mati. Penderitaan yang dialami oleh kedua tokoh utama ini akan sangat menarik bila dikaji secara psikologi. Psikologi memberikan gambaran tentang aktivitasaktivitas individu, baik aktivitas secara motorik, kognitif, maupun secara emosional. Aktivitas-aktivitas itu merupakan perilaku sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Jika dikaitkan dengan kejadian yang dialami oleh Layla dan Majnun, maka novel LM ini sangatlah tepat apabila dikaji melalui pendekatan psikologi sastra, tepatnya analisis frustrasi. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang perilaku Layla dan Majnun, dan Syed Omi sebagai tokoh yang mengalami frustrasi dalam cerita LM. Perilaku tersebut juga hanya dibatasi pada perilaku frustrasi dan penyesuaian diri mereka. Di samping itu, penelitian ini juga membahas tentang proses mental dalam novel LM. Proses mental dapat memperlihatkan kepada pembaca tentang keadaan jiwa orang yang sedang jatuh cinta dan perilaku orang yang cintanya terhalang yang dalam hal ini berkaitan dengan frustrasi dan penyesuaian diri.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



1.2.



Rumusan Masalah Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan suatu



rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah representasi dari perilaku manusia dalam novel LM? 2. Bagaimanakah perolehan proses mental dalam novel LM?



1.3.



Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua tujuan yakin tujuan



umum dan tujuan khusus. 1.3.1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji fenomena kejiwaan tokoh utama melalui novel LM. Pengkajian salah satu aspek dari karya sastra (novel) belum memadai untuk memahami novel tersebut. Oleh karena itu, pengkajian terhadap novel LM dari perspektif kejiwaan akan menambah pemahaman yang lebih luas lagi tentang novel tersebut. Pengkajian semacam ini dilakukan untuk lebih memperkokoh kritik sastra dan menambah wawasan dalam kajian sastra itu sendiri. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Mendeskripsi dan menganalisis perilaku manusia dalam Novel LM. 2. Mendeskripsi dan menganalisis proses dalam novel LM.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



1.4.



Manfaat Penelitian



1.4.1. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penerapan teori psikologi dalam kajian sastra. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan model penelitian psikologi sastra terhadap kajian karya sastra yang lain. 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian linguistik tentang fungsi eksperensial yang direalisasikan melalui analisis proses mental. 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi kepada penikmat dan pembaca tentang fenomena kejiwaan tokoh utama dalam novel LM. 2. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang penyakit jiwa yang disebabkan oleh frustrasi.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI



2.1.



Kajian Pustaka Pengkajian terhadap novel LM sebenarnya sudah banyak dilakukan terutama



yang berbentuk artikel. Melalui internet, penulis temukan lebih dari duapuluh kajian yang membahas tentang kekuatan cinta Majnun. Melalui Pustaka Online Media ISNET - Hosen (1997), memperlihatkan energi cinta Majnun terhadap Laila diibaratkan seperti cinta Majnun terhadap Allah. Dalam ech’s Blog (2004) dibahas mengenai cinta Majnun terhadap Laila hampir sama kisahnya denga kehidupan yang dialaminya. Harian Kompas tanggal 23 Oktober 2004, membahas tentang perbandingan naskah LM yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, Ilman Books, dan Navila. Dari pengamatan penulis, terdapat beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian ini. Margaretha Evi Yuliana (UNS, 2004) meneliti untuk skipsinya yang berjudul “Konflik Tokoh-Tokoh Utama Novel Ca-Bau-Kan karya Remi Sylado: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang dialami tokoh utama dalam novel ini memengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat dalam bentuk tindakan menyimpang dari norma-norma dalam masyarakat. Penelitian lain dilakukan oleh Astin Nugraheni (UMS, 2006) dengan judul skripsinya “Konflik Batin Tokoh Zaza dalam Novel Azelea Jingga Karya Naning Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Pranoto: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang dialami tokoh utama harus dihadapkan pada dua pilihan yang berat antara kesetian terhadap suami dan kenyataan pahit yang harus dihadapi karena suaminya selingkuh. Penelitan lain dilakukan oleh Tarmizi Ramadhan (Tarmizi Ramadhan’s Blog, 21 Nopember 2008) dengan judul “Analisis Frustrasi Tokoh Utama Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu (Sebuah Kajian Psikologis)”. Kajian ini didasarkan pada hasil kajian Siswantoro (2005: 62) dengan judul: A study on Frustrasion on Relfelcted in Harry, the Major Character of “The Snows of Kilimanjaro”, a Fiction by Ernest Hemingway: Psychological Approach. Dalam analisisnya peneliti mengungkapkan penyebab frustrasi Nayla, wujud frustasi Nayla, dan self adjasment (penyesuaian diri) Nayla. Dari kajian di atas, penulis mencoba melakukan hal yang sama tentang perilaku Laila dan Majnun dalam LM. Penulis juga akan menganalisis sebab-sebab dan wujud frustrasi serta penyesuaian diri mereka. Kajian tentang Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dalam karya sastra sudah banyak dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Rohani Ganie (USU, 2008) dengan judul tesisnya “Analisis Genre Narasi Hikayat Perang Sabil: Pendekatan Linguistik Sistemik”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses yang mendominasi dalam hikayat itu adalah proses material. Hal ini disebabkan banyaknya verba aksi dan tindakan yang digunakan dalam hikayat tersebut.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Penelitian lain dilakukan oleh Hesti Fibriasari (USU, 2008) dengan judul tesis “Representasi Makna Eksperensial dan Antarpersona dalam Pengantar Majalah Femina dan Kartini”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat makna eksperensial yang digunakan pada pengantar majalah tersebut, yaitu: proses material, proses mental, proses relasional, dan proses verbal. Namun, kajian fungsi pengalaman atau eksperensial terrhadap novel LM ini, belum pernah dilakukan. Dari uraian tentang hasil penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa orisinilitas penelitian dengan judul “Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam novel Laila Majnun” dapat dipertanggungjawabkan.



2.2.



Konsep



2.2.1. Perilaku Psikologi merupakan ilmu tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas individu. Karya sastra masih ada hubungannya dengan psikologi. Woodwortth dan Marquis (Walgito, 2003: 15) memberikan gambaran bahwa psikologi itu mempelajari aktivitas-aktivitas individu atau perilaku individu. Perilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut dalam pengertian yang luas, yaitu perilaku yang menampak (overt behaviour) dan atau perilaku yang tidak menampak (inert behaviour), demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut di samping aktivitas motorik juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif. Menurut Tim (2005: 858) di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “perilaku” bermakna ‘tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



lingkungan’. Ini menunjukkan bahwa perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun demikian, sebagian terbesar dari perilaku individu itu sebagai respon terhadap stimulus eksternal. Kaum behaviouris memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu atau organisme



seakan-akan



tidak



mempunyai



kemampuan



untuk



menentukan



perilakunya. Hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis. Aliran kognitif memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif. Hubungan stimulus dan respon tidak secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan perilakunya. Woodworth dan Schlosberg membuat kaitan antara stimulus, organisme, dan perilaku sebagai respon diformulasikan dengan formulasi: S-R-O. Ini berarti dalam memberikan respon organisme itu ikut aktif ambil bagian. Formulasi tersebut dapat disajikan dalam bentuk lain yaitu dengan formulasi: R = f(S,O), dengan pengertian R = respon, f = fungsi, S = stimulus, dan O = organisme. Ini berarti bahwa respons itu bergantung atau merupakan fungsi dari stimulus dan organisme yang bersangkutan. Selanjutnya, apa yang ada dalam diri individu itu berperan memberikan respons adalah apa yang telah dipelajari oleh organisme yang bersangkutan. Oleh karena itu, formasi yang semula berbentuk R = f(S,O), Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



disempurnakan atau diubah menjadi R = f(S,A), dengan catatan A = anteseden (Walgito, 2003: 15-16). Di samping formulasi tersebut, masih terdapat formulasi-formulasi lain yang semuanya itu memberikan gambaran tentang perilaku organisme. Lewin (Walgito, 2003: 16) memberikan formulasi mengenai perilaku itu dengan bentuk B = f(E,O), dengan keterangan B = behaviour, f = fungsi, E = environment, dan O = organisme. Formula tersebut memberikan pengertian bahwa perilaku (behaviour) itu merupakan fungsi atau bergantung pada lingkungan (stimulus) dan organisme yang bersangkutan. Pada dasarnya formulasi yang dibuat oleh Lewin, tidak berbeda dengan formulasi Woordworth dan Schlosberg, yaitu bahwa perilaku itu bergantung pada lingkungan (stimulus) dan organisme yang bersangkutan. Dengan formulasi di atas hubungan antara E dan O tidak tampak dengan jelas, yaitu bagaimana bentuk hubungannya. Paparan di depan menunjukkan perilaku itu muncul sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dan organisme. Pengaruh perilaku belum nampak dalam formulasi di atas. Bandura (Walgito, 2003: 17) mengemukakan suatu formulasi mengenai perilaku, dan sekaligus dapat memberikan informasi tentang peran perilaku itu terhadap lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan. Formulasi itu dapat digambarkan dengan diagram berikut:



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



B



E



P



Diagram 1. Formulasi Bandura tentang Perilaku Dengan pengertian B = behaviour, E = environment, P = person. Dalam hal ini Bandura sendiri menggunakan pengertian person, bukan organisme. Perilaku, lingkungan, dan individu, itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri. Di samping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula, lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya. Uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku manusia bisa dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor dari diri individu itu sendiri. Melalui novel LM, penulis akan melihat perilaku Majnun yang gila disebabkan oleh faktor lingkungan, yaitu orang tua Laila yang menolak menyatukan mereka dalam ikatan perkawinan, dan faktor internal yang datangnya dari diri Majnun sendiri yang tidak mau berhenti mencintai Laila. Penolakan dari orang tua Laila membuat Majnun frustrasi. Ia meninggalkan kehidupan dunia dengan menyendiri di hutan. Dalam menjalani kehidupan, Majnun menghadapi berbagai konflik atau pertentangan batin, baik pertentangan terhadap dirinya sendiri maupun reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Dari berbagai fenomena yang dialami Majnun, muncul kekuatan mental dan pemahaman baru tentang cara memaknai kehidupan. Perubahan sikap dan perilaku pun terjadi terhadap



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



diri Majnun karena terus dirundung berbagai konflik. Ia akhirnya menyendiri di hutan sebagai reaksi menghindar dari situasi yang menyebabkan frustrasi. Jadi, novel LM ini sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan psikologis, khususnya dalam analisis perilaku dan frustrasi. 2.2.1.1. Frustrasi Katz B. dan Lehner G.F.J. (Sundari, 2005: 46) mengatakan bahwa frustasi merupakan rintangan terhadap dorongan atau kebutuhan. Kebutuhan dan dorongan manusia banyak sekali jumlahnya. Wajarlah semua itu tidak dapat dipenuhi secara bersama-sama, bahkan ada pula kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi secara wajar. Frustrasi bisa juga diartikan sebagai suatu proses di mana tingkah laku terhalang. Oleh karena kebutuhan, manusia bertindak atau berbuat atau bertingkah laku untuk mencapai tujuan yakni melayani kebutuhan yang sesuai dengan dorongan. Frustrasi juga merupakan suatu keadaan perasaan disertai proses rintangan (Sundari, 2005: 46). Kebutuhan atau dorongan manusia yang sangat mendasar itu menimbulkan seseorang bertingkah laku atau berbuat dalam bentuk apa pun untuk mencapai tujuan sering mendapat halangan atau kekecewaan. Maka dapat dikatakan bahwa dalam mengalami frustrasi sangat tergantung pada tanggapan masing-masing terhadap situasi atau keadaan dan cara-cara mengekspresikan frustrasi tersebut. Misalnya sesuatu keadaan atau situasi membuat dua orang sama-sama frustrasi, sebenarnya mereka mempunyai dasar pengalaman yang berbeda sehingga tingkah laku mereka selanjutnya akan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari novel LM dan novel Romeo dan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Juliet. Tokoh utama dalam kedua novel tersebut sama-sama mengalami frustrasi akibat cinta yang terlarang, namun mereka mengalami latar budaya yang berbeda, sehingga tingkah laku mereka dalam menghadapi frustrasi itu juga berbeda. Perasaan-perasaan frustrasi itu bermacam-macam kualitas dan kuantitasnya. Jarak dan dalamnya suatu keputusasaan, kemarahan ataupun kasih sayang kadangkadang merupakan peristiwa yang menyenangkan serta membantu memberikan kekuatan dan memberikan rangsang. Menurut Sarwono (2000: 59), frustrasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat adanya halangan atau rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan tersebut. Floyd L. Ruch (Siswantoro, 2005: 101) mengelompokkan frustrasi ke dalam tiga katagori, yaitu reaksi agresi/menyerang (aggressive reactions), reaksi menghindar (withdrawal reactions), dan reaksi kompromi (compromise reactions). 2.2.1.2. Penyesuaian Diri Takdir setiap diri manusia adalah bahwa dia harus menyesuaikan diri dengan harapan orang lain. Sudah menjadi nasib manusia, bahwa dirinya harus selalu menyesuaikan diri dengan keinginan orang lain. Penyesuaian diri itu dimulai sejak seseorang dilahirkan, ketika pertama sekali berinteraksi dengan anggota keluarga. Wujud penyesuaian diri itu adalah dengan cara ia menerima perlakuan anggota keluarganya terhadap dirinya. Di sisi lain, manusia juga dilengkapi oleh usaha peningkatan diri, karena tidak hanya cukup merasa puas dengan menerima sesuatu yang ada pada diri dalam kondisi Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



statis. Di dalam masyarakat modern seseorang harus berjuang untuk sukses. Oleh karena itu, seseorang yang telah mampu menyesuaikan diri adalah orang yang tidak hanya mampu memenuhi aturan standar kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga berupaya secara kompetitif dengan yang lain untuk sebuah tempat terhormat (Siswantoro, 2005: 115). Selanjutnya Bonner (Siswantoro, 2005: 116-121) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara lain yakni reaksi diri (self defence) yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu penekanan (repression), berkhayal (fantasy), menutup kelemahan (compensation), dan peningkatan diri (self enhancement). 2.2.2. Proses Mental Halliday (Saragih, 2006: 28) menjelaskan, Satu unit pengalaman yang sempurna direalisasikan dalam klausa yang terdiri atas tiga unsur, yaitu proses (process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumtance). Proses menunjuk kepada kegiatan atau aktivitas yang terjadi dalam klausa yang menurut tata bahasa tradisional dan formal disebut kata kerja atau verba. Partisipan dibatasi sebagai orang atau benda yang terlibat dalam proses tersebut. Sirkumstan adalah lingkungan tempat proses yang melibatkan partisipan terjadi. Inti dari satu pengalaman adalah proses. Dikatakan demikian, karena proses menentukan jumlah dan kategori partisipan. Proses juga menentukan sirkumstan secara tidak langsung. Dalam perspektif LSF (Linguistik Sistemik Fungsional), proses mental menunjukkan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



persepsi yang terjadi di dalam diri manusia, seperti melihat, mengetahui, menyenangi, membenci, menyadari, mendengar, dan lainnya. Proses mental terjadi di dalam diri (inside) manusia dan mengenai mental (psychological aspects) kehidupan (Saragih, 2006: 31). Secara semantik, proses mental menyangkut pelaku manusia saja atau maujud lain yang berperilaku manusia, seperti tingkah laku hewan dalam cerita fabel. Proses mental adalah proses mengindra, dengan kehadiran partisipan seorang manusia atau mirip manusia yang terlibat dalam proses melihat, merasa, atau berfikir, dan juga dapat melibatkan lebih dari satu partisipan. Dalam hal ini, proses mental mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti manusia, yang dinamakan sebagai “pengindra”. Partisipan kedua dapat berupa benda ataupun fakta adalah partisipan yang diindra dinamakan “fenomena”. Proses-proses mental dikategorikan ke dalam tiga jenis pengelompokan: (1) persepsi, (2) afeksi, dan (3) kognisi (Sinar, 2008: 33). Proses mental persepsi ditandai dengan aktivitas mata, seperti melihat, Proses mental afeksi ditandai dengan aktivitas hati, seperti mencintai, sedangkan proses mental kognisi ditandai dengan aktivitas otak, seperti ingat. 2.2.3. Novel Di Indonesia, istilah novel dikenal sejak kemerdekaan, karena para sastrawan dan intelektual berorientasi ke Inggris dan Amerika. Inggris dan Amerika mengenal istilah novel sebagai salah satu karya fiksi. Sebelum jaman kemerdekaan bangsa Indonesia memakai istilah roman. Sedangkan dalam kesusastraan Melayu klasik lebih dikenal dengan istilah hikayat. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Istilah roman digunakan pada waktu itu karena sastrawan Indonesia pada umumnya berorientasi ke negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk novel dengan sebutan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta sebagian negara Eropa (Semi, 1988: 32). Sumardjo dan Saini (1991: 29) menegaskan bahwa istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedangkan istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Berdasarkan asal usul istilah di atas memang ada sedikit perbedaan antara roman dan novel yakni bahwa novel lebih pendek ceritanya dibandingkan dengan roman. Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat dan pemusatan



kehidupan



yang



tegas,



sedangkan



roman



dikatakan



sebagai



menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas yang biasanya melukiskan peristiwa dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan meninggal dunia. Namun, tidaklah perlu dibedakan antara novel dan roman. Saat sekarang ini, dalam pengertian novel sudah tercakup pengertian roman. Sebuah karya sastra seperti novel tidak akan sama betul dan mungkin tidak akan pernah sama dengan kehidupan. Jika sebuah novel sama dengan kehidupan tanpa olahan pengarangnya mungkin karya tersebut tidak akan dibaca orang, karena kering tanpa bumbu. Sama halnya dengan membaca buku ilmiah. Jadi, sebuah karya sastra atau novel tidak boleh terlalu asing dengan kehidupan manusia. Novel harus



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



memuat tentang kehidupan manusia yang diolah dengan fakta imajinasi pengarangnya. Novel sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Secara spesifik realita psikologis misalnya kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Fenomena yang hadir di dalam novel baru memiliki arti, kalau pembaca mampu memberikan interpretasi dan ini berarti ia memiliki bekal teori tentang psikologi yang memadai (Siswantoro, 2005: 29). Dengan demikian, novel sebagai sebuah karya sastra dapat merekam gejala kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Perilaku ini menjadi data atau fakta empiris yang harus dimunculkan oleh peneliti atau pembaca. Peneliti harus memiliki teori-teori psikologi yang memadai di dalam usaha memaknai perilaku tokoh. Tanpa pengetahuan psikologi yang memadai, kegiatan analisis hanya akan berhenti sebatas kerangka atau bingkai general semata, yakni analisis psikologi tanpa mampu menjelaskan secara tajam gejala psikologi seperti apa yang diidap tokoh. Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau drama dengan memanfaatkan pertolongan pengetahuan psikologi. Andai kata ternyata tingkah laku tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, maka dia telah berhasil menggunakan teori-teori psikologi modern untuk menjelaskan dan menafsirkan karya sastra. Bila tokoh Hamlet menunjukkan tingkah laku yang kemudian oleh Freud dinyatakan sebagai ciri-ciri jenis kepribadian tertentu Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



yang bertingkah laku tertentu di dalam lingkungan tertentu, tidaklah berarti bahwa pujangga Shakespeare mengenal teori-teori Freud, melainkan memang berarti Shakespeare mempunyai pengamatan yang tajam dan mendalam tentang hakikat atau kodrat manusia (Hardjana, 1991: 6).



2.3.



Landasan Teori



2.3.1. Teori Psikologi Sastra Psikosastra atau psikologi sastra adalah kajian sastra yang dikaitkan dengan aktivitas kejiwaan. Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi. Sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, dan esai yang dapat diklasifikasikan ke dalam seni. Sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang ilmu jiwa yang menekankan perhatian pada manusia, terutama pada perilaku manusia dan proses mental (Siswantoro, 2005: 29). Hal ini dapat dipahami karena perilaku merupakan fenomena yang dapat diamati dan tidak abstrak. Sedangkan jiwa merupakan sisi dalam manusia yang tidak teramati tetapi bisa dicermati melalui pancaindra. Meski berbeda, sastra dan psikologi, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan. Keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Dalam karya sastra dapat dilihat rekaman kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Perilaku ini menjadi data atau fakta empiris yang harus dimunculkan oleh pembaca atau peneliti sastra. Perilaku manusia sangat beragam, tetapi memiliki pola atau keterulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



tertentu. Misalnya perilaku yang berhubungan dengan fenomena frustrasi atau kecemasan. Pemahaman fenomena kejiwaan ini dapat dilakukan lewat perilaku seperti apa yang diucapkan dan diperbuat penanggung frustrasi. Ucapan dan perbuatan tadi menjadi bahan observasi dan seterusnya diidentifikasi sebagai kategori represi, agresi, proyeksi, atau kategori lain. Demikian pula perilaku seseorang yang menanggung gejala jiwa tak normal dapat dipilah-pilah ke dalam kategori histeria, fobia, depresi, dan lain-lain (Siswantoro, 2005: 26). Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sabagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya tak akan lepas dari kejiwaan masingmasing. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endraswara, 2003: 96). Pada dasarnya, psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus, yaitu: 1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologi tokoh dalam karya sastra, 2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya (Roekhan, 1990: 88). Dari pendapat Roekhan di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan psikologi sastra adalah pendekatan yang menumpukan analisis pada aspek kejiwaan, yaitu aspek kejiwaan tokoh yang terdapat dalam karya sastra, aspek kejiwaan pengarang, dan aspek kejiwaan pembaca. Hal ini sejalan juga dengan pendapat Wellek dan Austin (1989: 90) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh fiksional dalam karya sastra, c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Kajian terhadap psikologi sastra memang agak tertinggal dibandingkan dengan kajian sastra lainnya. kajian ini baru diminati banyak orang sekitar tahun 1980-an. Harus diakui, khususya di Indonesia, analisis psikologi sastra lebih lambat perkembangannya dibandingkan dengan sosiologi sastra. Ada beberapa indikator yang juga merupakan penyebabnya, di antaranya: a) psikologi sastra seolah-olah hanya berkaitan dengan manusia sebagai individu, kurang memberikan peranan terhadap subjek transindividual, sehingga analisis dianggap sempit, b) dikaitkan dengan tradisi intelektual, teori-teori psikologi sangat terbatas, sehingga para sarjana kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra, c) berkaitan dengan masalah pertama dan kedua, relevansi analisis psikologis pada gilirannya kurang Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



menarik minat, khususnya di kalangan mahasiswa, yang dapat dibuktikan dengan sedikitnya skripsi dan karya tulis yang lain yang memanfaatkan pendekatan psikologi sastra (Ratna, 2004: 341). Psikosastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologis praktis. Secara definitif, tujuan psikosastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis psikosastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya, masyarakat dapat mengalami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004: 342-343). Kehadiran manusia dalam sastra sulit dibantah. Manusia secara psikologis adalah mini dunia. Oleh sebab itu, mempelajari manusia dalam sastra sama halnya mengitari dunia. Wajah dunia baik mikrokosmos maupun makrokosmos, selalu ada dalam sastra. Maka, para peneliti psikologis akan tertarik pada wajah dunia ini. Wajah dunia ini memang bisa dilihat dengan berbagai kacamata keilmuan sastra, namun secara psikologis dipandang lebih menukik pada esensi manusia itu sendiri (Endraswara, 2008: 10). Psikologi sastra sebagai grand theory, bernaung di bawahnya beberapa teori seperti teori psikoanalisis, teori kognitif, teori psikologi behaviouristik, teori psikologi humanistik, teori psikologi eksistensial, dan lain-lain. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Psikologi behaviouristik adalah psikologi yang menitikberatkan pandangan pada perilaku manusia. Gagasan tokoh psikolog Skinner sampai saat ini masih cemerlang. Gagasan dia berfokus pada kondisional manusia. Kejiwaan manusia amat terbuka sehingga bisa terpengaruh yang lain. Itulah sebabnya tindakan (behaviour) seorang bisa tergantung rangsang psikologisnya (Endraswara, 2008: 56). Psikologi behavioristik berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Perilaku manusia disikapi sebagai respon yang akan muncul jika ada stimulus tertentu yang berupa lingkungan. Akibatnya, perilaku manusia dipandang selalu dalam bentuk hubungan karena stimulus tertentu akan memunculkan perilaku yang tertentu pula pada manusia. Disadari atau tidak, dunia penelitian psikologi sastra awal adalah teori Freud. Meskipun tidak harus dinyatakan dia sebagai pencetus teori, namun perkembangan berikutnya memang agak tersendat. Teori analisis psikologi Freud banyak mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi tiga, yaitu id, ego, dan super ego. Isi id adalah dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan, salah satunya adalah libido. Freud adalah seorang ahli penyakit jiwa, karena itu pandangannya tentang tingkah laku manusia condong pada masalah atau penyakit yang dihadapi individu. Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku individu bersumber dari id yang dikuasai oleh nafsu atau libido. Id berisi insting-insting dasar alami yang dibawa oleh individu sejak lahir. Adapun ego berfungsi menghubungkan keinginan atau dorongan-dorongan id untuk berhubungan dengan sekitarnya. Baik atau buruk Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



tingkah laku yang dinampakkan untuk memenuhi dorongan id, dikontrol oleh super ego (hati nurani). Super ego itu berisi norma-norma, etika yang diperoleh individu dari masyarakat sekitar terutama orang tuanya. Menurut Freud, perilaku individu merupakan dorongan dari energi psikis yang disebut eros (nafsu untuk hidup dan mempertahankan kehidupan) yang bersumber dari libido-seksual. Energi psikis lain adalah thanotos (nafsu untuk mati). Dorongan terakhir ini banyak ditunjukkan oleh individu-individu yang frustrasi, yaitu pernyataan hasrat-hasrat yang sangat meluap akibat rintangan dari sekitarnya (Faisal dan Andi, TT: 206). Selanjutnya, Freud (Faisal dan Andi, TT: 206) merumuskan perilaku sebagai respon atau jawaban terhadap suatu stimuls atau rangsangan. Respon tersebut sifatnya sangat subjektif bergantung pada pemenuhan dorongan-dorongan eros dan thonatos, yang keduanya berasal dari dorongan libido. Psikologi eksistensialisme menggunakan sebuah metode filosofis yang disebut fenomenologi. Fenomenologi adalah kajian yang teliti dan lengkap terhadap fenomena, dan pada dasarnya merupakan temuan filosof Edmund Husserl. Fenomena adalah semua muatan kesadaran, hal, kualitas, hubungan, kejadian, pikiran, citra, memori, fantasi, perasaan, tindakan, dan seterusnya yang semuanya dialami. Fenomenologi adalah sebuah upaya yang memungkinkan pengalaman-pengalaman itu bisa berbicara, sehingga mampu menampakkan diri dan menggambarkan gaya yang sebisa mungkin tidak bias (Boeree, 2008: 441).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Kaum eksistensialis kadang juga dipenuhi dengan kematian. Saat menghadapi kematianlah kehidupan ini baru bisa dipahami. Sepertinya, manusia adalah makhluk yang sadar akan kematiannya sendiri. Menolak kematian berarti menolak kehidupan. Sebagian besar manusia, menjalani hidup ini dengan melibatkan sebuah penolakan atas kemanusiaan, dasein, dengan kecemasan, rasa bersalah, dan kematian. Jika orang sudah tidak lagi hidup secara autentik berarti dia tidak lagi “menjadi” tetapi hanya “mengada”. Karena itulah bila hidup adalah sebuah gerakan, maka hidup telah berhenti (Boeree, 2008: 443). Ada banyak cara untuk menjadi hidup ini tidak autentik. Ini bisa dilihat dari sikap orang yang mengabaikan kebebasannya sendiri dan menjalani hidup berdasarkan kompromi-kompromi dan bertuan pada harta. Orang sibuk mengurusi putusan moral yang akan dibuat. Hidup secara autentik berarti sadar akan kebebasan dan tugas dalam menciptakan diri sendiri, juga sadar akan adanya kecemasan, rasa bersalah, dan kematian. Jadi dituntut untuk bisa menerima segalanya dalam sebuah perilaku penegasan diri. Teori ini dipergunakan untuk memecahkan masalah pertama. 2.3.2. Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) Teori LSF ini dikembangkan oleh ahli bahasa Prof. M.A.K. Halliday, guru besar dari Universitas Sydney, Australia. Guru beliau langsung ketika belajar di Universitas London adalah seorang ahli bahasa J.R. Firth. Teori yang dikemukakan oleh Firth ini adalah kombinasi dari beberapa teori linguistik Saussure (Swiss), Hjemslev (Copenhegen), Malinowski (Inggris) dan aliran Praha yang kemudian dapat



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



melahirkan suatu teori yang distingtif. Halliday melanjutkan teori Firth dan sedikit dipengaruhi Boas, Hymes, dan Bloomfield dari Amerika (Sinar, 2008: 14). Menurut teori LSF, bahasa adalah fenomena sosial, yaitu bahasa cenderung sebagai alat berbuat (doing) sesuatu daripada mengetahui (knowing). Bahasa merupakan sistem jaringan yang terdiri atas pilihan-pilihan arti. Beberapa pokok pikiran penting teori LSF dibagi menjadi lima penegasan utama, yaitu (1) bahasa adalah sistem, (2) bahasa adalah fungsional, (3) bahasa adalah membuat maknamakna, (4) bahasa adalah sistem semiotik sosial, (5) penggunaan bahasa adalah kontekstual (Sinar, 2008: 19). Dalam perspektif LSF, bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yakni sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Teori ini memiliki dua konsep dasar yaitu (1) bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud sebagai semiotik sosial, (2) bahasa merupakan teks yang konstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial (Saragih, 2006: 1). Konsep pertama memiliki pengertian bahwa sebagai semiotik lazimnya, bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi. Namun, berbeda dengan semiotik biasa, semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan demikian bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas tiga unsur yaitu: arti, bentuk, dan ekspresi. Hubungan ketiganya dapat dikatakan sebagai arti (semantic atau discourse semantics) direalisasikan bentuk (lexicogrammar) dan bentuk ini akan dikodekan oleh ekspresi (phonology graphology). Dengan kata lain, dalam pandangan LSF bahasa terdiri dari tiga strata, yakni semantik, tata bahasa, dan fonologi (dalam bahasa Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



lisan) dan grafologi (dalam bahasa tulisan). Sifat hubungan arti dan bentuk adalah alamiah (natural) dengan pengertian hubungan itu dapat dirujuk kepada konteks sosial, sementara hubungan antara arti dan ekspresi adalah arbitrer. Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis, yaitu semiotik denotatif dan semiotik konotatif. Sistem semiotik denotatif memiliki arti dan ekspresi. Dalam pemakaian bahasa semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan antar strata (level) aspek bahasa yang terdiri atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar) dan bunyi (phonology) atau tulisan (graphology). Sistem semiotik konotatif hanya memiliki arti dan tidak memiliki bentuk. Dalam pemakaian bahasa, semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (register). Sistem semiotik konotatif menunjukkan bahwa ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya direalisasikan oleh konteks situasi, selanjutnya, konteks situasi direalisasikan oleh bahasa. Representasi semiotik denotatif dan konotatif bahasa dapat digambarkan dalam tataran berikut: Ideologi Budaya Situasi Semantik



Tata Bahasa



Fonologi



Diagram 2. Bahasa dan Konteks Sosial oleh Martin (Saragih, 2006: 3)



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Konsep kedua menetapkan bahwa LSF berfokus pada kajian teks atau wacana dalam konteks sosial. Teks dibagi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial. Bahasa yang fungsional memberi arti kepada pemakai bahasa. Dengan demikian, teks adalah unit arti atau unit semantik bukan unit tata bahasa (grammatical unit), seperti kata, frase, klausa, paragraf, dan naskah. Sebagai unit arti teks direalisasikan oleh berbagai unit tata bahasa (Saragih, 2006: 3-4). Metafungsi bahasa diartikan sebagai fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa oleh penutur bahasa. Metafungsi bahasa itu mencakup tiga fungsi bahasa dalam kehidupan manusia, yaitu memaparkan atau menggambarkan pengalaman (ideational meaning), mempertukarkan pengalaman (interpersonal meaning), dan merangkai pengalaman manusia (textual meaning). Ketiga fungsi bahasa itu dikemukakan oleh Halliday (Sinar, 2008: 20). Dalam setiap interaksi antarpemakai bahasa, penutur menggunakan bahasa untuk memapar, mempertukarkan, dan merangkai atau mengorganisasikan pengalaman. Seorang pemakai bahasa merealisasikan pengalamannya (pengalaman bukan linguistik) menjadi pengalaman linguistik. Pengalaman bukan linguistik dapat berupa kenyataan dalam kehidupan manusia atau kejadian sehari-hari, seperti pohon tumbang, angin berhembus, dan lain-lain. Pengalaman bukan linguistik ini direalisasikan ke dalam pengalaman linguistik yang terdiri atas tiga unsur, yaitu proses, partisipan, dan sirkumtans (sircumtance). Realisasi ini harus dilakukan pemakai bahasa karena hanya pengalaman linguistik ini yang dapat dipertukarkan (Saragih, 2006: 7). Teori ini dipergunakan untuk menganalisis masalah kedua. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



BAB III METODE PENELITIAN



Penelitan



ini



mengunakan



metode



kualitatif



dengan



pendekatan



fenomenologi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi. Tugas fenomenologi adalah menerangkan fenomena sebagai dunia yang hidup (lived world) seperti yang diserap secara indrawi. Untuk sampai pada tataran tersebut harus ada keterlibatan antara subjek dengan objek, yaitu emphatic. Hal ini bisa terjadi sebab tidak ada selubung antara subjek dan objek. Subjek yang berkesadaran memainkan peran sentral di dalam menangkap objek selaku fenomena. Sedang objek yang tampak kepada subjek adalah realita itu sendiri. Hubungan antara subjek dan objek tanpa adanya perantara memungkinkan penangkapan fenomena sebagai realita murni. Ini sejalan dengan aliran filsafat modern yang dibangun oleh Edmund Husserl sebagai dasar fenomenologi (Siswantoro, 2005: 9). Di dalam fenomenologi, kesadaran adalah intensional dan seluruh kesadaran adalah kesadaran akan sesuatu. Ini berarti kesadaran tidak pasif, tidak sekadar sebagai lembar kertas yang berisi registrasi atau daftar catatan objek-objek. Kesadaran bersifat aktif yang di dalamnya terjadi proses berfikir. Jadi ketika berpikir, di dalam



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



kesadaran, pikiran sebetulnya tertuju pada objek tertentu. Oleh sebab itu, intensional menurut Husserl adalah tertuju ke arah objek, ke arah realitas. Pandangan Husserl tentang intensional dan realita adalah karena kesadaran ditandai oleh intensionalitas, fenomena harus dimengerti sebagai apa yang menampakkan diri. Menyatakan kesadaran “bersifat intensional” sebetulnya sama artinya dengan menyatakan “realitas menampakkan diri”. Dua ucapan ini seakan dua sisi mata uang logam yang sama. Intensionalitas dan fenomena adalah korelatif (Bertens, 1983: 101). Deskripsi di atas menunjukkan bahwa korelasi atau saling ketergantungan antara kesadaran yang intensional dan fenomena sebagai realita yang tampak mempertegas pengertian tentang hubungan yang tidak terpisahkan antara subjek yang berpikir dengan objek yang dimaksud atau dituju. Selain itu, korelasi berlaku bagi kesadaran dan realita karya sastra seperti novel, puisi, atau drama. Menangkap realita di dalam novel sebagaimana yang tampak adalah membiarkan kesadaran tertuju kepada fenomena itu sehingga akan tertengkap realita yang esensial yang tidak berubah dan tidak membias (Siswantoro, 2005: 10). Sebuah teks novel, misalnya memiliki beraneka interpretasi yang hadir di alam pikiran pembaca sebagai produk tindak membaca. Namun interpretasi tidak mengejawantah secara mandiri, lepas dari faktor lain, katakanlah faktor gejala atau fenomena yang muncul di alam kesadaran pembaca. Memang tidak dapat diingkari bahwa tindak membaca begitu sentral di dalam kegiatan sastra yang merupakan prasyarat bagi proses interpretasi. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Dalam metode fenomenologi, pembaca selaku subjek menjadi sentral sebab penampakan realita atau fenomena yang pada ujungnya bermuara kepada pemberian makna, interpretasi dan penilaian atas sebuah karya sastra merupakan hasil olah tindak berfikir lewat proses membaca. Pembaca tidak hadir dengan kepala kosong pada saat menggeluti teks. Alam kesadarannya diendapi dengan beragam teori yang terkait dengan dunia sastra dan akan naik ke permukaan pada waktunya ketika terpicu oleh rangsang di luar. Endapan teori di kesadaran ini dikenal dengan label pengetahuan latar yang pada saat dibutuhkan memberi kontribusi di dalam pewarnaan interpretasi dan penangkapan realita teks (Siswantoro, 2005: 12). Berbanding dengan pendekataan-pendekatan lain, fenomenologis begitu yakin bahwa pendekatan merekalah lebih cocok karena berhasil mempertahankan keaslian sebuah karya atau teks dengan membawa kemampuan akal untuk masuk ke dalamnya tanpa menggugat struktur-struktur asal kepengarangan seorang penulis. Melihat kepada situasi ini, sebagai kesimpulannya, pembaca akan menerima teks sebagai sebuah ciptaan tentang kebenaran mutlak dalam suatu kesadaran (Sikana, 2009: 345). Pada akhirnya, pembaca berperan sentral di dalam proses penangkapan fenomena yang kehadirannya di dalam sebuah teks tidak sebatas oleh penampakan tunggal. Tugas analisis adalah menggugah penampakan realita atau menjelaskan fenomena yang muncul dari sekian ragam potensi fenomena dalam perspektif pengetahuan latar yang mengendap di alam kesadarannya. Untuk sampai ke titik fenomena yang pasti dan tidak berubah dalam novel LM, penulis memanfaatkan prinsip-prinsip fenomenologi Husserl. Pertama, peneliti Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



selaku subjek adalah pelaku yang berkesadaran dan yang menentukan penampakan fenomena pada teks yang menjadi objek pengamatan. Dalam novel LM, fokus utama perhatian terarah kepada pemahaman fenomena psikologis, tokoh utama menjadi objek pengamatan untk bisa diperoleh pemahaman, pikiran, perasaan, ataupun motif yang menjadi latar perilakunya. Dalam proses pencerapan fenomena, peneliti sebagai subjek yang berkesadaran telah memiliki seperangkat teori psikologi yang telah mengendap di alam pikiran. Pengetahuan latar ini mengantar peneliti kepada pengenalan fenomena kejiwaan secara intensional, artinya penampakan fenomena secara natural yang ada dalam novel LM. Pada tahap ini peneliti bersikap netral, peneliti menundukkan diri di depan objek yang diamati sambil melakukan tindak berfikir untuk mengenal fenomena psikologis yang muncul di alam kesadaran. Kedua, yaitu prinsip reduksi yakni tindak melakukan pemfokusan perhatian atas objek yang diamati di dalam upaya memperoleh kepastian fenomena. Hubungan timbal balik antara subjek dan objek yang tidak terpisahkan itu dipertajam lagi dengan tindak reduksi. Pada tahapan ini, tindak berpikir penaliti tidak lagi bergerak leluasa di dalam ruang kesadaran, namun mulai tertuju kepada gejala fenomena tertentu. Untuk sampai pada konstitusi (penampakan fenomena), seterusnya peneliti melakukan



pembingkaian.



Tindak



pembingkaian



merujuk



kepada



aktivitas



pemfokusan pemahaman dengan jalan menempatkan objek ke dalam bingkai psikologis. Ini berarti fenomena lain yang tidak relevan dan inheren dipinggirkan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



keluar dari bingkai sehingga menjauh dari kesadaran. Yang tinggal adalah fenomena tunggal yaitu fenomena psikologis. Ketiga, penangkapan realita psikologis pada tahap ini belum cukup, sebab masih terlalu umum. Lewat proses konstitusi, yakni penampakan fenomena di dalam kesadaran, terjadi proses koherensi, yakni titik temu antara pengetahuan latar yang terendap di kesadaran dengan realita di dalam objek yang dicermati. Dengan kata lain, lewat konstitusi, peneliti berusaha mempertemukan realita psikologis yang muncul di dalam teks dengan timbunan teori di alam kesadaran. Jadi, pada tahap ini, peneliti telah mampu menangkap fenomena yang alamiah, objektif, dan tidak membias.



3.1.



Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data



primer adalah novel LM dengan karakteristik sebagai berikut: Judul buku



: Laila Majnun



Penyusun



: Nizami Ganzavi



Penyadur



: Sholeh Gisymar



Penerbit



: Babul Hikmah



Tahun Terbit : 2008 Cetakan



: Ketiga



Ukuran buku : 21 X 14 cm Tebal buku



: xvi + 180 halaman



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Warna Kulit



: Merah Jambu



Desain Kulit : Ornamen bunga dengan tulisan tinta perak Sedangkan data sekunder berupa data pendukung, diperoleh dari buku-buku, internet, dokumen, dan catatan lain. Juga dari diskusi-diskusi, seminar-seminar dan jurnal ilmiah.



3.2.



Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi atau



kajian pustaka. Teknik ini digunakan karena sumber data yang bersifat tertulis lebih dominan. Teknik ini diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Dengan bekal pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan kepekaan yang dimiliki, peneliti membaca sekritis-kritisnya, secermat-cermatnya, dan setelititelitinya seluruh sumber data yang ada atau terkumpulkan. 2. Setelah melaksanakan dan menyelesaikan langkah (1) tersebut, peneliti melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap data dan membuat tanda bagian-bagian yang diangkat menjadi data dan dianalisis lebih lanjut. 3. Hasil penyimakan terhadap sumber data tersebut kemudian dicatat untuk digunakan dalam penyusunan laporan penelitian. Dengan ketiga langkah tersebut dapat diperoleh data penghayatan dan pemahaman arti atau makna tentang perilaku dan proses mental terhadap novel LM secara mendalam dan mencukupi. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



3.3.



Keabsahan Data Keabsahan data diperiksa dengan lima cara sebagai berikut: 1. Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan menelaah semua sumber data penelitian sehingga diperoleh penghayatan dan pemahaman yang memadai.



2. Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan memilah berbagai sumber data tentang psikologi, perilaku, dan proses mental. Pemilahan dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan. 3. Keabsahan data diperiksa dengan cara mengamati secara cermat dan berkesinambungan, sungguh-sungguh, tekun, teliti, dan terperinci berbagai fenomena yang berhubungan dengan masalah dan data penelitian. 4. Keabsahan data diperiksa dengan cara mengecek kepada teman sejawat. Hal ini dilakukan dengan berdiskusi dan bertukar pikiran tentang berbagai permasalahan penelitian. 5. Keabsahan data diperiksa dengan cara triangulasi sumber dan metode.



3.4.



Analisis Data Analisis data dilakukan terus menerus dari awal hingga akhir penelitian



dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut: 1. Dalam analisis data, peneliti bergantung pada data penelitian. Dalam hal ini pereduksian, penyajian, dan penyimpulan data merupakan hasil pembacaan dan pemahaman peneliti atas sumber data. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



2. Analisis data tidak dikerjakan per sumber data, tetapi perbutir masalah yang telah dirumuskan.



3.5.



Tahapan Penelitian



3.5.1. Tahap Persiapan Dalam tahap ini ada empat kegiatan yang dikerjakan oleh peneliti, yaitu: 1. Pembuatan draf proposal penelitian. Dalam draf ini dikemukakan pokokpokok pikiran tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah penelitian. 2. Pengajuan draf proposal kepada dosen pengasuh mata kuliah Kapita Selekta Penulisan Tesis. Draf proposal lalu diseminarkan kepada teman-teman dan diberi komentar. Dari kegiatan ini peneliti banyak memperoleh masukan. 3. Pengkonsultasian draf proposal kepada pembimbing untuk memperoleh masukan yang cukup berarti dalam memperbaiki dan menyempurnakan draf proposal. 4. Seminar



proposal



penelitian.



Masukan-masukan



dari



seminar



ini



dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proposal. 3.5.2. Tahap Pelaksanaan Setelah tahap persiapan selesai, selanjutnya dikerjakan tahap pelaksanaan. Ada tiga kegiatan yang dikerjakan dalam tahap ini, yaitu: 1. Mengumpulkan data dari berbagai sumber data. Kegiatan ini dikerjakan sesuai dengan teknik pengumpulan data. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



2. Analisis data penelitian. Kegiatan ini dikerjakan sesuai dengan analisis data. 3. Konsultasi kepada para pembimbing tentang hasil pengumpulan data dan analisis data untuk memperoleh berbagai masukan. Masukan ini dipakai untuk memperkaya dan memperlengkap data penelitian pada satu pihak dan pihak lain untuk memperbaiki dan menyempurnakan hasil analisis data. 3.5.3. Tahap Penyelesaian Setelah tahap pelaksanaan penelitian selesai dikerjakan, berikutnya adalah tahap penyelesaian. Tahap ini meliputi tiga macam kegiatan, yaitu: 1. Penulisan laporan penelitian secara utuh. Penulisan Bab I, II, dan III memanfaatkan berbagai masukan dari pembimbing dan hadirin para undangan seminar proposal. Penulisan Bab IV dan seterusnya memanfaatkan masukan dari pembimbing. 2. Perbaikan



dan



penyempurnaan



laporan



penelitian.



Perbaikan



dan



penyempurnaan ini dikerjakan dengan memanfaatkan masukan dari para penguji dalam seminar hasil dan ujian meja hijau. 3. Penggandaan laporan penelitian.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



BAB IV GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN



4.1.



Struktur Novel Laila Majnun Struktur novel merupakan unsur intrinsik yang membangun novel tersebut.



Pengkajian tentang struktur novel dinamakan kajian struktural atau kajian formalistik dengan



menggunakan



pendekatan



struktural



atau



pendekatan



formalistik.



Berhubungan dengan pendekatan struktural, Sikana (2009: 5) mengatakan: Pendekatan struktural mempunyai beberapa konsep yang tersendiri. Pertama, para pengamal pendekatan ini meletakkan karya sastra sebagai sebuah dunia yang mempunyai rangka dan bentuknya yang tersendiri. Ibarat sebuah rumah yang mempunyai tiang, atap, dinding, lantai, dan sebagainya, begitulah juga karya sastera mempunyai aspek, bagian atau komponen yang membina dirinya. Komponen-komponen karya sastera ialah tema, plot, perwatakan, bahasa, latar dan sudut pandangan. Komponen ini biasanya terdapat pada bentuk fiksyen atau cereka seperti novel, cerpen, dan drama. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menemukan srtuktur novel LM yang dapat membantu pemahaman untuk kajian selanjutnya. Struktur novel LM ini meliputi tema, alur atau plot, karakter atau perwatakan, bahasa, dan latar. 4.1.1. Tema Tema adalah gagasan, ide atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra. Tema sebuah karya sastra bisa tentang kehidupan, alam sekitar, dan segala hal yang terjadi dan dialami. Pengarang selalu peka pada perubahan yang berlaku di sekitarnya yang membuat ia menanggapi dengan pikiran yang selanjutnya dituangkan dalam sebuah karya sastra. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Berbicara tentang tema, jelas terlihat perbedaan antara tema tradisional dengan tema karya sastra modern. Dalam cerita-cerita klasik, yaitu cerita-cerita tradisional, terdapat tema-tema: a. kebaikan mengalahkan kejahatan, b. dalam kesusahan orang ingat akan Tuhan, c. orang sabar pasti selamat, dan lain-lain. Para pengarang modern justru sering menentang tema-tema tradisional tersebut. Mereka tidak setuju dengan dasar-dasar tradisional itu, sebab sekarang dapat disaksikan dengan kepala sendiri bahwa banyak sekali kejahatan yang mengalahkan kebaikan, para koruptor kaya-raya dan serba mewah, sedangkan orang jujur terkapar dan menderita (Tarigan, 1991: 125). Jika dilihat, novel LM ini tergolong ke dalam cerita tradisional, oleh sebab itu, temanya pun bersifat tradisional juga. Adapun yang menjadi tema dalm novel LM ini adalah cinta yang terhalang atau kasih tak sampai. Berkaitan dengan tema ini, cinta memang tak habis-habisnya untuk dibicarakan, mulai dari manusia diciptakan hingga sampai detik ini. Lagi pula, cinta adalah tema karya sastra yang bersifat universal yang berlaku di sepanjang jaman dan di setiap tempat. 4.1.2. Alur S. Tasrif (Lubis, 1981: 17) menjelaskan alur dalam setiap cerita dapat dibagi ke dalam lima bagian, yaitu sebagai berikut: 1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu kejadian). 2. Generating circumtanses (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak). 3. Ricing action (keadaan mulai memuncak). 4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya). Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa). Berdasarkan pendapat S. Tasrif di atas, maka alur cerita novel LM dapat diungkapkan sebagai berikut: 1. Situation Pada tahap ini pengarang mulai melukiskan keadaan keluarga Qays. Syed Omri adalah ayah Qays yang sangat menantikan kelahiran Qays. Di usia senjanya barulah dia mendapatkan Qays. Tentu saja kelahiran Qays banyak membawa perubahan dalam hidupnya. Ia sangat gembira dan menjadi seorang yang lebih dermawan. Pada bagian ini juga dikisahkan tentang pertemuan Qays dengan Layla di sekolahnya, gadis yang membuatnya tergila-gila. Ini dapat dilihat pada petikan novel berikut: Qays sendiri sejak pertamakali melihat pancaran cahaya keindahan itu, jiwanya langsung bergetar. Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla, sang mawar jelita (hlm. 9). 2. Generating circumtanses Generating circumtanses adalah peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak. Ketika Qays dan Layla asyik memadu cinta, tanpa disadari, mereka telah menjadi pembicaraan banyak orang. Akhirnya, kabar itu sampai kepada ayah Layla. Mendengar anak gadisnya menjadi buah bibir orang banyak, akhirnya untuk menghindari aib keluarga maka Layla dipingit.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Ayah Layla pindah ke lembah Nejd. Layla yang sudah jauh dari Qays merasa tersiksa. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cintanya kepada Qays semakin mendalam. Sejak perpisahan itu jiwa Qays juga terguncang. Dia merasa bersalah karena dirinya Layla dipingit. Jiwanya sangat merindukan Layla, akhirnya ia mengembara mencari Layla sambil melantunkan syair-syair cintanya. Orang yang melihatnya ada yang sedih dan ada pula yang menganggapnya gila. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut ini: Namun Qays tidak mempedulikan penilaian orang atas dirinya, ia terus berjalan, bersyair dan berbicara, memuji kecantikan Layla. Qays juga tidak peduli pada anak-anak kecil sering mengikuti langkah dan menirukan tingkah lakunya. Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays, mereka hanya mengenal lelaki itu sebagai Majnun, si gila (hlm. 29). 3. Ricing action Ricing action adalah keadaan mulai memuncak. Qays semakin hari semakin menderita. Ia tidak betah lagi tinggal di rumahnya. Setiap hari kerjanya mengembara mencari Layla. Ayahnya sangat kasihan melihat penderitaan Majnun. Segala tabib dan orang pandai di datangkan untuk mengobati Majnun. Namun, penyakit majnun tidak sembuh juga. Penyakit karena cinta memang tidak ada obatnya kecuali mereka dipertemukan. Salah satu cara yang dipercaya Syed Omri untuk mengobati anaknya adalah dengan berdoa di Ka’bah. Ia membawa Majnun ke Mekah dan mereka berdoa di sana. Majnun bukannya berdoa ingin melupakan Layla, namun ia meminta agar cintanya kepada Layla makin ditambahkan. Syed Omri tidak bisa berbuat apa-apa.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Syed Omri berusaha untuk meminangkan Layla untuk Majnun. Namun, dengan kasar ditolak oleh ayah Layla. Ia tidak ingin menikahkan anaknya dengan orang gila. Naufal juga berusaha untuk menyatukan Majnun dengan Layla. Untuk itu, ia relah berperang melawan kabilah ayah Layla. Ia sudah memenangkan peperangan itu, namun ayah Layla tidak mau memberikan Layla untuk Majnun, si gila. Menikahkan Layla dengan Majnun sama dengan menikah dengan kehinaan dan aib. Mendengar pengakuan orang tua malang itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang tidak berdaya. Majnun sangat kecewa mendengarkan keputusan Naufal yang dilihat dari kutipan novel berikut: “…Aku tidak sanggup menikahkan puteriku dengan keburukan dan menerima kutukan dari negeriku! Seekor anjing lebih baik daripada manusia iblis, karena gigitan seekor anjing dapat disembuhkan, namun luka karena ulah manusia tidak ada obatnya, luka yang membusuk itu akan meninggalkan bekas selamanya”. Mendengar perkataan lelaki tua malang itu, Naufal menjadi terharu, kebimbangan menguasai hatinya… Bagaimana mungkin ia sanggup membunuh musuh yang sudah terluka dan tak berdaya. Bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang baginya memerangi musuh yang sudah tidak berdaya (hlm. 100). 4. Climax Climax adalah peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. Kegilaan Majnun semakin memuncak ketika ia mengetahui kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam. Dia menuduh Layla tidak setia. Padahal, walaupun Layla sudah menikah dengan Ibnu Salam, namun ia tidak mau disentuh oleh Ibnu Salam. Dia mengatakan bahwa



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



pernikahan ini adalah keinginan ayahnya bukan keinginannya. Jadi, tubuh dan cintanya hanya untuk Majnun seorang. Hal ini didukung oleh kutipan berikut: Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari sangkakala maut, Layla berkata, “Apakah engkau berharap bisa memilikiku? Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan keinginanku sendiri! Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia!” (hlm. 110). 5. Denoument Denoument adalah pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa. Pemecahan masalah ini berakhir dengan kematian, yaitu kematian Ibnu Salam, Layla, dan Majnun. Sebelumnya, pengarang melukiskan tentang kematian Ibnu Salam yang membawa perubahan pada diri Layla. Sekarang Layla bebas menentukan nasibnya. Dalam tradisi Arab, seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai hak penuh untuk menentukan jalan hidupnya dan pilihan pasangan hidupnya. Ia tidak lagi tanggung jawab orang tuanya. Ketika Layla mengakhiri masa berkabungnya, ia bertemu dengan Majnun. Namun, Majnun tidak sanggup melihat pesona wajah Layla. Pesona yang memabukkan itu membuat hati Majnun bergejolak dan ia lari ke dalam hutan dan tidak pernah kembali lagi. Melihat kejadian itu, Layla menjadi terpukul. Ia merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi. Akhirnya ia meninggal dunia.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Kabar kematian Layla sampai ke telinga Majnun. Majnun berlari dan bersimpuh di pusara Layla. Setiap hari ia menangis dan meratap di atas pusara itu. Tidak ada lagi yang dapat dipertahankannya di dunia ini setelah kematian Layla. Semakin lama suara Majnun semakin melemah, sampai akhirnya ia pun meninggalkan dunia fana ini. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian. Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan. Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang menyimpan jasad kekasihnya (hlm. 178).



4.1.3. Karakter Karakter merupakan hal yang paling penting dalam karya sastra karena tanpa karakter, ia bukan suatu rangkaian cerita tetapi termasuk ke dalam bentuk paparan. Karakter juga ikut membedakan antara karya sastra yang berbentuk cerita dengan puisi. Dengan adanya karakter para tokoh, cerita menjadi lebih hidup dan menarik. Tokoh utama atau sentral dari sebuah cerita, biasanya ada yang disebut dengan tokoh antagonis dan protagonis. Antagonis mewakili tokoh jahat, sedangkan protagonis mewakili tokoh yang baik. Di dalam fungsinya sebagai sumber nilai, cerita rakyat selalu memenangkan tokoh protagonis yang menjadi tokoh teladan. Ada beberapa jalan yang dapat menuntun sampai kepada sebuah karakter, yaitu:



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



1. Melalui yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis. Watak seseorang memang kerapkali tercermin dengan jelas pada sikapnya dalam situasi gawat, karena ia tidak bisa berpurapura, ia akan bertindak secara spontan menurut karakternya. 2. Melalui ucapan-ucapannya. Dari yang diucapkan seorang tokoh cerita, kita dapat mengenali apakah ia orang tua, orang yang berpendidikan tinggi atau rendah, suku, jenis kelamin, orang berbudi halus atau kasar, dan sebagainya. 3. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penulis sering membuat deskripsi mengenai bentuk tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Yaitu tentang cara berpakaian, cara bicara, sifat, dan sebagainya. 4. Melalui pikiran-pikirannya. Melukiskan yang dipikirkan oleh seorang tokoh adalah suatu cara paling penting untuk membentangkan perwatakannya. Dengan cara ini pembaca apat mengetahui alasan-alasan tindakannya. 5. Melalui penerangan langsung. Dalam hal ini, penulis membentangkan panjang lebar watak tokoh secara langsung (Sumardjo dan Saini, 1991: 65-66). Dari uraian di atas kita dapat melihat watak atau karakter dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel LM. Banyak tokoh yang berperan dalam cerita ini, tetapi penulis tidak menganalisis semua karakter tokoh. Dalam hal ini, penulis membatasi hanya pada karakter tokoh utamanya yang paling banyak memegang peranannya dalam cerita ini, yaitu Syed Omri, Qays atau Majnun, Layla, Ayah Layla, dan Ibnu Salam.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



1. Syed Omri Syed Omri adalah ayah Qays. Syed Omri adalah seorang lelaki tua yang menjadi pemimpin kabilah bani Amir. Ia adalah seorang yang berwibawa. Namanya sangat tersohor sampai ke negeri lain. Ia seorang yang hartawan dan dermawan. Ia juga adalah seorang yang gagah berani. ia juga menjadi penegak keadilan bagi orangorang yang tertindas. Syed Omri adalah sahabat yang menyenangkan bagi kaum saudagar, hartawan, dan pangeran. Ia juga pelindung dan tempat berkeluh kesah bagi fakir miskin dan tempat berseminya harapan musafir kelana yang sesat arah dan tujuan. Ini kelebihan yang dimilikinya sehingga ia menjadi tokoh protagonis yang selalu diagung-agungkan orang. Ini dapat dilihat melalui penerangan langsung yang dibuat oleh penulisnya, seperti pada kutipan berikut: Walau sudah tua, namun kekuasaan Syed Omri begitu disegani laksana kekuasaan seorang raja, kata-katanya menjadi sabda dan perintahnya adalah titah yang tak seorang pun berani melawan. Demikian besar pengaruh kewibawaan Syed Omri, hingga namanya tersohor bukan hanya di negerinya sendiri, tapi sampai ke negeri-negeri lain. Harta kekayaannya pun melimpah, bak kekayaan Nabi Sulaiman. Meski tujuh turunan menikmati hasil kekayaannya, niscaya harta itu tak akan berkurang… Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum saudagar, hartawan dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh kesah bagi fakir miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah dan tujuan. Pintu hartanya selalu terbuka untuk orang yang membutuhkan. Ia juga menjadi penegak keadilan bagi orang-orang tertindas yang meminta pengayoman (hlm. 1-2). Syed Omri juga adalah orang yang penuh dengan cinta kasih. Ia sangat menyayangi anaknya. Semua usaha dilakukannya demi kesembuhan anaknya. Ia sangat menderita melihat penderitaan anaknya.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



2. Qays atau Majnun Sebelum menjadi gila, namanya adalah Qays. Qays adalah seorang pemuda tampan dan cerdas, tubuhnya kuat dan suaranya merdu. Qays digambarkan sebagai seorang pria yang sempurna. Banyak perempuan yang jatuh hati padanya. Namun, cintanya hanya pada Layla seorang. “Demi Allah, cintaku pada Layla tulus, jiwaku selalu merindu, pikiranku selalu mengenang dan lidahku tak pernah kelu menyebut namanya. Layla laksana minuman yang menyegarkan dan menghilangkan dahaga kalbuku. Cintaku pada Layla adalah cinta yang suci, tidak tercampur dengan nafsu walau sebutir debu. Meskipun orang-orang mengusir dan menyianyiakan diriku.” (hlm. 93). Petikan di atas menunjukkan bahwa cintanya kepada Layla adalah cinta yang suci. Ia menempatkan cinta untuk cinta bukan cinta untuk nafsu. Karena mempertahankan cintanya membuat ia menjadi gila. Cinta yang terhalang membuat jalan hidupnya berubah. Perilakunya berubah menjadi liar. Dia tidak lagi menghiraukan dirinya, badannya menjadi kurus dan tak terurus, sehingga orang menyebutnya majnun yang artinya gila. Ini dapat dilihat dari pembicaraan ayah Layla dengan salah satu ketua kabilah Arab berikut ini: “…Tangan pemuda itu selalu memegang kepala, berusaha menyabuti rambutnya. Jiwa pemuda itu begitu kacau”. “Dia mengembara setiap hari, terkadang melonjak-lonjak, menari atau bersujud mendekap bumi. Pendek kata ia berbuat hanya menuruti suara jiwanya. Pemuda itu larut dalam nyanyian cinta, yang dinyanyikan dengan nada-nada indah, menyuarakan apa yang ada dalam jiwanya. Seribu hati yang mendengar syair pemuda gila itu pasti akan terpengaruh. Dia terus-menerus berbicara …karena pemuda gila itu selalu menyebut nama Layla”. (hlm. 51).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Penyebab kegilaan Majnun dapat kita lihat melalui pembicaraannya dengan Naufal berikut: “Wahai, waktu terus berlalu, sedang Layla masih jauh dari sisiku. Kapan waktu akan berpihak pada kami, menyatukan dua hati yang telah lama berpisah? Wahai Layla, orang tuamu menyalahkan diriku karena aku gila. Tetapi tahukah mereka bahwa aku menjadi gila karena berpisah denganmu?”.. “Makhluk dunia telah merenggut sesuatu yang telah diberikan Surga padaku. Saat aku jatuh sakit, mereka menjauhkan Layla dari sisiku. Saat aku keinginan seperti burung tersiram air, mereka mencampakkanku seperti melempar anjing. Tidak ada sorang pun yang bersedia menolongku. Aku merangkak di padang pasir gersang hingga darah membasahi sekujur tubuh, namun tidak ada yang peduli, bahkan mereka memanggilku orang gila. Aku tidak peduli apapun anggapan orang, karena hanya satu tujuanku, yaitu berjumpa dengan Layla”. (hlm. 90-91). Dari petikan di atas, dapat dilihat bahwa kegilaan Majnun sebenarnya disebabkan perpisahannya dengan Layla. Tradisi menganggap aib, jika ada orang yang membicarakan tentang anak gadisnya, sehingga Layla harus dipingit. Keluarga Layla juga menolak pinangan Majnun. Walaupun gila, sebenarnya Majnun adalah tokoh protagonis. Banyak orang yang menyukai syair-syair Majnun dan banyak orang yang memuji-muji kesetiaan Majnun. Majnun adalah lambang cinta abadi. 3. Layla Layla adalah seorang gadis yang cantik lembut dan anggun. Rambutnya ikal mayang, bibir berkilauan bak batu rubi, matanya hitam bercahaya. Ia adalah seorang gadis yang sempurna dan diimpikan banyak pria. Ia juga seorang yang cerdas dan pandai bersyair. Layla adalah kekasih Qays dan istri dari Ibnu Salam. Kesempurnaan Layla membuat Qays menjadi tergila-gila. Ini dapat dilihat dari penggambaran fisik tokoh berikut ini:



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Di antara anak-anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis cantik berusia belasan tahun. Waahnya anggun mempesona, lembut sikapnya dan penampilannya amat bersahaja. Gadis itu bersinar cerah seperti mentari pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa. Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Gadis yang menjadi buah bibir dan penghias mimpi pemuda itu bernama Layla. Ya, bukankah Layla berarti malam, seperti warna rambutnya? Bila seorang pemuda menatap parasnya, pasti jiwa si pemuda akan gelisah dan wajah lembut itu akan tetap terkenang sampai ajal menjelang (hlm. 8).



Kesempurnaan diri Layla juga dapat kita lihat melalui pembicaraan Majnun dengan Naufal berikut: “Duhai sahabatku, engkau belum pernah menyaksikan gadis yang kecantikannya membuat matahari menjadi malu untuk bersinar. Segala musibah akan menyingkir jika melihat pipinya yang bulat dan berwarna kemerahan. Awan pun akan berubah menjadi hujan jika melihat cahaya matanya. Bila kakinya melangkah, laksana ranting pepohonan menggerakkan dedaunan hijau, begitu gemulai. Suaranya bagai desir angin yang menyejukkan. Bila ia tertawa, seluruh makhluk akan ikut bergembira, namun bila ia bersedih maka bumi pun akan menangis. Bila Allah menakdirkan engkau melihatnya walau sekejap, niscaya engkau akan mengingatnya sepanjang hayatmu” (hlm. 91).



Pada bait berikutnya dijekaskan juga mengenai kesempurnaan Layla. Jika Layla mengusap mata orang buta, maka telapak tangannya yang lembut akan berubah laksana mukjizat yang membuat si buta dapat melihat kembali. Orang yang melihat wajahnya akan merasa tenang dan damai. Layla dapat menjadi penawar segala duka. Sihir dari segala sihir tidak akan mampu menyentuhnya, dan mantra-mantra tidak akan melenakannya. Wajarlah jika Majnun tergila-gila padanya.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



4. Ayah Layla Watak yang bertentangan dengan tokoh utama dalam cerita ini menjadi tokoh antagonis adalah ayah Layla. Wataknya yang keras pada pendiriannya ditambah lagi dengan rasa sakit hati akibat nama anaknya yang selalu disebut oleh orang gila, membuat amarah tokoh ini memuncak dan dengan tegas menolak lamaran anaknya yang diajukan oleh ayah Qays. Hal ini dapat dilihat dari penerangan langsung yang dibuat pengarang dan dari ucapannya berikut: Ayah Layla adalah seorang yang keras pendirian. Kata-kata Syed Omri menyinggung harga dirinya. Lalu ia menjawab dengan meninggikan suara, “Jodoh manusia tidak tergantung pada kehendak kita, tapi pada Surga, tempat semua kekuatan, kebenaran dan kejujuran diberikan….Tawaran baik berupa persahabatan yang engkau sampaikan, sungguh enak di dengar telinga, bahkan bagi yang lain akan terdengar menyejukkan hati. Namun, sesungguhnya kata-kata itu bagai tali yang menyeret kami mendekati bara api”. “Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan bagai rembulan, namun penyakit yang ia derita tidak mungkin dapat disembunyikan. Tuan tidak dapat membohongi atau menutup-nutupi kenyataan ini. Dan maaf beribu maaf, sebaiknya lupakanlah apa yang telah tuan ucapkan. Apalah guna berangan-angan, jika hanya akan menyesatkan akal dan pikiran!” (hlm. 33). 5. Ibnu Salam Ibnu Salam adalah suami Layla. Ia seorang pemuda terhormat keturunan bangsawan. Wajahnya tampan, tubuhnya kekar, manis tutur katanya, baik, sopan, ramah, tidak sombong, dan memiliki kemauan yang kuat. Ia juga adalah seorang yang penyabar dan penuh kasih sayang. Ini dapat kita lihat melalui penggambaran fisik tokoh berikut: …Ibnu Salam, nama pemuda itu, pemuda terhormat dari kalangan bangsawan. Manis tutur katanya, baik budi bahasanya, sopan dan tidak sombong, serta memiliki kemauan yang kuat. Ia tidak akan pernah kesepian, Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



karena selalu saja ada orang yang bersedia menemani. Senyum yang selalu tersungging di bibirnya, semakin menambah pesona pemuda bertubuh kekar itu (hlm. 80).



4.1.4. Bahasa Bahasa merupakan media atau alat yang digunakan dalam karya sastra. Tanpa bahasa karya sastra tidak akan pernah terwujud. Semi (1988: 12) mengatakan bahwa, “Bahasa yang dimaksud di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang sugestif yang dipakai sebagai pola yang sistematis untuk mengkomunikasikan segala perasaan dan pikiran”. Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang lebih penting ialah penggunaan pilihan kata itu mengusik dan meninggalkan kesan kepada sensitivitas pembaca. Nilai konotasi yang lebih luas dari pengertian denotasi amat penting. Setiap kata yang dipilih boleh diasosiasikan kepada berbagai pengertian. Dalam sastra, bahasa memancarkan berbagai pengertian yang tidak terbatas, dari sepatah kata dapat menjangkau imajinasi pembaca dan meninggalkan berbagai kesan sesuai dengan daya tangkap seseorang. Pada dasarnya, keindahan novel LM tidak terlepas dari gaya bahasa yang digunakan penyusunnya. Seorang pencinta yang demikian rumit, berliku, dan susah dipahami, tergambar dengan jelas melalui bahasanya. Penggambaran tokoh Majnun sebagian besar didominasi oleh perasaan jiwa dan ungkapan syairnya yang membuat pembaca terharu. Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini, benar-benar membuat pembaca terbuai, di mana semua dilukiskan dengan sempurna. Kekayaan dan kedermawanan



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Syed Omri, kecantikan Layla, ketampanan Majnun, keperkasaan Naufal, semua digambarkan dengan gaya bahasa yang sangat menarik. LM juga mengedepankan bahasa yang berkerangka spiritual. Pembaca bisa menemukan pesan moral dalam novel ini. Novel ini juga menggunakan bahasa yang santun, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk semua kalangan bisa membacanya. Untuk keindahan bahasanya, penyusun banyak menggunakan gaya bahasa perumpamaan, seperti pemakaian kata ibarat, umpama, laksana, dan seperti yang dapat dilihat pada kutipan berikut, “…Gadis itu bersinar cerah seperti mentari pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa… apalagi bila menatap pipinya nan seperti rembulan menyinari gurun Arab, tentu jantung mereka akan berhanti berdetak. Laksana Zulaikha yang terpesona melihat ketampanan Yusuf” (hlm. 8). 4.1.5. Latar Latar bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu, tetapi juga halhal yang hakiki dari suatu wilayah, pemikiran rakyat, gaya hidup dan lain-lain. Hudson (Sudjiman, 1992: 44) membedakan latar menjadi dua bagian yaitu latar sosial dan latar fisik sebagai berikut, “Latar belakang sosial mencakup penggambaran masyarakat, kelompok-kelompok sosial, sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa. adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya”. Kedua macam latar yang diuraikan oleh Hudson di atas, terdapat dalam novel LM. Latar sosial keadaan masyarakatnya dalam novel LM tergambar dari kelompok Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



sosial masyarakat yang bersifat kesukuan yang dipimpin oleh seorang ketua kabilah. Kelompok kabilah ini hidup berpindah-pindah dan mata pencaharian utama mereka adalah berdagang. Dalam satu kabilah terdiri dari beberapa golongan, ada golongan saudagar, bangsawan, dan rakyat jelata. Gambaran masyarakatnya dapat dilihat pada kutipan berikut, “…Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum saudagar, hartawan, dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh-kesah bagi fakir-miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah dan tujuan” (hlm. 2). Latar sosial mengenai adat dan kebiasaan, terdapat adat pemingitan dan adat berkabung. Seorang anak perempuan yang sudah mengalami masa pubertas, maka ia harus dipingit di dalam rumah. Tidak boleh keluar rumah dan bercengkrama dengan pemuda kecuali ada muhrimnya yang ikut menemani. Anak gadis tersebut menjadi hak mutlak orang tuanya. Artinya, dia akan menikah dengan orang yang menjadi pilihan ayahnya. Anak perempuan tersebut tidak berhak menentukan pilihan dan menolak keinginan ayahnya. Ia akan bebas dari masa pemingitan sampai orang tuanya menikahkannya. Adat berkabung terjadi, jika suaminya meninggal, seorang istri harus menjalani masa berkabung selama dua tahun. Dalam masa berkabung ini, seorang janda yang ditinggal mati suaminya tidak boleh keluar rumah. Dia harus tetap memakai kerudung hitam tanda berkabung dan harus menampakkan kesedihan dengan meratap dan menangis. Sehabis masa berkabung, si janda tersebut bebas menentukan nasibnya. Artinya, dia bebas menentukan calon suaminya yang baru, Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



tidak terikat kepada pilihan orang tuanya. Kedua adat ini dapat dilihat melalui tokoh Layla dalam novel LM. Mengenai latar fisik mencakup tentang sekolah, rumah, istana, penjara, pusara, dan kereta yang ditarik oleh unta. Latar daerah meliputi, lembah Hijaz, lembah Nejd, Mekkah, dan Madinah. Sedangkan latar fisik tentang alam meliputi, lembah, taman bunga, air terjun, gunung, bukit, gua, gurun, dan hutan rimba.



4.2.



Hakikat Cinta Novel Laila Majnun Cinta merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan. Namun, cinta



merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang fundamental. Secara sederhana cinta dapat diartikan sebagai rasa kasih sayang. Cinta juga dapat dikatakan sebagai paduan rasa simpati antara dua makhluk. Rasa simpati ini tidak hanya berkembang di antara pria dan wanita, akan tetapi bisa juga di antara pria dengan pria, atau wanita dengan wanita. Contoh yang mudah dimengerti untuk hal ini dapat dilihat pada hubungan cinta kasih antara seorang ayah dengan anak lelakinya dan seorang ibu dengan anak gadisnya. Cinta memang sangat terikat dengan kehidupan manusia. Tidak pernah terlintas dalam pikiran orang bahwa cinta itu tidak penting. Semua orang haus akan cinta. Banyak orang tidak henti-hentinya menonton film cinta, baik yang berakhir dengan bahagia maupun sebaliknya. Tiada bosan-bosannya orang setiap hari mendengarkan lagu-lagu cinta. Kendatipun demikian, hampir setiap orang tidak pernah berpikir tentang apa dan bagaimana cinta itu. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Cinta memang bersifat universal. Cinta bisa hadir di mana dan kapan saja, berkaitan dengan apa dan siapa saja. Begitu banyak buku yang ditulis mengenai cinta. Membaca kisah bertemakan cinta akan membuka diri dan pengalaman. Cinta nyaris sama dengan kehidupan itu sendiri, karena ia mencakup hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk hidup lain, dan manusia dengan penciptanya. Melihat novel LM sebagai kisah cinta antar dua manusia, dapat memberikan kenikmatan dan pencerahan. Di dalamnya dapat dilihat perjuangan yang bukan saja menembus batas harga diri, status sosial, tetapi juga pengorbanan harta dan nyawa. Penderitaan yang ditimbulkan oleh cinta yang penuh halangan, bukan saja pencinta dan orang yang dicinta tetapi juga orang lain yang ada di sekitar pencinta. Dalam LM dapat dilihat bentuk cinta orang tua kepada anak. Ayah Majnun yang sangat menyayangi anaknya dan ayah Layla yang mencintai anaknya pula. Perjalanan Majnun mencintai Layla, perasaan Layla terhadap Majnun, syair-syair cinta mereka, pilihan hidup mereka, secara keseluruhan menggambarkan berbagai sisi kehidupan. Pada akhirnya kisah ini menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi nilai kehidupan itu sendiri (Nizami, 2008: 6). Melalui novel LM ini juga dapat dilihat tentang tidak mampu dan sulitnya mendefinisikan cinta karena cinta telah melampaui kata-kata. Logika tidak bisa memahami cinta karena cinta berada di luar batas kata-kata. Cinta tidak bisa dikatakan tetapi hanya bisa dirasakan dan dialami. Makanya, orang yang menghandalkan rasio akan menganggap orang yang dimabuk cinta sebagai orang gila. Rasio memang terlalu kerdil untuk memahami cinta yang suci. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Majnun gila karena mencintai Layla dan Layla meninggal karena mencintai Majnun. Ini pelajaran berharga. Banyak orang melihat masalah cinta ini sebagai masalah dicintai bukan masalah mencintai, yaitu masalah kemampuan orang untuk mencintai. Selama ini, orang selalu mempermasalahkan bagaimana supaya ia dicintai, atau bagaimana supaya ia menarik orang lain. Dan untuk mengejar tujuan itu, orang menempuh beberapa jalan. Yang laki-laki biasanya akan berusaha untuk menjadi sukses, sedangkan yang wanita berusaha membuat dirinya lebih menarik, lebih cantik, lebih merangsang, dan sebagainya. Namun, Majnun dan Layla tidak demikian. Mereka menempatkan cinta untuk cinta, bukan cinta untuk nafsu. Pada dasarnya, cinta itu suci dan harus dijaga kesuciannya. Inilah yang menjadi prinsip mereka. LM adalah simbol cinta sejati, walaupun kisah ceritanya berakhir dengan tragis. Cinta sejati tidak bakal berakhir, sekalipun sang pencinta sudah mati, sesungguhnya cinta sejati akan terus hidup abadi. Cinta sejati tidak mengharapkan balasan cinta. Cinta sejati menyangkut masalah mencintai bukan dicintai. Atau dengan kata lain, cinta sejati mencintai demi kekasihnya bukan demi dirinya. Apapun akan dikorbankan demi kekasihnya. Pengorbanan tidak dipandang sebagai bentuk kepedihan, sebab bagi seseorang yang benar-benar mencintai, kepedihan dan obatnya adalah satu dan sama. LM melukiskan pandangan terhadap takdir yang menimpa Layla dan Majnun, sangat berbeda dengan pandangan Barat tentang makna “tragedi” dan “derita”. Penderitaan para pencinta tidak dapat dikatakan sebagai “tragis” dan diinterpretasikan dari



sudut



pandang



moralitas



konvensional.



Penderitaan



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



pencinta



dapat



menghancurkan belenggu sifat manusia dan membuat mereka bebas dari “diri” yang terikat dengan dunia fana. Kematian adalah pintu gerbang menuju dunia sejati, ke Rumah yang dihasrati jiwa pencari. Inilah yang diuangkapkan Nizami dalam LM dengan menggunakan metafora-metafora yang brillian dan dinamis. Layla menyatakan dengan jelas bahwa di dalam cinta, kedekatan yang terlalu dekat sangatlah berbahaya bagi seorang pencinta. Majnun meniadakan nafsu dalam dirinya; mengatasi rasa lapar, egoisme, dan kepemilikan. Ia menjadi “penguasa cinta” dalam keagungan. Tidak setiap peristiwa jatuh cinta dapat mencapai keadaan yang mulia ini. Cinta yang tiada abadi hanyalah permainan indra dan cepat musnah bagaikan masa muda. Sedangkan cinta mereka adalah cinta abadi. Tidak terpenuhinya cinta mereka di dunia adalah ciri khas dari mistisisme jamannya. Novel LM ini juga merupakan alegori perjalanan seorang sufi untuk sampai kepada Tuhan membawa kita pada proses mencintai. Kecintaan telah membawa Majnun (hamba) dengan sukarela menanggalkan egonya, memandang dirinya dan penciptanya sebagai sebuah kesatuan tak terpisahkan, hingga mencapai fase peniadaan diri. Dengan mencintai Layla, Majnun sebenarnya sedang mencintai Tuhan. Artinya, cinta Majnun terhadap Layla adalah metafora dari cinta Majnun terhadap Tuhan. Kaum sufi menganggap bahwa Majnun dan Layla adalah kisah kecintaan seorang pencinta dengan Tuhannya, Kekasihnya. Majnun adalah pencinta, sementara Layla adalah Tuhan yang kecintaannya tersembunyi (Nizami, 2008: 255). Jadi, Novel LM bisa diibaratkan seperti cinta manusia kepada Tuhan. Jika manusia diibaratkan seperti Majnun berarti manusia harus bermohon agar diizinkan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



mencintai Allah. Manusia tidak berharap Allah akan membalas cintanya. Hati yang satu-satunya milik manusia sudah dimiliki oleh Allah. Berarti apa yang menjadi kemauan Allah adalah kemauan manusia. Manusia berbuat atas kehendak Allah. Manusia tidak mempunyai keinginan karena sudah sampai pada tahap peniadaan diri, yang tinggal hanyalah keinginan-keinginan atau kehendak Allah. Sosok Layla menjadi simbol yang merepresentasikan Yang Terkasih (Yang Rahasia dan “tak tersentuh”) dan sosok Majnun merepresentasikan seorang pencinta. Dalam ajaran agung para sufi, hubungan antara pencinta dan Kekasih, juga antara hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta.



4.3.



Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan Penulis Kisah-kisah Cinta Nizami Ganjavi adalah seorang sufi dan penyair epik Persia terkemuka



di abad pertengahan. Nizami berasal dari Ganje (Kota Ganje terletak tidak jauh dari Kota Bakou di wilayah Azerbaijan dekat Rusia dan Iran Barat Laut), lahir pada tahun 1155 M, sementara ada yang mengatakan Nizami lahir pada tahun 1162 M. Ibu Nizami berasal dari suku Kurdi, dan leluhur ayahnya berasal dari Irak. Karena itu, tidaklah mengherankan jika latar belakang dan suasana lingkungan dalam dua kisahnya yang terkenal Laila Majnun dan Khusrau dan Syirin, mengambil latar belakang gurun sahara Arab, dan pegunungan Kurdi di Iran bagian barat. Nizami wafat pada tahun 1222 M atau 1223 M, dan dimakamkan di Ganje, tempat kelahirannya (Amin, 2008: 108).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Nizami dianggap sebagai penulis yang membawa gaya tutur realistis ala percakapan sehari-hari ke dalam kisah epik di Persia. Sejak kecil ia diasuh oleh pamannya karena ia yatim piatu. Sepanjang hidupnya ia menikah tiga kali. Istrinya pertama, Afaq, adalah seorang gadis budak pemberian Fakhruddin Bahramsyah, penguasa Iran. Afaq, istri yang paling dicintainya meninggal setelah Nizami menyelesaikan roman Khusrau dan Syirin. Anehnya, dua istri Nizami berikutnya juga meninggal secara tiba-tiba setelah ia menyelesaikan karya-karyanya. Sehingga ia sempat meratap kepada Tuhan, “Ya…Allah, kenapa setiap karyaku harus mengorbankan seorang istri…!” (Nizami, 2009: 235). LM adalah karyanya yang paling termasyhur. Kemasyhuran kisah LM memberikan banyak ilham bagi banyak seniman, baik pelukis, pemusik, maupun novelis dalam menciptakan beragam karya seni yang menggambarkan kisah cinta tak sampai, namun cinta itu sendiri mentransformasikan sang pencinta ke dalam persatuan mistik dengan sang kekasih. Jejak-jejak Nizami sangat terasa dalam kesusastraan Islam. Karya-karyanya mempengaruhi perkembangan puisi Persia, Arab, Turki, Kurdi, Urdu, dan bangsa-bangsa lainnya, termasuk Indonesia. Bahkan kisah Romeo dan Juliet yang ditulis William Shakespeare pun dipengaruhi oleh LM. Nizami sangat menguasai berbagai macam ilmu pada zamannya, seperti Matematika, hukum Islam, filsafat Yunani, dan kedokteran. Nizami mulai menempuh jalan sufi di masa mudanya, tapi tidak banyak yang diketahui tentang pendidikannya ini. Nizami sendiri mengisyaratkan bahwa ia telah mencapai tataran dan tingkat ketinggian spiritual tertentu, karena ia menyinggung-nyinggung fakta bahwa ia diajar Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



oleh Khidhir sang pembimbing spriritual misterius dan bahwa ia dilindungi oleh sembilan puluh sembilan Nama Terindah Allah (al-asma al-husna) (Bayat dan Muhammad, 2007: 151). Nizami adalah sufi penyusun kisah-kisah yang sangat monumental. Karyanya yang sangat terkenal adalah Laila Majnun dan Khusrau dan Syirin. Ketika kisahkisah ini mulai tersebar luas, orang-orang pun mengetahui dan mengenal pengarangnya. Dikatakan bahwa Nizami adalah syaikh sufi dan yang dimaksud kekasih dalam berbagai kisahnya sesungguhnya adalah Allah melalui kisah-kisah ini, orang-orang mengetahui bahwa pencarian sang penempuh jalan spiritual untuk bersatu dengan sang kekasih adalah suatu upaya yang menyebabkan lenyapnya identitas terbatas sang pencinta dalam wujud tak terbatas Sang Kekasih. Jadi kekasih yang sesungguhnya harus dicari adalah Allah, Zat Pencipta alam ini (Amin, 2008: 109-111). Enam karya utama Nizami, termasuk LM, digubah dalam gaya puisi yang dikenal sebagai matsnawi berupa bait-bait sajak berirama. Kendatipun berbentuk kisah, tak urung karya-karya itu mengandung banyak pengajaran tersembunyi bagi para penempuh jalan spiritual. Tingkatan pengajarannya berkisar dari pelajaran yang diperuntukkan bagi orang-orang awam hingga yang dikhususkan bagi para pengenal sebuah tarekat sufi. Karya Nizami terkenal karena gaya bahasanya yang halus dan kosa katanya yang asli sehingga susah diungkapkan dalam terjemahan. Dalam karyanya yang berjudul Sumber Segenap Rahasia, Nizami menuturkan kisah-kisah yang belum pernah sama sekali diceritakan sebelumnya. Ia menggubah Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



karya ini dalam bentuk sekitar dua ribu dua ratus enam puluh bait sajak dengan gaya bahasa yang baru dan orisinal. Ia menulis kisah ini sewaktu berusia kira-kira tiga puluh tahun. Khusrau dan Syirin ditulisnya dalam enam ribu lima ratus bait sajak. Kisah ini tidak kalah dramatisnya dengan LM yang menceritakan tentang putri Syirin yang jatuh cinta kepada seorang raja Persia bernama Khusrau, tangan nasib memisahkan mereka berdua sehingga sang raja pun belajar tentang makna hakiki cinta. Kepedihan cinta yang gagal dan kematian orang-orang yang dimabuk cinta membuat kisah-kisah ini menyayat hati para pembacanya. Karya Nizami yang ketiga dan paling terkenal adalah LM yang berjumlah enam ribu lima ratus bait sajak. LM sesungguhnya merupakan kisah cinta klasik yang dikisahkan secara lisan di tanah Arab sejak Dinasti Umayyah berkuasa. Diyakini oleh banyak orang, cerita ini didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda bernama Qays putra Al-Mulawwah, penguasa bani Amir di Arabia. Dari tradisi lisan, kisah tersebut kemudian masuk ke dalam khasana sastra Persia, dan Nizami menuliskannya pada abad 12 dalam bahasa Persia. Versi Nizami sangat terkenal, karena selain tetap mempertahankan suasana kehidupan suku Badui Arab, tenda-tenda kabilah di gurun, pada saat yang sama Nizami juga memasukkan semesta peradaban Persia ke dalam kisah tersebut. Kegersangan dan kekakuan kisah lama diolah Nizami dengan deskripsi mengenai angkasa bertabur bintang dan matahari yang bersinar, atau rahasia-rahasia terdalam dari ruh manusia, dalam sebuah bahasa yang luar biasa kaya, penuh dengan citraan-citraan yang memesona. Nizami Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



membebaskan kisah tersebut dari batasan-batasan peristiwa aksidental dengan menaikkannya ke maqam spiritual, memperkayanya dengan warna, aroma, dan suara, diracik dengan permata, bunga-bunga, anggur dan bebuahan (Nizami, 2009: 11). Zia Inayat Khan (Nizami, 2009: 5) mengatakan bahwa Layla dan Majnun merupakan figur penting bagi para penyair sufi, sebagaimana Krishna bagi para penyair Hindu. Majnun bermakna keterserapan ke dalam pikiran, Layla bermakna malam yang remang-remang. Dari awal hingga akhir, kisah ini merupakan ajaran tentang jalan penghambaan yaitu pengalaman jiwa yang mencari Tuhannya. Tiga karya Nizami lainnya yang berbentuk matsnawi adalah Haft Paikar (Tujuh



Keindahan),



Syarafnameh



(Surat



Kemuliaan),



Eghbalnameh



(Surat



Keberuntungan). Yang pertama terdiri atas tujuh fabel tentang kehidupan Bahram, seorang raja Iran. Yang kedua dan ketiga menuturkan berbagai pertempuran dan penaklukan yang dilakukan oleh Alexander Agung (Iskandar). Selain enam karya di atas, Nizami juga menulis sebuah diwan, atau kumpulan puisi (ghazal dan qasidah). Sebagian besar karya ini tampaknya hilang. Hal ini biasa terjadi pada kebanyakan syekh sufi awal, yang tertinggal dari Nizami adalah ajaranajarannya. Dengan sendirinya, hal ini mengingatkan sang penempuh jalan spiritual akan ihwal kefanaan kehidupan dunia ini (Bayat dan Muhammad, 2007: 151-153). Nizami, melalui karya-karya dengan tema cintanya ingin mengajarkan tentang cinta sejati. Sesungguhnya seorang sufi mempunyai banyak cara untuk mengingatkan para pengikutnya untuk mencintai Sang Penciptanya. Tidak hanya perilaku-perilaku sufi semata-mata, akan tetapi, yang dilakukan Nizami dakam rangka berdakwa. Demi Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



untuk menjernihkan jiwa dan hati manusia, bisa dilakukan melalui karya simbolik. Sebenarnya ini tidak lazim dilakukan oleh para sufi, namun Nizami sebagai penutur cinta-cinta sufistik ini, membuktikan bahwa mengajak kepada kebaikan menuju kepada Tuhan, bisa dilakukan dengan banyak cara. Tujuan utamanya adalah satu, yaitu mengabdikan diri kepada Tuhan, karena sesungguhnya manusia diciptakan Allah semata-mata hanya untuk mengabdi kepada-Nya.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



BAB V REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA DALAM NOVEL LAILA MAJNUN



5.1.



Frustrasi Manusia bisa mengalami frustrasi ketika keinginannya terganjal untuk bisa



diwujudkan atau direalisasikan. Halangan in bisa berasal dari keterbatasan fisik atau psikis. Sebagai contoh, seorang anak lelaki yang ingin menjadi TNI tetapi keinginannya terhalang karena terhambat oleh tinggi tubuhnya yang tidak memenuhi syarat. Contoh lain, seseorang yang ingin masuk PNS, namun tidak terwujud karena tidak lulus ujian. Jadi, hambatan tubuh atau pun jiwa bisa menjadi sumber frustrasi. Seseorang yang mengalami frustrasi akan bereaksi secara tidak sadar untuk mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stres. Dengan bereaksi, sebenarnya berusaha mempertahankan harga diri dari kenyataan yang dihadapi. Ruch (Siswantoro, 2005: 101) mengatakan: Lapis ego yang mengalami frustrasi merasa sakit atau pepat dan segera melakukan reaksi pertahanan. Sebagaimana kita berusaha menghindari pukulan fisik ke arah tubuh kita, demikian pula kita merespon secara defensif terhadap kritik atau olok-olok yang ditujukan ke arah kita. Pada saat seseorang menjalani hidup, ia membentuk dalam dirinya persiapan pertahanan dari fisik secara ekstensif yang akan bereaksi secara defensif mekanistis dalam upaya menyesuaikan ego yang didera frustrasi…Reaksi mekanistis dapat dibagi menjadi tiga bentuk pokok perilaku dalam upaya penyesuaian (1) reaksi agresif, (2) reaksi menghindar atau menarik diri, (3) reaksi mengganti atau kompromistis.



Uraian di atas menegaskan bahwa lapis ego yang mengalami frustrasi akan beraksi sebagai usaha pertahanan yang dapat dilakukan lewat tiga kategori bentuk Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



pokok perilaku, yaitu (1) reaksi agresif, (2) reaksi menghindar, dan (3) reaksi kompromi. Melalui novel LM, penulis akan menganalisis ketiga perilaku ini terhadap Majnun, Syed Omri, dan Layla yang mengalami frustrasi. 5.1.1. Reaksi Agresif Agresif merupakan reaksi menyerang atau menyakiti. Perilaku ini terjadi ketika usaha untuk mencapai tujuan telah buntu. Beoree (2008: 240) mengatakan, “…selain frustrasi, hal-hal lain bisa menyebabkan agresi (petinju yang dibayar mahal bisa menyebabkan agresi) dan frustrasi bisa menyebabkan hal-hal lain selain agresi (impotensi sosial mengarah pada depresi)”. Sejalan dengan pendapat di atas, Ruch (Siswantoro, 2005: 101) menegaskan: Perilaku agresif merupakan reaksi terhadap frustrasi. Ketika ini mengemuka, individu yang bersangkutan bisa saja menyerang penghalang yang menghambat dirinya atau menyerang sasaran pengganti penghalang. Biasanya tindakan agresi bisa merupakan teknik penyesuaian yang baik. Memang bisa saja tindakan ini untuk sesaat mengurangi ketegangan pikiran atau kepepatan jiwa yang menyertai frustrasi. Lama-lama tindak agresi ini tidak disukai masyarakat, atau akan beroleh hukuman, dan rasa bersalah dari diri individu. Dari kedua uraian di atas, dapat dilihat bahwa seseorang yang frustrasi bisa melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustrasi, maupun terhadap objek pengganti. Jika tindakan ini terjadi dalam waktu yang lama, akan mendapat respon yang tidak baik, seperti hukuman masyarakat dan rasa bersalah pada pelaku itu sendiri.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Sejalan dengan pendapat di atas, perlakuan penyerangan tentara kabilah Naufal yang motifnya ingin membantu Majnun mendapatkan Layla dapat diketegorikan dalam tindak agresif. Ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut: Namun usaha Naufal itu sia-sia, ayah Layla bersikeras menolak, mereka memilih berperang daripada kehilangan nama baik. Perundingan berakhir, Naufal menghunus pedang dan siap bertempur. Sejurus kemudian pertempuran sengit tak bisa dielakkan. Dentingan pedang beradu dengan perisai dari kuningan, terdengar keras, ditingkahi suara desing anak panah. Padang peperangan seperti gemuruh lautan, saat ombak besar menghempas ke bibir pantai. Anak panah, laksana burung, berterbangan dari kedua belah pihak, berusaha meminum aliran kehidupan dengan paruhnya yang terbuka. Pedang yang berkilat, memenggal kepala-kepala lawan. Bumi berubah menjadi merah, menakutkan. Bau anyir menyebar, dan burung pemakan bangkai beterbangan di angkasa, siap untuk berpesta. ..... Pasukan Naufal sudah berada di atas angin. Majnun yang sejak kemarin hanya melihat saja pertempuran itu dari tenda, tiba-tiba muncul di tengah-tengah pertempuran, sorot matanya terlihat mengerihkan. Dia menerobos dengan liar di antara dua pasukan yang sedang bergelut dengan maut. Pakaiannya ditanggalkan satu persatu, dan dengan pandangan yang menggila dia berteriak mencela, “Mengapa harus terjadi pertempuran, padahal keduanya adalah sahabatku” (hlm. 96-98). Dari kutipan novel di atas dapat dilihat bahwa tindakan agresif yang dilakukan Majnun adalah melalukan penyerbuan dengan peperangan. Dalam peperangan itu banyak yang menjadi korban. Namun, atas penyerangan yang dilakukan, akhirnya Majnun menyesal. Sebenarnya Majnun tidak ingin ada tindak kekerasan. Dengan berperang melawan ayah Layla berarti pintu untuk masuk ke rumah Layla sudah terkunci dan kuncinya sudah dicampakkan. Jadi, penyerangan yang dilakukan oleh tentara Naufal menyebabkan ia merasa bersalah pada dirinya sendiri, dengan mengatakan, “Mengapa harus terjadi pertempuran, padahal keduanya adalah sahabatku” (hlm. 98). Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Agresi dibagi ke dalam (1) scapegoating, yaitu mencari kambing hitam, (2) free-floating anger, yaitu marah tanpa pandang bulu, (3) suicide, yaitu menyalahkan diri atau bunuh diri. Scapegoating adalah pengalihan menyerang ke objek penyebab frustrasi karena ada rasa tidak berani untuk mengungkapkan rasa marah secara langsung. Kelegahan akan diperoleh dengan menyerang orang lain yang dianggap lemah. Free-floating anger adalah reaksi orang frustrasi kronis yang kemarahan atau rasa permusuhan yang diungkapkan tidak pandang bulu meski terhadap suasana yang netral. Suicide adalah reaksi orang yang frustrasi dengan cara menyerang diri sendiri sebagai objek pengganti kemarahan atau usaha bunuh diri atau sekedar ancaman bunuh diri (Siswantoro, 2005: 102). Jika dilihat dalam novel LM, ketiga pembagian agresi di atas, dilakukan oleh Majnun. Scapegoating atau mencari kambing hitam, dapat dilihat pada sikap Majnun yang kurang baik terhadap ayahnya. Padahal ia tahu bahwa ayahnya sangat mencintainya. Segala usaha telah dilakukan ayahnya untuk kesembuhannya. Ia menyuruh Majnun berdoa di Ka,bah untuk kesembuhannya. Menurut kepercayaan umat Islam, semua doa yang diminta akan terkabul. Meminta doa di Ka’bah adalah satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk kesembuhannya. Namun, Majnun menyia-nyiakan kesempatan itu. Majnun malah meminta supaya cintanya kepada Layla semakin bertambah. Perilaku lain dapat dilihat ketika ayahnya memintanya kembali ke rumahnya. Ayahnya merasa bahwa ajalnya akan tiba. Dia ingin menyerahkan kekuasaannya



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



kepada Majnun. Ia ingin Majnun kembali menjadi manusia yang bermartabat. Namun, Majnun dengan bahasa yang halus menolak semua itu seperti berikut: “Bagiku dunia telah lenyap. Aku tidak melihat apapun selain Layla, semua yang aku miliki telah hilang, kecuali kenanganku pada Layla. Ayah, ibu, rumah, semua hilang dalam kesuraman yang tidak bisa ditembus oleh cahaya. Aku menangis karena kasih sayangmu. Tapi apa gunanya air mata, meskipun itu di atas batu nisan seorang ayah? Kesengsaraan tidak pernah diketahui oleh orang yang sudah mati. Engkau mengatakan malam kematian segara akan menjemputmu! Lalu apa aku harus menangis, meminta belas kasihmu, agar engkau tetap hidup? Sedang aku akan mati dalam kesengsaraan, dan tidak seorang pun yang akan menangisi kepergianku” (hlm. 122). Dari nada bicaranya, Majnun terlihat putus asa. “Kesengsaraan tidak pernah diketahui oleh orang yang sudah mati”, ini mengisyaratkan bahwa ia menganggap dirinya sudah mati. Setidaknya ia sudah membunuh mati semua rasa keduniawian yang ada dalam dirinya. Yang tinggal hanya kenikmatan menyebut nama Layla. Hal ini membuat hati ayahnya remuk redam. Ayahnya menjadi kambing hitam dalam perilaku Majnun karena ia tidak bisa melampiaskannya kepada ayah Layla yaitu orang yang telah menyebabkan Majnun frustrasi. Free-floating anger atau marah tanpa pandang bulu dapat dilihat dari kematian pasukan Naufal dan pasukan ayah Layla. Mereka sesungguhnya tidak memiliki hubungan langsung dengan Majnun. Frustrasi yang kronis dan berkepanjangan membawa pelaku pada tindak gelap mata dan bisa membunuh seseorang. Frustrasi yang kronis inilah yang membuat Majnun mau menerima tawaran Naufal untuk berperang atau menyerang pasukan ayah Layla.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Suicide atau menyalahkan diri (bunuh diri) ditandai dengan kematian Majnun. Kematian Majnun sebenarnya adalah bentuk penyerangan yang dilakukannya terhadap dirinya sendiri. Dia merasa tidak ada gunanya lagi dia hidup di dunia karena Layla yang merupakan belahan jiwanya sudah tiada lagi. Harapan dan gairah untuk hidup sudah tidak ada lagi, hilang bersama wafatnya Layla. Tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh Majnun adalah menyakiti tubuhnya dengan cara membenturbenturkan kepalanya, tidak makan, dan tidak minum, hingga tubuhnya menjadi lemah. Dan akhirnya Majnun meninggal dunia. Dari hasil analisa dijumpai perilaku agresi Syed Omri yang meliputi scapegoating atau mencari kambing hitam dan suicide atau menyalahkan diri atau bunuh diri. Syed Omri merasa kecewa karena usahanya untuk melamar Layla ditolak mentah-mentah oleh ayah Layla. Ayah Layla menganggap Majnun gila dan dia tidak menginginkan orang-orang Arab berbicara bahwa ia mengawinkan anaknya dengan orang gila. Syed Omri sangat malu dan sakit hati mendengar kata-kata ayah Layla. Belum pernah ada seorangpun yang berani menolak permintaannya dan sekarang ayah Layla telah menghinanya. Syed Omri memikul beban yang sangat berat. Ia tidak mau marah kepada ayah Layla karena ia seorang yang bermartabat. Lalu ia membujuk Majnun untuk meninggalkan dan melupakan Layla. Bujukan yang ditujukan kepada Majnun sebenarnya adalah upaya pengalihan penyerangan terhadap objek penyebab frustrasi. Syed Omri beranggapan bahwa tidak ada gunanya membalas sakit hatinya pada ayah Layla. Ini hanya akan merendahkan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



martabatnya sebagai seorang kepala kabilah yang disegani. Sebagai gantinya ia menyerang Majnun (objek yang dianggap lemah) dengan cara membujuk. Bentuk kemarahannya terhadap Majnun direalisasikan dengan bahasa lemah lembut. Ini dapat dilihat dari petikan novel berikut: Setelah usaha meminang Layla hanya membuahkan hasil yang menyakitkan hati, akhirnya Syed Omri berusaha merayu dan membujuk Majnun agar melupakan gadis pujaannya. Karena pantang bagi Syed Omri menelan ludah kembali, aib baginya jika harus merengek dan memohon belas kasihan pada orang yang pernah menolak lamarannya. Dengan suara yang letih karena menanggung beban berat, Syed Omri berkata pada Majnun, “Wahai puteraku tersayang, cahaya mata pelipur duka, engkau telah dilenakan dengan cinta buta…” (hlm. 35).



Perilaku Syed Omri yang menyalahkan diri sendiri dapat dilihat dari kegagalan-kegagalan Syed Omri untuk menyembuhkan penyakit putranya. Semua tabib telah diundang dan memohon doa di Ka’bah juga sudah dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil. Ia menganggap semua usahanya sia-sia belaka, seperti kutipan berikut: Hati Syed Omri semakin sedih, hidupnya terasa hampa, tiada lagi harapan yang tersisa. Setelah ibadah haji selesai, ia segera pulang ke Hijaz. Lelaki itu seperti kehilangan kekuatan untuk mendinginkan bara dalam hatinya. Sirna sudah semua, tiada lagi pelipur lara di hati. Cahaya yang dia banggakan telah berubah menjadi kegelapan, mimpi telah menjadi bayangbayang mengerikan (hlm. 47). Perilaku agresi Layla juga berupa scapegoating dan suicide. Layla merasa sangat kecewa karena ayahnya menikahkan ia dengan Ibnu Salam. Ia tidak berani dan tidak berhak menolak keputusan ayahnya. Demi baktinya kepada orang tua, dia harus menuruti kemauan orang tuanya. Akhirnya, ia mengalihkan kemarahannya kepada



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Ibnu Salam yang dianggapnya sebagai objek yang lemah. Bentuk kemarahan itu direalisasikan dengan keengganannya melayani Ibnu Salam sebagai seorang suami. Walaupun ia sudah menjadi istri Ibnu Salam, namun raga, hati dan cintanya hanya untuk Majnun. Hal ini didukung oleh kutipan novel berikut: Gadis itupun berjanji, hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan cintanya. Sekuat tenaga akan ia jaga tubuh dan hatinya. Ia tidak ingin dunia menuduhnya sebagai pengkhianat. Tidak, ia tidak akan mengkhianati cinta, tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays. …. Saat Ibnu Salam menyusul ke tempat tidur, ia melihat Layla menampakkan punggung, membelakangi dirinya. Ibnu Salam mencoba menyapa istrinya dengan lembut, namun istrinya tidak menjawab, hanya isak tangisnya yang terdengar (hlm. 109-110). Bentuk suicide yang dilakukan Layla dapat dilihat dari pembicaraannya dengan sang pertapa. Ia menyalahkan dirinya dengan mengatakan bahwa dirinya adalah penyebab penderitaan Majnun. Layla yang menyebabkan Majnun lebih suka tinggal di gurun dan dia juga yang menjadi penyebab kegilaan Majnun terlihat dalam kutipan berikut ini: Mendengar penuturan sang pertapa, Layla menangis sesunggukan, lalu berteriak lantang, “Jangan engkau katakan lagi! Cukup sudah. Kata-katamu membuat batinku semakin perih. Akulah penyebab kesedihannya, aku gadis yang dia cari. Akulah yang menyebabkan dirinya lebih suka tinggal di gurun pasir, daripada diam di istana ayahnya. Tetapi wahai pertapa, sesungguhnya kami berdua sama-sama merasakan kesedihan, sama-sama mwrasakan luka, dan luka kami takkan pernah sembuh, kecuali kami dipertemukan. Tangan takdir telah membimbingnya untuk berkelana dan teriakannya memenuhi gurun pasir dengan perasaan ketakutan. Sementara takdir menghukumku hingga terbelenggu di sini” (hlm. 149-150).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



5.1.2. Reaksi Menghindar Reaksi lain selain tindak agresif adalah tindak menghindar dari situasi yang menyebabkan frustrasi. Wujud menghindar bisa berupa tindakan fisik atau psikis. Dengan menghindar, seseorang akan dapat melupakan beban yang menghimpit perasaannya walaupun hanya sesaat. Perilaku yang tercermin dari proses menghindar ini bisa berupa menutup diri dari keramaian, misalnya mengurung diri di rumah atau mengasingkan diri ke tempat yang sunyi. Perilaku sebagai reaksi menghindar yang dilakukan Majnun adalah dengan bersembunyi ke dalam gua. Ia meninggalkan semua kemewahan dunia yang ditawarkan keluarga maupun kerabatnya. Dia mengasingkan diri dari keramaian. Majnun tidak takut sama sekali baik gangguan dari udara, tanah, gua, maupun lembah. Untuk menghibur hatinya yang gunda gulana, dia berteman dengan binatang buas. Harimau, serigala dan singa berada di sekelilingnya. Heina dan anak rusa terlihat akrab. Burung pipit dan elang berputar-putar di langit menaungi tempat peristirahatannya. Binatang-binatang itu tidak pernah menyakitinya bahkan menganggap Majnun sebagai raja. Kemanapun Majnun pergi mereka setia menemani. Rekasi menghindar yang dilakukan Majnun ini memang tidak bisa membuatnya melupakan penyebab frustrasinya. Keterasingannya di dalam hutan hanya dapat menghiburnya sesaat saja. Dia tidak dapat melupakan Layla karena kekuatan cinta telah memperbudaknya. Hanya Layla yang dapat mengobati sakit gilanya. Layla merupakan tujuan akhir hidupnya.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Namun, perilaku Majnun yang menyendiri di hutan ini dapat membuatnya lega. Setidaknya, dia tidak lagi berteman dengan manusia yang hanya bisa menyakitinya saja. Ini dapat dilihat melalui percakapan Majnun dengan ibunya berikut ini: “…Seperti burung terpenjara dalam sangkar yang membelenggu, jiwaku telah lama menanggung penjara kehidupan. Janganlah ibu memintaku untuk tinggal di rumah, karena aku tidak mendapat kedamaian di sini”. “Wahai ibu, lebih baik aku berkelana dan tinggal di gua bersama binatang buas, daripada tinggal di lingkungan manusia yang hanya menambah kesedihan dan keputusasaanku” (hlm. 145-146). Dialog di atas dibingkai oleh peristiwa kerinduan Majnun kepada ibunya. Ia pulang ke rumahnya untuk mengetahui keadaan ibunya setelah ayahnya meninggal. Ibunya sangat terkejut melihat keadaan diri Majnun yang kumal dan tidak terurus. “Betapa daun hijau ini telah layu dan tubuhnya menjadi lemah, rona kemerahan telah memudar dari pipi, serta matanya menjadi cekung” (hlm. 144). Ibunya sangat kasihan melihatnya. Sambil menasehati Majnun, ia berurai air mata. Dialog di atas merupakan rentetan dari dialog-dialog sebelumnya yang diutarakan ibu Majnun. Ia meminta Majnun untuk kembali tinggal di rumah. Namun, pikiran liar Majnun menuntun ia berujar, “Janganlah ibu memintaku untuk tinggal di rumah, karena aku tidak mendapat kedamaian di sini.” Ini berarti bahwa dengan mengasingkan diri di hutan Majnun mendapat kedamaian dan kebahagiaan. Berkali-kali Majnun menghindar dari keramaian dengan menyendiri di hutan. Ini bisa terjadi karena Majnun manusia. Manusia bersifat labil. Ketika ia mengetahui Layla dipingit, maka ia pergi mengembara ke hutan. Ayahnya yang kasihan melihat



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



keadaan anaknya yang menderita berusaha mencari Majnun dan membawanya kembali ke rumah. Ia mencari tabib yang bisa mengobati Majnun. Namun, tak berhasil. Ia kembali lagi menghindar ke hutan. Ayahnya mencarinya kembali karena ia akan melamar Layla untuk Majnun. Majnun merasa terhibur. Ia kembali lagi ke rumahnya. Namun, setelah usaha peminangan itu gagal, akhirnya Majnun kembali lagi ke hutan. Musim haji telah tiba, Syed Omri teringat bahwa meminta doa di depan Ka’bah akan dikabulkan Allah. Ia kembali menyuruh orang-orangnya untuk mencari Majnun ke hutan. Setelah bertemu maka mereka menunaikan ibadah haji. Sekembali dari Mekah, Majnun ditahan oleh ayahnya beberapa saat di rumahnya. Majnun tidak betah tinggal di rumahnya yang penuh dengan kemewahan dan iapun kembali lagi ke hutan. Naufal yang merasa kasihan melihat keadaan Majnun berusaha menghibur Majnun dengan berjanji akan menyatukannya dengan Layla. Majnun bersemangat mendengar kata-kata Naufal. Ketulusan Naufal membuat Majnun bersedia mengikuti kehendaknya. Bahkan, ketika naufal mengajaknya meninggalkan hutan belantara menuju istananya, Majnun tidak membantah. Naufal berhasil mengembalikan Majnun seperti manusia yang bermartabat. Tubuhnya mulai sehat kembali. Namun, ketika Naufal gagal membawakan Layla untuknya, ia kembali lagi menghindar ke hutan. Sampai akhirnya ia rindu kepada ibunya dan kembali ke rumah dan terjadilah seperti dialog di atas.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Majnun tidak merasa tenteram tinggal di rumah. Akhirnya, ia kembali lagi ke hutan. Setelah pertemuan itu, ibu Majnun menjadi menderita. Kata-kata Majnun telah menghancurkan hatinya. Ia menyusul suaminya dalam kesunyian tanah pekuburan. Sejak ibunya meninggal, Majnun tak pernah kembali lagi ke rumahnya. Ia terus mengembara di hutan, sampai akhirnya ajal datang menjemputnya. Dari deskripsi data di atas, dapat dilihat bahwa Majnun lebih banyak tinggal di hutan daripada tinggal di rumahnya. Dia memang lebih memilih hidup terasing dari keramaian. Memang keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau lama, orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan, disadari atau tidak. Sudah tentu dengan kadar dan sebab yang berbeda satu sama lain. Keterasingan yang dialami Majnun adalah atas kemauannya sendiri. Ini merupakan wujud dari perilakunya menjalani reaksi menghindar untuk mengurangi rasa frustrasinya. Tindak menghindar yang dilakukan oleh Syed Omri adalah dengan duduk sendiri di kegelapan malam. Ia memikirkan anaknya yang pergi meninggalkan rumah. Ia tidak tega melihat penderitaan anaknya. Sebagai seorang ketua kabilah, Syed Omri tidak mau mengecewakan kabilahnya dengan menampakkan rasa sedihnya. Ia punya tanggung jawab yang besar terhadap kabilahnya, makanya dia tidak bisa bebas mengekspresikan bentuk menghindarnya. Itulah sebabnya ia hanya bisa menghindar dari keramaian ketika malam hari, disaat semua orang tertidur lelap. “…di kegelapan malam yang sepi, ia duduk sendiri sambil mengeluh, “Mengapa puteraku pergi meninggalkan rumah? Kemana pengembara yang tidak punya harapan itu berteduh?” (hlm. 118). Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Untuk mengurangi rasa frustrasinya, Layla juga melakukan tindak menghindar. Ia duduk menyendiri dan sorot matanya menampakkan kepasrahan. Ia pasrah pada nasib yang menimpanya, yaitu nasib yang telah memisahkan dirinya dengan Majnun. Ia menghindar dari keramaian yang dapat dilihat dari kutipan berikut: Di antara segala hiruk-pikuk kegembiraan, Layla duduk menyendiri. Wajahnya memancarkan duka, sorot matanya menampakkan kepasrahan, dan desah ketakberdayaan terdengar dari nafasnya. Seolah awan hitam sedang menutupi parasnya yang lembut. Dadanya bergejolak oleh beban berat, setitik air mata menetes dari matanya yang jernih. Layla seperti pohon dengan daun-daunnya yang layu, jatuh dalam pelukan debu. Ia tidak bisa merasakan kebahagiaan yang ada di depannya, bahkan untuk berpura-purapun tiada lagi kesanggupan (hlm. 109). 5.1.3. Reaksi Kompromi Ada kalanya frustrasi tidak dapat dikurangi hanya dengan perilaku agresif dan menghindar saja. Ada cara lain yang dapat dilakukan, yaitu dengan tindak kompromi. Tindak kompromi ditandai dengan individu yang menanggung frustrasi harus menyerah pada suasana yang tidak mengenakkan sebagai akibat frustrasi sehingga tujuan yang diimpikan tetap bisa terlaksana. Ini berarti individu harus menurunkan derajat ambisi dan hasrat atau menerima tujuan lain yang bisa mengganti tujuan semula. Siswantoro (2005: 107-113) membagi reaksi kompromistis menjadi tiga bagian, yaitu sublimasi, proyeksi, dan rasionalisasi atau pembenaran. 5.1.3.1. Sublimasi Sublimasi adalah penggantian kepuasan karena kepuasan langsung dari keinginan tidak mungkin terlaksana. Keterbatasan dan ketidakmampuan fisik untuk



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



melakukan keinginan tersebut membuat seseorang frustrasi. Dengan tidak tercapainya kepuasan langsung tersebut, dicarilah sasaran lain untuk memperoleh kepuasan. Ini berarti, memilih tujuan pengganti sebagai alternatif lain dalam upaya mengarahkan energinya. Meskipun tujuan ini tidak pernah memberi kepuasan yang sama persis seperti tujuan awal yang dikehendaki, namun tujuan tersebut mampu memberi saluran untuk mencurahkan hasrat keinginan yang terhalang (Ruch dalam Siswantoro, 2005: 107-108). Memang kepuasan langsung atas kebutuhan atau keinginan tertentu sering tidak bisa terwujud karena sasaran yang hendak dicapai tidak terjangkau. Tindakan yang diupayakan untuk menjangkau sasaran tersebut hanya membangkitkan rasa tidak menyenangkan atau rasa bersalah. Di dalam suasana seperti ini, biasanya seseorang bisa saja mengupayakan sarana lain untuk memperoleh kepuasan seperti memilih sasaran alternatif lain. Sasaran alternatif ini dapat memberikan kepuasan dan dapat mengurangi beban frustrasi yang diderita. Sublimasi bisa juga berarti memperhalus atau memperindah. Memperhalus yang dimaksudkan adalah memperhalus dorongan-dorongan yang bersifat egoistis atau nafsu yang kurang sehat. Contohnya, seorang yang gagal dalam percintaan, mencurahkan kasih sayangnya untuk mengasuh anak-anak yatim piatu (Sundari, 2005: 56-57). Sejalan dengan kedua pendapat di atas, maka perilaku Majnun yang berbentuk sublimasi dapat dilihat pada kecintaannya terhadap binatang buas. Ia mengalihkan energi cintanya pada binatang tersebut. Setiap binatang yang terkena sasaran Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



pembunuhan oleh pemburu selalu dilindunginya. Ini dapat dilihat dari peristiwa berikut: Saat melewati hutan, Majnun menyaksikan seekor rusa terjerat dalam perangkap. Sang pemburu berusaha menangkap dan mengarahkan pisau ke leher rusa. Sebelum pisau menyentuh leher, tiba-tiba Majnun berteriak mengejutkan si pemburu. Majnun berkata, “…bebaskan rusa yang jatuh dalam perangkapmu, karena sesungguhnya keindahan adalah hidup dan kebebasan. Hatimu pasti sekeras pualam, sehingga berusaha membunuh mata besar dan hitam yang bersinar menyenangkan bak mata Layla. Tahanlah pukulan yang kejam itu sahabatku, karena lehernya lebih pantas untuk dilingkari untaian emas. Lihatlah tubuhnya yang ramping, kepolosan dan kelembutan yang terpancar dari wajahnya. Wahai, janganlah engkau melakukan perbuatan kejam, mengalirkan darah dari musuh yang tidak bersalah” (hlm. 102-103). Peristiwa ini terjadi sesaat setelah Naufal gagal menyerahkan Layla kepada Majnun. Majnun lalu meninggalkan medan pertempuran dengan mengendarai kuda, dengan pakaian yang compang-camping. Ia berlari membawa hatinya yang sudah menjadi debu. Harapannya untuk bersatu dengan Layla sudah hancur. Ia memacu kudanya seperti berlomba dengan angin. Pada saat dan dalam keadaan jiwa seperti itulah Majnun bertemu dengan seorang pemburu yang sedang berusaha menangkap seekor rusa. Majnun merasa bahwa rusa itu tidak boleh disakiti, karena rusa itu sama dengan Layla. Bola matanya yang besar, hitam dan bersinar, tubuhnya yang ramping, kepolosan, dan kelembutan yang terpancar dari wajah rusa itu mengingatkan Majnun pada Layla. Majnun bahagia ketika ia dapat menyelamatkan leher rusa itu dari pisau. Majnun mencintai kebebasan rusa itu dengan mengatakan “keindahan adalah hidup dan kebebasan”.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Kata-kata ini diucapkan oleh Majnun karena sesungguhnya dirinya bebas, namun jiwanya terikat pada Layla yang membuat ia merasa dirinya mati. Perilaku Syed Omri dalam bentuk sublimasi bisa dilihat dari peristiwa ia membawa Majnun berdoa di Ka’bah dan bersedekah. Alternatif ini dipilih Syed Omri untuk menyembuhkan anaknya karena ia percaya Mekkah adalah kota suci dan Rasulullah selalu memanjatkan doa di sana. Syed Omri juga percaya akan keberkahan air zam-zam yang dapat mengobati segala penyakit. Syed Omri juga percaya dengan bersedekah dapat mengurangi beban penderitaan batinnya yang dapat dilihat dari kutipan novel berikut: Kebetulan saat itu adalah bulan Dzulhijjah, bulan haji. Pada bulan haji, di Mekkah berkumpul pedagang, kepala suku dan orang-orang bijaksana, mereka berdoa dan memuji kepada Dzat Yang Maha Suci. Beribu-ribu orang berkumpul di Ka’bah yang agung, memuji kebesaran Tuhan dan memohon berkah. Syed Omri menuruti nasehat mereka untuk menunaikan haji, memohon rahmat, ampunan dan kebaikan Yang Maha Mendengar dan Maha Menyembuhkan, agar putera kesayangannya memperoleh kesembuhan. Lelaki itu segera menyiapkan unta-unta pilihan, di tiap leher unta diberi lonceng, di punggungnya dilekati tas berisi dinar dan dirham (hlm. 43). Perilaku Layla yang berbentuk sublimasi adalah ketika ia mencurahkan segala keluh-kesahnya kepada seorang pertapa. Ia menceritakan beban yang menghimpit hatinya dan derita cintanya kepada orang yang tidak dikenalnya. Ini semua ia lakukan untuk mengurangi rasa frustrasinya. Dengan menceritakan semua derita yang dialaminya beban frustrasinya bisa berkurang. Ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Layla berkata kepada orang itu, “Tuan, apakah engkau bersedia menahan langkahmu untuk mendengar keluh-kesahku? Maukah tuan menolongku dengan meringankan beban kesedihan yang menusik dadaku? Sudikah tuan mendengar kisah, yang tidak memiliki hubungan apapun dengan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



anda, bahkan mungkin cerita ini tidak enak untuk didengar? Kisah tentang seorang yang bernasib malang, hidup dalam kebingungan antara cinta dan takut” (hlm. 149). Peristiwa di atas terjadi setelah Layla membaca surat Majnun. Ia diliputi kegelisahan karena Majnun sudah tidak percaya lagi padanya. Padahal, hanya Majnun seorang yang ia cintai. Untuk Majnun, ia melakukan apa saja demi mempertahankan cintanya, termasuk untuk tidak melayani suaminya. Ia tetap setia pada Majnun. Namun, sekarang Majnun tidak mempercayainya lagi, karena ia sudah menikah. Hati Layla sangat kacau, nyeri, dan pedih. Dalam kegalauan inilah ia pergi ke luar rumah untuk meringankan beban penderitaannya, hingga ia berjumpa dengan seorang pertapa yang mau mendengarkan jeritan hatinya. 5.1.3.2. Proyeksi Ruch (Siswantoro, 2005: 110-111) mengemukakan bahwa: “Kadang-kadang ketika pikiran dan perasaan seseorang ternyata tidak bisa diterima orang lain, orang yang bersangkutan tidak hanya menekan pikiranpikiran itu tetapi juga berusaha meyakinkan diri sendiri secara tidak sadar bahwa orang lain memiliki pikiran dan perasaan yang sama-sama tidak dapat diterima orang lain seperti yang ia miliki. Dengan reaksi proyeksi seperti ini, orang tersebut mengarahkan rasa agresifnya ke orang lain ketimbang diri sendiri. Sebagai contoh adalah seorang suami yang tidak setia terhadap istrinya, tetapi menuduh istrinya justru yang tidak setia terhadap dirinya. Menuduh istrinya tidak lagi setia merupakan tindakan yang benar-benar berlawanan dengan fakta.



Penjelasan di atas menerangkan bahwa kadang-kadang ketika seseorang merasa pikiran-pikiran dan perasaan yang diungkapkan ternyata tidak bisa diterima oleh pihak lain, maka dia tidak hanya menekannya tetapi juga meyakinkan dirinya secara tidak sadar bahwa orang lain juga memiliki perasaan atau pikiran yang sama Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



terhadap dirinya. Dengan reaksi proyeksi seperti ini, si individu dapat mengarahkan perasaan agresifnya terhadap orang lain daripada terhadap dirinya. Jadi, kesalahan itu ditimpakan kepada orang lain. Sebuah contoh refleksi proyeksi adalah seorang suami yang tidak setia kepada istrinya, balik menuduh istrinya yang tidak setia. Ana Freud, menyebut proyeksi sebagai penggantian ke arah luar. Mekanisme ini merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri. Mekanisme ini merupakan kecenderungan untuk melihat hasrat atau keinginan yang tidak bisa diterima oleh orang lain. Dengan kata lain, hasrat masih ada, akan tetapi tidak lagi menjadi hasrat yang dimilikinya. Contoh, seorang wanita yang merasakan adanya dorongan seksual yang rancu terhadap teman wanitanya. Bukannya mengaku perasaan ini sebagai perasaan normal, malah dia ngotot memprotes kehadiran orang lesbian di dalam komunitasnya (Boeree, 2008: 415-416). Reaksi proyeksi memungkinkan si individu menyalahkan orang lain dan benda-benda yang dipandang sebagai penyebab kegagalannya. Sebenarnya kegagalan itu adalah karena perilakunya sendiri. Dalam konteks ini, contoh konkritnya adalah seorang siswa yang gagal dalam melaksanakan UN, menuduh gurunya yang tidak pandai mengajar. Padahal sebenarnya, dia yang tidak mau belajar. Contoh lain adalah seorang pemain bola kaki yang tidak dapat menciptakan gol, menuduh bola yang sialan itu sebagai penyebab kegagalannya. Dari uraian di atas, peneliti mencari refleksi proyeksi pada tokoh Majnun. Majnun yang frustrasi menyalahkan Naufal yang telah gagal mendapatkan Layla untuknya. Padahal kegagalan itu adalah karena penyakit gila yang dialami Majnun. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Ayah Layla tidak mau menyerahkan Layla kepada Naufal walaupun ia sudah kalah perang karena ia mengetahui bahwa Layla akan diserahkan Naufal kepada Majnun. Sebenarnya sumber kegagalan itu adalah bahwa orang awam menganggap Majnun telah gila dan gila adalah penyakit yang sangat memalukan. Tidak ada orang tua yang rela anaknya dikawinkan dengan orang gila. Walaupun bersikeras dikatakan bahwa Majnun tidak gila, dia hanya tergila-gila cinta Layla, namun masyarakat awam tidak mempercayainya. Padahal, Naufal sudah berusaha menyembuhkan Majnun dari penyakitnya. Setelah beberapa bulan bersama Naufal, Majnun telah sembuh dari gilanya. Majnun menunjukkan perubahan, ia mulai mau berpakaian dan makan, sehingga tubuhnya kembali sehat dan wajahnya bercahaya. Sejak bersama Naufal, Majnun merasakan harapannya kembali bersinar. Meski sudah kembali seperti Qays yang dulu, namun orang tetap menganggapnya gila. Yang mereka tahu Majnun telah gila dan orang gila tidak berhak mendapat kebahagiaan. Jadi, sumber kegagalan itu ada pada diri Majnun. Refleksi proyeksi ini dapat dilihat pada kutipan berikut: “Tetapi ingat, aku tidak mau dikhianati. Aku tidak akan memberikan anakku pada iblis, aku tidak akan menyerahkan anakku ke dalam pelukan lelaki gila yang akan menodai kebanggaan dan kehormatan kabilahku. Aku tidak mau menikahkan Layla pada kehinaan dan aib. Aku tidak akan mengorbankan kemasyhuran kabilahku, tidak pula akan menodai nama baik Layla…” (hlm. 99). Kehormatan orang Arab adalah lebih baik diliputi nasib sengsara daripada menyerahkan kehormatan kepada orang gila. Seluruh wilayah Arab mengetahui



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



kebajikan Layla, kecantikannya menyatu dengan pesona yang menyenangkan. Lebih baik ayah Layla menjadi Ruh yang bergentayangan daripada menanggung nama yang dibenci semua orang. Dia tidak sanggup menikahkan putrinya dengan keburukan dan menerima kutukan dari negerinya. Seekor anjing lebih baik dari manusia iblis, karena gigitan anjing dapat disembuhkan, namun luka karena ulah manusia tidak ada obatnya dan luka yang membusuk ini akan meninggalkan bekas selamanya. Sebenarnya inilah yang membuat Naufal menjadi terharu. Perasaan bimbang menguasai hatinya. Ia telah berjanji kepada Majnun akan meminangkan Layla untuknya, tetapi ia tidak tega mendengar kata-kata orang tua yang sudah kalah perang itu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang sudah terluka dan tidak berdaya. Bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang baginya memerangi musuh yang tidak berdaya. Sebenarnya Naufal telah memenangkan peperangan itu. Secara hukum, seharusnya ayah Layla menyerahkan Layla pada Naufal. Namun, karena kata-kata ayah Layla sangat menyentuh hatinya, akhirnya Naufal tidak mengambil Layla. Dia menemukan bentuk cinta lain dalam peperangan itu, yaitu cinta seorang ayah kepada anaknya dan cinta seorang lelaki pada martabat kabilahnya. Makanya Naufal berujar, “…Biarlah takdir yang menentukan” (hlm. 100). Ketika Majnun mendengar keputusan Naufal, dia sangat marah kepada Naufal, “…kemarin, wahai temanku yang murah hati! Engkau menjanjikan hari-hari akan berakhir dengan kebahagiaan, tetapi sekarang engkau telah membiarkan rusa berlari menjauh. Engkau tinggalkan aku dalam keadaan terhina di hadapan kekasihku” (hlm. 100-101).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



5.1.3.3. Rasionalisasi Rasionalisisasi atau pembenaran sebagai kategori reaksi kompromi adalah proses merekayasa alasan agar berkesan logis atas situasi tertentu yang jika dibiarkan tanpa alasan mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat atau harga diri. Ruch (Siswantoro, 2005: 112) mengkategorikan rasionalisasi ke dalam empat tipe, yaitu: “Tipe pertama adalah sikap kategori “anggur masam” yang digambarkan lewat cerita binatang, yaitu seekor rubah yang berupaya menggapai segerombol anggur yang menggantung di atas kepalanya, tetapi usahanya siasia. Karena gagal menggapainya, ia dengan kesal berkata “anggur itu terlalu asam.” Tipe kedua adalah “pecinta yang ditolak” dan kemudian dengan kesal karena kecewa berucap “gadis yang ia cintai memiliki cacat.” Tipe ketiga adalah filsafat kategori “jeruk manis” yang diajukan J.M. Barrie, yang mengatakan, “melakukan pekerjaan yang tidak disukai memang tidak menyenangkan, tetapi berupaya menyukai pekerjaan yang sedang dilakukan merupakan rahasia kebahagiaan”. Tipe keempat adalah “pelaku kejahatan” yang mengaku tindak kejahatan yang ia kerjakan berdasarkan motivasi mulia”. Dari pendapat Ruch di atas, dapat dipahami bahwa rasionalisasi dapat mewujudkan diri lewat beberapa manifestasi seperti, (1) tipe “anggur masam”, (2) tipe “pencinta yang ditolak”, (3) tipe “jeruk manis”, dan (4)



tipe “pelaku



kejahatan”. Rasionalisasi ini sebenarnya dijadikan dalih untuk membenarkan tindakan penyelamatan harga diri dari rasa malu, rendah diri, dan lain-lain karena kegagalan. Rasionalisasi merujuk pada rekayasa alasan agar berkesan logis, namun sesungguhnya keliru. Rasionalisasi merupakan manifestasi perilaku yang aneh agar perilaku tersebut tampak logis dan dibenarkan oleh diri sendiri dan orang lain. Dalam konteks ini, kesalahan, penilaian yang kurang tepat akan sesuatu, serta kegagalan seseorang bisa dibenarkan lewat rasionalisasi.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Peneliti menghubungkan konsep rasionalisasi dengan perilaku Majnun yang frustrasi yang disebabkan oleh kegagalan mewujudkan keinginan bersatu dengan Layla dalam cinta dan kasih sayang. Majnun lalu berkata, “cinta adalah rahmad dari Surga, dan menjadi berkah bagi jiwa. Karena Langit yang menuntunku, maka cintaku pada Layla tulus dan suci. Bagaimana mungkin aku akan melepaskan diri, sedang Surga telah menunjuk dan mengilhamkan cinta padaku” (hlm. 47). Dari pernyataan Majnun di atas, dapat dilihat bahwa ia membenarkan perilakunya yang gila karena mencintai Layla berdasarkan motivasi yang mulia. Ia mengatakan bahwa cinta adalah rahmad dari Surga dan Langit telah menuntunnya mencintai Layla. Sedangkan yang dimaksudkan Majnun dengan “Surga” dan “Langit” itu adalah Allah. jadi, Majnun mencintai Layla karena kehendak Allah, makanya cintanya tulus dan suci. Berdasarkan motivasi yang mulia ini, maka rasionalisasi yang dilakukan Majnun termasuk dalam kategori “pelaku kejahatan”. Untuk membenarkan tindakan kegilaannya, Majnun berdalih bahwa apa yang dilakukannya dalam mencintai Layla adalah takdir dari Allah. Majnun sudah ditakdirkan untuk mencintai Layla. Majnun tidak mau merubah takdir yang telah ditentukan untuknya. Dan mencintai Layla dianggapnya sebagai suatu yang mulia. Inilah bentuk rasionalisasi yang dilakukan Majnun. Bentuk rasionalisasi yang dilakukan oleh Layla juga adalah tipe atau kategori “pelaku kejahatan”. Sebenarnya tidak wajar seorang wanita yang sudah bersuami mencintai lelaki lain. Supaya orang menganggap hal ini wajar, maka Layla berdalih dengan mengatakan bahwa cintanya kepada Majnun adalah cinta yang suci dan tidak Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



terbatas. Bumi tidak akan mampu menampung cinta mereka dan hanya surga yang mampu menyatukan cinta mereka. Ini dapat dilihat dari petikan novel berikut: Tetapi entah mengapa, cinta Layla pada pemuda itu tidak pernah sirna. Ia tidak peduli pada keadaan Qays. Ia berharap kelak pemuda itu dapat menyuntingnya. Perasaan Layla dihinggapi semangat menyala-nyala. Ya, suatu saat cinta mereka akan bersatu. Sejemput perasaan aneh menyelinap dalam hati Layla. “Cinta kami demikian suci dan tak terbatas. Bumi tak akan mampu menjadi altar untuk mewadahi cinta kami. Hanya surga, ya hanya surga yang mampu mempersatukan cinta kami,” kata hati Layla (hlm. 170).



Sedangkan bentuk rasionalisasi yang dilakukan oleh Syed Omri adalah tipe “anggur asam”. Ia mengatakan kepada Majnun bahwa Layla tidak sebanding dengan Majnun dalam hal nasab, kehormatan, dan kekayaan. Peristiwa ini bermula, ketika Syed Omri gagal meminang Layla. Syed Omri adalah seorang kabilah yang sangat dihormati oleh bangsa Arab. Ia merasa kehormatannya tercemar karena ayah Layla dari marga rendah telah menolak permintaannya. Padahal belum pernah ada orang yang menolak permintaannya. Maka untuk menjaga harga diri dan martabatnya di depan kabilah dan anaknya, Syed Omri berkata demikian. Hal ini dapat dilihat pada petikan berikut: “…Gadis yang engkau cintai itu tidaklah sepadan dengan kita dalam hal nasab, kehormatan, dan kekayaan. Cobalah engkau tengok gadis-gadis di kabilah kita, mereka masih muda, menarik dan menyenangkan hati. Engkau adalah seorang pangeran dari keturunan terhormat, pesona wajahmu akan menarik hati gadis-gadis cantik di kabilah ini, bahkan akan membuat cemburu para bidadari surga. Jadi, mengapa engkau mencari gadis bermartabat rendah dan tidak sepadan kedudukan?...” (hlm. 35).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



5.2.



Penyesuaian Diri Penyesuaian diri bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana. Tuntutan



atau harapan masyarakat yang saling berlawanan ditambah dengan tekanan untuk meningkatkan kualitas diri membuat proses penyesuaian diri menjadi sulit. Seseorang sudah berusaha menyesuaikan diri dengan baik, namun masyarakat tidak dapat menerimanya, berarti penyesuaian diri tersebut gagal. Jadi, keberhasilan penyesuaian diri harus sesuai dengan perilaku seperti tuntutan masyarakat. Sebaiknya, agar penyesuaian diri ini berjalan lancar, masyarakat harus memberi kesempatan kepada individu untuk menyalurkan dirinya. Penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara self enhancement atau peningkatan diri yang merupakan upaya untuk meningkatkan diri. Proses peningkatan diri terjadi sesuai dengan hakikat manusia yang selalu berhasrat atau memiliki dorongan untuk terus berkembang dan tidak statis bergerak di tempat yang sama. Tumbuh dan berkembang merupakan properti diri yang berdimensi psikis dan sosial. Fenomena ini ditandai dengan adanya rasa tidak puas ketika individu menghadapi kegagalan meraih tujuan yang bisa menaikkan diri. Dengan dorongan semacam ini, individu sebenarnya berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari apa yang sekarang telah dicapainya (Siswantoro, 2005: 115-116). Penyesuaian diri lazim disebut juga mekanisme pertahanan. Bila tangan terkena api, maka tangan tersebut akan segera ditarik secara refleks. Jika mengalami kekecewaan, sering ketentraman batin atau keseimbangan mental terganggu. Maka,



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dengan segera harus mencari jalan agar keseimbangan itu tetap terjadi (Sundari, 2005: 54). Freud menyebut penyesuaian diri sebagai mekanisme pertahanan ego. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id, dan, superego. Namun, ketika kecemasan menguasai, ego harus bisa mempertahankan diri. Secara tidak sadar, ego akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan atau dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam (Boeree, 2008: 413). Setiap individu berusaha untuk mempertahankan diri terhadap perubahan, tekanan, yang berasal dari individu itu sendiri maupun kelompok. Bonner (Siswantoro, 2005: 116-118) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara lain, yakni reaksi diri (self defence) yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu penekanan, berkhayal, menutup kelemahan, dan peningkatan diri. Sementara itu, Berry (2008: 79-82) mengelompokkan penyesuaian diri atau mekanisme pertahanan ke dalam 8 kategori, yaitu represi, penolakan, pengalihan, proyeksi, berkhayal, rasionalisasi, regresi, formasi reaksi. Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis hanya menemukan lima kategori yang berkaitan dengan perilaku Majnun dalam hal penyesuaian diri, yaitu regresi, berkhayal, pengalihan, menutup kelemahan, dan peningkatan diri. 5.2.1. Regresi Regresi adalah kembali ke perilaku atau ke tahap perkembangan yang sebelumnya, yaitu perilaku yang dirasakan nyaman dan aman. Hal ini sangat umum Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



terjadi pada anak-anak yang ingin mendapatkan perhatian lebih, ketika ibunya melahirkan lagi atau karena orang tuanya bercerai. Pada orang dewasa regresi dapat dijumpai ketika mengalami trauma berat, sehingga perilakunya kembali menjadi anak-anak (Berry, 2008: 82). Jadi, regresi adalah kembali ke masa di mana seseorang merasa aman. Ketika menghadapi kesulitan dan ketakutan, perilaku seseorang sering menjadi kekanakkanakan atau primitif. Seorang anak akan mengisap jempol, ketika ingin dibawa ke dokter. Contoh lain, seorang yang baru saja memasuki masa pensiun akan duduk berlama-lama di kursi goyang dan bersikap seperti anak-anak, serta menggantungkan hidupnya pada istrinya. Perilaku Majnun yang gila adalah bentuk regresi yang paling aman. Dengan kegilaannya dia dapat melampiaskan semua derita cinta yang dialaminya. Dengan bertingkah aneh sebenarnya ia ingin mendapat perhatian lebih dari masyarakat ketika cintanya terhalang oleh tradisi yang ada dalam masyarakat. “Tidak ada bedanya antara orang gila dengan orang yang sedang jatuh cinta”, ungkapan ini sangat tepat untuk Majnun. Ketika menghadapi kesulitan (dalam hal ini ketika harus berpisah dengan Layla), Majnun menjadi gelisah dan tidak sanggup memejamkan mata. Secara sembunyi-sembunyi ia meninggalkan rumah. Ia berjalan tak tentu arah dan menerobos semak belukar. Ini adalah perilaku primitif yang dilakukan untuk mengurangi tekanan yang dihadapinya. Tindakan primitif ini termasuk ke dalam kategori regrasi.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Melantunkan syair-syair yang berisikan tentang kedukaan hati juga merupakan jenis penyesuaian diri atau pertahanan diri yang sangat baik. Dengan melantunkan lagu-lagu, penderitaan batin akan berkurang. Majnun juga melakukan ini. Ia juga melantunkan syair untuk menenangkan jiwa kekasihnya. Ia tidak peduli syair itu didengar atau tidak oleh Layla. Melalui syair, Majnun mengabarkan kepada rembulan dan bintang bagaimana cinta telah membelenggunya dan kerinduan telah memadamkan harapan dan mimpinya. Perilaku ini menunjukkan sikap yang kekanakkanakan. Dengan bersyair, sebenarnya Majnun telah mengabarkan ke seluruh penjuru dunia tentang cintanya kepada Layla. Berarti Layla akan menjadi pembicaraan banyak orang. Padahal, dalam tradisi Arab, keluarga akan menjadi tercemar jika anak gadisnya menjadi pembicaraan orang lain. Apalagi nama Layla disandingkan dengan orang gila. Ini dianggap aib. Harga diri mereka bisa ternoda. Sebagai orang Arab, Majnun menyadari hal tersebut, namun ia tidak peduli. Inilah yang disebut sebagai sikap kekanak-kanakan. Cinta membuatnya tidak bisa berpikir logis. Perilaku Majnun yang lain yang berbentuk regresi juga dapat dilihat ketika ia mendengar kabar tentang ibunya, seperti pada kutipan novel berikut: Salim mengerti apa yang sedang berkecamuk di dalam dada pencinta itu. Ada kerinduan yang mendalam akan ketulusan, kelembutan, dan belai sayang dari wanita yang melahirkan dan merawatnya… Ibu majnun mencium putranya dari ujung rambut sampai ujung kaki sambil menangis, membuat rambut Majnun menjadi basah. Sang ibu memeluk erat putra tercinta dengan hati yang bergetar, seolah tak inign lagi berpisah dengan putranya (hlm. 144). Keadaan yang digambarkan pengarang di atas, merupakan perilaku Majnun yang kembali ke masa silam, yaitu ketika ia kecil. Majnun tidak bereaksi ketika ia Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



diperlakukan ibunya seperti bayi, dicium dari ujung rambut sampai ujung kaki dan dipeluk erat. Ia menerima semua perlakuan ibunya terhadap dirinya. Ia merasakan kedamaian dalam pelukan ibunya. Bentuk regresi yang dilakukan Syed Omri dan Layla adalah dengan menangis dan meratap. Syed Omri meratapi nasib Majnun yang malang, seperti Yakub memikirkan Yusuf yang tidak diketahui rimbanya. Sedangkan Layla menagisi nasibnya yang harus menikah dengan Ibnu Salam dan terpisah dari Majnun. 5.2.2. Berkhayal Berkhayal atau fantasi selalu dipergunakan seseorang dalam upaya menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan di sekitarnya. Fantasi merupakan gejala normal pada masa kanak-kanak dan memainkan peran penting yang tercermin pada perilaku anak dengan memainkan peran orang lain. Hal ini sejalan dengan proses kematangan dan sosialisasi. Pada orang dewasa, fantasi dimanfaatkan secara tidak sadar untuk mengatasi tekanan jiwa, selain itu juga dalam upaya penyesuaian diri. Fantasi tidak harus dihindari dalam usaha mengatasi tekanan jiwa, meskipun secara nyata tidak memberikan hasil yang konkret. Fantasi tidak lebih sekedar usaha melepaskan diri dari realita untuk mengurangi kepepatan atau tekanan jiwa. Dengan tindak fantasi individu sebenarnya melakukan perlindungan terhadap dirinya dari citra diri yang telah jatuh sehingga dalam hal ini fantasi merupakan sarana mempertahankan citra itu dari noda (Siswantoro, 2005: 117-118).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Berkhayal dikenal juga dengan istilah melamun. Melamun merupakan bentuk penyesuaian diri yang paling mudah dan dapat dilakukan di mana saja, serta tidak merugikan orang lain. Tetapi jiwa melamun ini dilakukan secara berlebihan dapat mengganggu fungsi jiwa yang lain. Dalam rangka membuat hidup terasa lebih dapat dinikmati, seseorang akan melakukan tindak berkhayal dalam takaran tertentu. Berkhayal dapat memotivasi seseorang dalam berkarir. Impian dan cita-cita yang tinggi akan membuat seseorang bekerja keras. Agar impian itu dapat tercapai, realisasi antara khayalan dan kenyataan harus diperhitungkan. Di dalam proses penyesuaian diri, biasanya reaksi berkhayal terjadi ketika seseorang melakukan kompensasi atas keinginan yang tidak tercapai. Berkhayal memang tidak menyelesaikan persoalan, namun ia dapat menghadirkan solusi sesaat atas ketegangan. Dengan berkhayal, seseorang melakukan tindak tamasya untuk menghindari persoalan yang menyelimutinya. Selain yang diperbuat oleh Majnun, adakalanya ia berkhayal tentang masa lalu, mengenang masa-masa indahnya bersama Layla dan mengenang kelembutan dan kasih sayang ibunya. Majnun juga berkhayal bahwa di akhirat kelak ia dan Layla akan bersatu dalam ikatan cinta yang abadi, di mana tradisi tidak akan dapat memisahkan mereka. Biasanya setelah berkhayal, sikap Majnun menjadi lunak dan dia terlepas dari beban derita yang menimpanya walaupun hanya sesaat. Di saat hatinya remuk redam akibat berpisah dengan Layla, Majnun hanya bisa berkhayal. “…Hanya bebatuan lembah yang dapat memahami kesedihan Qays. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Karena bukit dan lembah yang setia mendengarkan lolongan Qays memanggil Layla. Di sana dia dapat dengan leluasa membayangkan wajah Layla yang cantik dengan kilau cahaya di pipi” (hlm. 21). Namun, kadangkala kenangannya kepada Layla membuat hatinya menjadi galau, air matanya bercucuran. Ini memang bisa terjadi, karena berkhayal tidak dapat menyelesaikan masalah. Solusi yang dapat ditawarkan oleh khayalan hanya bersifat sementara. Jika mengenang Layla hanya menambah luka hatinya, maka ia akan menghibur dirinya dengan kembali berkhayal bahwa dia cinta mereka akan dipersatukan suatu hari nanti. Harapan ini membuat Majnun mampu untuk bertahan hidup, hidupnya hanya untuk Layla. Hati Majnun menjadi lunak dan lembut tatkala ia teringat pada ibunya. Ia terkenang akan kelembutan dan kasih sayang ibunya. Ibunya yang sudah tua telah lama ia tinggalkan. Kenangan itu membuat kakinya menuruni lembah menuju perkampungan bani Amir untuk menemui ibunya. Ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Tiba-tiba teringat rumah yang telah dia tinggalkan. Ia ingat ibunya yang sudah tua dan merana. Majnun terkenang kelembutan dan kasih sayang yang tulus yang diberikan sang ibu. Kali ini kenangan akan sang ibu meresahkan hatinya. Dia bertanya kepada Salim, “Sahabatku, sebelum engkau datang kemari, engkau terlebih dahulu singgah ke rumah orang tuaku…” Kemudian kedua sahabat itu keluar dari gua, menuruni lembah menuju perkampungan bani Amir (hlm. 143-144). Untuk mengurangi tekanan jiwa, Syed Omri mengenang masa-masa indahnya dahulu bersama Qays. Qays, anak yang sangat diharapkan kelahirannya yang dapat



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



meneruskan kepemimpinan kabilahnya. Ia berharap Qays akan mendoakannya kelak ketika ia meninggal. Namun, Syed Omri hanya mampu mewujudkan keinginannya dalam khayalan saja. “…Ia sudah tidak tahan, terbaring lemah di atas tempat tidur, mengurai masa lalu yang tak ramah, terkenang putera pelita hatinya yang kini asing dan jauh” (hlm. 123). Tindak fantasi yang dilakukan Layla dalam upaya penyesuaian diri adalah dengan mengenang Qays yang dapat dilihat pada kutipan berikut: …Gadis itu tetap tidak merasakan ketentraman, justru semakin tersiksa. Di tempat yang jauh itu jiwa Layla selalu mengenang Qays, siang terbayang malam dikenang, siang berharap malam meratap. Hasrat menyala dalam hati agar dapat berjumpa dengan Qais, pujaan hati dambaan kalbu. Rasa cinta di hati gadis itu semakin mendalam meskipun mereka berdua berjauhan (hlm. 20). 5.2.3. Pengalihan Pengalihan sasaran kemarahan (displacement) merupakan tindak penyesuaian diri yang umum terjadi yang muncul akibat dari frustrasi. Seseorang tidak dapat melepaskan perasaan mendasar seperti kemarahan, maka mekanisme penyesuaian diri ini dibentuk dan kemudian diarahkan pada objek lain. Objek tersebut bisa binatang, manusia, tumbuhan, ataupun benda mati, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan situasi aslinya. Misalnya, jika seseorang mendapat masalah di tempat kerjanya, maka di rumah ia akan melampiaskan kemarahannya kepada istri maupun anak-anaknya, atau anggota keluarga lainnya (Berry, 2008: 80). Pengalihan sasaran kemarahan merupakan perwujudan serangan yang ditujukan kepada objek sasaran yang lain. Pengalihan sasaran kemarahan ini dapat



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



meringankan derita batin yang ditanggung seseorang, walaupun sifatnya hanya sementara. Dalam novel LM ini, pengalihan sasaran kemarahan dapat kita lihat pada petikan berikut, “…Langkah Majnun menuntunnya mendaki sebuah bukit. Di atas bukit ia berteriak sekuat tenaga, seolah ingin melepaskan semua beban yang menghimpit. Teriakannya menggema, didengar oleh penduduk di sekitar bukit” (hlm. 62). Majnun menggantikan sasaran kemarahannya pada sebuah bukit dengan berteriak sekuat tenaga sehingga orang mendengarnya merasa terganggu. Sebenarnya Majnun marah kepada ayahnya yang ingin mencarikan wanita lain sebagai pengganti Layla. Dia tidak tega memarahi ayahnya. Walau bagaimanapun juga Majnun tetap menjaga perasaan ayahnya. Ia sangat menghormati ayahnya, namun untuk melupakan Layla, dia tidak bisa. Apalagi ingin menggantikan kedudukan Layla di hatinya dengan wanita lain. Layla tidak tergantikan oleh siapapun dan cintanya tidak bisa dialihkan pada orang lain. Melihat sikap ayahnya yang tidak dapat memahami penderitaan jiwanya, membuat Majnun tak betah tinggal di rumahnya. Lalu ia kembali pergi mengembara, sampai akhirnya ia ke atas sebuah bukit. Di atas bukit itulah ditumpahkannya semua kemarahan dan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya. Setelah berteriak sekuat tenaga, Majnun menjadi lega dan hatinya terlepas dari beban yang menghimpit. Orang-orang yang merasa terganggu dengan teriakannya, bergegas menuju bukit. Di sana mereka hanya menemukan sosok Majnun yang gila. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Pengalihan sasaran kemarahan yang dilakukan oleh Layla adalah dengan mengatakan kepada Ibnu Salam bahwa pernikahannya adalah keinginan ayahnya bukan keinginannya. Jadi, jangan berharap bahwa Layla akan melayani Ibnu Salam sebagai seorang istri yang terlihat dalam kutipan berikut ini: Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari sangkakala maut, Layla berkata, “Apakah engkau berharap bisa memilikiku? Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan keinginanku sendiri! Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia!” (hlm. 110).



5.2.4. Menutup Kelemahan Menutup



kelemahan



(compensation)



merupakan



reaksi



mekanistis



penyesuaian diri pada saat seseorang mengalami frustrasi, kegagalan, dan bentuk ancaman-ancaman lain terhadap dirinya. Teknik pertahanan diri ini manifestasinya berwujud mengganti kelemahan atau cacat dengan jalan menunjukkan kelebihan. Sebagai contoh, seorang gadis yang gagal menarik hati laki-laki, boleh jadi akan mengganti kegagalannya itu dengan memberi tekanan atau mencurahkan perhatian kepada prestasi akademisnya. Contoh lain, seorang mahasiswa yang kemampuan akademisnya tidak begitu menggembirakan boleh jadi memuaskan keinginan untuk dihargai lewat prestasi olah raga (Siswantoro, 2005: 118).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Kompensasi selalu mengandung unsur rasa ketidakmampuan diri atau rasa rendah diri. Fungsi penyesuaian dirinya terletak pada bagaimana mengatasi kelemahan, keterbatasan, dan kekalahan dengan jalan menarik perhatian pada sisi kelebihan yang dimiliki baik yang berwujud atau yang berkhayal. Selain itu, aktivitas kompensasi pengganti frustrasi seseorang bergantung pada sejauhmana aktivitas tersebut mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh rasa rendah diri dan kegagalan yang dihadapi. Sementara itu, nilai kompensasi tidak dapat diukur dari perilaku pengganti tetapi kompensasi dapat membantu individu di dalam mempertahankan harga dirinya. Harga diri merupakan fungsi penghormatan orang lain terhadap individu, maka wajarlah harga diri ini harus dipertahankan. Kompensasi dapat membantu seseorang memperoleh kehormatan sesama teman. Kompensasi bisa saja berupa mekanisme penyesuaian diri, dimana perilaku kompensasi merubah sikap individu terhadap dirinya. Di dalam upaya memungkinkan diri mengatasi kelemahan dengan cara berprestasi di bidang lain, kompensasi sebenarnya membangun rasa percaya diri dan menghilangkan sisi rasa rendah diri. Bentuk kompensasi yang dilakukan Majnun untuk mengatasi kelemahan tidak mendapatkan Layla adalah dengan mempertahankan cintanya kepada Layla. Apapun akan dilakukannya untuk mempertahankan cintanya pada Layla, termasuk mengasingkan diri hidup di hutan. Dia tidak memandang penderitaan sebagai kepedihan. Dalam hal cinta Majnun adalah raja. Cinta yang ada di hatinya adalah pelipur lara saat kesedihan datang. Cintanya tidak akan berubah atau berpaling, walau Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



tubuhnya binasa, namun cinta telah mengirimkan cahaya. Dengan cahaya itu Majnun hidup dan tidak menjadi gila. Cintanya murni, jauh dari dorongan nafsu syahwati. Dan cinta seperti itu adalah ilham dari surga. Inilah bentuk kompensasi yang dilakukan Majnun. Dia berhasil mempertahankan cintanya kepada Layla walaupun ia harus hidup menderita dan bertingkah laku seperti orang gila. Cara lain yang dilakukan Majnun untuk mempertahankan cintanya pada Layla adalah dengan berdoa di depan Ka’bah. Ia meminta kepada Allah agar hatinya jangan berpaling dari Layla. Dia justru mendoakan untuk kesehatan Layla, bukan berdoa untuk kesembuhannya. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut: “Aku mencintai Layla namun aral menghalangiku untuk datang bertandang. Aku menyayanginya dan tidak bisa berpaling dari selain dia. Bagaimana bisa aku berpaling, sedang hatiku telah tergadaikan. Aku bertobat kepada-Mu Ilahi, karena aku akan kembali kepada-Mu jua”. “Ya Allah Tuhanku, anugerahkanlah Layla padaku, dekatkanlah ia padaku. Ya Tuhan, sesungguhnya Engkau mempunyai anugerah dan ampunan. Jadikanlah kaum pencinta dalam keadaan afiat malam ini, yaitu dia yang terus mengingat cintaku saat orang lain terlelap tidur. Dia yang jatuh tertelungkup mencium bumi dan berdoa padamu untuk kebahagiaanku. Ya Allah, janganlah Engkau rampas cintaku padanya” (hlm. 45).



Bentuk kompensasi yang dilakukan Syed Omri untuk menutup kelemahannya dapat dilihat dari pembicaraannya dengan Majnun sebagai berikut: “…Buanglah rasa putus asa yang menyebabkan engkau larut dalam kesedihan, nikmatilah harta yang kita miliki. Dengan harta segala kebahagiaan dapat kita gapai. Janganlah engkau menjadi pengembara yang tidak memiliki rumah untuk berteduh. Engkau pemuda terhormat, kaya-raya dan disegani. Dengan kekayaan engkau bisa mendapatkan apa saja yang engkau inginkan, bisa memberi perintah dan mendapat penghormatan” (hlm 57-58).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Syed Omri menutup kelemahannya dengan berprestasi di bidang kekayaan. Ia adalah seorang yang sangat dihormati karena kekayaan dan kedermawanannya. Walaupun ia kaya raya, namun ia tidak sombong. Dia adalah tempat para musafir dan fakir miskin menggantungkan harapan. Bentuk kompensasi yang dilakukan Layla adalah dengan berpura-pura menangis atas kematian Ibnu Salam, suaminya. Sebenarnya ia menangis untuk Majnun, bukan untuk Ibnu Salam. Kematian Ibnu Salam adalah gerbang menuju kebebasannya. Dalam tradisi Arab, seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya bebas menentukan pilihan, tidak terikat oleh keinginan orang tua. Kini, Layla bebas menentukan arah yang dikehendakinya. Namun, menurut tradisi Arab, dia harus dipingit selama dua tahun dan selama itu pula pekerjaannya hanya meratap dan menangis. Selama dua tahun inilah Layla menangis dan meratap. Matanya sembab karena air mata menetes, rambut terurai tak terurus, tetapi bukan buat seseorang yang sudah berkalang tanah, melainkan untuk Majnun yang dicintainya. Inilah mekanisme pertahanan diri yang sangat sempurna yang dilakukan oleh Layla. Dia bisa bebas menangis dan meratap untuk Majnun, tanpa diketahui oleh orang lain. Hal ini dapat dilihat pada petikan novel berikut ini: …Kematian Ibnu Salam menimbulkan harapan yang selalu dinantikan oleh Layla. Tetapi ia masih harus menunggu hari pembebasan. Menurut tradisi, seorang janda yang ditinggal mati suaminya harus dipingit selama dua tahun. Pekerjaannya hanyalah meratap dan menangis. Memang, setiap hari Layla menangis, tetapi siapakah yang bisa menebak apa yang tersembunyi dalam hati? Mata yang indah itu boleh saja berlinang, hatinya bisa saja



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



bergetar, tetapi bukan buat seseorang yang sudah berkalang tanah. Hanya untuk Majnun, segala titik air mata tertumpah (hlm. 164). 5.2.5. Peningkatan Diri Bonner (Siswantoro, 2005: 120) mengatakan: Fungsi peningkatan diri adalah mengijinkan atau memberikan kesempatan kepada individu untuk berbuat sesuatu dalam upaya mencapai tujuan, cita-cita yang dikehandaki. Adalah watak manusia untuk selalu meningkatkan diri dan tidak puas dengan tetap berada di tempat yang sama organisme manusia, sebab didorong oleh desakan-desakan mempertahankan citra diri, akan berusaha meninggalkan kondisi di mana sekarang ia berada untuk bergerak menggapai tataran atau derajat diri yang lebih tinggi. Hanya jiwa atau diri yang tidak sehat sajalah yang mandeg tak berkembang atau pasrah tanpa berbuat untuk tumbuh. Diri manusia tidak hanya berkehendak agar tetap selamat dalam proses penyesuaian diri, namun juga berkehendak untuk berkembang. Akibat dari tekanan sosial dan nilai kultural, terjadi proses identifikasi diri, dan itu ikut menentukan tujuan dan cita-cita yang ingin dicapainya. Peningkatan diri ditandai oleh hasrat pemenuhan (level of aspiration). Level of aspiration adalah tumbuhnya kesadaran akan hasrat pemenuhan dalam usaha mencapai tujuan atau cita-cita tidak lepas dari interaksi individu dengan individu lain di dalam interaksi sosial. Masyarakat menilai individu, dan individu sendiri menilai diri dan juga membuat perbandingan dengan individu lain dan terlibat di dalam persaingan atau kompetisi. Semua itu mendorong individu menyesuaikan diri dan meningkatkan citra dirinya (Siswantoro, 2005: 120-121). Kegagalan dan keberhasilan adalah fenomena alamiah yang ada pada setiap individu. Hal ini membuat individu menata kembali yang berjalan terus-menerus atas



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



diri sesuai dengan tingkat sukses atau keberhasilan yang hendak ia capai. Di sini kegagalan bergandeng dengan usaha peningkatan diri. Reaksi frustrasi yang merupakan penyesuaian diri berpasangan dengan usaha peningkatan diri. Individu tidak ingin terpuruk menghadapi kegagalan, hambatan, pengalaman lain yang tidak menyenangkan. Ia akan berusaha dan kesadaran memenuhi tuntutan akan meraih sesuatu yang dihasrati atau dicita-citakan perlahan tumbuh di dalam diri. Usaha peningkatan diri Majnun dapat dilihat pada usahanya untuk merubah sikap dan perilakunya setelah bertemu dengan Naufal. Ia merubah pikiran liarnya dan ia bertingkah laku layaknya orang normal. Dari hari ke hari Majnun menunjukkan perubahan. Majnun melihat cahaya dan harapannya tumbuh kembali setelah mendengar kata-kata Naufal yang ingin mengembalikan Layla padanya. Keajaiban terjadi, dari hari ke hari Majnun mulai menunjukkan perubahan. Ia mulai mau berpakaian, menyantap hidangan yang disediakan hingga tubuhnya menjadi sehat dan wajahnya bercahaya. Majnun mulai dapat tertawa dan minum dengan penuh semangat. Kesuraman berubah menjadi kecemerlangan. Sejak bersama Naufal, Majnun merasakan harapannya kembali bersinar (hlm. 89-90).



Peningkatan diri Syed Omri dapat dilihat dari usahanya untuk mencari Majnun. Ia merasa telah gagal membahagiakan puteranya. Penyesalan membuatnya seperti kembali muda. Ia bertekad untuk mencari dan menemukan Majnun yang dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Dia berjalan melalui sela-sela pepohonan dan hutan rimba, mencari puteranya yang malang. Saat cahaya siang telah hilang berganti malam, dia beristirahat di gua yang kelam. Seharian berjalan membuat tubuh tuanya menjadi lelah, tetapi semangatnya untuk mencari jantung hati semata wayang



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



itu tidak pudar. Beristirahat di dalam gua membuat hatinya gelisah, dia tidak bisa merasa tenang sebelum menemukan Majnun (hlm. 119).



Sedangkan peningkatan diri Layla dapat dilihat dari usahanya yang telah melewati masa berkabung akibat kematian suaminya. Dua tahun bukanlah waktu yang sedikit bagi orang yang sedang memendam cinta. Waktu terasa sangat lambat berjalan dan Layla hampir putus asa menanti waktu pembebasan. Masa penantian itu sangatlah menyiksa. Layla harus memakai kerudung hitam perkabungan, tidak boleh keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan siapapun. Namun, ketika masa penantian itu berakhir, keceriaan mulai menghiasi wajahnya kembali. Ia mulai membenahi masa depannya. Sekaranglah saatnya untuk menyempurnakan harapan, hari pertemuan untuk sepasang kekasih. Hal ini dapat dilihat seperti kutipan berikut ini: Akhirnya pagi menjelang, sang raja hari muncul dengan cahaya yang cerah, dan malam-malam Layla telah berlalu. Keceriaan menghiasi wajahnya yang bersinar seperti cahaya pagi. Dia bergerak dengan langkah selembut bidadari, dengan raut wajah bersinar bak rembulan. Dan sekarang, apa yang menjadi tujuan utamanya? Apakah tubuhnya akan memperlihatkan getaran yang ada di dalam hati, mengabarkan cinta yang telah tersembunyi begitu lama? (hlm. 165).



Secara keseluruhan representasi perilaku manusia, dalam hal ini diwakili oleh Majnun, Syed Omri dan Layla dapat dilihat dalam tabel berikut ini.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Tabel 1. Refresentasi Perilaku Manusia dalam Novel LM No.



1.



Perilaku



Majnun



Agrasif



●Scapegoating



Menghindar



●free-floating anger ●suicide Ke gua Sublimasi



Mencintai binatang



Proyeksi



Pengalihan



Menyalahkan Naufal Tipe“pelaku kejahatan” ● berkelakuan primitif ● kembali ke masa anakanak ● membayangkan wajah Layla ● teringat ibunya Melampiaskan kemarahan pada bukit



Menutup kelemahan



Mempertahankan cintanya pada Layla



Peningkatan diri



Merubah sikap menjadi manusia normal



Frustrasi



Kompromi



Rasionalisasi



Regrasi



Berkhayal



2.



Penyesuaian Diri



Layla



Syed Omri



●Scapegoating X



●Scapegoating X



●suicide



●suicide



Duduk menyendiri Menceritakan deritanya kepada pertapa X



Duduk menyendiri Berdoa di Ka’bah



Tipe “pelaku kejahatan” Menangis dan meratap



Tipe “anggur asam” Menangis dan meratap



Teringat masa indah bersama Majnun



Teringat masa kecil Majnun



X



Melampiaskan kemarahan pada Ibnu Salam Berpura-pura menangis atas kematian suaminya Kembali ceria setelah berakhir masa berkabung



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



X Kekayaan yang melimpah



Merasa muda kembali ketika mencari Majnun



BAB VI ANALISIS PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN



6.1.



Analisis Proses Mental Teori Fungsional Linguistik Sistemik (TFLS) menganggap klausa merupakan



unit tata bahasa yang tertinggi dan dibangun atas unit-unit yang lebih kecil di bawahnya yaitu grup atau frasa, sedangkan grup atau frasa dibangun atas unit kata yang terdiri atas morfem. Sedangkan kalimat bukan unit tata bahasa, tetapi merupakan unit bahasa tulisan yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik (Sinar, 2008: 17). Klausa sebagai unit tata bahasa tertinggi mempunyai tiga komponen yaitu proses (process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumstance). Proses adalah kegiatan yang terjadi dalam klausa atau menurut tata bahasa tradisional disebut kata kerja atau verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat dalam proses tersebut. Sedangkan sirkumstan adalah lingkungan tempat proses yang melibatkan partisipan. Proses dalam klausa dapat dirinci menjadi enam jenis yaitu proses material, mental, relasional, verbal, tingkah laku, dan wujud. Proses material adalah aktivitas atau kegiatan yang menyangkut fisik dan dapat dilihat oleh indra. Proses mental adalah kegiatan yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi dalam



diri



manusia.



Proses



relasional



adalah



proses



penghubung



yang



menghubungkan satu entitas dengan entitas lain. Proses verbal adalah aktivitas yang Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



menyangkut pembawa informasi. Proses tingkah laku adalah aktivitas atau kegiatan fisiologis yang menyatakan tingkah laku fisik manusia. Sedangkan proses wujud adalah menunjukkan keberadaan satu entitas. Pada kesempatan ini peneliti hanya membahas mengenai proses mental. Proses mental mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti manusia yang sadar yang mempunyai indra melihat, merasa, dan memikir. Partisipanpartisipan yang mempunyai indra-indra ini dinamakan sebagai “pengindera”. Partisipan kedua dapat berupa benda ataupun fakta adalah partisipan yang diindera (dilihat, dirasa, atau dipikir) dinamakan “fenomena” (Sinar, 2008: 33). Dalam bahasa Inggris, proses relasional khususnya relasional atributif ada yang mengambil peran proses mental. Fungsi atribut dan penyandang mengambil peran proses mental. Dalam bahasa Indonesia merasa senang dan gelisah bukanlah proses mental, melainkan menjadi proses relasional. Perhatikan contoh berikut ini: [1] His heart



Is



anxious



Penyandang



Proses: Relasional



Atribut



That man



Feels



happy



Penyandang



Proses: Relasional



Atribut



[2]



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



[3] That man



Is



happy



Penyandang



Proses: Relasional



Atribut



Klausa [2] dan [3] artinya dalam bahasa Indonesia adalah ‘lelaki itu merasa senang’. Jadi, kedua kalimat itu sama, makanya proses relasional atributif ada yang mengambil peran dari proses mental. Analisis proses mental terbagi atas tiga komponen, yaitu analisis mental persepsi, mental kognisi, dan mental afeksi. Berikut ini adalah analisis ketiga komponen proses mental tersebut. 6.1.1. Mental Persepsi Analisis mental persepsi ditandai dengan menganalisa aktivitas indra mata dan telinga, seperti: melihat, menatap, mendengar, tengok, memandangi, perhatikan, memperhatikan, dan menyaksikan. Dari 359 klausa proses mental yang terjaring dalam novel LM, setelah dianalisis terdapat 144 klausa proses mental persepsi yang dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis proses mental persepsi dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini: [4] Gadis itu



melihat



Pengindra



Proses: Mental, Persepsi



pesona yang memabukkan pada diri Qays Fenomena



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



[5] Ia



menatap



wajah ayahnya



Pengindra



Proses: Mental, Persepsi



Fenomena



[Dari kejauhan] mereka



mendengar



suara binatang buas



Pengindra



Proses: Mental, Persepsi



Fenomena



Ishaq



memandangi



Layla



Pengindra



Proses: Mental, Persepsi



Fenomena



Bukit dan lembah



mendengar



lolongan Qays



Pengindra



Proses: Mental, Persepsi



Fenomena



[6]



[7]



[8]



Pada novel LM ditemukan, ada dua partisipan yang terdapat dalam proses mental, yang pertama manusia dan bukan manusia, yaitu: bukit dan lembah yang mempunyai indra mendengar. Ini bisa terjadi karena novel LM ini termasuk ke dalam novel sastra Melayu klasik. Jadi, untuk membuat cerita lebih menarik dan kesan yang mendalam,



penulisnya



membuat



perbandingan



dan



perumpamaan



dengan



melukiskan benda mati dan hewan yang berperilaku seperti manusia. Partisipan yang pertama ini dinamakan “pengindra”. Partisipan kedua berupa benda yang ataupun



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



fakta adalah partisipan yang mengindra dinamakan “fenomena”. Fenomena dalam tabel di atas berupa benda dan fakta dan aksi atau tindakan. Fenomena dalam mental persepsi (melihat, mendengar, dan memperhatikan) di atas, direalisasikan oleh klausa partikel yang dan bahwa. Fenomena yang berupa benda dan aksi direalisasikan dengan menggunakan partikel yang, sedangkan fenomena yang berupa fakta direalisasikan dengan partikel bahwa. 6.1.2. Mental Afeksi Analisis proses mental afeksi ditandai dengan aktivitas hati, seperti: mengharap, jemu, ingin, menyesal, mencintai, merindukan, yakin, tertarik, mengasihi, sabar, terpikat, menganggap, dan terkejut. Dari 359 klausa proses mental, terjaring 137 klausa proses mental afeksi. 8 klausa diantaranya, fenomena berfungsi sebagai subjek, sedangkan sisanya pengindra berfungsi sebagai subjek. Hasil analisis proses mental afeksi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Analisis proses mental persepsi dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini: [9] Aku



mencintai



Layla



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



Ia



tidak tertarik



melakukan perniagaan



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



[10]



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



[11] Aku



[sudah] tidak sabar



menunggu janjimu



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



Ia



tidak ingin



rahasianya terkuak



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



Aku



[akan tetap] merindukan



Bibirmu



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



[12]



[13]



Sinar (2008: 34) mengatakan, “Pada klausa proses mental mempersepsi, merasa, dan memikir, dapat terjadi secara timbal balik. Proses mental ini direpresentasikan mempunyai ciri dua arah. Dalam klausa sejenis ini kedua elemen yaitu pengindra dan fenomena dapat menjadi subjek klausa tanpa menukar bentuk klausa”. Selanjutnya, Saragih (2006: 33) mengatakan, “Proses mental persepsi merupakan proses dua hala. Yang dimaksud dengan dua hala adalah klausa dengan dua partisipan. Selanjutnya, letak atau posisi kedua partisipan dapat dipertukarkan dan proses mental dalam klausa itu diganti atau disubsitusi dengan yang sejenis. Pertukaran itu tidak mengubah arti dan status kalimat aktif”.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses mental dapat terjadi dapat terjadi secara timbal balik. Kedua elemen, yaitu pengindra dan fenomena dapat menjadi subjek klausa dengan mengganti proses mental yang sejenis tanpa mengubah arti dan status kalimat aktif. Dalam klausa proses mental [14] dan [15] kedua partisipan dalam masing-masing klausa dapat bertukar posisi dengan arti kalimat yang sama. Begitu juga dengan klausa [16] dan [17]. Analisa ini dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini: [14] Bibir Layla



membahagiakan



hati yang memandang



Fenomena



Proses: Mental, Afeksi



Pengindra



Hati yang memandang



menyukai



Bibir Layla



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



Kata-kata ayahandanya itu



menyenangkan



hati Majnun



Fenomena



Proses: Mental, Afeksi



Pengindra



(Hati) Majnun



menyukai



kata-kata ayahandanya itu



Pengindra



Proses: Mental, Afeksi



Fenomena



[15]



[16]



[17]



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



6.2.



Mental Kognisi Analisis pada proses mental kognisi ditandai dengan aktivitas otak, seperti:



sadar, tahu, berpikir, mengenali, mengenang, membayangkan, memahami, lupa, mengetahui, teringat, terkenang, dan mengenang. Dari 359 klausa proses mental, dari hasil analisis terdapat 78 klausa proses mental kognisi, sedangkan 3 klausa diantaranya merupakan fenomena yang berfungsi sebagai subjek. Analisis data proses mental kognisi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Analisis proses mental kognisi dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini: [18] Manusia



Tidak pernah sadar



akan bahaya yang tersembunyi Fenomena



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



Mereka



tidak tahu



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



bahwa petaka yang mengintai Fenomena



Lama-kelamaan mereka



lupa



akan nama Qays



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



Fenomena



[19]



[20]



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



[21] Lelaki itu



berpikir



biasanya ibu lebih peka



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



Fenomena



Layla



teringat



nasib kekasihnya



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



Fenomena



[22]



Sama halnya dengan proses mental afeksi, proses mental kognisi juga dapat terjadi secara timbal balik. Kalusa [23] dan [24] masing-masing bisa bertukar posisi dengan arti yang bersamaan, begitu juga dengan klausa [25] dan [26]. Ini dapat dilihat pada hasil analisa berikut ini: [23] Semua keindahan itu



mengingatkan



ku [pada Layla]



Fenomena



Proses: Mental, Kognisi



Pengindra



Aku



teringat



semua keindahan itu



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



Fenomena



[24]



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



[25] Kesengsaraan



tidak pernah diketahui



oleh orang yang sudah mati



Fenomena



Proses: Mental, Kognisi



Pengindra



Orang yang sudah mati



tidak pernah mengetahui



kesengsaraan



Pengindra



Proses: Mental, Kognisi



Fenomena



[26]



6.2.



Persentase Analisis Proses Mental Setelah menganalisis proses mental dalam novel LM, secara keseluruhan



persentase proses mental dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Persentase Analisis Proses Mental Novel LM No



Proses Mental



Klausa



%



1.



Persepsi



144



40,11%



2.



Afeksi



137



38,16%



3.



Kognisi



78



21,73%



359



100%



Jumlah



Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa klausa proses mental persepsi menempati urutan pertama dengan persentase 40,11%. Klausa proses mental afeksi menempati urutan kedua dengan persentase 38,16%. Sedangkan proses mental



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



kognisi menempati urutan ketiga dengan persentase 21,73%. Ini menunjukkan bahwa aktivitas indra mata dan telinga lebih banyak digunakan dalam novel tersebut. Aktivitas hati hanya terpaut tujuh klausa dari aktivitas indra mata dan telinga. Sedangkan aktivitas otak sangat sedikit dipergunakan dalam novel LM, jika dibandingkan dengan aktivitas indra mata, telinga dan hati. Novel LM adalah novel yang berceritakan tentang cinta. Biasanya novel percintaan banyak bercerita tentang perasaan. Jatuh cinta bisa disebabkan oleh pandangan pertama. Dari pandangan pertama ini, rasa cinta turun ke hati. dalam melukiskan pertemuan-pertemuan dan perasaan hati, tentulah dipergunakan kata-kata yang menyangkut tentang indra mata dan hati. Biasanya orang yang sedang jatuh cinta, pikiran kurang diutamakan. Otak dipergunakan untuk membayangkan hal-hal yang indah tentang cinta tersebut, sehingga membawa si pencinta ke dalam khayalan yang mengasyikkan. Logika tidak dibutuhkan dalam bercinta, karena kata-kata tentang cinta itu sendiri sudah melampaui dari logika. Inilah sebabnya di dalam novel LM lebih banyak digunakan klausa proses mental persepsi dan afeksi dibandingkan dengan klausa proses mental kognisi. Kata kerja yang digunakan dalam klausa proses mental persepsi pada novel LM antara lain melihat, menatap, memandang, dan mendengar. Dari aktivitas indra mata dan telinga ini, berpengaruh terhadap jiwa atau psikis seseorang. Seseorang yang mental atau jiwanya sehat, tidak akan terpengaruh oleh perasaan. Tetapi jika seseorang yang keadaan jiwanya terganggu, orang tersebut tidak bisa lagi berpikir dengan jernih, karena ia telah terbuai oleh perasaannya. Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Abdul Aziz al-Quussy (Hammad, 2008: 5) mengatakan, “kesehatan mental ialah terealisasinya keserasian yang sempurna antara seluruh macam fungsi jiwa, disertai kemampuan menghadapi goncangan-goncangan mental biasa yang terjadi pada seseorang, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya”. Dari pengertian kesehatan mental di atas, bisa dikatakan bahwa seseorang yang mentalnya sehat, di dalam dirinya tidak ada konflik atau pertentangan batin. Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, sikap, pandangan, dan keyakinan hidup harus bisa membantu dan bekerja sama, sehingga bisa menjauhkan orang tersebut dari perasaan ragu, bimbang, kegelisahan, dan konflik. Jadi, keserasian yang sempurna antara seluruh macam fungsi jiwa adalah tidak adanya dalam diri seseorang konflik batin, seperti keberadaannya di antara dua sikap yang bertentangan. Ragu dan bimbang antara mempertahankan harga diri dan menghilangkan rasa laparnya dengan jalan mencuri. Konflik batin sering kali mengakibatkan ketegangan batin dan kebimbangan. Syarat utama bagi kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari konflik batin dan mampu mengatasi konflik tersebut ketika terjadi dalam dirinya. Tetapi jika seseorang tidak mampu mengatasi konflik tersebut, maka hal ini akan menyebabkan jiwanya terganggu. Sama halnya dengan Syed Omri, Majnun, dan Layla dalam novel LM. Ketiga tokoh cerita ini tidak dapat mengatasi konflik yang terjadi dalam diri mereka, sehingga kesehatan mental atau jiwa mereka terganggu. Gangguan jiwa yang mereka



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



alami adalah frustrasi. Majnun mengalami frustrasi yang sangat akut sehingga ia menjadi gila. Pada Tabel 3 (no. 20 dan 21), ditemukan bahwa Syed Omri mengalami frustrasi karena ia melihat keadaan Majnun yang menderita dengan tubuh yang tinggal tulang dan kumal. Dia tidak tahan mendengar ratapan dan rintihan Majnun yang sangat memilukan (no. 33 dan 34). Padahal pada Tabel 4 (no. 7), Syed Omri berharap putranya kelak dapat dibanggakan. Jadi, harapan Syed Omri tidak sesuai dengan kenyataan yang dilihatnya. Frustrasi Majnun dapat dilihat dari Tabel 3 (no. 6 dan 7). Ia menatap wajah Layla dan melihat keindahan yang menakjubkan. Dari Tabel 4 (no. 10), Qays telah benar-benar jatuh hati pada Layla. Namun, karena ayah Layla tidak merestui hubungan mereka membuat Majnun menjadi frustrasi. Ayah Layla menikahkan Layla dengan Ibnu Salam. Majnun mendengar kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam (Tabel 3, no. 76). Untuk penyesuaian diri, Majnun banyak membayangkan wajah Layla yang cantik (Tabel 6, no. 15). Frustrasi Layla dapat dilihat melalui Tabel 3 (no. 8). Layla melihat pesona yang memabukkan pada diri Qays, sehingga Layla tidak dapat melupakan Qays. Pikirannya selalu tertuju pada Qays. Ia tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays (Tabel 4, no. 80). Namun, karena Layla perempuan, dia tidak bisa berbuat banyak untuk mewujudkan cintanya pada Majnun. Dia harus tunduk pada adat yang mengikat. Jiwa Layla selalu mengenang Qays (Tabel 6, no. 13), merupakan bentuk penyesuaian diri Layla yang diwujudkan dengan berkhayal. Melalui khayalan, Layla Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dapat membayangkan wajah Majnun dengan leluasa. Khayalan ini akan mengurangi frustrasi yang dialami Layla.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



BAB VII SIMPULAN DAN SARAN



7.1.



Simpulan Setelah membaca dan menganalisis secara seksama novel LM, maka dibuat



simpulan sebagai berikut: 1. Representasi perilaku manusia yang dilihat melalui tokoh Majnun, Layla, dan Syed Omri yang mengalami frustrasi. Majnun dan Layla frustrasi karena cinta mereka tidak dapat terwujud di dunia. Cinta mereka terhalang karena kesombongan orang tua Layla dan adat yang mengikat. Sedangkan Syed Omri mengalami frustrasi karena gagal membahagiakan Majnun. Mereka mengalami frustrasi yang kronis, sehingga berakhir dengan kematian. Orang yang frustrasi biasanya melakukan reaksi agresif yang terdiri dari scapegoating (mencari kambing hitam), free-floating anger (marah tanpa pandang bulu), dan suicide (menyalahkan diri atau bunuh diri). Reaksi lain adalah menghindar dan kompromi yang terdiri atas sublimasi, proyeksi, dan rasionalisasi. Majnun dalam frustrasinya melakukan semua hal di atas. Sedangkan Syed Omri dan Layla tidak melakukan reaksi agresif free-floating anger dan reaksi proyeksi atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Ini bisa terjadi karena Layla dan Syed Omri tidak dapat mengekspresikan tindakan mereka secara gamblang. Layla seorang perempuan terhormat, jadi dia tidak mungkin melakukan perbuatan marah tanpa pandang bulu dan Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



menimpakan kesalahan pada orang lain. Sedangkan Syed Omri adalah seorang pimpinan kabilah yang sangat dihormati dan berwibawa. Jadi, untuk menjaga wibawanya dia tidak mungkin melakukan marah tanpa pandang bulu dan proyeksi atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Sementara itu, Majnun adalah lelaki, dan dia tidak peduli dengan keadaan dirinya dan sekitarnya, jadi dia bebas melakukan apa saja. Untuk mengatasi rasa frustrasi itu, mereka mengadakan penyesuaian diri atau yang disebut juga dengan mekanisme pertahanan. Penyesuaian diri yang mereka lakukan adalah regresi, berkhayal, pengalihan, menutup kelemahan, dan peningkatan diri. Majnun dan Layla melakukan semua reaksi tersebut, sedangkan Syed Omri tidak melakukan pengalihan. Syed Omri tidak mau marah kepada siapa pun karena ia seorang pemimpin yang arif dan bijaksana. Di usia senjanya, dia tidak mau ada orang yang sakit hati kepadanya. 2. Analisis proses mental pada novel LM terdapat 359 klausa, di mana proses mental persepsi menempati urutan pertama sebanyak 144 klausa dengan persentase 40,11%. Urutan kedua adalah proses mental afeksi sebanyak 137 kalusa dengan persentase 38,16%. Sedangkan urutan yang ketiga adalah proses mental kognisi sebanyak 78 klausa dengan persentase 21,73%. Hasil persentase di atas menunjukkan bahwa novel LM ini banyak menggunakan klausa aktivitas yang menggunakan indra mata dan telinga dan juga klausa aktivitas hati. Ini sesuai dengan tema novel LM yang berceritakan tentang cinta. Perasaan cinta yang ada di hati, diawali dari pandangan mata Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dan mendengar tentang hal-hal yang baik dari orang yang dicintai. Aktivitas otak dipergunakan untuk membayangkan dan mengenang sang kekasih yang akhirnya akan menambah rasa cinta yang mendalam terhadap orang yang dicintai. Cinta kadangkala tidak dapat diwujudkan dalam satu ikatan perkawinan. Banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Begitu juga halnya dengan cinta Majnun dan Layla. Cinta mereka tidak bisa bersatu di dunia. Inilah yang menyebabkan mereka frustrasi. Keadaan jiwa atau psikis orang yang sedang frustrasi memang terganggu. Keinginan dan harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi. Orang yang frustrasi lebih banyak berbuat menurut kata hatinya daripada pikiran. Persentase di atas juga menyiratkan hal yang sama. Dari 359 klausa proses mental yang terjaring, 137 klausa adalah mental afeksi sedangkan mental kognisi hanya 78 klausa. Tindakan yang didasarkan pada perasaan (hati) dua kali lebih banyak dibandingkan dengan tindakan yang didasarkan atas pikiran (otak). Jadi, melalui novel LM, untuk melihat keadaan jiwa atau psikis seseorang dapat juga dianalisis melalui bahasa novelnya dengan proses mental.



7.2.



Saran Ada baiknya penelitian terhadap novel LM dilanjutkan dengan sudut pandang



yang berbeda, baik teori maupun metode. Hal ni akan menunjukkan bahwa sebuah



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



karya sastra itu sangat kompleks, sehingga tidak tertutup kemungkinan penafsiran dan pemberian makna lain bagi penelitian selanjutnya. Pengkajian tentang psikologi sastra hendaknya terus dikembangkan. Sebuah karya sastra tidak akan pernah terlepas dari unsur psikologi pengarangnya maupun unsut psikologi pembacanya. Dari kajian psikologi sastra ini, akan menambah wawasan peneliti maupun pembaca tentang ilmu psikologi. Peneliti juga menyarankan agar pembaca membaca novel LM. Secara sepintas, peneliti menanyakan kepada khalayak bahwa tidak tahu tentang cerita LM yang sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa Majnun itu gila, selanjutnya mereka tidak tahu apa-apa. Padahal, novel LM ini sangat sarat dengan pesan moral, yaitu cinta sejati tidak memerlukan penyatuan fisik karena cinta sejati melebihi ikatan duniawi. Cinta sejati menyebabkan penderitaan sebanding dengan kebahagiaan. Oleh karena itu, penuhilah hidupmu dengan cinta sejati (cinta kepada Tuhan). Cinta yang dimurnikan dengan penderitaan duniawi, sebab kelak akan mendapat berkah cahaya abadi.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



DAFTAR PUSTAKA



Amin, Samsul Munir. 2008. Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi. Jakarta: Amzah. Arifin, Syamsul. 1992. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat FH USU. Baker, Rachel. 2007. Sigmund Freud: di Seberang Masa Lalu. Penerjemah Jimmi Firdaus. Jakarta: Sketsa. Bayat, Mojdeh dan Muhammad Ali Jamniah. 2007. Layla & Majnun, Cerita-cerita Menakjubkan dari Negeri Sufi. Penerjemah M.S. Nasrullah. Jakarta: Lentera. Boeree, C. George. 2008. General Psychologi: Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi, Emosi, dan Perilaku. Penerjemah Helmi J. Fauzi. Yogyakarta: Prismasophie. Berry, Ruth. 2008. Seri Siapa Dia? Freud. Alih Bahasa Erlangga.



Frans Koa. Jakarta:



Bertens. K. 1983. Filsafat Barat Abad XX : Inggris-Jerman. Jakarta: Gramedia. Dar al-Kutub al-Ilmiah. 2003. Laila Majnun. Penerjemah Ida Santana. Bandung: Pustaka Hidaya. Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif. Bandung: Jalasutra. Ech’s



Blog. 2004. “Layla Majnun”. mhtml:file://E:\ech’s%20Blog%20>>%20Layla%20 majnun.mht. Diakses 18 Januari 2009.



Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. _________________. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: MedPress.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Faisal, Sanafiah dan Andi Mappiare. TT. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional. Hammad, Azzam El. 2008. Kesehatan Mental Orang Dewasa. Jakarta: Restu Agung. Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Hosen, Nadirsyah. 1997. “Cinta si Majnun”. mhtml:file://C:\Docoments%20and %20Setting\Administrator\My%20Documents\Putaka. Diakses 19 Januari 2009. Hurlock, Elizabeth B. 1993. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Penerjemah Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga. Iqbal, Muhammad Zafar. 2006. Kafilah Budaya: Pengaruh Persia terhadap Kebudayaan Indonesia. Penerjemah Yusuf Anas. Jakarta: Citra. Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa. Nizami. 2008. Laila Majnun. Penerjemah Dede Aditya Kaswar. Jakarta: Oase Mata Air Makna. Nizami. 2009. Layla Majnun, Pengantin Abadi dari Surga. Penerjemah Ali Noer Zaman. Jakarta: Kayla Pustaka. Poespoprodjo.W. 1987. Interpretasi: Beberapa Catatan Pendekatan Filsafatinya. Bandung: Remaja Karya. Purwantari. 2004. “Legenda Cinta Laila Majnun” dalam harian Kompas tanggal 23 Oktober 2004, Jakarta. Purwanto, Yadi. 2007. Psikologi Kepribadian. Bandung: Refika Aditama. Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Roekhan. 1990. “Penelitian Tekstual dalam Psikologi Sastra; Persoalan Teori dan Terapan” dalam Sekitar Masalah Sastra, Aminuddin (Ed.). Malang: YA3. Sanapiah, Faisal dan Andi Mappiare. TT. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Saragih, Amrin. 2006. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: Program Pascasarjana Unimed. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. _________________. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo. Semi, M.Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sikana, Mana. 2007. Teras Sastera Melayu Tradisional. Singapore: Pustaka Karya. ____________. 2009. Teori Sastera Kontemporari. Singapore: Pustaka Karya. Sinar, Tengku Silvana. 2008. Teori dan Analisis Wacana, Pendekatan SistemikFungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiah University Press. Sukapiring, Peraturen. 1989. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Medan: USU Press. Sumarjo, Jakob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Angkasa. Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Reneka Cipta. Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Tim Redaksi Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Penerjemah Melani Budianta. Jakarta: Gramedia. Yuwono, Untung. 2007. Gerbang Sastra Indonesia Klasik. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Lampiran 1: Sinopsis Kabilah bani Amir hidup di lembah Hijaz, Arabia yang terletak di antara Mekah dan Madinah. Pemimpin kabilah itu bernama Syed Omri yang sudah tua dan sangat termasyhur. Tidak ada seorang pun yang dapat menandingi kejayaannya. Harta kekayaannya melimpah. Ia seorang yang gagah berani, penegak keadilan, dan dermawan. Segala karunia Allah yang pernah diberikan pada makhluk hidup, dimiliki seluruhnya oleh Syed Omri. Namun, semua kejayaan dan amal baiknya tidak mampu mengusir rasa gundagulana yang bersemayam di hatinya. Ia tidak merasa bahagia karena dia tidak mempunyai anak. Sebuah kesedihan yang sangat mendalam menggerogoti hatinya dan menggelapkan hari-harinya. Namun, Syed Omri terus berdoa kepada Allah siang dan malam, memohon agar dikaruniai seorang putra. Syed Omri tak jemu untuk berikhtiar, segala cara ia lakukan. Nasehat dan petunjuk orang pandai ia jalani, doa dan nazar ia panjatkan. Ia berdoa dan bermunajat kepada Allah dengan linangan air mata. Karena keseriusan dan ketulusan Syed Omri dalam memuja dan berdoa, akhirnya ia dikaruniai Allah seorang anak lelaki yang tampan dan rupawan. Aqiqah, sebagai ungkapan rasa syukur dilakukan setelah si bayi berumur tujuh hari. Bayi itu diberi nama Qays. Kelahiran Qays membuat semangat hidup Syed Omri kembali bergairah, dapat dilihat dalam kutipan berikut:



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Bayi laki-laki itu bagai anggur menghangatkan bibir yang gemetar karena kehausan, dan memadamkan kesedihan yang bergejolak di hati. Bayi yang didamba siang malam itu telah menghadirkan senyum kebahagiaan, menanggalkan kerudung kesengsaraan dan kesedihan yang selalu membayang, menjadi cahaya kehidupan serta pelipur lara di usia tua. Bayi itu benar-benar membawa berkah bagi orang tuanya, karena sekarang kehidupan Syed Omri dipenuhi oleh kesenangan dan kebahagiaan, namanya semakin harum di mata bani Amir. Kekuasaannya semakin bersinar, bagai kekuasaan Jamshid (hlm. 5). Qays tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan periang. Tubuhnya kuat, wajahnya tampan, dan suaranya merdu bagai buluh perindu. Syed Omri ingin anaknya cerdas dan pandai, oleh karena itu ia memberikan pendidikan yang terbaik untuk Qays. Ia menitipkan Qays kepada seorang guru yang bijaksana dan penyabar di daerah Badui. Di sekolah itu, Qays termasuk anak yang cerdas dan tekun. Di antara anak-anak yang bersekolah itu, terlihat seorang gadis cantik yang berusia belasan tahun. Wajahnya anggun mempesona, sikapnya lembut, dan penampilannya bersahaja. Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Nama gadis itu adalah Layla, berasal dari bani Qhatibiah. Semua lelaki yang memandangnya pasti terpikat oleh pesona dan kecantikan gadis yang sedang tumbuh mekar itu. Layla seorang gadis yang cerdas dan memiliki kemampuan yang mengagumkan dalam merangkai madah. Pertama kali Qays melihat Layla, jiwanya langsung bergetar. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut: Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla, sang mawar jelita. Keharuman cinta telah menghancurkan ketenangan pikirannya. Gejolak gairah cinta dalam Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



jiwa membuatnya kehilangan akal sehat, hingga lupa belajar dan lupa makan. Setiap detik, tiada yang melintas diangannya, kecuali mata indah Layla. Tiada suara yang lebih merdu daripada suara Layla (hlm. 9). Qays tidaklah bertepuk sebelah tangan. Layla juga tertarik padanya. Baginya Qays seperti gelas minuman, semakin dipandang semakin haus. Sama seperti Qays, kekaguman Layla pada pemuda itu hanya mampu diungkapkan melalui syair. Dari waktu ke waktu cinta tumbuh subur dan berbunga di dalam taman hati Qays dan Layla. Keduanya tidak menyadari jika kisah asmara mereka mulai menjadi bahan gunjingan. Ada yang ikut merasa bahagia dan ada yang merasa cemas kalau hubungan cinta Qays dan Layla di ketahui oleh keluarga gadis itu. Karena dalam tradisi Arab, keluarga akan menjadi tercemar jika anak gadisnya menjadi bahan pembicaraan orang lain. Akhirnya, kisah cinta mereka terdengar juga oleh ayah Layla. Kabar ini bagai arang hitam yang membuat bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda. Hanya ada satu cara untuk menghilangkan malu, yaitu mengurung Layla di dalam rumah, tidak boleh pergi ke sekolah atau pun berjumpa dengan kawan-kawannya. Setelah Layla dipingit, muncul penyesalan dalam hati Qays karena tidak mampuh menyimpan rapat rahasia mereka. Begitu juga Layla, di rumah pikirannya selalu membayangkan Qais. Mereka sama-sama mengalami kesengsaraan karena berpisah, mereka menangisi nasib yang menimpa dan menyesakkan dada. Qays laksana bunga kembang tak jadi. Jiwanya menjerit dan terguncang. Akal sehatnya terbang melayang ke udara, mengembara mencari Layla.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Qays menjadi gelisah, tak sekejap pun ia sanggup memejamkan mata. Jika hari sudah malam, Qays pergi meninggalkan rumah dan berjalan tak tentu arah menerobos semak belukar menuju padang belantara. Dia berkelana mencari pengobat hati, sembari bibirnya melantunkan syair. Ketika pagi menjelang, Qays berlari menuju padang sahara, tanpa beralas kaki, ia mengabarkan pada angin dan pasir tentang derita jiwa yang dialaminya. Semakin hari jiwa Qays semakin menderita. Dia terus menyebut nama Layla yang telah memenjarakan hatinya. Ulah Qays ini, dianggap telah mencemarkan nama Layla dan keluarganya. Hati orang tua Layla hancur karena anak gadis yang menjadi permata seluruh kabilah, disebut-sebut oleh orang gila dan menjadi tertawaan masyarakat. Akhirnya mereka pindah ke lembah Nejd karena tidak tahan dipermalukan. Layla yang sudah jauh dari Qays semakin tersiksa. Layla selalu mengenang Qays. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cinta di hati gadis itu semakin mendalam. Meskipun mereka berdua berjauhan, getar perasaan Layla terhubung juga pada Qays. Jika Layla semakin menderita, maka Qays lebih sengsara. Qays semakin menjadi-jadi. Ia semakin sering meninggalkan rumah dan hidup sendirian di padang pasir yang gersang atau hutan belantara yang berbahaya. Dia tidak lagi merawat tubuhnya, rambutnya dibiarkan panjang dan berjalan tanpa pakaian. Bila kerinduannya pada Layla tidak tertahankan, maka dadanya menjadi sesak dan pikirannya menjadi kalut, seperti pada kutipan berikut:



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



“Layla! Layla!” suara itu terus bergema, diucapkan berulang kali bagai mantra-mantra. Air mata kesedihan dan keputusasaan mengalir deras di pipinya yang pucat, laksana tetesan embun jatuh ke bumi. Qays telah kehilangan semangat dan putus asa. Akal sehatnya sudah hilang, sirna pula kesadaran dirinya. Jika sudah demikian syair-syair yang indah keluar dari bibirnya yang kering (hlm. 21). Qays bertekad untuk mengunjungi kekasihnya. Untuk itu, ia rela menyamar menjadi pengemis asalkan dapat mendekati rumah Layla. Ketika bertemu, Layla ingin menjerit karena terkejut dan bahagia, namun gejolak itu ditahannya karena takut ketahuan ayahnya. Ia sangat kasihan melihat Qays yang telah menelantarkan diri. Mereka hanya bisa saling menatap. Sejak pertemuan itu, bayangan Layla tidak pernah lepas dari ingatannya. Ia menggubah sejumlah syair buat Layla. Melalui syair itu bayangan Layla hadir, seolah sedang berhadapan dan tanpa sadar Qays sering berbicara seorang diri. Qays tidak menghiraukan penilaian orang terhadap dirinya. Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays, mereka hanya mengenal lelaki itu bernama Majnun, si gila. Kelakuan Qays membuat Syed Omri bersedih. Ia berusaha mengobati kesedihan putranya dengan memberi nasehat dan menghiburnya. Ia berjanji akan meminangkan Layla untuknya. Namun, karena kekerasan hati ayah Layla, ia tidak mau menikahkan anaknya dengan Qays yang sudah dianggapnya gila dan telah mempermalukan keluarganya. Ini dapat kita lihat pada petikan berikut: “Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan bagai rembulan, namun penyakit yang ia derita tidak mungkin dapat disembunyikan….wahai tuan, kami memahami bahwa kegilaan bukanlah dosa ataupun kejahatan, namun siapakah orang mau berkumpul bersama orang gila? Orang tua manakah yang merelakan anak gadisnya bersanding dengan pemuda gila? Sungguh menyerah pada musuh yang bengis lebih baik bagi kami daripada Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



bergabung dengan orang gila. Demi Allah saya tidak menginginkan orangorang Arab berbicara, saya mengawinkan putriku dengan pemuda gila. Tuan pasti tahu bagaimana tajam dan berbisanya lidah orang Arab itu”. Mendengar kata-kata ayah Layla, Syed Omri merasa ditampar dan dilempar kotoran ke wajahnya. Ia menjadi malu dan sakit hati (hlm. 34-35). Upaya untuk meminang Layla hanya membuahkan hasil yang menyakitkan hati. Syed Omri berusaha menghibur Majnun dengan meminangkan gadis-gadis sekabilahnya dan menasehati agar melupakan Layla. Namun, semua itu semakin menambah cinta Majnun kepada Layla. Cinta Layla tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Majnun merasa rumah itu sekarang bukan lagi tempat tinggalnya, orang-orang yang mengelilinginya bukanlah saudaranya lagi. Ia tidak betah tinggal di rumah itu. Majnun pergi ke padang belantara, tempat hidup segala binatang liar dan berbisa. Di sana ia menangis dan menumpahkan segala deritanya yang terbakar api cinta Layla. Mulutnya tak henti menyebut nama sang kekasih, seperti mantra yang dapat mengurangi rasa sakit. Tubuh dan wajah Majnun yang dulu bak bulan purnama, kini terbalut debu. Semakin lama tubuhnya semakin kurus bagai ranting pohon. Binatang-binatang liar, bahkan semut pun enggan mendekat. Mungkin binatang itu melihat cahaya cinta dari jiwa Majnun, hingga mereka tak sampai hati menyakiti. Kepergian Majnun membuat Syed Omri gelisah. Ia mengutus beberapa pemuda untuk mencari Majnun dan membawanya pulang. Siang malam mereka mencari hingga menemukan sosok tubuh yang kurus kering, dan wajah pucat



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



tergeletak di tanah. Hampir saja mereka tak lagi mengenali bahwa lelaki itu adalah Qays, sahabat mereka. Syed Omri tidak tega melihat anaknya menderita. Ia berikhtiar dengan mengundang para tabib dengan berbagai cara dan bentuk pengobatan. Ia juga bersedekah kepada fakir miskin. Namun, semua usahanya sia-sia. Usaha yang terakhir yang dilakukan oleh Syed Omri adalah berdoa di Ka’bah. Syed Omri segera menunaikan ibadah haji dan berdoa kepada Allah untuk kesembuhan anaknya. Kemudian Syed Omri menyuruh Qays berdoa kepada Allah agar dia terlepas dari Layla dan cintanya. Namun, Qays berdoa kepada Allah agar Layla dianugrahi untuknya dan dia berdoa agar hatinya jangan berpaling dari Layla. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut: “Ya Allah anugrahkanlah Layla padaku, dekatkanlah ia padaku. Ya Tuhan sesungguhnya Engkau empunya anugrah dan ampunan”. “…Ya Allah, jika Engkau anugrahkan Layla untukku, maka Engkau akan melihat seorang hamba bertaubat, yang tidak akan mampu dilakukan oleh hamba-Mu yang lain…Satu-satunya hajat hidup yang aku miliki adalah bertemu dengan Layla, tidak ada kebahagiaan selain itu” (hlm. 45). Demi mendengar doa Majnun, putuslah harapan ayahnya. Tidak ada lagi upaya yang dapat dilakukannya untuk menyembuhkan Majnun. Hatinya semakin sedih, hidupnya terasa hampa, tiada lagi harapan yang tersisa. Cahaya yang dibayangkan kini berubah menjadi kegelapan. Setelah pulang menunaikan haji, Majnun tidak betah lagi tinggal di rumahnya yang mewah. Hidupnya tidak tenang jika tidak berjumpa dengan Layla. Bagi Majnun



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



tidak ada suatu kebahagiaan, selain dapat berjumpa dengan Laila. Namun, untuk berjumpa dengan Layla tidaklah mudah. Gadis itu semakin dijauhkan dari kemungkinan bertemu dengannya. Keadaan itu membuat jiwa pecinta yang mabuk asmara itu semakin hancur binasa. Majnun hidup sendiri di gurun sahara, berkawan dengan binatang buas dan selalu menyebut nama Layla. Tubuh Majnun semakin hari semakin lemah. Salah satu yang membuatnya bersemangat hanyalah jika ada orang yang membawa kabar tentang Layla. Naufal, salah seorang bangsawan Arab dan kepala kabilah Arab sangat prihatin malihat keadaan Majnun. Ia berjanji akan membantu Majnun untuk mendapatkan Layla. Ia mengerahkan pasukannya untuk melawan pasukan ayah Layla. Ketika kemenangan sudah berada di pihaknya, tiba-tiba ayah Layla mengatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan anaknya kepada orang gila. Dia tidak mau menikahkan dengan kehinaan dan aib. Mendengar pengakuan orang tua malang itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang tidak berdaya. Naufal melihat cinta dalam bentuk lain yaitu cinta seorang ayah kepada anaknya. Saat Majnun mendengar keputusan Naufal, ia sangat kecewa. Ia kembali masuk ke dalam hutan berteman dengan binatang-binatang buas. Lebih baik berteman dengan binatang yang tidak pernah menyakitinya daripada berteman dengan manusia yang hanya menambah kesediahan dan keputusasaan. Sejak berperang dengan kabilah Naufal, kabilah Qhatibiah selalu memandang Layla dengan marah, ia



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



dianggap sebagai penyebab peperangan. Layla semakin terkucil dan putus asa. Harapan untuk bahagia putus sudah, hatinya hancur binasa. Ayah Layla tidak ingin membiarkan keluarganya selalu dihina dan Layla diterpa kesedihan tiada henti. Dia dikawinkan ayahnya dengan Ibnu Salam. Layla tidak bisa menolak perkawinan itu. Namun, dalam hatinya ia berjanji hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan cintanya. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut, Layla seperti pohon dengan daun-daunnya yang layu, jatuh dalam pelukan debu. Ia tidak bisa merasakan kegembiraan yang ada di depannya, bahkan untuk berpura-pura pun tiada lagi kesanggupan. Layla teringat nasib kekasihnya, Majnun. Ya, hanya Majnun seorang yang ada dalam hatinya. Tak ada lagi setitik ruang tersisa untuk orang lain. Hatinya telah terkunci rapat, dan Majnunlah yang memegang anak kuncinya. Gadis itupun berjanji, hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan cintanya. Sekuat tenaga akan ia jaga tubuh dan hatinya. Ia tidak ingin dunia menuduhnya sebagai pengkhianat. Tidak, ia tidak akan mengkhianati cinta, tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays (hlm. 109). Ketika Majnun mendengar kabar pernikahan Layla, jiwanya seperti kapas tertiup angin. Majnun menjadi semakin liar. Majnun terus berteriak memanggil Layla, meratapi takdir yang telah memisahkan mereka. Syed Omri larut dalam duka sejak anaknya pergi. Setiap hari ia meratapi nasib Majnun yang malang. Ia merasa ajalnya sudah dekat dan ingin melihat Majnun untuk yang terakhir kali. Akhirnya, ia mendengar kabar dari seorang pengelana tentang keberadaan Majnun. Ia berusaha menemukan Majnun, walaupun tempat itu sangat terjal dan berbahaya. Setelah memberi restu dan berkah di kepala putranya, sambil merintih Syed Omri meninggalkan gua seram itu. Tidak berapa lama setelah pertemuan itu, Majnun pun mendapat kabar bahwa ayahnya sudah meninggal.



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Mendengar kabar itu, Majnun berteriak sembari memukuli wajah dan mencabuti rambutnya. Majnun mendengar kabar dari Ishaq, seorang pengelana tua yang merasa simpati terhadap kisah cinta Layla dan Majnun. Lelaki itu mengatakan bahwa Layla tetap akan mencintai Majnun, walaupun ia telah menikah. Layla tidak akan mengkhianati cinta kasih Majnun. Ia tetap menjaga tubuh dan hatinya. Hati dan cintanya hanya untuk Majnun. Mendengar hal itu Majnun menjadi bersemangat kembali. Setelah membaca surat Majnun, Layla diliputi kegelisahan. Lalu dia pergi menemui pertapa dan meminta bantuan untuk mempertemukan dirinya dengan Majnun. Layla memberikan anting-antingnya kepada pertapa itu untuk diberikan kepada Majnun. Demi melihat anting-anting itu, yakinlah Majnun bahwa Layla ingin bertemu dengan dirinya. Pada waktu yang telah ditentukan maka Majnun pun bisa bertemu dengan Layla. Majnun tidak sanggup bertemu dengan Layla. Berkali-kali ia pingsan, seakan ia tidak percaya bahwa ia bertemu dengan Layla. Majnun segera mengungkapkan isi hatinya dengan bersyair. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut: Apakah yang sedang mengalir dalam jiwaku ini? Siapakah yang sedang memandangku? Apakah ia kecantikan bunga mawar? Walau bunga mawar itu telah dicabut dari taman hatiku Untuk menjadi penghias taman yang lain Namun tidak mungkin menjadi layu Wahai Layla, aku telah dimabukkan oleh rasa cinta (hlm. 154).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Setelah pertemuan itu, Layla semakin menanggung kesengsaraan. Ia melewati hari-harinya dengan air mata penderitaan karena rindu. Sebenarnya Ibnu Salam, suami Layla juga menderita. Lelaki yang baik hati itu pun telah salah memetik bunga. Ibnu Salam bangga bisa menyunting Layla, tetapi pernikahannya adalah jalan menuju kematian. Hatinya sakit sejak malam pertama. Tetapi Layla tidak bisa disalahkan, adat memaksa perempuan menikah dengan lelaki yang tidak dicintai. Karena adat juga seorang gadis dipaksa untuk mengkhianati kekasihnya. Peristiwa demi peristiwa menelan ketegaran Ibnu Salam, akhirnya lelaki itu jatuh dalam kehampaan cinta. Bagaimana tidak orang yang paling ia sayangi selalu menyebut nama lelaki lain. Harga dirinya merasa terhina, karena istrinya selalu menjauh dan mengharapkan lelaki lain. Harapannya telah hilang dan akhirnya ia meninggal karena merana hidup tanpa cinta dan sayang. Setelah kematian Ibnu Salam, Layla menjadi lebih tersiksa. Ia harus memakai kerudung hitam perkabungan, tidak boleh keluar rumah dan bertemu siapa pun. Layla semakin murung. Ketika berakhir masa penantiannya, Layla memanggil Zayd, pembantu yang ia percaya dan setia. Layla menyuruh Zayd membawa Majnun padanya. Pada waktu yang telah ditentukan, kedua insan itu dapat bertemu kembali. Keduanya diam membisu. Hati mereka dipenuhi keinginan untuk berbagi rasa, namun lidah mereka terasa keluh. Lalu Layla mengeluarkan syair-syairnya dan Majnun pun meneteskan air mata seraya bersyair pula. Majnun menatap wajah Layla. Getaran hatinya menyiratkan aliran cinta yang demikian deras. Tetapi tiba-tiba hati Majnun Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



bergejolak. Pikiran Qays jadi kalut karena melihat pesona yang memabukkan kini berdiri di hadapannya. Namun, tiba-tiba ia lari seperti binatang buas. Pandangan yang memesona telah memenuhi jiwanya, membuat pikirannya tidak terkendali. Cinta Majnun suci dan murni. Namun, cinta yang berlebihan membuatnya menjadi gila. Majnun pergi dan hilang selamanya. Setelah pertemuan itu, Layla seperti terkena badai musim gugur. Setelah melihat keadaan jiwa Qays, Layla tidak tahu lagi cara menghiburnya. Tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengobati luka rindunya. Harapan dan impian Layla pudar. Kedukaan dan ketakutan menguasai hatinya. Layla merasa cahaya hatinya mulai surut. Tubuhnya yang kurus sudah tidak mampu menopang kesedihan yang demikian berat. Layla lalu memanggil ibunya dan berwasiat. Sepeninggalannya nanti jika Majnun menangis di pusaranya, janganlah dihina, tetapi hiburlah hatinya, karena hanya Majnunlah yang memahami nasibnya. Setelah berkata demikian, Layla pun menutup matanya. Ia telah meninggalkan dunia fana ini. Zayd segera pergi menemui Majnun dan menyampaikan kabar duka itu. Mendengar kabar dari Zayd, Majnun tersungkur ke tanah dan kesadarannya hilang. Majnun berlari menuju pusara Layla. Dia mendekatkan dadanya pada pusara itu. Diciumnya pusara itu ribuan kali sambil membentur-benturkan kepalanya. Binatang buas yang setia mengawal Majnun, hanya diam mematung. Setiap hari Majnun menangis di pemakaman. Tubuhnya semakin lemah dan tak berdaya. Akhirnya Majnun meninggal dunia di atas pusara Layla. Ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian. Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan. Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang menyimpan jasad kekasihnya (hlm. 178).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Lampiran 2: Tabel Analisis Proses Mental Tabel 3. Analisis Proses Mental Persepsi No Pengindra Proses : Mental, Persepsi 1. Syed Omri [bagai melihat musafir] 2. [Bila] seorang menatap pemuda 3. Zulaikha yang melihat terpesona 4. Seorang pemuda tidak mampu menatap 5. Qays sendiri [sejak Melihat pertama] 6. Qays belum pernah melihat 7. [Saat] Qays Menatap 8. Gadis itu Melihat



9. 10.



Bukit dan lembah Seorang penjaga yang sedang bertugas Penjaga itu [juga] Majnun [pun]



mendengarkan melihat



15. 16.



Orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan Qays [Hanya] angin malam yang ikut bersedih Bani Qhatibiah [Cobalah] engkau



17.



Tidakkah engkau



lihat



11. 12.



13.



14.



melihat melihat



Fenomena fajar



Hlm/ Baris 4/19



parasnya



8/26



ketampanan Yusuf



8/30



wajahnya



9/15



pancaran cahaya keindahan itu keindahan yang menakjubkan wajah Layla pesona yang memabukkan pada diri Qays lolongan Qays Qays



9/19 9/21 9/30 10/27



21/8 28/30



28/31 29/2



melihat



Layla ada orang yang memperhatikan tingkah laku mereka perangai pemuda itu



mendengar



rintihannya



29/25



sudah mendengar tengok



kabar gadis-gadis cantik di kabilah kita gadis-gadis kabilah kita



31/13 35/16



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



29/12



35/22



18.



[Dan] ia



melihat



19.



[Sedang] engkau



tidak melihat



20.



Hati mereka [hancur binasa] [Siapakah] orang tua yang tega Ia [tidak akan diam dengan tenang] Mereka Engkau Hati Syed Omri [seperti disayat duri] Ia Binatang-binatang buas yang berada di dalam gua mengaum [Mungkin] tuan



21. 22.



23. 24. 25.



26. 27.



28.



29. 30.



31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.



[Dari kejauhan] mereka Binatang-binatang buas [menjadi jinak] Aku (Aku) Syed Omri [tidak kuasa] [Betapa sedih] aku [Kelak] engkau Sang ayah [hanya bisa bersedih] Mereka [Dan ternyata] mereka



36/13



melihat



tiada lagi yang dapat diharapkan harapan untuk bersanding dengannya putra kesayangannya



melihat



anaknya menderita?



43/6



melihat



anaknya terancam bahaya



43/7



melihat akan melihat mendengar



menara yang berkilap seorang hamba bertaubat doa Majnun



44/11 45/19 46/3



menatap melihat



wajah ayahnya kehadiran Majnun



47/2 49/22



sudah mendengar



tabiat seorang pemuda yang tinggal di lembah Wadiyain suara binatang buas



51/10



demi melihat



pancaran cahaya cinta di wajah Majnun



53/2



dapat memandang memandang mendengar



jernih matamu ikal rambutmu ratapan Majnun



54/24 54/25 56/5



mendengar akan melihat



rintihanmu beda antara cinta dan nafsu tubuh putranya yang kumal teriakan Majnun ruh atau makhluk langit



56/7 58/31



mendengar



melihat mendengar tidak melihat



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



39/8 42/13



52/19



61/8 62/8 62/12



39.



Majnun



melihat



40. 41.



43. 44.



Ia Layla [berjalanjalan di taman] Jiwanya yang mengembara Layla Layla



45.



Ishaq



melihat



46. 47.



Ishaq [Dan] aku



memandangi melihat



48. 49.



Ia [Sesaat] Layla



perhatikan melihat



50. 51.



melihat melihat



52. 53. 54. 55. 56.



Ibnu Salam Ibnu Salam terkesima] [Bila] musuh Pemburu itu Ia Telinganya Dia



57.



Ia



58.



Naufal [gembira]



belum pernah melihat melihat



59.



Naufal



memperhatikan



60.



Naufal [senang]



melihat



61. 62. 63.



Ia [juga senang] Orang tua Layla Majnun



mendengar mampu melihat melihat



42.



62/24



melihat melihat



sesuatu yang mengusik hatinya seorang lelaki sekeliling



bisa mendengar



suara majnun



66/25



mendengar mendengar



suara yang begitu lembut anak muda dan orang tua melantunkan syair sebuah pemandangan yang ganjil Layla sepertinya engkau sedang diliputi kesedihan Ishaq dengan teliti bunga lili dan mawar yang sedang mekar di dalam taman mata layla yang indah



66/27 67/5



mendengar melihat melihat mendengar melihat



62/25 65/24



67/31 68/11 68/15 68/27 76/5 81/1 81/2



namanya seekor rusa sosok manusia Lagu-lagu sedih tubuh lelaki itu tinggal tulang-belulang dibalut kulit keganjilan



85/8 85/22 85/29 85/30 86/2



perubahan pada diri majnun Semua tingkah laku majnun perubahan yang terjadi pada diri tamunya syair-syair cinta majnun Mutiara yang kemilau cahaya terang-benderang



87/12



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



86/14



88/5 88/8 88/9 89/7 89/22



64.



65. 66.



[Bila Allah menakdirkan] engkau [Janganlah] tuan



melihat



Nya (dia) walau sekejap



91/4



memandang [rendah] [hanya] melihat [saja] melihat



kekuatan kami



96/17



pertempuran itu dari tenda korban berjatuhan



98/7



68.



Majnun yang sejak kemarin Majnun [menangis] Engkau



69.



Engkau



[akan] melihat



70.



Ia [tidak tega]



mendengar



71. 72.



[Saat] Majnun Majnun



mendengar menyaksikan



73.



Majnun



melihat



74. 75.



menatap mendengar



76.



Majnun Layla [menjadi sedih] Gadis itu



77.



Ia



[berusaha] mendengarkan melihat



78.



Majnun



mendengar



79.



Aku



melihat



80.



Tiada orang yang sudi Sang pengelana [menjadi terkejut] Ia [merasa kasihan] Syed Omri



67.



81. 82. 83.



melihat



Bahwa kekuatan kami telah kalah kesungguhan dan kebenaran ucapanku kata-kata orang tua yang sudah kalah itu keputusan naufal seekor rusa terjerat dalam perangkap rusa yang telah dia bebaskan kepergiannya Cerita ayahandanya



98/17 98/28 99/19 100/11 100/28 102/8 103/24 103/26 106/8



nasehat ayahnya



106/16 110/8



mendengar



layla menampakkan punggung kabar pernikahan Layla dengan ibnu salam Daun tumbuh dan berkembang ratapanku



mendengar



Kata-kata Majnun



116/14



melihat



kesedihan Majnun



116/15



melihat



sosok puteranya dalam keadaan menyedihkan



120/2



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



112/1 115/17 115/22



84.



[Siapakah] orang tua yang tega



melihat



85.



Ia



melihat



86.



Syed Omri



mengamati



87.



Ia [bisa]



88.



Ia [bisa]



89. 90. 91.



Majnun Aku Syed Omri dengan kedukaan yang tidak bisa diungkapkan Ia Majnun Aku [Kemudian] Majnun Aku Ia



melihat [dengan jelas] menatap dan mengenali menatap tidak melihat menatap



92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100.



Si penunggang kuda Majnun Aku



melihat melihat melihat melihat melihat melihat melihat menatap melihat



101. 102. 103. 104.



Gadis itu Aku Aku Mereka [tidak akan mampu lagi]



melihat melihat melihat melihat



105. 106.



[Sudah lama] ia Majnun



mendengar menatap



puteranya dalam keadaan kurus hanya tinggal tulang terbalut kulit seekor ular membelit leher Qays Majnun yang seperti tidak sadarkan diri sosok yang berdiri di hadapannya ayahnya



120/29



ayahnya apapun selain Layla puteranya



122/15 122/21 122/32



wajah Majnun seekor burung merpati Mu tak berubah seekor anak rusa yang bergerak gesit ia sang pegawai yang tidak bersalah itu terikat kuat Majnun dikelilingi oleh binatang buas wajah lelaki itu Rusa yang malu-malu dan singa buas bersamamu dalam suasana damai ku Dia menangis jemarinya yang halus Bahwa yang berada di sampingnya adalah sosok manusia kisah Majnun Salim dengan raut muka tidak senang



123/1 127/7 127/22 128/9



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



120/4



120/11 120/15 120/28



129/26 101/29 131/10 132/1 132/7



132/28 134/22 136/1 139/9



139/20 140/16



107. 108.



Punggawa kerajaan itu Sang ibu



memperhatikan



109. 110.



Aku [Sudikah] tuan



menatap mendengar



111.



[Apakah] engkau



pernah mendengar



112. 113.



[Biarkan] mata ini Pertapa itu



memandang melihat



114.



[Kini] ia [benarbenar akan bertemu] (ia)



melihat



115. 116.



menatap



melihat melihat



117.



[Dari kejauhan] Majnun Layla



118.



Orang-orang



melihat



119.



Lelaki tua itu



melihat



120.



Matanya



melihat



121.



Engkau dengan mata hitam yang indah Aku Aku



memandang



122. 123. 124.



[Dari kejauhan] Majnun 125. Ia 126. Aku 127. [Mengapa] engkau



melihat



melihat melihat melihat perhatikan telah mendengar memandang [hina]



dengan pandangan penghina keadaan putra kesayangannya tidurmu kisah yang tidak memiliki hubungan apapun dengan anda? kisah seorang pemuda yang tampan dan berakhlak mulia? wajahnya lagi! seorang lelaki dikelilingi oleh binatang buas sinar matanya



Bibirnya yang bagai batu rubi rumah kekasihnya Sang pertapa meyelinap ke dalam taman ku berada di samping qays pemandangan yang mengharukan Layla sedang berdiri mematung Penuh cinta padaku



anggur cinta di sana betapa bahagia kita berdua Seorang lelaki berwajah tampan dan gagah lelaki itu kisahmu kemegahan dan semua kemewahan yang kau miliki



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



141/21 144/25 145/13 149/10



149/15



150/13 150/27 152/13



152/14 152/16 153/5 153/22 153/28 154/2 155/17



155/19 155/20 158/7 158/8 158/15 158/24



128.



mendengar dan melihat



ketulusan jiwa majnun



161/11



129. 130.



Pemuda itu [tinggal beberapa hari lamanya] Layla Mata mereka



menatap menatap



164/1 166/16



131.



Layla



memandang



132.



[Dan] Majnun [pun] Dia



menatap



ke arah rembulan satu sama lain dalam kebisuan wajah Majnun yang suram wajah Layla berkeliling selama beberapa waktu Layla dengan senyum yang mengerihkan doaku untuk mengembalikan aku ke alam keabadian dia mendekat tandu jenasahku puterinya tanpa suara



168/17



133. 134.



memandang



135.



[Sejenak kemudian] (dia) Langit



136.



[Dan saat] engkau



melihat



137.



Ibu yang berduka itu Ia



menatap



melihat



141. 142.



Aku [tidak bisa lagi] [Dimana lagi dapat] ku Majnun Zayd



menatap melihat



143.



Zayd



melihat



144.



Dia



melihat



138. 139. 140.



menatap telah berkenan mendengar



melihat



pandang



air mata kesedihan yang menetes wajah bidadari bibir yang seperti permata rubi orang yang mendekatinya dunia lain, dunia yang penuh pesona dan kebahagiaan malaikat muncul dari cahaya lingkaran kemewahan kubah hijau dengan buah emas dan kumpulan bunga



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



168/4 168/6



168/18 171/22



172/9 172/24 174/2 175/9 175/22 177/3 179/27



179/28



179/31



Tabel 4. Analisis Proses Mental Afeksi, Pengindra sebagai Subjek No Pengindra Proses : Mental, Fenomena Afeksi 1. Aku [tetap penuh] harap pada-Mu 2. Aku [tetap] mengharap kemurahan-Mu 3. Syed Omri tak [jua] jemu untuk berikhtiar 4. Syed Omri [seolah] tidak ingin sekejap pun melewatkan kebahagiaan bersama putera kesayangannya 5. Lelaki tua itu kini tak lagi tertarik melakukan perjalanan jauh 6. Ia tidak tertarik melakukan perniagaan 7. Syed Omri Berharap kelak puteranya dapat dibanggakan 8. Syed Omri Ingin Qays menjadi pemuda yang cerdas dan pandai 9. Semua lelaki [pasti] terpikat oleh pesona dan kecantikan yang gadis memandang 10. Qays [benar-benar telah] pada Layla jatuh hati 11. Layla [mawar [sudah] tertarik pada qays sejak pertama jelita di taman kali berjumpa nirwana itu] 12. Mereka tidak ingin orang lain mengetahui hubungan itu 13. Jiwa mereka tidak ingin berpisah 14. (Mereka) merasakan kehangatan cinta 15. Mereka [hanya] merasakan manisnya cinta dengan melukiskan ghazal pada mata masing-masing 16. Mereka menyangka tidak ada mata yang melihat dan menaruh curiga 17. Pikirannya [selalu] Qays membayangkan 18. Aku mencintai Layla 19. Ia [juga] merindukan ku 20. Ia berharap ada orang yang dapat membantu 21. Dia ingin mengadukan nasibnya 22. Kerabatnya menganggap cinta qays



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Hlm./ Baris 3/4 3/31 4/1 6/7



6/13 6/15 7/6 7/14 8/31



9/23 10/26



11/7 11/18 11/19 11/29



13/13



14/21 15/5 15/11 18/13 20/26 20/27



23. 24. 25. 26.



[Lebih banyak] (orang) yang Ia Aku Ia



ingin [hanya] menginginkan takut



27. 28.



Majnun Hati putera kita



[tetap saja] menderita [telah] terpikat



29.



Kami



berhasrat



30.



Kami



yakin



31.



[Demi Allah] saya Engkau Ia [Sedang] aku [Mengapa] engkau Aku Lelaki itu Mereka Ia Aku Aku



tidak menginginkan



32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.



menganggap



[telah] dilenakan [menjadi] sesak [akan tetap] mencintai mencintai [akan tetap] mencintai [begitu] mencemaskan yakin ingin mencintai menyayangi dan tidak bisa berpaling [dari] merasa [masih] ingin tersinggung



42. 43. 44.



Ia Ia Harga diri mereka



45. 46.



Majnun Engkau



ingin berteriak tak hendak



47. 48.



Aku Ia



mencintai berharap



49.



Syed Omri



ingin



Qays telah hilang ingatan



21/1



menjerit 27/3 kebaikanmu 27/14 kehadirannya akan 29/4 mencelakakan gadis itu dalam cinta 29/25 Oleh ratu dari para gadis 30/17 arab meminang belahan hati 32/18 tuan tuan adalah orang yang arif 33/5 lagi bijak Orang-orang Arab 33/29 berbicara dengan cinta buta 35/12 nafas 36/16 nya 38/19 gadis 38/7 Layla nasib puteranya lelaki itu adalah Majnun mencelakakan dirinya Layla selain dia



38/13 41/7 42/1 42/17 45/3 45/4



sia-sia berbuat yang terbaik demi mengetahui gadis bunga keluarga dan penghias semesta disebutsebut oleh orang gila memanggil layla melihat diriku yang terlunta-lunta Layla bebannya akan menjadi ringan membahagiakan puteranya



46/4 46/6 50/21



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



53/25 54/15 55/12 60/29 61/9



50.



Ia



ingin



51.



Ia



tidak betah



52.



[seolah] ingin



53. 54.



Ia [berteriak sekuat tenaga] Ia Ia



55.



Sang bukit



tidak ingin



56.



[Barulah] Ishaq



yakin



57. 58. 59.



Aku Mereka Mereka



ingin mengira tidak ingin



60. 61.



maklum kecewa



63.



Mereka [Mungkin] engkau Naufal [berusaha sekuat tenaga dan sepenuh hati] Aku



64. 65.



Aku Aku



[sudah] tidak sabar mengasihi



66.



Aku



merindukan



67.



Lelaki itu



[sudah] berniat



62.



Suasana di rumah selalu riang gembira dan memilih menjauhkan diri dari keramaian dunia melepaskan semua beban yang menghimpit rahasianya terkuak bahwa lelaki itu dapat dipercaya melihat gadis itu dihinggapi kelelehan penderitaan yang menimpa gadis itu Berada di sampingmu Gadis itu sedang mengigau permata yang mahal harganya itu lepas dari genggaman Dengan penundaan itu pada seseorang



61/10



ingin



membantu majnun keluar dari penderitaan yang menghisap masa mudanya



87/26



tidak menghendaki



perpisahan yang meremukkan hati dan jantung menunggu janjimu nya sejak matahari terbit di timur hingga rembulan menyisakan semburat merah kala fajar nya sejak matahari terbit di timur hingga rembulan menyisakan semburat merah kala fajar Untuk mewujudkan keinginan Majnun



92/21



tidak ingin tidak ragu



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



61/31 62/5 66/9 68/28 70/9 72/14 76/20 78/3 82/28



83/20 86/28



93/4 93/12



93/12



95/10



68.



Kami [datang dengan niat tulus]



ingin



69. 70. 71.



Engkau Aku Aku



tidak menginginkan tidak mau tidak mau



72.



Aku



tidak sanggup



73.



[Bagaimana mungkin] ia



sanggup



74.



sanggup



75.



[Bagaimana mungkin] ia Ia



tidak ingin



76.



Ayah Layla



tidak ingin



77.



Ia



berharap



78. 79.



Dadanya Ia



bergejolak tidak ingin



80.



Ia



tidak ingin



81.



Aku



tidak ingin



82.



Aku



tidak ingin



83. 84. 85. 86.



Aku (Aku) Jiwa yang penuh cinta Mereka



tidak ingin tidak ingin tidak [akan pernah] terlena [hanya] menginginkan



87.



Ia



ingin



merangkai benang-benang asmara yang telah mengikat puteri tuan dengan sahabat kami puteriku dikhianati menikahkan layla pada kehinaan dan aib menikahkan puteriku dengan keburukan dan menerima kutukan dari negeriku membunuh musuh yang sudah terluka dan tak berdaya? Menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat? kabilahnya menanggung malu membiarkan keluarganya selalu dihina kali ini keinginannya untuk mempersunting layla tidak menemui ganjalan Oleh beban berat Dunia menuduhnya sebagai penghianat Mengabaikan pengorbanan Qays melakukan perbuatan yang aku benci menjadi seorang penghianat menghianati cintaku mengotori jiwaku oleh kemewahan dunia



95/23



99/16 99/22 99/25 100/3



100/12



100/13 106/14 107/28 108/9



109/11 109/22 109/23 110/22 110/23 110/25 110/26 110/31



Orang yang dapat 114/22 memenuhi segala hasratnya bertahan hidup hanya demi 116/30 engkau



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



88.



Aku



bingung



89.



Ia



bertekad



90.



Majnun



91. 92.



Majnun Aku



tidak [sedikit pun] merasa menatap ingin



93. 94. 95.



Engkau Perasaannya [Selama ini] ia



[akan] aman mengembara [telah] mengabaikan



96.



Majnun



menyesal



97.



Syed Omri



98. 99.



[Benarkah] engkau Dulu aku



tidak [akan] merasakan mencintai



100.



Ia



101. 102. 103. 104. 105. 106.



Mereka Aku Aku Aku Aku Aku



107.



Dia



108. 109.



Ia [Mengapa] engkau Engkau Salim



110. 111.



[masih] menaruh harapan ingin menganggap [amat] menginginkan mengasihi mencintai terlena [akan tetap] merindukan ingin bertekad tak hendak terpesona mengerti



memikirkan janji yang tak engkau tepati Untuk mencari dan menemukan puteranya terganggu



117/19 119/2 120/13



lelaki itu Engkau tidak lagi pergi mengembara tinggal di rumah mengenang rumah orang tua karena hatinya telah tercuri oleh seorang gadis telah berbuat zalim pada orang-orang yang tulus mengasihinya kesedihan lagi



120/19 121/5



ku setulus jiwa



127/24



Dapat memilikimu



127/29



melihat sendirian keanehan itu mu sebagai raja kerelaannya nya nya dengan cintanya bibirmu



129/28



dapat berjumpa langsung dengan majnun Untuk bertemu majnun menyantap hidangan ini? Oleh kemilau dunia apa yang sedang berkecamuk didalam dada pencinta itu



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



121/6 122/7 122/8



122/9



123/18



132/8 133/4 133/5 133/5 133/12 138/16 139/23 139/24 140/18 141/25 144/4



112.



Ia



113. Layla 114. [Apakah] engkau



berharap



[sangat] ngin tidak ingin



115.



Ia



berharap



116.



Ia



ingin



117. 118.



Aku [Padahal] ia



[telah] dimabukkan [masih] berharap



119.



Banyak orang



ingin



120. 121. 122. 123.



Ia Aku Ibnu Salam Ia



[sangat] ingin tidak mengharapkan bangga berharap



124.



Ia



berharap



125.



Ia



[sangat] mendambakan



126.



Layla



[masih] ingin



127.



Majnun



terkejut [alangkepalang]



128.



[Dan] aku



berharap



129.



Ia



ingin



dapat mendengar suara merdumu untuk mengobati kesedihannya melihatmu tersenyum Keluar dari belenggu kesedihan yang telah memenjarakan hidupmu? dapat berjumpa dengan Layla menjadi burung yang dapat terbang Oleh rasa cinta dapat mendengar lebih banyak lagi bait-bait syair yang dapat menyenangkan hati mencari gua tempat persembunyian majnun Bertemu dengan majnun yang lain bisa menyunting Layla pertemuannya dengan qays dapat mengobati kesedihannya kelak pemuda itu dapat menyuntingnya sepeniggalannya dendam dan amarah bani qhatibiah tidak sampai mencelakankan Qays melindungi kekasihnya yang gila dan liar melihat bujang layla datang mengenakan pakaian berkabung Engkau dapat segera melepaskan belenggu di kakiku tetap di sana selamanya



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



151/3



151/8 151/8



152/1 152/18 154/12 156/8



157/9 158/1 159/1 163/4 170/2



170/15 170/32



171/6 174/1



175/32



176/12



Tabel 5. Analisis Proses Mental Afeksi, Fenomena sebagai Subjek No Fenomena Proses: Mental, Pengindra Afeksi 1. (Bibir Layla) membahagiakan hati yang memandang 2. Kata-kata istrinya melegakan hati dan pikiran Syed Omri itu menentramkan 3. Mata air yang [selalu] menyejukkan hati (orang) yang jernih dan bersih kehausan 4. Kata-kata Syed menyinggung harga dirinya Omri 5. Pesona wajahmu [akan] menarik hati gadis-gadis cantik 6. Kata-kata meresap [dalam hati] Majnun ayahandanya itu 7. Salim masih menyenangkan hati Majnun berupaya 8. Kali ini kenangan meresahkan hatinya akan sang ibu



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Hlm./ Baris 22/20 30/27 32/9 33/9 35/19 122/6 140/14 143/14



Tabel 6. Analisis Proses Mental Kognisi, Pengindra sebagai Subjek No Pengindra Proses : Mental, Fenomena Kognisi 1. Manusia tidak pernah tahu rahasia di balik semua itu 2. Manusia tidak pernah sadar akan bahaya yang tersembunyi 3. Manusia tidak pernah tahu Bahwa petaka yang mengintai 4. Mereka tidak tahu bahwa asmara tersimpan di dalam hati 5. Saat orang lain berpikir agar menjadi orang hebat 6. Dua kekasih itu [hanya] berpikir tentang cinta 7. Kedua insan itu [hanya] diri sendiri memikirkan 8. Tidak seorang pun menyadari Ketetapan cinta yang akan terjadi 9. Keduanya tidak menyadari jika kisah asmara mereka 10. Qays menyadari bahwa Layla dipingit 11. Ia tidak lagi dirinya sendiri mengenali 12. Orang-orang [di tidak akan suratan takdir yang sedang daerah itu] mengetahui berlaku 13. Jiwa Layla [selalu] mengenang Qays 14. Hanya bebatuan memahami kesediahan hatinya lembah yang bisa 15. Ia [dapat dengan membayangkan wajah Layla yang cantik leluasa] 16. [Apakah] ia [masih] diriku? memikirkan 17. [Lama-kelamaan] lupa Akan nama Qays mereka 18. Mereka [hanya] mengenal lelaki itu sebagai Majnun 19. Lelaki itu berpikir Biasanya ibu lebih peka 20. Lelaki itu berpikir mana mungkin kumbang tak tertarik pada putik 21. Kami memahami bahwa kegilaan bukanlah dosa ataupun kejahatan 22. Mereka tidak [akan dapat] hati yang sedang merana memahami 23. Aku teringat akan dikau Layla 24. Dia yang terus mengingat cintaku



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Hlm./ Baris 4/13 5/19 5/20 11/4 11/24 11/25 13/8 13/11 13/12 14/19 18/7 19/28 20/7 21/6 21/9 21/23 29/19 29/19 30/4 31/4 33/25 40/13 44/29 45/11



25.



Mereka



tidak pernah tahu



26.



Aku



tahu



27. 28.



Ku Engkau



ingatkan berpikir



29.



Ia



berpikir



30.



Syed Omri



tidak sadar



31.



Layla



lupa



32.



Mereka



berpikir keras



33.



[Niscaya] engkau



[akan] mengingat



34. 35.



Aku [Tidakkah] engkau



tahu tahu



36.



Kedua pasukan itu



belum sadar [juga]



37.



[Apakah] engkau



tidak mengetahui



38.



mengetahui akan mengingat



keburukanku



101/7



40.



Seluruh wilayah Arab Seluruh bangsa Arab Majnun



keadaan yang sesungguhnya engkau terpenjara dalam lingkungan keluarga yang mengasihimu dirimu seekor semut yang kurus bisa mengenyangkanmu suasana seperti ini dapat menghibur majnun Bahwa tak ada guna membebaskan hati yang telah terpenjara oleh cinta akan kepedihan yang mempermainkan jiwanya agar penolakan itu tidak sampai menyinggung perasaan nya (dia) sepanjang hayatmu engkau menderita bahwa masa mudaku telah aku korbankan demi kekasihku Layla tidak tergerak sedikit pun hati mereka untuk menghentikan pertumpahan darah makna kehormatan dalam hati orang arab? kebajikan layla



mengenang



104/2



41. 42.



Layla Ia



layla dari dalam gua yang kotor di lembah wadiyain Nasib kekasihnya apa yang sedang berkecamuk dalam hati Layla



39.



teringat [berusaha] memahami



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



52/32 54/13



58/27 60/16 61/11 61/18



76/5 82/28



91/5 92/25 93/5



97/18



99/28 99/32



109/16 111/4



43.



Dia



44.



Mereka



sudah tidak memikirkan berpikir



45.



[Coba] engkau



renungkan



46.



Ia [tidak bisa lagi]



membayangkan



47.



Ia



masih meyakini



48.



Dia [masih terus]



mengingat



49. 50.



Ia [terus berduka] Aku



mengenang [hanya] berpikir



51. 52.



Yakub Ia



53. 54.



Majnun Ia



memikirkan [sudah] tidak mengenali tak tahu terkenang



55. [Janganlah] engkau 56. Ia



lupa berpikir



57.



Ia



harus tahu



58. 59.



Aku Aku



selalu teringat mengetahui



60.



[Seketika] ia



[dapat] mengenali



61.



Mereka



mengetahui



62.



[Padahal] engkau



belum mengetahui



mu



114/13



Dengan kkayaan yang melimpah maka segala aib akan mudah dienyahkan saat kita bergembira, dia bersedih masa depan cinta kasih mereka cinta akan menyucikan perbuatan yang salah mu mengucapkan janji setia dirimu untuk menyerahkan kehidupanku padamu Yusuf orang tua yang berjalan tertatih-tatih kabar keadaan sang ayah akan perhatian tulus sang ayah yang murah hati keadaan kalbuku bagaimana mempertahankan hidupnya bahwa kehidupan gadis arab milikmu tetap suci semua syairmu engkau selalu menjaga cawan cinta kita bahwa lelaki kotor dan seperti mayat hidup itu adalah majnun apa yang sebanarnya diinginkan oleh orang yang mengasingkan diri itu kenikmatan yang sesungguhnya



114/20



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



114/24 115/9 115/10 116/24 116/26 117/18 118/3 120/19 124/4 125/3 127/30 129/1



136/26 137/10 138/20 140/2



141/6



141/26



63.



Engkau



tidak [akan] mengetahui



64.



teringat



65.



Jiwa Majnun yang diliputi kegelapan Ia



66.



Majnun



terkenang



67.



Lelaki itu



berpikir



68.



Majnun



69.



Aku



menyimak [dengan sungguh-sungguh] tahu



70. 71.



Sang pemuda Seorang pencinta



72.



Wanita itu



73.



Mereka



74.



Aku



75.



Binatang-binatang itu



ingat



menyadari [masih] memikirkan [pasti] mampu memahami mengenang [akan tetap] mengingat [baru] menyadari



nikmatnya makanan sebelum engkau menyantapnya akan rumah yang telah ia tinggalkan ibunya yang sudah tua dan merana kelembutan dan kasih saying tulus yang diberikan sang ibu mungkin dengan bertemu sang ibu jiwa majnun dapat terobati kata-kata pemuda itu



141/27



engkau sedang bersedih karena jauh dari kekasihmu kesalahannya orang yang dicintai



160/16



Duka derita jiwanya



171/14



cinta suci sang gadis pada kekasihnya yang gila pesona yang telah engkau berikan bahwa kematian telah menjemput tuan mereka setelah sekian lama



173/21



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



143/6 143/10 143/11



144/9



158/21



161/10 171/4



175/28 179/7



Tabel 7. Analisis Proses Mental Kognisi, Fenomena sebagai Subjek No Fenomena Proses: Mental Pengindra Kognisi 1. Semua keindahan itu mengingatkan ku [pada Layla] 2. Kata-kata syed Omri menyadarkan Majnun [dari mimpi] yang diucapkan dengan nada getir seorang ayah yang sudah memendam rindu sekian lama itu 3. Kesengsaraan tidak pernah oleh orang yang diketahui sudah mati



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009



Hlm./ Baris 63/12 120/26



122/26