LK Flour Albus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KOMPREHENSIF ASUHAN KEBIDANAN PADA REMAJA DENGAN FLOUR ALBUS DI RSUD A. WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA



DISUSUN OLEH : INDAH SUSANTI NIM : PO7224421015



POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa limpahan



Rahmat,



Karunia,



Taufik



dan



Hidayah-Nya



karena dengan penyusun dapat



menyelesaikan Laporan Pendahuluan Pada Remaja dengan Flour Albus di RSUD A.Wahab Sjahranie. Laporan Pendahuluan dengan Flour Albus ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang. Semoga Laporan Pendahuluan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Samarinda, 15 November 2021



Indah Susanti NIM.PO7224421015



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan Kesehatan Reproduksi remaja merupakan kegiatan yang



ditujukan kepada remaja dalam upaya menjaga kesehatan reproduksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja pasal 11 yang bertujuan untuk mempersiapkan remaja dalam menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab. Pemberian Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja harus disesuaikan dengan masalah dan tahapan tumbuh kembang remaja serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, mempertimbangkan moral, nilai agama, perkembangan mental, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Diananda, 2019). Keputihan merupakan salah satu gangguan klinis yang sering dikeluhkan oleh semua wanita. Remaja putri yang baru memasuki masa pubertas dengan segala bentuk fenomena perubahan pada diri mereka, masalah ini dapat berdampak negatif jika tidak ditangani sejak dini (Tulus, 2014). Keputihan (Fluor albus) adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari jalan lahir atau vagina. Keputihan yang normal memang dapat terjadi pada wanita, yaitu terjadi menjelang saat dan setelah masa subur. Keputihan nomal akan hilang dengan sendirinya menjelang saat dan setelah menstruasi. Namun, keputihan yang normal dapat menjadi abnormal karena tidak menjaga hygiene organ reproduksi dengan baik. Keputihan abnormal yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan kemandulan dan gejala awal dari kanker leher rahim yang dapat berakhir dengan kematian (Kursani, 2015). Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama,



kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003). Flour albus ini menimbulkan ketidaknyamanan dan gangguan rasa percaya diri pada wanita bila terlalu berlebihan. Flour albus fisiologis tidak merugikan karena hal itu wajar terjadi tetapi Flour albus yang patologis dan berlebihan perlu dicari penyebabnya karena dapat menimbulkan komplikasi (Nurlaila, Z M, 2015). . Meskipun begitu, banyak wanita yang menganggap remeh masalah keputihan padahal keputihan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan di luar kandungan dan kemandulan. Keputihan yang dibiarkan bisa merembet ke rongga rahim kemudian ke saluran indung telur dan sampai indung telur dan akhirnya ke dalam rongga panggul sehingga tidak jarang wanita yang menderita keputihan yang kronis (bertahun-tahun) bisa menjadi mandul. Selain itu, keputihan juga merupakan gejala dari kanker serviks bahkan mengakibatkan kematian (Andira, 2010). Masalah reproduksi pada remaja perlu mendapatkan penanganan serius, karena masalah tersebut banyak muncul di Indonesia salah satunya disebabkan karena faktor pengetahuan dan perilaku yang kurang baik dalam mencegah maupun menangani keputihan (Marpaung, 2015). Banyak wanita di Indonesia yang tidak tahu tentang keputihan sehingga mereka menganggap keputihan adalah sebagai hal yang sudah biasa dan tidak perlu dikhawatirkan, di samping itu rasa malu ketika para wanita/remaja



mengalami



keputihan



menyebabkan



mereka



tidak



berkonsultasi ke dokter. Keputihan tidak bisa dianggap hal yang biasa, karena akibat dari penanganan keputihan yang tidak cepat ditangani merupakan awal dari kanker leher rahim (kanker serviks) yang bisa berujung pada kematian kalau tidak dikonsultasikan pada petugas kesehatan sejak dini (Ilmiawati, 2017). Pencegahan masalah keputihan sebaiknya sudah dilakukan sebelum masa remaja, karena pada masa remaja terjadi perkembangan organ



reproduksi sehingga organ reproduksi pada remaja lebih sensitive, sehingga diperlukan perilaku hidup sehat untuk mencegah keputihan patologis (Yulfitria, 2017). Oleh sebab itu dianggap perlu memberikan asuhan kebidanan kesehatan reproduksi remaja terutama bagi remaja wanita yang mengalami keputihan. B. Tujuan 1.



Tujuan Umum



Agar mahasiswa dapat memberikan Asuhan Kebidanan bedasarkan pendekatan manajemen kebidanan dengan pendokumentasian SOAP pada kasus flour Albus pada remaja. 2.



Tujuan Khusus



a. Menjelaskan konsep dasar teori flour albus. b. Menjelaskan konsep dasar manajemen asuhan kebidanan pada kasus flour albus berdasarkan 7 langkah Varney c. Melakukan asuhan kebidanan pada kasus flour albus dengan pendekatan Varney, yang terdiri dari: 1) Melakukan pengkajian 2) Menginterpretasi data dasar 3) Mengidentifikasi diagnosis/ masalah potensial 4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera 5) Mengembangkan rencana intervensi 6) Melakukan tindakan sesuai dengan rencana intervensi 7) Melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan d. Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada kasus flour albus dalam bentuk catatan SOAP e. Membahas adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan



BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Konsep Dasar Teori 1. Pengertian Keputihan Keputihan adalah keluarnya cairan berlebihan dari liang senggama (vagina) yang terkadang disertai rasa gatal, nyeri, rasa terbakar dibibir kemaluan, kerap disertai bau busuk, dan menimbulakn rasa nyeri sewaktu buang air kecil atau bersenggama. Walaupun demikian, vagina tetap memiliki mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Kelenjar pada vagina dan serviks (leher rahim) menghasilkan secret yang berfungsi sebagai pelindung alami dan lubrikasi untuk mengurangi gesekan pada dinding vagina saat berjalan atau berhubungan seksual (Aulia, 2012). Keputihan adalah semua pengeluaran cairan dari alat gentalia yang bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala hampir dari semua penyakit kandungan (Manuaba, 2012). Selain itu, keputihan merupakan keluarnya cairan yang tidak normal agak kental dan berbau tidak sedap melalui liang vagina. Cairan ini terkadang menyebabkan rasa gatal (Kusmiran, 2012). Keputihan terdiri dari keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis). 3.



Etiologi



a. Keputihan fisiologis Menurut Kusmiran (2012), keputihan fisiologis disebabkan oleh : 1) Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin sehingga baru lahir sampai berumur 10 hari mengeluarkan keputihan. 2) Pengaruh estrogen yang meningkat pada saat menarche. 3) Rangsangan saat koitus.



4) Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim saat masa ovulasi. 5) Mukus servik yang padat pada masa kehamilan, fungsinya untuk mencegah kuman masuk ke rongga uterus. b. Keputihan patologis Penyebab utama keputihan patologis ialah infeksi (jamur, kuman, parasit, dan virus). Selain penyebab utama, keputihan patologis dapat juga disebabkan karena kurangnya perawatan remaja putri terhadap alat genitalia seperti mencuci vagina dengan air yang tergenang di ember, memakai pembilas secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut (Aulia, 2012). Menurut Kusmiran (2012), keputihan patologis disebabkan oleh : 1) Infeksi a) Jamur Jamur yang sering menyebabkan keputihan adalah Kandida albican. Biasanya disebut juga dengan Kandidiasis genetalia. Penyakit ini tidak selalu akibat PMS dan dapat terjadi pada perempuan yang belum menikah. Beberapa faktor pencetusnya antara lain pemakaian obat antibiotika dan kortikostiroid yang lama, kehamilan, kontrasepsi hormonal, kelainan endokrin seperti diabetes melitus. Selain itu bisa disebabkan karena menurunnya kekebalan tubuh seperti penyakit-penyakit kronis, serta selalu memakai pakaian dalam yang ketat dan terbuat Keluhan yang biasa ditimbulkan adalah rasa gatal atau panas pada alat kelamin, lendir kental dan berwarna putih, bergumpal seperti butiran tepung. Kadang disertai rasa nyeri waktu senggama dan keluarnya cairan pada masa sebelum menstruasi. Vulva terlihat merah pada saat pemeriksaan klinis, kadang-kadang disertai erosi karena garukan (Kusmiran, 2012). b) Bakteri



(1) Gonokokus Penyakit ini disebut juga dengan Gonorrhoe, sering terjadi akibat hubungan seksual (PMS). Gonokokus yang purulen mempunyai silia yang dapat menempel pada sel epitel urethra dan mukosa vagina. Pada hari ketiga bakteri tersebut sudah mencapai jaringan ikat di bawah epitel dan terjadi reaksi radang. (2) Klamidia trakomatis Sering menyebabkan penyakit mata trakoma dan penyakit menular seksual. (3) Grandnerella Menimbulkan peradangan pada vagina, menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi senyawa amin, berbau amis, berwarna keabu-abuan. Biasanya gejala fluor albus yang berlebihan, berbau dan disertai rasa tidak nyaman di bagian bawah perut. c) Parasit Jenis Trikomonas vaginalis adalah parasit yang paling sering menyebabkan keputihan. Penularan yang paling sering adalah lewat koitus, biasanya parasit ini kalau pada pria terdapat di uretra dan prostat. Gejala yang ditimbulkan adalah Fluor albus encer sampai kental, kekuningan dan agak berbau disertai rasa gatal dan panas. d) Virus Jenis virusnya adalah Human papiloma virus (HPV) dan Herpes simpleks, ditandai dengan kondiloma akuminata, cairan berbau, tetapi tidak disertai rasa gatal. Gejala pada keputihan tergantung pada jenis kuman yang menyerang. Keputihan yang disebabkan oleh jamur kandida, sekret yang dikeluarkan seperti susu dan mengakibatkan gatal pada vagina. Kondisi ini biasa terjadi pada kehamilan, penderita diabetes dan akseptor pil KB. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi trikomonas atau ada benda asing di vagina, sekret



yang dikeluarkan berwarna putih kehijauan dan kekuningan dan berbau tidak sedap. Jika infeksi sudah sampai pada organ dalam rongga panggul biasanya gejala keputihan disertai rasa nyeri perut di bagian bawah dan atau nyeri panggul bagian belakang. Sedangkan infeksi yang disebabkan Gonorrhoe, sekret sedikit atau banyak berupa nanah dan rasa sakit dan panas pada saat kencing atau berhubungan seksual. Keputihan yang disebabkan erosi pada mulut rahim, sekret berwarna kecokelatan (darah) dan terjadi pada saat senggama. Pada kejadian kanker serviks, sekret bercampur darah dan berbau khas akibat sel-sel yang mati (Kusmiran, 2012). Dalam penelitian Darma, Yusran, & Fachlevy (2017) menyatakan bahwa pengetahuan, tingkat stres, dan pola makan berhubungan dngan kejadian infeksi flour albus. Tingkat pengetahuan berhubungan dengan kepedulian terhadap infeksi flour albus sehingga merasa tidak perlu memeriksakannya. Tingkat stres baik fisik maupun psikologi yang dialami remaja seperti tuntutan akademis dapat mempengaruhi kerja hormonhormon dalam tubuh termasuk memicu peningkatan hormon estrogen. Sedangkan pola makan berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi oleh remaja salah satunya konsumsi makanan dengan jumlah gula berlebih yang dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal vagina yaitu lactobacillus yang mampu meragikan gula menjadi asam laktat yang berguna dalam menghambat pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi vagina. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Yanti (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan mengeringkan kemaluan dengan tissue, penggunaan celana dalam ketat, sanitasi WC, kebiasaan mengganti pembalut, dan kebiasaan membasuh alat kelamin dari belakang terhadap kejadian flour albus. Kebiasaan mengeringkan kemaluan dengan tissue berhubungan dengan terjadinya flour albus disebabkan oleh adanya kandungan dioksin didalam tissue yang tergolong senyawa karsinogenik yang memiliki dampak jangka panjang berupa terjadinya kanker. Penggunaan celana dalam yang ketat dapat membuat suasana disekitar



kemaluam menjadi lembab dan panas dimana area yang lembab merupakan tempat bersemayamnya jamur dan bakteri. Sanitasi WC yang kurang baik dapat menyebabkan berpindahkan kuman dan bakteri dari kloset ke area kemaluan terutama pda WC atau toilet yang tidak bersih sehingga meningkatkan risiko infeksi flour albus. Kebiasaan membasuh kemaluan yang salah yaitu dari arah anus ke vagina dapat menyebabkan masuknya bakteri ke alat reproduksi yang dapat menimbulkan rasa gatal dan tidak nyaman. 4.



Manifestasi Klinis



a. Keputihan normal (fisiologis) Sebenarnya tidak berwarna putih dan tidak cocok disebut keputihan, banyak dipengaruhi oleh sistem hormonal, sehingga banyak sedikitnya sekret/cairan vagina sangat bergantung pada siklus bulanan dan stress yang juga dapat mempengaruhi siklus bulanan itu sendiri. 1) Cairan sekresi berwarna bening, tidak lengket dan encer. 2) Tidak mengeluarkan bau yang menyengat. 3) Gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid dan tanda masa subur pada wanita tertentu. 4) Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri. 5) Gadis muda kadang-kadang juga mengalami keputihan sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya. 6) Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar. 7) Pada wanita hamil keputihan lebih sering timbul, karena pada saat



wanita hamil, maka kekebalan tubuhnya akan menurun. 8) Pada waktu menopause dimana keseimbangan hormonalnya terganggu. 9) Pada orang tua dimana kekebalan tubuhnya sudah menurun dapat pula timbul keputihan b. Keputihan abnormal (patologis) 1) Keluarnya cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih kehijauan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, lengket dan kadang-kadang berbusa. 2) Cairan ini mengeluarkan bau yang menyengat. 3) Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya serta dapat mengakibatkan iritasi pada vagina. 4) Merupakan salah satu ciri-ciri penyakit infeksi vagina yang berbahaya seperti HIV, Herpes, Candyloma (Sari, 2012) 5.



Patofisiologi Keputihan merupakan suatu gejala dari suatu penyakit dimana



organ reproduksi wanita mengeluarkan sekresi yang berlebihan dan bukan merupakan darah alat reproduksi wanita mengalami berbagai perkembangan mulai dari bayi hingga monpose. Keputihan merupakan suatu keadaan fisiologis namun dapat berubah menjadi patologis bila vagina terinfeksi oleh kuman penyakit seperti parasit, bakteri, jamur dan



virus



yang



menyebabkan



keseimbangan



flora



normal vagina



terganggu. Apabila keseimbangan tersebut terganggu maka bakteri doderlein atau lactobacillus yang menjadikan ph vagina asam dengan memakai glikogen vagina



yang



dihasilkan



oleh



esterogen



pada



dinding



untuk pertumbuhannya tidak dapat terjadi bila ph vagina dalam



keadaan basa. Keadaan ph yang basa akan menyebabkan bakteri patogen mudah berkembang biak dan menjadi subur dalam vagina (sibagariang, 2012) 6.



Komplikasi Daerah yang mulai dari muara kandung kemih, bibir kemaluan sampai



uterus dan saluran indung telur sehingga menimbulkan penyakit radang panggul dan dapat menyebabkan infertilitas (Bahari, 2012). Akibat yang sering ditimbulkan karena keputihan adalah infeksi. Menurut Aulia (2012), macam-macam infeksi pada alat genital antara lain : 1. Vulvitis sebagian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi local. Penyebab secara umum jamur vaginitis. 2. Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai bakteri parasit atau jamur. Infeksi ini sebagian besar terjadi karena hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai adalah vaginitis karena jamur. 3. Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi servik sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seksual. Keluhan yang dirasakan akibat keputihan, mungkin terjadi kontak berdarah (saat berhubungan seksual terjadi perdarahan). 4. Penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Discase) merupakan infeksi alat genetal bagian atas wanita, terjadi akibat hubungan seksual. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya menimbulkan berbagai penyulit yang berakhir dengan terjadinya perlekatan sehingga dapat menyebabkan kemandulan. Tanda-tandanya yaitu nyeri menusuk-nusuk, mengeluarkan keputihan bercampur darah, suhu tubuh meningkat dan nadi meningkat, pernafasan bertambah, dan tekanan darah dalam batas normal. 7.



Pencegahan



Menurut Rifqiyah & Izah (2017) pencegahan flour albus dapat dilakukan dengan upaya dini yaitu dengan cara: a. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. Rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal dapat menjadi tempat sembunyi kuman. b. Biasakan untuk membasuh vagina dengan cara yang benar, yaitu dengan gerakan dari depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandiselalu menjaga vagina dalam keadaan kering.



c. Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan karena pemakaian celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap keringat. Usahakan menggunakan celana dalam yang terbuat dari bahan katun yang menyerap keringat. Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan kelembaban daerah vagina. d. Jika keputihan masih dalam taraf ringan, coba gunakan sabun atau larutan antiseptik khusus pembilas vagina, tapi jangan gunakan berlebihan karena hanya akan mematikan flora normal vagina dan keasaman vagina juga terganggu. Jika perlu, konsultasikan dulu ke dokter. e. Hindari terlalu sering memakai bedak talk disekitar vagina, tisu harum, atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi. f. Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan juga bisa muncul lewat air yang tidak bersih. Jadi bersihkan bak mandi, ember, ciduk, water torn, dan bibir kloset dengan antiseptik untuk menghindari menjamurnya kuman g. Setia kepada pasangan merupakan langkah awal untuk menghindari keputihan yang disebabkan oleh infeksi yang menular melalui hubungan seks. 8.



Penatalaksanaan Pengobatan keputihan tergantung pada penyebabnya. Oleh karena



keputihan dapat menular melalui hubungan seksual, maka pengobatan tidak hanya dilakukan pasien akan tetapi pasangan (Sari, 2012). Adapun pengobatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Terapi farmakologi Terapi yang dianjurkan untuk keputihan yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis yaitu, metronidazol 2 gram secara oral dosis tunggal atau tinidazol 2 gram peroral dosis tunggal. Adapun alternatif regimen dapat diberikan oral 2 x 500 mg metronidazol selama tujuh hari, atau tinidazol 2 x 500 mg selama lima hari. Pasien juga disarankan untuk menjauhkan diri dari hubungan seks hingga sembuh (pengobatan telah selesai dan pasien/pasangan tanpa gejala seksual)



(Monalisa; Bubakar, 2012). Metronidazol dan clindamycin diberikan secara oral atau pada vagina efektif dalam pengobatan Bacterial Vaginitis. Wanita dengan gejala vulva dari kandidiasis vulvovaginal dapat menggunakan obat antifungi topikal (selain oral atau pengobatan vagina) hingga gejala hilang. Tidak diperlukan untuk skrining rutin atau pengobatan mitra seksual dalam manajemen kandidiasis (BASHH, 2012). 2. Terapi Non- Farmakologi Pencegahan keputihan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan organ kewanitaan dengan cara membiasakan menyiram toilet sebelum menggunakannya untuk meminimalkan kontaminasi mikroorganisme,



menggunakan



air



yang



mengalir



untuk



membersihkan organ kewanitaan, Membersihkan vagina dengan membersihkan bagian depan terlebih dahulu setelah itu bagian belakang,



tidak



menyemprotkan



sabun



kedalam



vagina,



menggunakan celana dalam berbahan katun tidak berbahan jeans tanpa memakai celana dalam, mengganti pakaian dalam setiap hari, menghindari pemakaian pembalut (panty liner) dapat menyebabkan jumlah lendir yang dihasilkan lebih banyak, hanya memakai panty liner ketika lendir keluar berlebihan, dan ketika menstruasi sebaiknya mengganti pembalut setiap 3-4 jam sekali (Sari, 2012).



C. Konsep Dasar Manajeman Asuhan Kebidanan Pada Remaja Dengan Flour Albus I.



PENGKAJIAN Tanggal Pengkajian : Waktu



:



Tempat



:



Oleh



:



A. DATA SUBJEKTIF 1. Identitas Nama



:



Umur



: Berdasarkan data Survei Kesehatanb Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2010 menunjukan bahwa wanita yang rentan mengalami keputihan yaitu wanita yang berusia 15-24 tahun.



Agama



:



Pendidikan



:



Pekerjaan



:



Alamat



:



2. Alasan datang/keluhan utama a. Alasan datang b. Keluhan utama Flour albus normal umumnya terjadi pengeluaran cairan dari kemaluan warna bening tidak lengket dan tidak berbau serta tidak disertai rasa gatal merupakan kondisi yang normal sebelum atau sesudah haid dan pada masa subur wanita (Sari, 2012).



Flour albus abnormal ditandai dengan pengeluaran cairan berwarna putih pekat, putih kekuningan, putih kehijauan atau putih kelabu dari kemaluan. Cairan berbentuk encer, kental, lengket dan kadang berbusa serta mengeluarkan bau yang menyengat (Sari, 2012)



3. Riwayat kesehatan klien Untuk mengetahui apakah mempunyai penyakit jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi, dan epilepsy serta penyakit sistematik lain seperti penyakit kelamin diantaranya bacterial vaginosis, trikomonas, dan candidiasis (purwantyastuti, 2017).



4. Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui riwayat penyakit yang diderita oleh keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan klien. 5. Riwayat menstruasi Banyak menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi menstruasi,



lama



menstruasi,



banyaknya



darah



yang



keluar, gangguan sewaktu menstruasi (Essawibawa, 2011). Menarche



:



Siklus



: 28 + 7 hari



Lamanya



: 3-8 hari (Mochtar, 2011)



6. Pola fungsional kesehatan Pola Nutrisi



Keterangan Kebutuhan cairan paling sedikit 8 gelas berukuran 250 ml/hari. Cairan ekstra juga membantu melembutkan kulit, mengurangi kemungkinan konstipasi, mengeluarkan racun dan produksi sisa dari tubuh dan mengurangi resiko ISK (Murkoff, 2016).



Eliminasi



Pada kasus keputihan yag disebabkan infeksi Trikomoniasis terkadang merasa panas saat BAK (Abidin, 2010).



Istirahat Untuk mengetahui berapa lama tidur siang dan berapa lama tidur malem (Essawibawa, 2011). Aktivitas



Untuk mengetahui aktivitas sehari-hari (Ety, 2011)



Personal



Untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi mandi,



Hygiene



gosok gigi, ganti baju atau pakaian dalam, keramas dan cara membersihkan alat genetalianya (Essawibawa, 2011). Terdapat hubungan antara perilaku menjaga kebersihan genetalia dengan kejadian flour albus (D. A. M. Yanti, Sulistianingsih, & Karani, 2016)



Kebiasaan Kebiasaaan



menggunakan



pentyliner



setiap



hari



tidak



dianjurkan, selain itu kebiasaan malas dalam mengganti pembalut saat menstruasi dapat meningkatkan kejadin flour albus pada remaja (Sari,



Dwi, & Wulandari, 2016).



7. Riwayat psikososiokultural spiritual Digunakan gangguan



untuk



mengetahui



reproduksi



dengan



perasaan



menghadapi



keputihan sekarang



ini



(Nursalam, 2016). Kondisi tubuh yang stres dapat berpengaruh terhadap produksi hormon-hormon dalam tubuh salah satunya pada peningkatan estrogen yang dapat mempengaruhi terjadinya flour albus (Darma et al., 2017).



B. DATA OBJEKTIF 1. Pemeriksaan umun Kesadaran



: compos mentis



Tanda-tanda vital Tekanan darah



: 120/80 mmHg



Nadi



: 60-90x/menit



Pernapasan



: 12-20x/menit



Suhu



: 36,5-37,5oC



Antropometri Berat badan



:



Tinggi badan



:



2. Pemeriksaan fisik Kepala



: warna rambut hitam, tebal, bersih, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan



Wajah



: simetris, tidak pucat



Mata



: simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada gangguan pengelihatan



Telinga



:



simetris,



bersih,



tidak



ada



gangguan



pendengaran Hidung



: bersih, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada polip dan sinus



Mulut



: simetris, mukosa mulut lembab, lidah merah muda dan tremor, gigi bersih tidak ada lubang,



Leher



: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe



Dada



: tidak ada retraksi dinding dada, bunyi jantung teratur, tidak ada suara napas tambahan seperti ronki atau mengi



Payudara



: payudara simetris, tidak teraba massa dan benjolan



pada



payudara,



puting



susu



menonjol, tidak ada pengeluaran cairan. Abdomen



: tidak kembung, tidak ada nyeri tekan



Genetalia



:



vulva



tampak



kemerahan,



terdapat



pengeluaran flour albus warna ....., bau..... Ekstermitas : Atas



: simetris, tidak oedem, refleks trisep dan bisep positif, CRT < 2 dtk



Bawah



: simetris, tidak oedem, refleks patella positif, CRT < 2 dtk



3. Pemeriksaan laboratorium



II.



INTERPRETASI DATA Diagnosis



: Remaja ... Usia… dengan flour albus



Masalah



: keluhan yang dialami oleh klien yang berhubungan dengan penyakitnya



III.



IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL Diagnosis potensial : Akibat yang sering ditimbulkan karena keputihan adalah infeksi seperti vulvitis dan vaginitia (Aulia, 2012) Masalah potensial



IV.



IDENTIFIKASI TINDAKAN Kebutuhan segera



V.



:



: Tidak ada



RENCANA MENYELURUH ASUHAN KEBIDANAN 1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada klien R : Dengan memberitahukan hasil pemeriksaan pada klien maka klien dapat mengetahui keadaan dan kondisinya sehingga klien lebih tenang. 2. KIE pada klien mengenai Keputihan R: Mengungkapkan bahwa pemahaman yang baik mengenai pengertian, manfaat dan dampak dari perilaku personal hygiene genitalia dapat mencegah keputihan (Sandriana, dkk 2014). 3. Memberi KIE cara mencegah keputihan



R : Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan



yaitu:



menjaga



kebersihan



organ



kewanitaan,



menghindari penggunaan sabun pembersih kewanitaan, hindari penggunaan celana yang ketat, biasakan mengganti pembalut 4-6 jam sekali saat menstruasi (Wulaningtyas & Widyawati, 2018). 4. Memberikan KIE mengenai personal hygiene R : Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani, yang berarti Personal yang artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik maupun psikis. (Yuni Erlina N, 2016). Pengetahuan tentang Perilaku personal hygiene ini juga dapat mengurangi



risiko



kejadian keputihan 5. Memberi KIE mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri terutama area genetalia, menghindari penggunaan cairan pembersih vagina dan tidak menggunakan celana dalam ketat. R : Keputihan patologis dapat juga disebabkan karena kurangnya perawatan remaja putri terhadap alat genetalia seperti mencuci vagina dengan air yang tergenang di ember, menggunakan pembilas secara berlebihan, memakai celana dengan bahan yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, dan tak sering mengganti pembalut saat menstruasi (Aulia, 2012). 6. Memberi KIE mengenai gizi seimbang yang bermanfaat dalam tumbuh kembang remaja R : kurangna menjaga pola makan seperti seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman mengandung gula yang tinggi dapat menyebabkan bakteri lactobacillus tidak dapat meragikan semua gula kedalam asam laktat dan tidak dapat menahan pertumbuhan penyakit, maka jumlah gula menjadi meningkat dan jamur atau



bakteri



perusak



akan



bertambah



banyak,



seingga



dapat



memungkikan terjadinya infeksi flour albus (Shadine, M. 2009). 7.



KIE tentang psikologis bahwa klien dianjurkan untuk tidak stress R : Kondisi tubuh yang kelelahan dan stress baik fisik maupun psikologi (seperti tuntutan akademisi yang dinilai terlau berat, hasil ujian yang buruk dan tugas yang menumpuk) dapat mempengaruhi kerja hormon-hormon yang ada dalam tubuh perempuan termasuk memicu peningkatan hormon esterogen. Pengaruh hormon ini menybabkan terjadina keputihan wanita



8. Menganjurkan klien untuk kembali kontrol apabila keputihan berubah menjadi bewarna kuning kehijauan dan berbau serta terasa gatal pada area kemaluan R : Pemeriksaan dan terapi pada dokter spesialis akan mendapatkan pelayanan yang tepat dan kooperensif jika keptihan berubah menjadi abnormal



VI.



IMPLEMENTASI Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.



VII.



EVALUASI Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP



BAB III TINJAUAN KASUS



A. Asuhan Kebidanan Remaja Fisiologis Tanggal Pengkajian : 22 November 2021 Waktu Pengkajian



: 09.00 WITA



Tempat Pengkajian : Poli Kandungan RSUD AWS Nama Pengkaji



: Indah Susanti



S: 1.



2.



Identitas Klien Nama



: Nn. S



Umur



: 15 tahun



Agama



: Islam



Suku



: Bugis



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Pelajar



Alamat



: Jl. DI. Panjaitan



Alasan Datang Periksa/Keluhan Utama Sering keluar keputihan disertai gatal



3. Riwayat Kesehatan Klien Nn.S mengatakan 2 bulan terakhir ini mengalami keputihan. Keputihan keluar hampir setiap hari berwarna putih seperti santan basi, tidak encer dan agak berbau tetapi beberapa waktu kadang merasa gatal pada alat genitalianya. 4. Riwayat Menstruasi Menarche



: Usia 12 Tahun



Siklus



: 28 hari



Teratur/Tidak



: Teratur



Lama Haid



: 7 Hari



Banyaknya



: 2-3x ganti pembalut



Konsistensi



: Berwarna merah segar kadang bergumpal



Dismenore



: Kadang nyeri saat menstruasi tetapi tidak sampai mengganggu aktifitas



5. Riwayat Pernikahan Kawin



: Belum menikah



6. Riwayat Ginekologi



Nn. S tidak memiliki riwayat gangguan reproduksi. 7. Riwayat Kesehatan Keluarga Di dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan keluhan Nn.S saat ini. 8. Pola Fungsional Kesehatan Keterangan Pola Saat ini



Nutrisi



Eliminasi



Makan 3 kali/hari dengan porsi makan nasi sepiring, sayur dan lauk pauk, air putih 7-8 gelas/hari. BAK : 3-4 kali/hari BAB : 1 kali/hari Tidur siang : 1-2 jam/hari/Kadang juga tidak jika ada



Istirahat



sekolah atau kegiatan diluar rumah Tidur malam: 7-8 jam/hari



Aktivitas



Nn. S menjalani sekolah setiap hari



terkecuali hari



minggu. Aktivitas fisik Nn.S jarang berolah raga



Personal



Mandi 2 kali/hari, gosok gigi 2-3kali/hari, keramas 3



Hygiene



kali/minggu Ganti celana dalam 1-2 kali/hari, terkadang Nn.S menggunakan antiseptic cair dan sabun untuk mencuci daerah kemaluan selama keputihan ini Saat keputihan, Nn.S lebih sering menggunakan Panty Liner karena lebih mudah diganti, dan tidak mengganggu aktivitas beribadah (shalat). Nn.S dalam membasuh daerah kemaluan (cebok) masih



melakukan dengan cara mengusap bolak balik dari depan ke belakang.



Kebiasaan



Nn.



S



tidak



memiliki



kebiasaan



yang



dapat



mempengaruhi kesehatan



9. Riwayat Psikososiokultural Spiritual a.



Psikologi : Mengalami keputihan membuat Nn. S cemas tentang kondisi kesehatan reproduksinya karena kondisi ini telah berjalan selama 2 bulan terakhir.



b. Sosial: Nn.S belum menikah dan masih bingung untuk bertanya c.



Kultural : Nn. S dan Orang Tua serta anggota keluarga tidak memiliki



riwayat



/



kebiasaan



adat



istiadat



yang



dapat



mempengaruhi kesehatan d. Spiritual Nn.S dan



Orang Tua, serta anggota keluarga menganut



kepercayan agama Islam. Mereka menjalankan ibadahnya sesuai dengan agamanya.



O : 1. Pemeriksaan Umum Keadaan Umum : Baik Keesadaran



: Composmentis



Tanda – Tanda Vital: Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Nadi



: 82 kali/menit



Pernafasan



: 18 kali/menit



Suhu



: 36,8oC



Antropometri Tinggi badan



: 151 cm



Berat badan



: 45 kg



LILA



: 24 cm



2. Pemeriksaan Fisik Kepala



: simetris, bersih, tidak ada lesi, warna rambut hitam, distribusi rambut merata, tidak rontok, tidak ada massa/benjolan



Wajah



: Bersih tidak pucat, tidak oedem.



Mata



: simetris, konjungtiva agak pucat, sklera putih, palpebra tidak oedema, tidak ada kelainan mata.



Hidung



: simetris, bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada polip, tidak ada peradangan



Telinga



: simetris, tidak terdapat pengeluaran sekret berlebih berlebihan, tidak ada peradangan



Mulut



: simetris, bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak terdapat caries dentis, lidah tremor, tidak ada pembengkakan pada tonsil dan uvula



Leher



: tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak ada bendungan pada vena jugularis.



Dada



: simetris, bentuk elips, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas vesikuler, tidak terdengar suara nafas tambahan, bunyi jantung normal, BJ I dan II terdengar jelas



Payudara



: Tidak dilakukan.



Abdomen



: Tidak dilakukan.



Genitalia



: Tampak keputihan menempel pada panty liner



Anus



: Tidak dilakukan



Ekstremitas



: Tidak dilakukan



3. Pemeriksaan Penunjang



Tidak dilakukan



A: Diagnosa



: Remaja S usia 15 tahun dengan Flour Albus



Masalah



: Tidak Ada



Diagnosa Potensial : Tidak Ada Masalah Potensial



: Tidak Ada



Kebutuhan



: Tidak Ada



P: Tanggal/ jam



Penatalaksanaan



Paraf



22 November Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada Nn. S ; Mahasiswa 2021



Nn. S mengerti saat dijelaskan tentang hasil



09.15 WITA



pemeriksaan dirinya.



09. 20 WITA



Memberikan KIE tentang Keputihan dan hal- Mahasiswa hal yang dapat mengurangi resiko infeksi yaitu dengan cara menjaga personal hygiene dengan cara mengganti pakaian dalam setiap basah



atau kotor, cara cebok yang benar, tidak perlu menggunakan antiseptik cair untuk membasuh daerah kemaluan; Nn.S mengerti saat diberikan KIE dan bersedia melakukannya 09.30 WITA



Memberikan KIE kepada Nn.S mengenai Mahasiswa nutrisi selama masa remaja dengan banyak mengkonsusmi sumber protein dan zat besi dan minum air putih yang banyak apabila sedang melakukan aktifitas yang berat agar stamina tetap terjaga; Nn.S mengerti saat diberikan KIE dan bersedia melakukannya.



09.35 WITA



Memberikan penjelasan pada Nn.S agar tidak Mahasiswa menggaruk apabila mengalami rasa gatal pada daerah genitalia untuk menghindari adanya luka lecet dan bisa mengakibatkan infeksi lain ; Nn.S mengerti saat diberikan KIE dan bersedia melakukannya



09.40 WITA



Memberikan KIE mengenai membangun rasa Mahasiswa percaya diri dan terbuka keadaan orang tua atau orang terdekat atau tenaga kesehatan terkait apa yang dirasakan



sebagai upaya



pencegahan terjadinya komplikasi yang lebih berat; Nn.S mengerti saat dan diberikan KIE dan bersedia menceritakan apa yang dirasakan kepada Ibu. 10.00 WITA



Melakukan Kolaborasi dengan dokter SPOG; Mahasiswa advis : Clidamicyn 300mg 2x1 selama 5 hari



BAB IV PEMBAHASAN



Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan kesenjangan yang ada dengan cara membandingkan teori yang ada dengan praktek yang dilakukan dilahan. Dalam menjelaskan kesenjangan tersebut penulis menggunakan langkah – langkah dalam manajemen kebidanan yaitu pengkajian , interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembahasan ini dimaksudkan agar diambil suatu kesimpulan dan pemecahan masalah dari kesenjangan yang ada, sehingga dapat digunakan sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan kebidanan yang tepat, efektif dan efisien khususnya pada asuhan kebidanan gangguan reproduksi pada Remaja S usia 15 tahun dengan Flour Albus. 1. Pengkajian Menurut Ambarwati dan Wulandari (2010), pengkajian adalah langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Pengkajian meliputi data subyektif dan obyektif. Pengkajian pada kasus dilakukan pada tanggal 22 November 2021 didapatkan Data Subyektif adalah data yang mencakup identitas pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Data identitas pasien Nama Nn. S , Usia 15 tahun. Keluhan utama adalah mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (Sulistyawati, 2013). Pada kasus Flour Albus keluhan utama merasa tidak nyaman, gatal, berbau dan bahkan terkadang terasa perih (Shadine, 2012).



Pada kasus keluhan utama yaitu Nn. S mengatakan mengalami keputihan sejak 2 bulan terakhir sering keluar keputihan kental seperti santan basi, tidak encer, dan agak berbau, tetapi terkadang menimbulkan rasa gatal, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan. Menjaga kesehatan organ reproduksi berawal dari menjaga kebersihan diri, termasuk kebersihan vagina yang bertujuan agar vagin tetap bersih, normal, sehat dan terhindar dari kemungkinan muncul adanya penyakit termasuk keputihan. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk perawatan pribadi terhadap vagina adalah: a. membersihkan vagina dengan cara membasuh bagian antara bibir vagina secara hati – hati dan perlahan, cara membasuh vagina yang benar dari arah depan ke belakang, hindari penggunaan pengharum dan sabun antiseptic secara terus menerus, karena dapat merusak keseimbangan fl ora normal dalam vagina, gantilah celana dalam 2 sampai 3 kali sehari dan menggunakan celana dalam yang bersih serta terbuat dari bahan katun. b. Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina, jangan menggunakan handuk milik orang lain yang digunakan untuk mengeringkan vagina, cukurlah rambut vagina setidaknya 7 hari sekali dan maksimal 40 hari sekali untuk mengurangi kelembapan di dalam vagina, pada saat haid gunakan pembalut yang nyaman, dan berbahan lembut, apabila menggunakan closet umum siramlah



terlebih



dahulu



tempat



dudukan



closet



dan



keringkan



menggunakan tisu toilet (Wulandari, 2011). Menurut Mumpuni dan Andang, 2013 untuk pola eliminasi, keputihan menyebabkan peradangan pada saluran kencing sehingga menimbulkan rasa nyeri dan pedih saat BAK. Pada Nn. S sebelum mengalami keputihan BAK 5 – 6 kali sehari warna kuning jernih dan BAB 1 kali sehari konsistensi lunak, serta tidak ada keluhan apapun sebelum dan saat ini, sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan. Menurut Shadine, 2012 pola personal hygiene biasanya sering dikaitkan dengan perilaku tidak higenis atau infeksi jamur. Pada Nn. S mandi 2x sehari, gosok gigi 3x sehari, ganti baju 2x sehari dan keramas 3x seminggu untuk



sebelum mengalami keputihan ganti celana dalam 2x sehari serta membersihkan genetalianya setiap habis BAB dan BAK ceboknya hanya dengan air tanpa sabun pencuci vagina, tetapi cara ceboknya masih belum benar dari arah depan kebelakang dan saat ini setelah BAK cebok hanya dengan air saja dan selama mengalami keputihan menggunakan pantyliner dan menggantinya 4 jam sekali, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan. Pemeriksaan Inspekulo dilakukan untuk mengetahui keadaan serviks (cairan atau darah, luka atau perdagangan, tanda – tanda keganasan), serta untuk mengetahui keadaan dinding vagina terdapat cairan, darah atau luka (Muslihatun dkk, 2012). Pada kasus Flour Albus ditemukan keluar cairan yang berlebihan dari vagina (Shadine, 2012). Pada kasus Nn. S tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo. Sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan. Mengingat status Nn. S belum menikah. Pemeriksaan penunjang yaitu untuk melengkapi



data yang telah



dikumpulkan dan keperluan menegakkan diagnosis pasien. Pada kasus Flour Albus pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain pemeriksaan melalui sekret atau cairan pervaginam (Charifa Zemouri, 2016). Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat kandungan mikroorganisme pada sekret keputihan yang bisa jadi merupakan tanda-tanda infeksi. Pada kasus Nn. K tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium. Sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilahan. 2. Interpretasi Data Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis, masalah dan kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas data – data yang telah dikumpulkan (Sulistyawati, 2013). Diagnosa Kebidanan pada kasus didapatkan Remaja S Usia 20 tahun dengan Flour Albus. 3. Diagnosa Potensial Sebagian penderita keputihan mengeluh rasa gatal pada kemaluan dan lipatan paha, rasa panas di bibir vagina, serta nyeri ketika buang air kecil dan berhubungan seksual. Rasa gatal tersebut bisa terjadi terus-menerus atau hanya sesekali, misalnya pada malam hari. Hal ini diperparah oleh kondisi lembab,



karena banyaknya cairan yang keluar di sekitar paha, sehingga kulit di bagian itu mudah lecet. Lecet-lecet tersebut semakin parah karena garukan yang dilakukan ketika merasa gatal (Hamid,2012). Pada diagnosa potensial yang mungkin terjadi dari Flour Albus yaitu menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat buang air kecil (Shadine, 2012). Pada kasus Nn. S dengan Flour Albus tidak terdapat tanda-tanda yang mengarah adanya gejala infeksi, dimana terdapat seperti bengkak pada vagina, nyeri dan terdapat jaringan luka, sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yang ada dilahan. 4. Identifikasi Kebutuhan Segera Jika pada teori apabila didapatkan adanya tanda dan gejala yang mengarah ke infeksi sedang dan berat maka diperlukan antisipasi tindakan segera. Dalam hal ini menurut penulis, dari hasil pengkajian pada Remaja S belum dibutuhkan tindakan segera. 5. Perencanaan Menurut Sibagariang, dkk (tahun 2010) maka perencanaan untuk pasien dengan Flour Albus sesuai dengan kasus yang didapat. Semua tindakan pada teori bisa diaplikasikan untuk kasus ini. 6. Implementasi Semua Implementasi pada teori dapat diterapkan pada kasus ini sehingga tidak didapatkan kesenjangan teori dan praktek. 7. Evaluasi Penanganan yang diberikan kepada klien maka dari hasil evaluasi tidak ditemukan kesenjangan antar teori dan praktek dilapangan.



BAB V PENUTUP A.



Kesimpulan 1. Pada kasus Nn.S didapatkan data subjektif bahwa sering mengalami keputihan selama 2 bulan terakhir. Keputihan berwarna putih seperti santan basi, tidak encer, agak berbau dan kadang menimbulkan rasa gatal. 2. Interpretasi Diagnosa Kebidanan pada kasus yang didapatkan adalah Remaja S Usia 20 Tahun dengan Flour Albus 3. Tidak ada diagnosa potensial dari kasus ini



4. Tidak ada kebutuhan segera yang harus dilakukan pada pasien ini 5. Perencanaan dari kasus ini sesuai dengan teori yang ada 6. Pada pelaksanaan semua perencanaan sesuai dapat di implementasikan pada kasus ini 7. Evaluasi dari hasil KIE yang diberikan pada pasien didapatkan bahwa pasien mengerti akan setiap penjelasan yang diberikan dan memiliki komitmen untuk dapat melakukan sesuai yang dianjurkan. B.



Saran 1. Bagi Pasien Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan banyak membaca dan mempraktekkan pola hidup yang sehat. Jangan pernah meremehkan suatu penyakit karena bisa menyebabkan sesuatu yang fatal. 2. Bagi Bidan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan mengembangkan asuhan kebidanan pada kasus gangguan reproduksi dengan Flour Albus. 3. Bagi Institusi Puskesmas Diharapkan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan standar asuhan kebidanan pada kasus gangguan reproduksi dengan Flour Albus di Puskesmas Remaja 4. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan



dapat



menambah



referensi



bacaan



untuk



institusi



pendidikan, terutama asuhan kebidanan dalam penanganan Flour Albus.



DAFTAR PUSTAKA



Andira, D, 2010. Seluk Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. Penerbit A+ Plus Book. Jokjakarta: 164 hlm Aulia.



2012.



Serangan



Penyakit-Penyakit



Khas



Wanita



Paling



Terjadi.Yogyakarta : Buku Biru. Bahari, H. 2012. Cara Mudah Atasi Keputihan. Yogyakarta : Buku Biru.



Sering



BASSH. (2012). Management of Vaginal Discharge in Non-Genitourinary Medicine Settings. England: clinical Effectiveness Unit. Darma, muhammad, Yusran, S., & Fachlevy, A. (2017). Hubungan Pengetahuan, Vulva Hygiene, Stres dan Pola Makan Dengan Kejadian Infeksi Flour Albus. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6), 1–9. Diananda, A. (2019). Psikologi Remaja Dan Permasalahannya. Journal ISTIGHNA, 1(1), 116–133. https://doi.org/10.33853/istighna.v1i1.20 Febryary, D. R. (2016). Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Remaja Putri Dalam Penanganan Keputihan Di Desa Cilayung. Jurnal Sistem Kesehatan, 2(1), 40–46. https://doi.org/10.24198/jsk.v2i1.10418 Kemenkes RI. (2014). PP No. 61 Th 2014 ttg Kesehatan Reproduksi.pdf. Peraturan Pemerintah. Kementrian Kesehatan Indonesia.2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia. Kursani, E. (2015). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Flour Albus (Keputihan) Pada Remaja Putri di SMA PGRI Pekanbaru Tahun 2013. 2(1), 30–36.



Kusmiran, E. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta Selatan: Salemba Medika. Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan. Jakarta: EGC. Nurlaila, Z M. Hubungan pengetahuan dan personal hygiene dengan kejadian keputihan (. 2015;XI(1) Rifqiyah, N., & Izah, N. (2017). Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Flour Albus Fisiologi Dan Flour Albus Patologi Di Smk Negeri 2 Adiwerna Kabupaten Tegal. 1–5.



Rozanah, 2003. Keputihan. From http://www.republika.co.id diperoleh tanggal 28 november 2014 Sari, M., Dwi, D., & Wulandari, R. (2016). Analisa Faktor Gaya Hidup Dengan Kejadian Flour Albus Pada Remaja Putri Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamaju Bandar Lampung Tahun 2016. Jurnal Kebidanan, 2(3), 1–6. Sari, Rita P. “Hubungan Pengetahuan Dan Prilaku Remaja Putri Dengan Kejadian Keputihan Di Kelas XII SMA Negeri I Seunuddon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012”. Jurnal kesehatan masyarakat. STIKes U’Budiyah Banda Aceh, 2012. Shadine, M. 2009. Penyakit Wanita Pencegahan, Deteksi Dini dan Pengobatanya. Keen Books. Jakarta. Sibagariang dkk. (2012). Kesehatan Reproduksi wanita Jakarta: Trans Info Media Ulfa, Y. (2013). Hubungan Perilaku Menjaga Genetalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan Pada Siswi Kelas XI SMA N 1 Kecamatan Pangkalan Koto Baru Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat STIKes Prima Nusantara Bukit Tinggi. Vol.3 No.2. Wulandari, A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 5, No. 1 Juli 2016: 43–51 Yanti, D. (2017). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Flour Albus Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro. Jurnal Dunia Kesmas, 6, 62–68. Yanti, D. A. M., Sulistianingsih, A., & Karani, E. (2016). Upaya Meningkatkan Kebersihan Genitalia Remaja Putri untuk Mencegah Kejadian Flour Albus di Sma Dalam Muhammadiyah Kalirejo. GASTER Jurnal Ilmu Kesehatan, XIV(2), 17–25. Yulfitria, F. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Effects Of Health Education In Improving Knowledge Of Pathological Flour



Albus Prevention. 3(02), 82–92. Yuni Erlina N. Buku Saku Personal Hygiene. 2nd ed. Yogyakarta: Nuha Medika; 2016.