11 0 260 KB
LAPORAN PENDAHULUAN IMBALANCE ELEKTROLIT
LEGIANTI PO7120421019
PRECEPTOR RUANGAN
PRECEPTOR INSTITUSI
POLTEKKES KEMENKES PALU JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS 2021
A. KONSEP TEORI 1. DEFENISI Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Abdul 2008). Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan (Tarwoto dan Wartonah, 2004). Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output. Dimana pemakaian cairan pada orang dewasa antara 1.500ml-3.500ml/hari, biasanya pengaturan cairan tubuh dilakukan dengan mekanisme haus. 2. ETIOLOGI Secara umum, faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain: a. Umur Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Kebutuhan cairan pada bayi dan anak perharinya yaitu: 1)
Untuk berat badan sampai 10 kg, kebutuhan cairan perhari 100ml/kgBB.
2)
Berat badan 11-20 kg, kebutuhan cairan per hari 1000ml + 50ml/kgBB
3)
Beratbadan >20kg, kebutuhan cairan per hari 1500ml + 20ml/kgBB
4)
Kebutuhan
cairan
pada
orang
dewasa
menggunakan
rumus
30-
50ml/kgBB/hari b. Iklim Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udara rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit. c. Diet Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya
sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema. d. Stress Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan rentensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah. e. Kondisi sakit Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh misalnya : 1)
Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
2)
Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
3)
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake
cairan
karena
kehilangan
kemampuan
untuk
memenuhinya secara mandiri. Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi dehidrasi intraseluler, Sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus gastrointestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu : a.
Urine Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml/24 jam, atau sekitar 30-50 ml/jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
b.
IWL (Invisible Water Loss) IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL/hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c.
Keringat Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.
d.
Feces Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL/hari, yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
3. MANIFESTASI KLINIK
a. Hipovolemia 1)
Pusing, kelemahan, keletihan
2)
Sinkope
3)
Anoreksia, mual, muntah, haus
4)
Kekacauan mental
5)
Konstipasi dan oliguria.
6)
Peningkatan nadi, suhu.
7)
Turgor kulit menurun.
8)
Lidah kering, mukosa mulut kering.
9)
Mata cekung.
b. Hipervolemia 1)
Sesak nafas
2)
Ortopnea.
3)
Oedema.
4. PATOFISIOLOGI Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler,
lalu
diikuti
dengan
perpindahan
cairan
interseluler
menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraseluler. Secara umum, defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupancairan , perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan. Terjadi apabila tubuh menyimpan cairan elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam proporsi seimbang. Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh peningkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses regulasi keseimbangan cairan.
5. PATHWAY KEPERAWATAN
Infeksi Berkembang diusus Hipersekresi air & elektrolit Ususu halus
Makanan
Psikologis
Toksik tidak dapat diserap
ansietas
Hiperperistaltik
Malabsorbsi KH lemak & protein
Penyerapan makanan di usus
Metabolik osmotic meningkat Pergeseran air & elektrolit
Imbalance Elektrolit
Distensi abdomen
Frekuensi BAB meningkat Hilang cairan & elektrolit berlebihan Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit
Kerusakan integritas kulit
Mual muntah
Asidosisi metabolik
Nafsu makan menurun
Sesak Pola Napas Tidak Efektif
Dehidrasi
Risiko Defisit Nutrisi
Hipovolemia Hipertermia
Perasaan gelisah & susah tidur
Gangguan Pola Tidur
6. PENATALAKSANAAN
a. Pemberian cairan dan elektrolit per oral 1) Penambahan intake cairan dapat diberikan peroral pada pasien-pasien tertentu, misalnya pasien dengan dehidrasi ringan atau DHF stadium I. 2) Penambahan inteke cairan biasanya di atas 3000cc/hari. 3) Pemberian elektrolit peroral biasanya melalui makanan dan minuman. b. Pemberian therapy intravena 1)
Pemberian terapy intravena merupakan metode yang efektif untuk memenuhi cairan extrasel secara langsung.
2)
Tujuan terapy intravena : Memenuhi
kebutuhan
cairan
pada
pasien
yang
tidak
mampu
mengkonsumsi cairan peroral secara adekuat. Memberikan masukan-masukan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit. 3)
Jenis cairan intravena yang biasa digunakan : Larutan nutrient, berisi beberapa jenis karbohidrat dan air, misalnya dextrosa dan glukosa. Yang digunakan yaitu 5% dextrosa in water (DSW), amigen, dan aminovel. Larutan elektrolit, antara lain larutan salin baik isotonik, hypotonik, maupun hypertonik yang banyak digunakan yaitu normal saline (isotonik) : NaCL 0,9%. Cairan asam basa, contohnya sodium laktate dan sodium bicarbonat. Blood volume expanders, berfungsi untuk meningkatkan volume pembuluh darah atau plasma. Cara kerjanya adalah meningkatkan tekanan osmotik darah.
c. Menghitung balance cairan. 1)
Input Input merupakan jumlah cairan yang berasal dari minuman, makanan, ataupun cairan yang masuk ke dalam tubuh klien, baik secara oral maupun parenteral. Cairan yang termasuk input yaitu: Minuman dan makanan
Terapi infus Terapi injeksi Air Metabolisme (5cc/kgBB/hari) NGT masuk 2)
Output Output merupakan jumlah cairan yang dikeluarkan selama 24 jam. Cairan tersebut berupa: Muntah Feses, satu kali BAB kira-kira 100cc. Insensible Water Loss (IWL), menggunakan rumus15cc/kgBB/hari Cairan NGT terbuka Urin Drainage dan perdarahan
d.
Hipovolemia 1)
Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam basa dan elektrolit.
e.
2)
Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
3)
Rehidrasi oral pada diare pediatrik.
Hipervolemia, tindakan: 1)
Pembatasan natrium dan air.
2)
Diuretik.
3)
Dialisis atau hemofiltrasi arteriovena kontinue: pada gagal ginjal atau kelebihan beban cairan yang mengancam hidup.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium a.
Elektrolit serum Pemeriksaan kadar elektrolit serum sering dilakukan untuk mengkaji adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemeriksaan yang paling sering adalah natrium, kalium, klorida, dan ion bikarbonat. Penghitungan kebutuhan cairan dengan menggunakan nilai Na adalah : Air yang hilang = 0,6 x BB (Na serum terukur – 142) Na serum terukur
b. Hitung darah Hematocrit (Ht) menggambarkan presentase total darah dengan sel darah merah. Karena hematocrit adalah pengukuran volume sel darah plasma, nilainya akan dipengaruhi oleh jumlah cairan plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien yang mengalami dehidrasi atau hipovolemia cenderung meningkat, sedangkan nilai Ht pada pasien yang mengalami overdehidrasi dapat menurun. Normalnya, nilai Ht pada laki-laki adalah 40%-54% dan perempuan 37%-47%. Biasanya, peningkatan kadar hemoglobin diikuti dengan peningkatan kadar hematocrit. Air yang hilang = PAT X BB [1 – (Ht normal/Ht terukur) ] Keterangan : Perbandingan air tubuh (PAT) 1) Nilai 0,2 untuk dehidrasi akut 2) Nilai 0,6 untuk dehidrasi krooni c. Osmolalitas Osmolalitas merupakan indicator konsentrasi sejumlah partikel yang terlarut dalam serum dan urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg. d. Ph urine Ph urine menunjukkan tingkat keasaman urine yang dapat digunakan untuk menggambarkan ketidakseimbangan asam-basa. Ph urine normal adalah 4,6-8 pada kondisi asidosis metabolic. e. Berat jenis urine
Berat jenis urine dapat digunakan sebagai indicator gangguan keseimabngan cairan dan elektrolit, walaupun hasilnya kurang reliable. Akan tetapi, pengukuran bj urine merupakan cara paling mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi urine. Berat jenis urine dapat meningkat saat terjadi pemekatan akibat kekurangan cairan dan menurun saat tubuh kelebihan cairan. Nilai BJ urine normal adalah 1,005-1,030 (biasanya 1,010-1,025). Selain itu, BJ urine juga meningkat saat terdapat glukosa dalam urine, juga pada pemberian dekstran, obat kontras radiografi, dan beberapa jenis obat lainnya.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Data Dasar 1) Identitas Klien Nama, alamat, usia, agama, dan pekerjaan 2) Identitas Penanggung jawab Nama, alamat, usia, agama dan pekerjaan 3) Riwayat kesehatan 4) Keluhan utama Keluhan saat masuk rumah sakit 5) Keluhan saat ini Keluhan yang dirasakan saat pengkajian 6) Riwayat penyakit sekarang Keluhan pasien mulai awal dirasakan hingga masuk rumah sakit 7) Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit yang pernah diderita klien b. Riwayat Kesehatan 1) Asupan cairan dan makanan (oral dan Parental). 2) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 3) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan elektrolit. 4) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status cairan. 5) Status perkembangan (usia atau kondisi sosial). 6) Faktor psikologis (perilaku emosional). c. Pengukuran Klinik 1) Berat Badan (BB) Peningkatan atau penurunan 1 kg BB setara dengan penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan, ada 3 macam masalah keseimbangan cairan yang berhubungan dengan berat badan :
Ringan : ± 2% Sedang: ± 5% Berat : ±10% Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama dengan menggunakan pakaian yang beratnya sama. 2) Keadaan Umum Pengukuran tanda-tanda vital seperti suhu, nada, pernapasan, dan tekanan darah serta tingkat kesadaran. 3) Asupan cairan Asupan cairan meliputi: Cairan oral
: NGT dan oral
Cairan parental
: termasuk obat-obat intravena
Makanan yang cenderung mengandung air Iritasi kateter 4) Pengukuran keluaran cairan Urin
: Volume, kejernihan/kepekatan
Feses : Jumlah dan konsistensi Muntah Tube drainage dan IWL 5) Ukuran keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar 200cc. d. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik difokuskan pada : 1) Integument
:
Keadaan
turgor
kulit,
edema,
kelelahan,
kelemahan, otot, tetani dan sensasi rasa. 2) Kardiovaskuler : Distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan bunyi jantung. 3) Mata
: cekung, air mata kering.
4) Neurology
:
Reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran. 5) Gastrointestinal : Keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernapasan) b. Hipetermia berhubungan dengan dehidrasi c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur
3. RENCANA KEPERAWATAN No 1.
Diagnosa Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernapasan)
Rencana Keperawatan Tujuan Intervensi Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen jalan napas keperawatan selama 3x24 jam diharapkan Observasi pola napas membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, 1. Pemanjangan fase ekspirasi menurun usaha napas) 2. Ortopnea menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. 3. Pernapasan cuping hidung menurun Gungling, mengi, wheezing, ronkhi kering) 4. Frekuensi napas menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) 5. Kedalaman napas menurun Terapeutik 6. Ekskursi dada menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) 2. Posisikan semi fowler atau fowler 3. Berikan minuman hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotraksal 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu 2
Hipetermia berhubungan dengan dehidrasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil : 1. Menggigil menurun 2. Konsumsi oksigen menurun 3. Pucat menurun 4. Suhu tubuh membaik 5. Suhu kulit membaik 6. Tekanan darah membaik
Manajemen Hipertermia Obesrvasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator) 2. Monitor suhu tubuh 3. Monitor kadar elektrolit 4. Monitor haluaran urine 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang dingin 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh 4. Berikan cairan oral 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih) 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin 8. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan tirah baring Kolaborasi
3
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya control tidur
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur membaik dengan kriteria hasil : 1. Keluhan sulit tidur menurun 2. Keluhan sering terjaga menurun 3. Keluhan tidak puas tidur menurun 4. Keluhan istirahat tidak cukup menurun
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu Dukungan tidur Observasi 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis) 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. Kopi, teh, alcohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur) 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi Terapeutik 1. Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, kebisingan, tempat tidur) 2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu 3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur 4. Tetapkan jadwal tidur rutin 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur) 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau/tindakan untuk menunjang siklus tidur terjaga Edukasi 1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 3. Anjurkan menghindari makan/minum yang mengganggu tidur 4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak menganmdung supresor terhadap tidur REM 5. Anjurkan faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup sering berubah, shift bekerja) 6. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologis lainnya
4. IMPLEMENTASI Pelaksanaan adalah realisasi secara tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
dalam
pelaksanaan
juga
meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru (Arif Muttaqin, 2009).
5. EVALUASI Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Menurut (Arif Muttaqin, 2009).
DAFTAR PUSTAKA Aini, Choirun Nisa Nur (2017). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit. Semarang Carpenito, Lynda Juall. (2006). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Doenges, Moorhouse, Geissler. (2005). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Faqih,
Moh.
Ubaidillah.
(2009).
Cairan
dan
Elektrolit
dalam
Tubuh
Manusia.
http://www.scribd.com. Diakses 15 Mei 2017. Harnawatiaj. (2008). Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. http://wordpress.com. Diakses 15 Mei 2017. Mubarak, Wahid.I & Chayatin, NS.Nurul. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2016. Gangguan Sistem
Asuhan Keperawatan
Perkemihan. Jakarta :Salemba Medika.
Perry dan Potter. (2005). Fundamental Of Nursing. USA:C.V Moasby Company St. Louis. PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindaka Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.