13 0 175 KB
Laporan Pendahuluan Kejang Demam
Disusun oleh:
Nama : Apik Rizkiana NIM : 18.2121.P
PRODI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN 2021
A . KONSEP DASAR MEDIS 1. Definisi Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008) 2. Etiologi Kejang Demam 1. Faktor-faktor prenatal 2. Malformasi otak congenital 3. Faktor genetika 4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis) 5. Demam 6. Gangguan metabolisme 7. Trauma 8. Neoplasma, toksin 9. Gangguan sirkulasi 10. Penyakit degeneratif susunan saraf. 11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal. 3. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl –). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat
4. Pathway Infeksi bakteri
Rangsang mekanik dan biokimia.
Virus dan parasit
gangguan keseimbangan cairan & elektrolit perubahan konsentrasi ion
Reaksi inflamasi
di ruang ekstraseluler Resiko Infeksi
Proses demam
Hipertermia
Ketidakseimbangan
kelainan neurologis
potensial membran
perinatal/prenatal
ATP ASE Resiko kejang berulang difusi Na+ dan K+
Pengobatan perawatan Kondisi, prognosis, lanjut
kejang
resiko cedera
Dan diit
Defisit pengetahuan keluarga
kurang dari
lebih dari 15 menit
15 menit perubahan suplay Tidak menimbulkan gejala sisa
Darah ke otak resiko kerusakan sel Neuron otak
Gangguan Perfusi jaringan cerebral
5. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu: 1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : a.
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b.
Kejang umum tonik dan atau klonik
c.
Umumnya berhenti sendiri
d.
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : 1.
Kejang lama > 15 menit
2.
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial 3.
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
6. Klasifikasi Kejang Demam a. Kejang demam sederhana 1)
Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2)
Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3)
Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4)
Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5)
Kejang tidak bersifat tonik klonik
6)
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas perkembangan
b.
8)
Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9)
Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecapecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002) 7. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam a. Elektro encephalograft (EEG) Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. c. Darah 1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) 2) BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. 3) Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl ) d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang. e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
8. Penaktalaksanaan Medis 1.
Pengobatan a. Pengobatan fase akut 1) Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal. 2) Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). 3) Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit. b. Turunkan panas 1) Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis. 2) Kompres air hangat c. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. d. Pengobatan profilaksis Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hg BB/hari. e. Penanganan sportif 1)
Bebaskan jalan napas
2)
Beri zat asam
3)
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4)
Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam. b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi Dapat digunakan : Penobarbital :
5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Diazepam
(indikasi khusus)
:
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM A. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa 1) Aktivitas atau Istirahat Keletihan, kelemahan umum Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain 2) Sirkulasi Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan 3) Intergritas Ego Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam berhubungan 4) Eliminasi a) Inkontinensia epirodik b) Makanan atau cairan c) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang 5) Neurosensori a) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal b) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi) c) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis 6) Kenyamanan
a) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal) b) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal 7) Pernafasan a) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi mulus b) Fase posektal : Apnea 8) Keamanan a) Riwayat terjatuh b) Adanya alergi 9) Interaksi Sosial Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya b. Pemeriksaan Fisik a. Aktivitas 1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot 2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot b. Integritas Ego 1) Pelebaran rentang respon emosional c. Eleminasi Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia d. Makanan atau cairan 1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang) 2) Hyperplasia ginginal e. Neurosensori (karakteristik kejang) 1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area. 2) Kejang umum Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine 3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan anesia 4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan 5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif f. Kenyamanan 1) Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati 2) Perubahan pada tonus otot 3) Tingkah laku distraksi atau gelisah g. Keamanan 1) Trauma pada jaringan lunak 2) Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh B. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit 2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak 3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas 4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh 5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan kurangnya informasi.
C.
No 1.
Rencana Keperawatan
Dx Hipertermi
Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan asuhan
Intervensi 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin
berhubungan
keperawatan selama
2. Monitor warna kulit
dengan proses
2x24 jam diharapkan
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi
tidak terjadi hipertermi
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
atau peningkatan suhu
5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
tubuh dengan kriteria hasil: a. Suhu tubuh dalam rentan normal (36,537oC)
membatasi pengunjung 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan 7. Menganjurkan menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
b. Nadi dalam rentan normal 80-120x/menit c. RR dalam rentan normal 18-24x/menit d. Tidak ada perubahan
8. Berikan edukasi pada keluarga tentang kompres hangat dilanjutkan dengan kompres dingin saat anak demam 9. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas
warna kulit dan tidak 2.
Gangguan perfusi
ada pusing. Setelah diberikan asuhan
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
jaringan cerebral
keperawatan selama
2. Catat adanya penginkatan TD
berhubungan
2x24 jam diharapkan
3. Monitor jumlah dan irama jantung
dengan kerusakan
pasien tampak tidak
4. Monitor tingkat kesadaran
neuromuskular
lemah, tidak pucat, kulit
5. Monitor GCS
otak
tidak kebiruan dengan kriteria hasil: a. TD sistole dan diastole dalam batas normal 80-100/60 mmHg b. RR normal 20-30 x/menit c. Nadi normal 80-90 x/menit d. Suhu normal 36-37 derajat celcius
3.
Resiko tinggi
e. GCS 456 Setelah dilakukan
cedra
tindakan keperawatan
berhubungan
selama 2x24 jam
dengan spasme
diharapkan masalah tidak
otot ekstermitas
menjadi aktual dengan kriteria hasil: a. Tidak terjadi kejang b. Tidak terjadi
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan pasien 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya 4. Memasang side rail tempat tidur 5. Memberikan penerangan yang cukup 6. Menganjurkan keluarga untuk
cedra
menemani pasien 7. Mengontrol lingkungan dari kebisingan 8. Edukasi tentang penyakit kepada keluarga.
4.
Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep
1. Batasi pengunjung
penurunan imuni 3x
2. Bersihkan lingkungan pasien secara
tastubuh
24
jam
infeksi
terkontrol, status imun adekuat
benar setiap setelah digunakan pasien 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
KRITERIA HASIL : a. Bebas
dari
merawat pasien, dan ajari cuci tangan
tanda
dangejala infeksi.
yang benar 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
b. Keluarga tahu tandatanda infeksi.
menjaga kebersihan klien 5. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
c. Angka
leukosit
normal
(9000–
12.000/mm3)
6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup 7.
Anjurkan istirahat
8. Ajari
keluarga
cara
menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan 9. Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena) 10. Kolaborasi dalam pemberian therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum obat sesuai aturan. . 5.
Kurangnya
Setelah di lakukan
1. Informasi keluarga tentang kejadian
pengetahuan
tindakan keperawatan
kejang dan dampak masalah, serta
keluarga tentang
selama 2x24 jam
beritahukan
penanganan
keluarga mengerti
pengobatan yang benar.
penderita selama
maksud dan tujuan
2. Informasikan juga tentang bahaya yang
kejang
dilakukan tindakan
dapat terjadi akibat pertolongan yang
berhubungan
perawatan selama kejang.
salah.
cara
perawatan
dan
kriteria hasil : b.
Keluarga mengerti
cara
penanganan kejang dengan c.
Keluarga tanggap
dan
dapat melaksanakan peawatan kejang. d.
Keluarga mengerti
3. Ajarkan
kepada
keluarga
untuk
penyebab tanda
memantau perkembangan yang terjadi
yang
akibat kejang.
dapat
dengan kurangnya
menimbulkan
informasi.
kejang.
4. Kaji
kemampuan
penanganan kejang.
keluarga
terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI. Jakarta Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta. Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi :10.EGC ,Jakarta Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018. https://www.scribd.com/doc/240209755/LPKejang-Demam