LP Kejang Demam KIK [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Departemen Keperawatan Gawat Darurat LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM



Oleh: RESKY AULIYAH INSANI B, S.Kep NIM: 70900120010 PRESEPTOR LAHAN



PRESEPTOR INSTITUSI



(...........................................)



(...........................................)



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2021



BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT



A. DEFINISI Kejang dapat diartikan sebagai perubahan fungsi otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktifitas yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebal yang sangat berlebihan. Kejang Demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009). Kejang demam merupakan kejang yang paling sering terjadi pada anak dan memiliki kemungkinan untuk berulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kejang demam berulang lebih banyak terjadi pada pasien yang kejang demam pertama pada usia 11 –20 bulan sebanyak 47,5%, pasien perempuan 62,5%, pasien dengan riwayat kejang demam keluarga 72,5%, pasien tanpa riwayat epilepsi keluarga 97,5%, dan kejang demam sederhana pada bangkitan kejang demam pertama 60% (Erdina Yunita & Syarif, 2016). Selain demam yang tinggi, kejang juga bisa terjadi akibat penyakit radang selaput otak, tumor, trauma atau benjolan dikepala serta gangguan elektrolit dalam tubuh. Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsy (IDAI, 2016)



Wong (2009), mengatakan prioritas asuhan pada keperawatan kejang demam adalah mencegah atau mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan penangannya. Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan karena proses ekstrakranium. B. ETIOLOGI Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Imset, 2017). Menurut Lubis (2017), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya kejang demam diantaranya : 1. Faktor-faktor prinatal 2. Malformasi otak congenital 3. Faktor genetika 4. Demam 5. Gangguan metabolisme 6. Trauma 7. Neoplasma 8. Gangguan Sirkulasi



C. KLASIFIKASI Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3. Kejang bersifat umum 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut (modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam kompleks. (Ngastiyah, 2012).` Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu : 1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada anak umur 3 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonikklonik, umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik



pada pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak. 2. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion) biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana. 3. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis. D. PATOFISOLOGI Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron



terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron (Putri, 2017). Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular 2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20% (Putri, 2017). Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu (Putri, 2017).



Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Putri, 2017) E. MANIFESTASI KLINIK Menurut Arneliwati (2020), Tanda dan gejala anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut: 1. Demam 2. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat berhenti beberapa saat 3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang, disusul kejut yang kuat 4. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik keatas 5. Gigi terkatup dan kadang muntah 6. Nafas dapat berhenti beberapa saat



7. Anak tidak dapat mengontrol buang air besan dan kecil Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien dengan kejang demam diantaranya : 1. Suhu tubuh mencapai >38⁰C 2. Anak sering hilang kesadaran saat kejang 3. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang) 4. Kulit pucat dan membiru 5. Akral dingin F. KOMPLIKASI Menurut Elizabeth (2015) dan Pinzon (20017) komplikasi epilepsi dapat terjadi: 1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang berulang 2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas 3. Cedera kepala 4. Cedera mulut 5. Fraktur G. PENATALAKSAAN Arneliwati. (2020), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang perlu dikerjakan yaitu: 1. Penatalaksanaan Medis a. Memberantas kejang secepat mungkin



Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga akan tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan. Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.



Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung. b. Pengobatan penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. c. Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptic dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua



bagian, yaitu pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka panjang. d. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis 2. Penatalaksanaan Keperawatan Pengobatan fase akut a. Airway 1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik. 2) Singkirkan



benda-benda



yang ada



disekitar



lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan 3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt. b. Breathing : Isap lendir sampai bersih c. Circulation 1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.



pasien,



2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat (berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar). Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat penenang. 3. Pencegahan kejang berulang a. Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15 menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama. b. Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan pengobatan rumat. H. PEMERIKSAAN MENUNJANG Pemeriksan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah: 1. Pemeriksaan



penunjang



dilakukan



sesuai



indikasi



untuk



penyebab demam atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses. 2. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakan atau kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada: a. Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan



b. Bayi berusia 12 – 18 bulan dianjurkan c. Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan 3. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, kejang demam fokal. 4. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi: a. Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi struktural di otak b. Terdapat tanda tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, ubun-ubun menonjol, edema pupil), (Pudjiaji, 2010).



BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN



A. PENGKAJIAN Anamnesis 1. Identitas pasien Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran. b. Riwayat penyakit sekarang Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak. c. Riwayat kesehatan



1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise). 2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza. 3) iwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya 3. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis b. TTV : Suhu : biasanya >38,0⁰C Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan - 40 kali/menit Nadi : biasanya >100 x/i c. BB Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berar badan yang berarti d. Kepala : Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak



e. Mata: Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis. f. Mulut dan lidah : Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor g. Telinga : Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid. h. Hidung : Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda. i. Leher : Biasanya terjadi pembesaran KGB j. Dada 1) Thoraks Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi. 2) Jantung : Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung I: Ictus cordis tidak terlihat P: Ictus cordis di SIC V teraba P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea



midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan. A: BJ II lebih lemah dari BJ I k. Abdomen : biasanya lemas dan datar, kembung l. Anus : biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak m. Ekstermitas : 1) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin. 2) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin. 4. Penilaian tingkat kesadaran a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14. b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12. c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10. d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat



pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7. e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4. f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3. D. DIAGNOSIS Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan kejang demam adalah : 1. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot sekunder akibat aktivitas kejang 2. Bersihan



jalan



nafas



tidak



efektif



berhubungan



dengan



ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit



B. INTERVENSI No



Diagnosis



1



Resiko cedera



Tujuan Setelah



dilakukan



keperawatan



Intervensi tindakan Pemantauan DJJ diharapkan



keparahan dan cedera yang diamati



atau



dilaporkan



menurun dengan kriteria hasil a. Kejadian



cedera



menurun b. Luka/lecet menurun c. Pendarahan menurun d. Fraktur menurun



Observasi 1. Identifikasi status obstetrik 2. Identifikasi riwayat obstetrik 3. Identifikasi adanya penggunaan obat 4. Periksa DJJ selama 1 menit 5. Monitor DJJ Terapeutik 1. Atur posisi pasien Edukasi 1. Jelaskan



tujuan



dan



prosedur



pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan



2



Bersihan jalan nafas



Setelah dilakukan tindakan



Manajement jalan nafas



tidak



keperawatan



1. Observasi



efektif



diharapkan



berhubungan dengan



klien jalan nafas klien tetap



a. Monitor bunyi nafas tambahan



ketidakmampuan



paten dengan kriteria hasil :



b. Monitor sputum



keluarga memberikan



a. Batuk efektif meningkat



perawatan



bagi



b. Produksi



anggotanya



yang



menurun



sakit.



sputum



2. Terapeutik a. Posisikan semifowler atau fowler b. Berikan minum hangat



c. Mengi menurun



c. Berikan oksigen jika perlu



d. Wheezing menurun e. Gelisah menurun



3. Edukasi Ajarkan teknik batuk efektif



f. Frekuensi nafas membaik g. Polanafas membaik



4. Kolaborasi Kolaborasi



pemberian



bronkodilator,



ekspektoran, mukolitik



2



Gangguan pertukaran Setelah gas dengan



diberikan



berhubungan keperawatan



tindakan Pemantauan respirasi diharapkan



pernafasan pasien membaik,



1. Observasi a.



Monitor



frekuensi,



irama,



ketidakmampuan



dengan kriteria hasi :



keluarga memberikan perawatan



bagi



anggotanya yang sakit



a. Tingkat



kedalaman dan upaya nafas kesadaran



pasien meningkat



b.



Monitor pola nafas



c.



Monitor



b. Bunyi nafas tambahan menurun



batuk



efektif d.



c. Gelisah menurun d. Nafas cuping hidung



kemampan



Monitor



adanya



produksi



sputum e.



menurun



Monitor adanya sumbatan jalan nafas



f.



Palpasi kesimetrisan ekspansi paru



g.



Auskultasi bunyi nafas



h.



Monitor saturasi oksigen



2. Terapeutik a. Atur



interval



pemantauan



respirasi sesuai kondisi pasien b. Dokumentasikan hasil pantauan 3. Edukasi a. Jelaskan pemantauan



tujuan



prosedur



b. Informasikan hasil pemantauan Dukungan ventilasi 1. Observasi a. Identifikasi



adanya



kelelahan



otot bantu nafas b. Monitorr status respirasi dan oksigenasi 2. Terapeutik a. Pertahankan



kepatenan



jalan



nafas b. Berikan posisi semifowler atau fowler c. Berikan 3



Pola efektif



nafas



tidak Setelah



dilakukan



kembali



ketidakmampuan



kriteria hasil :



keluarga memberikan



normal,



a. Ventilasi



sesuai



kebutuhan tindakan Manajement jalan nafas



berhubungan keperawatan pola nafas pasien



dengan



oksigenasi



dengan



1. Observasi a. Monitor pola nafas b. Terapeutik



semenit



c. Posisikan semifowler atau fowler



perawatan



bagi



anggotanya yang sakit



meningkat



d. Berikan oksigen jika perlu



b. Tekanan ekspirasi dan inspirasi meningkat c. Penggunaan otot bantu nafas menurun d. Frekuensi



nafas



membaik e. Kedalaman membaik



nafas



C. PLEMENTASI



Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri atau independen dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri atau independen adalah aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain D. EVALUASI Evaluasi adalah tahapan dari proses keperawatan, proses yang berkelanjutan untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang dilakukan dengan meninjau respons pasien untuk melakukan keefektifan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses setiap selesai dilakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil membandingkan antara tujuan dengan kriteria hasil.



BAB III KAJIAN INTEGRASI KEILMUAN



Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Ade Hasman dalam bukunya Rahasia Kesehatan Rasulullah, ada dua istilah yang berkaitan dengan kesehatan yang sering digunakan dalam kitab suci, yaitu “sehat” dan “afiat”. Dalam kamus bahasa arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk Hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentu tidak dapat diperoleh secara sempurna. Kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Berbicara mengenai hidup sehat tidak luput dari adanya kenikmatan yang diberikan Allah swt, nikmat dari Allah itu sangat berlimpah dan tidak terkira. Sebagaimana surat An-Nahl ayat 18 “maka jika kamu mau menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya,” Diantara nikmat yang sangat berharga dan tidak ternilai tersebut adalah kesehatan. Dalam perspektif ajaran Islam, sangat menganjurkan bagaimana hidup dengan sehat dan teratur, karena tujuan dari kehadiran Islam itu sendiri adalah untuk memelihara agama, akal, jiwa, jasmani, harta dan keturunan ummat manusia. Para ulama salafus shaleh menyatakan bahwa ayat yang berbunyi Di dalam ayat QS At-Takatsur ayat: 8 sebagaimana berikut: Artinya : “ kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamumegah-megahkan di dunia itu).”



DAFTAR PUSTAKA Desi Regina Putru. 2017. Karya Tulis Ilmiah : Asuhan Keperawatan Pada An.R Dan An.A Dengan Kejang Demam Di Ruang Ibu Dan Anak Rumah Sakit Tingkat Iii Dr. Reksodiwiryo Padang Erdina Yunita, V., & Syarif, I. (2016). Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Timbulnya Kejang Demam Berulang pada Pasien yang Berobat di. Jurnal Kesehatan Andalas. Hutri Engla Resti, Ganis Indriati, Arneliwati. 2020. Gambaran Penanganan Pertama Kejang Demam Yang Dilakukan Ibu Pada Balita. Jurnal Ners Indonesia, Vol.10 No.2 Hutri Engla Resti, Ganis Indriati, Arneliwati. 2020. Gambaran Penanganan Pertama Kejang Demam Yang Dilakukan Ibu Pada Balita. Jurnal Ners Indonesia, Vol.10 No.2, IDAI. (2016). Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. https://doi.org/10.1109/JQE.2014.2330255 Ismet, I. (2017). Kejang Demam. https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.13



Jurnal



Kesehatan



Melayu.



Lubis, I. N. D., & Lubis, C. P. (2017). Penanganan Demam pada Anak. Sari Pediatri. https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.409-18 Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SiKI) definisi dan indicator diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. In volume 1. https://doi.org/10.1167/iovs.13-13688