LP Pelvis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR PELVIS



Dosen Pembimbing : Ana Fitria Nusantara S.Kep.Ns.M.Kep



Oleh: SITI QORINA MAGHFIROH (NIM:14401.16.17036)



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PAJARAKAN - PROBOLINGGO 2018



LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR PELVIS



A. Definisi Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat berbentuk transversa, oblik, atau spiral, yang ditandai dengan rasa nyeri ,pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, kripitasi.Pierce A. Grace and Neil R.Borley (2007). Fraktur pelvis merupakan 5% dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu luntas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, rectum pada pembylu darah. Fraktur pelvis secara potensial merupakan cidera yang paling berbahaya, karena dapat menimbulkan perdarahan eksanguinasi. Sumber perdarahan biasanya pleksus vascular yang melekat pada dinding pelvis, tetapi dapat juga dari cidera pembuluh darah iliaka, iliolumbal, atau femoral. Bila terdapat tanda – tanda renjatan hipovolemik, maka harus dilakukan transfuse darah dini. Selain itu, pasien dapat juga diberikan aplikasipakaian antirenjatan pneumatik. Reduksi dari fraktur yang tidak stabil juga dapat mengurangi perdarahan. Pada fraktur pelvis, fraktur dimana perdarahan paling sering terjadi adalah sacrum atau ilium, ramus pubis bilateral, separasi dari simfisis pubis, dan dislokasi dari artikulasio sakroiliaka. Michael Eliastam et al.



B. Etiologi 1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut. 2.



Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.



3. Proses penyakit: kanker dan riketsia. 4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang. 5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur.



C. Patofisiologis Tulang bersifat



rapuh



namun



cukup



mempunyai



kekuatan dan



gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infltrasi sel darah



putih.



Kejadian



inilah



yang



merupakan



dasar



dari



proses



penyembuhan tulang nantinya Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.



PATHWAY A. PATHWAY Jatuh, hantaman, kecelakaan,



Osteoporosis,



Trauma tidak langsung



dll



osteomielitis, keganasan, dll



Trauma langsung Tekanan pada tulang Tidak mampu meredam energy yang terlalu besar



Kondisi patologis Tulang rapuh



fraktu r Pergeseran fragmen tulang Merusak jaringan sekitar



Tidak mampu menahan berat badan Prosedur pembedahan



Menembus



Pelepasan



kulit



mediator



deformita s Gangguan



inflamasi



luka



fungsi



vasodilata



Kurang



si Kerusakan integritas



terpapar



Peningkatan Hambat



aliran darah



an



jaringan



mobilita Kerusakan pertahanan



Peningkatan



s fisik



permeabilita Trauma



Port de entry



Kebocoran



kuman



cairan ke



Resiko infeksi



intersitial



oedem Resiko syok sepsis Pelepasan mediator nyeri (histamine, prostaglandin, bradikinin, Ditangkap serotonin, dll) reseptor nyeri



a



arteri/ vena perdaraha



prosedur pembeda



n kematia Krisis n situasional ansietas



n Tidak



Tindakan



terkontrol Kehilanga



infasiv



n volume



Menekan pembuluh darah



cairan Resiko syok



perifer Inefektif



hipovolemi



perfusi



k



jaringan



perdaraha n Tidak terkontrol Kehilanga n cairan Resiko syok



perifer



Prosedur



perifer Impuls ke otak Persepsi nyeri



mengenai



han Ancama



s kalpiler



primer



informasi



anastesi Nyeri akut



SAB (subarachnoid



General



blok)



anastesi



Deepresed Penurunan



SSP



motorik Kelemahan anggota



Penurunan



gerak Prosedur



kesadaran



transport



Ganggua



apneu



n sensorik Resiko



Pemasanga



cidera



n endotrakeal



persepsi disorienta si Resiko cidera akibat



Ganggua



posisi



n



perioperat



ventilasi



if



spontan D. Menifestasi Klinis



Faktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel



yang



dapat



mengenai



organ-organ



lain



dalam



panggul.



Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan sehingga luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen akut. 1. Nyeri 2. Kehilangan fungsi 3. Deformitas, nyeri tekan, dan bengkak



4. Perubahan warna dan memar 5. Krepitasi



E. Anatomi dan Fisiologis



1. Tulang panggul terdapat sendi putar yang menempel pada tulang paha dan tulang kaki. Ini menjaga tubuh tetap tegak, menekuk, dan memuntir serta membantu seseorang untuk dapat berjalan atau berlari. Panggul wanita berukuran lebih lebar dan lebih rendah daripada pria, hal ini sebenarnya sesuai dengan kebutuhan wanita selama kehamilan dan persalinan. Tulang panggul terdiri dari tiga tulang yang menyatu, yaitu tulang pinggul, sakrum, dan tulang ekor. Dialnsir dari Health Line, bagian tulang pinggul terdiri atas: 



Ilium, yaitu tulang terbesar atau utama tulang panggul. Tulang ini berada di kedua sisi tulang belakang dan melengkung ke arah bagian depan tubuh. Saat memegang perut, Anda akan merasakan adanya tulang yang menonjol. Itu adalah bagian batas atas ilium yang disebut puncak iliaka.







Pubis yaitu tulang yang didepan tulang pinggul dekat dengan alat kelamin. Ada gabungan antara 2 tulang pubis yang disebut simpisis pubis, yaitu sendi tulang pubis yang sangat kuat. Saat melahirkan ini menajdi lebih fleksi sehingga kepala bayi bisa lewat saat persalinan.







Ischium, yaitu tulang yang berada di bawah ilium dan di samping pubis. Tulang ini tebal karena terbentuk dari dua tulang yang menyatu dan melingkar. Di sinilah tulang paha bertemu dengan tulang panggul dan menciptakan sendi panggul. Kemudian terdapat sakrum, yaitu tulang segitiga yang berada di bagian belakang panggul yang terdiri dari lima tulang belakang yang menyatu. Di bagian bawah sakrum terdapat tulang ekor. Kanal panggul Area berbentuk bundar yang yang diliputi oleh tulang kemaluan di bagian depan dan ischium di kedua sisi di belakangnya, disebut dengan kanal panggul. Kanal ini memiliki bentuk melengkung karena perbedaan ukuran bagian depan dan belakang yang diciptakan oleh tulang panggul. Ini merupakan saluran yang harus dilewati oleh bayi ketika dilahirkan. Pada daerah panggul wanita terdapat beberapa organ penting, seperti: 1. Endometrium (lapisan rahim), yaitu tempat menempelnya sel telur yang telah dibuahi 2. Rahim, yaitu organ berongga yang berada di antara kandung kemih dan rektum (anus) 3. Ovarium (indung telur), yaitu dua organ reproduksi wanita yang berada di panggul 4. Tuba falopi, yaitu saluran yang menghubungkan ovarium dengan rahim. 5. Serviks (leher rahim), yaitu bagian bawah rahim yang membentuk saluran terbuka ke dalam vagina



F. Komplikasi 1 Komplikasi segera a. Trombosis



vena ilio femoral



:



sering ditemukan dan sangat



berbahaya. Berikan antikoagulan secara rutin untuk proflaktik.



b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfsis pubis atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam. c. Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfsis pubis pada daerah uretra pars membranosa. d. Trauma rektum dan vagina e. Trauma



pembuluh



darah



besar



yang



akan



menyebabkan



perdarahan masif sampai syok. f. Trauma pada saraf : 1. Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi. 2. Lesi



pleksus



lumbosakralis



:



biasanya



terjadi



pada



fraktur



sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf. 2. Komplikasi lanjut a. Pembentukan tulang heterotrofk : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai proflaksis. b. Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma. c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan



pergerakan



serta



osteoartritis



dikemudian



hari.



d. Skoliosis kompensator.



G. Pemeriksaan Penunjang 1. Radiografi pada dua bidang (cari lusensi dan diskontinuitas pada korteks tulang) 2. Tomografi, CT scan, MRI (jarang)



3. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. (Scan tulang terutama berguna ketika radiografi/ CT scan memberikan



hasil negative pada



kecurigaan fraktur secara klinis)



H. Penatalaksanaan 1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul 2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya: a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi, pelvic sling b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fksasi eksterna atau dengan operasi yang dikembangkan oleh grup ASIF Berdasarkan klasifkasi Tile: 1. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang. 2. Fraktur Tipe B: Fraktur tipe open book Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii. Fraktur tipe close book Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka. 3. Fraktur Tipe C Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi



secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.



I. Diagnosa Keperawatan 1.



Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur



2.



Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan rangka tulang



3.



Resiko syok sepsis b.d. infeksi sekunder pemasangan alat fiksasi invasive



4.



Ansietas b.d. stress, ancaman kematian



5.



Defisit perawatan diri b.d. gangguan mobilitas fisik



J. Askep Secara Teori. a.



Pengkajian 1. Aktivitas/istirahat Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri) 2. Sirkulasi Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah) 3. Neurosensori Gejala



:



Hilang gerak/sensasi,spasme otot Kebas/kesemutan



(parestesis) Tanda



:



Demormitas



local;



angulasi



abnormal,



pemendakan,ratotasi,krepitasi (bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi). 4. Nyeri/kenyamanan Gejala



:



Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (



mungkin terlokalisasi pada arah jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. 5. Penyuluhan/Pembelajaran



Gejala



:



Pertimbangan



Lingkungan cidera :



DRG menunjukkan rerata lama dirawat :



femur 7-8 hari, panggul/pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan dirumah sakit. b. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur 2. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan rangka tulang c. Intervensi 1. Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil : 1) Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, dan mencari bantuan) 2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri 3) Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) 4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Rencana Tindakan dan Rasional : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi 2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3) Gunakan



teknik



komunikasi



terapeutik



untuk



mengetahui



pengalaman nyeri pasien 4) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 5) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 6) Kurangi faktor presipitasi nyeri 7) Pilih



dan



lakukan



penanganan



nyeri



(farmakologi,



farmakologi, ) 8) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi



non



9) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi 10) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 11) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 12) Tingkatkan istirahat 13) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri b. Hambatan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan rangka tulang Rencana Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas klien berkurang dengan kriteria hasil : 1) Kemampuan klien meningkat dalam aktivitas fisik 2) Klien mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3) Memverbalisasikan perasaan dalam



meningkatkan kekuatan dan



kemampuan berpindah 4) Mempergunakan alat bantu mobilisasi (walker) Rencana Tindakan dan Rasional : 1) Monitor vital sign sebelum / sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan 2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan 3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera 4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tekhnik ambulasi 5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara mandiri sesuai kemampuan 7) Damping dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLS pasien 8) Berikan alat bantu jika klien memerlukan 9) Ajarkan pasien bagaimana cara merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan



DAFTAR PUSTAKA Pierce A. Grace and Neil R.Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga. Oswari, E (2006) Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Daryadi,Muhammad.



“Askep



Fraktur



Pelvis”.



1



Agustus



2015.



http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/askep-fraktur-pelvis.html. Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda (Nort American Nursing Diagnosis Assosiation)NIC - NOC.Jogjakarta:Mediaction.