LP Vomitus KMB  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Definisi Observasi Vomiting (mual muntah) adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi lambung. Pada anak biasanya sulit untuk mendeskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluh sakit perut atau keluhan umum lainnya. Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi ( kembalinya makanan tercernah) dari isi lambung sebagai akibat refluks gastroesofageal ( suatu kondisi medis yang ditandai dengan mengalirnya kembalinya isi lambung ke esofagus (tabung yang menghubungkan kerongkongan dengan lambung atau dengan menimbulkan reflek emetik ( gerakan yang menimbulkan mual ). Terdapat dua type muntah akut dan kronis. Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dua minggu. ( Judith, M.S.2004;203 ). Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di medulla oblongata otak. Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.



B. Etiologi Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut Usia 0 - 2 Bulan : 1. Kolitis Alergika Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel. 2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.



3. Refluks Esofageal Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme. 4. Peningkatan tekanan intrakranial Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome. 5. Malrotasi dengan volvulus 80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris. 6. Ileus mekonium Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis. 7. Necrotizing Enterocolitis Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia. 8. Overfeeding Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan. 9. Stenosis pylorus Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris. Usia 2 bulan-5 tahun 1. Tumor otak Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah- muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut. 2. Ketoasidosis diabetikum Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi. 3. Korpus alienum Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes. 4. Gastroenteritis Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya



diikuti oleh diare dan demam. 5. Trauma kepala Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial. 6. Hernia inkarserasi Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba. 7. Intussusepsi Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis. 8. Posttusive Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan. 9. Pielonefritis Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya Usia 6 tahun ke atas 1. Adhesi Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis. 2.



Appendisitis Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan konstipasi.



3.



Kolesistitis Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.



4.



Hepatitis Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.



5.



Inflammatory bowel disease Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.



6.



Intoksikasi



Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental. 7.



Migrain Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.



8.



Pankreatitis Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.



9.



Ulkus peptikum Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk pada waktu malam.



C. Patofisiologi Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini. D. Prognosa Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan



penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu sendiri. E. Komplikasi a. Komplikasi metabolik : Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium b. Gagal Tumbuh Kembang Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang. c. Aspirasi Isi Lambung Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD. d. Mallory Weiss syndrome Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah e. Peptik esofagitis Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa esophagus oleh asam lambung. F. Pencegahan Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya



terlentang.



G. Pemeriksaan penunjang 1.



Pemeriksaan laboratorium a) Darah lengkap b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi. c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik. d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya. e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea. f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit hati. g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut. h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi parasit.



2. Ultrasonografi Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal. 3. Foto polos abdomen a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi. b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya perforasi. 4. Barium meal Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan



obstruksi pada pengeluaran gaster. 5. Barium enema Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi. H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi. Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal. Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut : 1. Antagonis dopamin Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik. Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat



dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah. 2. Antagonisme terhadap histamine (AH1) Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan



(motion



sickness)



atau



kelainan



vestibuler.



Dosisnya



oral:



1-



1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis. 3.



Prokloperazin dan Klorpromerazin Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat- obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4-0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan



4.



Antikolinergik Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.



5.



5-HT3 antagonis serotonin Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4-18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2-12 yr 40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.



I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi 3. Nausea berhubungan dengan iritasi gastric



4. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia 5. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic 6. cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan



J. Intervensi Keperawatan No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan dan Kriteria hasil



Defisit volume cairan b/d kehilangan



NOC:



cairann aktif



Fluid balance Hydration Nutritional



Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,



Status : Food and Fluid Intake



interstisial, dan/atau intrasellular. Ini



Kriteria Hasil :



mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan



o Mempertahankan urine output sesuai



Intervensi  Fluid management Timbang popok/pembalut jika diperlukan  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat  Monitor status hidrasi ( kelembaban



dengan pengeluaran sodium Batasan



dengan usia dan BB, BJ urine



 membran mukosa, nadi adekuat,



Karakteristik :



normal, HT normal



 tekanandarah



 Kelemahan  Haus



o Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal



 Penurunan turgor kulit/lidah



o Tidak ada tanda tanda dehidrasi,



 Membran mukosa/kulit kering



o Elastisitas turgor kulit baik,



 Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah,  penurunan volume/tekanan nadi Pengisian vena menurun  Perubahan status mental  Konsentrasi urine meningkat  Temperatur tubuh meningkat



 ortostatik ), jika diperlukan  Monitor vital sign Monitor masukan makanan / cairan  dan hitung intake kalori harian  Kolaborasikan pemberian cairan IV



membran mukosa lembab, tidak ada



 Monitor status nutrisi



rasa haus yang berlebihan



 Dorong masukan oral  Berikan penggantian nesogatrik sesuai output  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk



 Hematokrit meninggi



 Atur kemungkinan tranfusi



 Kehilangan berat badan seketika



 Persiapan untuk tranfusi



(kecuali pada third spacing) Faktor-faktor yang berhubungan: 



Kehilangan volume cairan secara aktif







Kegagalan mekanisme pengaturan penurunan volume/tekanan nadi







Pengisian vena menurun







Perubahan status mental







Konsentrasi urine meningkat







Temperatur tubuh meningkat







Hematokrit meninggi Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing) Faktor-faktor yang berhubungan:



2.







Kehilangan volume cairan secara aktif







Kegagalan mekanisme pengaturan



Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari



NOC :



Nutrition Management



kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi







Nutritional Status : food and



 Kaji adanya alergi makanan



Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk







Fluid Intake



 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan



keperluan metabolisme tubuh.



Kriteria Hasil :



jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.



Batasan karakteristik :  Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal  Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)  Membran mukosa dan konjungtiva pucat  Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah



o Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan o Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan o Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi o Tidak ada tanda tanda malnutrisi o Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti



 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe  Anjurkan



untuk



meningkatkan



protein



vitamin C  Berikan substansi gula  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.



 Luka, inflamasi pada rongga mulut



 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori



 Mudah merasa kenyang, sesaat



 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi



setelah mengunyah makanan  Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan  Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa  Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan Miskonsepsi  Kehilangan BB dengan makanan cukup



dan



 Kaji kemampuan pasien



untuk



 mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring  BB pasien dalam batas normal  Monitor adanya penurunan berat badan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan



 Keengganan untuk makan Kram pada



 Monitor lingkungan selama makan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak



abdomen



selama jam makan



 Tonus otot jelek



 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi



 Nyeri abdominal dengan atau tanpa



 Monitor turgor kulit



patologi



 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah



 Kurang berminat terhadap makanan



patah



 Pembuluh darah kapiler mulai rapuh



 Monitor mual dan muntah



 Diare dan atau steatorrhea



 Monitor kadar albumin,



 Kehilangan rambut yang cukup



Hb, dan kadar Ht



banyak (rontok) Suara usus hiperaktif



 Monitor makanan kesukaan



Kurangnya informasi, misinformasi



 Monitor pertumbuhan dan perkembangan



 Faktor-faktor yang berhubungan :



 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan



Ketidakmampuan pemasukan atau



jaringan konjungtiva



mencerna makanan atau



 Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya



mengabsorpsi zat-zat gizi



edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan



berhubungan dengan faktor biologis,



cavitas oral.



psikologis atau ekonomi.



3.



total protein,



 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet



Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d



NOC :



NIC :



hipovolemia



 Circulation status Tissue Prefusion :



Peripheral Sensation



cerebral



Management (Manajemen sensasi perifer)



Kriteria Hasil mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan : o Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan o Tidak ada ortostatikhipertensL, Tidk



 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/t umpul  Monitor adanya paretese Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi  Gunakan sarun tangan untuk proteksi



ada tanda tanda peningkatan tekanan



 Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung



intrakranial (tidak lebih dari 15



 Monitor kemampuan BAB



mmHg)



 Kolaborasi pemberian analgetik Monitor adanya



o mendemonstrasikan kemampuan kognitif yangditandai dengan: berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan o menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter



tromboplebitis Diskusikan menganai penyebab perubahansensasi



DAFTAR PUSTAKA



Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia: Jakarta Selatan. Gloria M. Bulechek, dkk. 2013. Nuring Interventions Classification (NIC). Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK- UNRI. Pekanbaru Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.