Makalah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Sistem Respirasi New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SISTEM RESPIRASI



Disusun Oleh :



Nelce Samon S



30140118012



Nyi Rd. Mega Aroviani



30140118013



Ria Agustina G



30140118014



Selestina Welerubun



30140118015



Silpi Nuryani



30140118016



PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN TK.2 Smt IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS Jalan Parahyangan Kav. 8 Blok B/1, Kota Baru Parahyangan 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan BerkatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Sistem Respirasi” ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Penanggulangan bencana.



Adapun makalah ini kami susun



berdasarkan pengamatan kami dari buku yang ada kaitannya dengan makalah yang kami buat. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena itu kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing kami, teman-teman kami yang telah membantu hingga makalah ini selesai. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.



Padalarang, 15 Oktober 2020



Kelompok 3



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Sistem respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup dengan lingkungannya, sedangkan peran dan fungsi respirasi adalah menyediakan oksigen (O2) serta mengeluarkan gas karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi respirasi merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan, dimana O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok secara terus-menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksik yang harus dikeluarkan dari tubuh. Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan normal akan menyebabkan terjadinya gagal napas. Dimana sistem pulmoner tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme, yaitu eliminasi CO2 dan oksigenasi darah. Gagal napas terjadi bila tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) < 60 mmHg atau tekanan parsial karbondioksida arterial (PCO2) > 45 mmHg. Anggapan bahwa oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh, selain dapat digunakan untuk bernapas, terapi oksigen itu sendiri menjadi salah satu sarana utama yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam penyakit terutamanya pada kegagalan pernapasan. Adanya kekurangan O2ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Tujuan penatalaksanaan pasien dengan kegagalan pernapasant adalah: membuat oksigenasi arteri adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta menghilangkan underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas tersebut.



1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan system respirasi? 2. Apa yang dimaksud dengan anatomi dan system respirasi? 3. Apa yang dimaksud dengan ppok? 4. Apa saja etiologi pada ppok? 5. Apa saja tanda dan gejalapada ppok? 6. Bagaimaana patofisiologi pada ppok? 7. Apa saya pemeriksaan penunjang pada ppok? 8. Apa saja penatalaksaan pada pook? 9. Apa saja asuhan kegawatdaruratan pada ppok? 10. Apa yang dimaksud dengan asma? 11. Apa saja etiologi dalam asma bronkial ? 12. Apa saja gambaran klinis pada asma bronkial ? 13. Bagaimana patofisiologi asma bronkial ? 14. Apa saja penatalaksaan pada asma bronkial ? 15. Apa saja asuhan kegawatdaruratan pada asma bronkial? 16. Apa yang dimaksud dengan pneumothorax? 17. Apa saja klasifikasi dalam pneumothorax? 18. Apa saja etiologi pada pneumothorax? 19. Bagaimana patofisiologi pneumothorax? 20. Apa saja menifestasi klinis pada pneumothorax? 21. Apa saya klasifikasi pada pneumothorax? 22. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada pneumothorax? 23. Apa saja asuhan kegawatdaruratan pada pneumothorax? 24. Apa yang dimaksud dengan gagal nafas? 25. Apa saja tipe dalam gagal nafas? 26. Apa saja etiologi dalam gagal nafas? 27. Bagaimana patofisiologi pada gagal nafas? 28. Apa sahja tanda dan gejala pada gagal nafas? 29. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada gagal nafas? 30. Apa saja penatalaksaan medis pada gagal nafas? 31. Apa saja asuhan kegawatdaruratan pada gagal nafas



32. Apa yang dimaksud dengan ARDS? 33. Apa yang dimaksud dengan anatomi fisiologi pada ARDS? 34. Apa saya etiologi pada ARDS? 35. Bagaimana patofisiologi pada ARDS? 36. Apa saja manifestasi klinis pada ARDS? 37. Apa saja test diagnostic pada ARDS? 38. Apa saja komplikasi pada ARDS? 39. Apa saja asuhan keperawatan pada ARDS? 1.3 TUJUAN 1. Untuk menegtahui dan memahami apa itu respirasi 2. Untuk mengetahui dan memahami anatomi dan system respirasi 3. Untuk memahami pengertian pada ppok 4. Untuk memhami apa saja etilogi pada ppok 5. Untuk memahami apa saja tanda dan gejala pada ppok 6. Untuk mengetahui dan memahami perjalan patofisiologi pada ppok 7. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada ppok 8. Untuk mengetahui apa saja penaklaksaa pada ppok 9. Untuk mengetahui dan memahami apa itu asuhan kegawatdaruratan pada ppok 10. Untuk memahami apa itu pengertian pada asma bronkial 11. Untuk memahami apa saja etilogi pada asma bronkial 12. Untuk mengetahui apa saja gambaran klinis pada asma bronkial 13. Untuk mengetahui dan memahami apa itu patofisiologi pada asma bronkial 14. Untuk mengetahui penatalaksaan pada asma bronkial 15. Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawatdaruratan pada asma bronkial 16. Untuk memahami apa itu pengertian pada pneuumothorax 17. Untuk mengetahui apa saya klasifikasi pada pneumothorax 18. Untuk memahami apa saja etiologi pneumothorax



19. Untuk



mengetahui



dan



memahami



apa



itu



patofisiologi



pada



pneumothorax 20. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pneumothorax 21. Untk mengetahui klasifikasi pada pneumothorax 22. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pneumothorax 23. Untuk mengetahui dan memahami asuahan kegawatdaruratan pada pneumothorax 24. Untuk mengertahui pengertian pada gagal nafas 25. Untuk memahami apa saja tipe pada gagal nafas 26. Untuk mengetahui etiologi pada gagal nafas 27. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi pada gagal nafas 28. Untuk memahami apa saja tanda dan gejala pada gagal nafas 29. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik pada gagal nafas 30. Untuk mengetahui apa saja penatalaksaan medis pada gagal nafas 31. Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawatdaruratan pada gagal nafas 32. Untuk mengetahui pengertian pada ARDS 33. Untuk mengetahui dan memahami anatomi fisiologi pada ARDS 34. Untuk mengetahui apa saya etiologi ARDS 35. Untuk mengetahui dan memahami apa saja patofisiologi pada ARDS 36. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada ARDS 37. Untuk mengetahui apa saja test diagnostic pada ARDS 38. Untuck mengetahui apa saja test diagnostic pada ARDS 39. Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawatdaruratan pada ARDS



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 DEFINISI SISTEM RESPIRASI Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dengan lingkungan sekitarnya. Pada manusia terkenal dua macam respirasi yaitu internal dan ekternal. Respirasi internal adalah pertukaran gas antara darah dan jaringan. Respirasi eksternal merupakan pertukaran gas antara lingkungan dan pembuluh darah kapiler paru. Unit fungsional paru terdiri dari alveolus dengan anyaman kapilernya. Banyak faktor yang mempengaruhi pertukaran udara dari lingkungan ke alveoli( ventilasi) dan pasokan darah ke kapiler paru ( perfusi). Hukum Herry menyebutkan bahwa ketika larutan terpapar dengan gas atmosfer, keseimbangan parsial gas mengikuti antara molekul gas terlarut dalam larutan dan molekul gas diatmosfer sehingga, tekanan parsial O2 dan CO2 yang meninggalkan kapiler paru( darah vena paru) adalah sama dengan tekanan parsial O2 dan CO2 yang masuk ke alveoli setelah tercapai keseimbangan. Pada keadaan seimbang tekanan parsial O2 dan CO2 dihasilkan dari keseimbangan 5 dinamik antara transport O2 ke alveolus dan ekstraksi O2 dari alveolus, dan transport CO2 ke alveolus dan CO2 yang dibuang atau dikeluarkan.



2.2 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI 1. Paru-paru Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui



trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya, (syaifudin. 2011). 2. Pleura Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi, (syaifudin. 2011). 3. Bronkus dan Bronkiolus Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf, (Syaifudin. 2011). Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak



terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan menyapu



gerakan



yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir



dan benda asing menjauhi paru menuju laring, (Syaifudin. 2011). Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli, (Syaifudin. 2011). 4. Alveoli Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis.lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting, (Syaifudin. 2011). Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar



menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru. Udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama



inspirasi,



gerakan



diafragma dan



otot-otot pernapasan



lain



memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam atmosfir, (Syaifudin. 2011)



2.3 MASALAH KEGAWATDARURATAN SISTEM RESPIRASI 1. PPOK A. Pengertian PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma (Smeltzer dan Bare : 2002). PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru ataupun asma bronkial. (Sylvia A. Price , 2005 : 784). Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada



PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari (GOLD,  2009). Penyakit yang termasuk dalam kelompok PPOK adalah sebagai berikut: a.



Bronkitis kronis Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut (Smeltzer dan Bare : 2002).



b.



Emfisema Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli (Smeltzer dan Bare : 2002)



c.



Asma Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer dan Bare : 2002).



B. Etiologi Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain: a.



Merokok



b.



Polusi udara



c.



Infeksi paru-paru berulang



d.



Umur (semakin tua semakin berisiko)



e.



Jenis kelamin



f.



Ras



g.



Pemajanan tempat kerja (batu bara, kapas, padi-padian)



C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok, yaitu :



a.



Mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronchitis kronis (blue bloater).



b.



Mempunyai gambaran klinik ke arah emfisema (pink puffers). Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:



a.



Kelemahan badan



b.



Batuk



c.



Sesak napas



d.



Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi



e.



Mengi atau wheezing



f.



Ekspirasi yang memanjang



g.



Bentuk dada tong (barrel chest) pada penyakit lanjut.



h.



Penggunaan otot bantu pernapasan



i.



Suara napas melemah



j.



Kadang ditemukan pernapasan paradoksal



k.



Edema kaki, asites, dan jari tabuh.



D. Patofisiologi Patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease utamanya adalah perubahan pada saluran nafas, tapi dapat juga ditemukan perubahan pada jaringan parenkim paru dan pembuluh darah paru. Sebagian besar kasus PPOK disebabkan karena paparan zat berbahaya, paling sering disebabkan oleh asap rokok. Mekanisme patofisiologi masih belum jelas, namun diperkirakan disebabkan oleh banyak faktor. 



Kerusakan Jalan Nafas Perubahan struktural jalan nafas yang terjadi adalah atrofi, metaplasia sel skuamosa, abnormalitas siliar, hyperplasia sel otot polos, hiperplasia kelenjar mukosa, inflamasi dan penebalan dinding bronkial. Inflamasi kronik pada bronkitis kronik dan emfisema ditandai dengan peningkatan jumlah Sel Limfosit T CD8, neutrofil, dan monosit/makrofag.



Sebagai perbandingan, inflamasi pada Asma ditandai dengan adanya peningkatan Sel limfosit T CD4, eosinophil dan interleukin (IL)-4 dan IL5. Namun hal ini tidak bisa digunakan untuk diagnosis, karena ada kondisi Asma yang berkembang menjadi PPOK. 



Kerusakan Parenkim Paru Emfisema menyebabkan kerusakan pada struktur distal dari bronkiolus terminal. Struktur ini terdiri dari bronkiolus, duktus alveoulus, dan saccus alveoli yang secara keseluruhan disebut asinus. Kerusakan alveoli akan menyebabkan gangguan aliran udara melalui dua mekanisme, yaitu dengan berkurangnya elastisitas dinding jalan nafas dan penyempitan jalan nafas. Terdapat 3 pola morfologik Emfisema, yaitu : a) Centracinar Ditandai dengan kerusakan pada bronkiolus dan bagian sentral dari asinus. Tipe emfisema ini biasanya ditemukan pada perokok dan lobus paru atas merupakan bagian yang rusak paling parah. b) Panacinar Ditandai dengan kerusakan menyeluruh pada semua bagian asinus. Tipe ini biasanya menyebabkan kerusakan parah pada lobus paru bawah dan biasanya ditemukan pada pasien dengan defisiensi alfa 1 antitrypsin. c) Distal Acinar Kerusakan terjadi pada struktur distal jalan nafas, duktus dan saccus alveolar. Tipe emfisema ini terlokalisasi pada septa fibrous atau pleura dan akan menyebabkan pembentukan bullae. Bullae apikal yang ruptur dapat menyebabkan timbulnya pneumothoraks spontan.







Kerusakan pembuluh darah paru Perubahan pada pembuluh darah paru berupa hyperplasia tunika intima dan otot polos akibat vasokonstriksi kronik dari arteri kecil paru yang dipicu oleh hipoksia.



Pencetus Asma, Bronkitis, emfisema



Rokok dan Polusi



Inflamasi



PPOK



Sputum meningkat Perubahan anatomis parenkim paru



Perbesaran Alveoli



Batuk Ketidakefektifan bersihan jalan napas



Hipertiroid kelenjar mukosa Penyempitan salurran udara



Inflamasi Leukosit meningkat



Ekspansi paru menurun



Suplay O2 tidak adekuat



Gangguan ventilasi spontan



Frekuensi pernafasan cepat Kontraksi otot pernafasan Penggunaan energi untuk pernafasan meningkat



Ketidakefektifan pola napas



Kuman patogen & endogen difagosit makrofag Anoreksia



Hipoksia Sesak



Imun menurun



Intoleransi Aktifitas



Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: a.



Pemeriksaan radiologis



Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garisgaris yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. 2) Corak paru yang bertambah. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu : 1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer. 2) Corakan paru yang bertambah. b. Pemeriksaan faal paru Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. c.



Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.



d. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P



pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. e.



Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.



f.



Laboratorium darah lengkap



F. Penatalaksanaan Medis Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu : a.



Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.



b.



Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.



c.



Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :



a.



Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.



b.



Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.



c.



Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.



d.



Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih controversial.



e.



Pengobatan simtomatik.



f.



Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.



g.



Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.



h.



Tindakan rehabilitasi yang meliputi: 1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.



2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif. 3) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani. 4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula. 5) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya. G. Pengkajian keperawatan 1. Identitas klien Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no RM/CM, tanggal masuk, dan alasan masuk. 2. Pengkajian Primer a. Airway Napas pendek ( timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau berulangnya sulit napas (asma),



rasa dada tertekan,



ketidakmampuan untuk bernapas, batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun, episode batuk hilang timbul, bianyanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif ( emfisema), thacipnea. b. Breathing Biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, napas bibir ( emfisema ), penggunaan otot bantu pernapasan, bunyi napas mungkin redup dengan ekspirasi mengi, mnyebar, lembut atau krekels lembab kasar, ronkhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan



kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi napas abnormal. c. Circulation Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi vena leher, edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung, bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada ). d. Disability Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari, dispnea saat istirahat, keletihan, gelisah, kelemahan umum/kehilangan massa otot. 3. Pengkajian Sekunder a.



Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.



b. Keluhan Utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan badan lemah. c.



Riwayat Kesehatan Sekarang Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi



penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas. d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja. e.



Riwayat Kesehatan Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu : 1) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. 2) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat. 3) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut.



f.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu : 1)



Inspeksi Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada beraktivitas



kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum purulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.                   2) Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. 3) Perkusi Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun. 4) Auskultasi Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus (Muttaqin : 2008 H. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini: a.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas



b.



Ketidakefektifan pola napas



c.



Gangguan ventilasi spontan



d.



Intoleransi aktivitas



e.



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan



I. Intervensi Keperawatan



NO. 1



DIAGNOSA KEPERAWATAN Ketidakefektifan bersihan jalan napas



RENCANA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI  (NIC) HASIL  (NOC) NOC : NIC : - Respiratory Status :



Airway Suction



Ventilation



1.



- Respiratory Status :



Pastikan



oral/tracheal suctioning.



Airway patency



2.



Auskultasi suara nafas sebelum



Kriteria Hasil : 3.



bersih,



tidak



dan



(mampu



ada



dyspneu



sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada



4.



irama



5.



tidak



rentang ada



normal,



suara



nafas



O2



dengan



menggunakan



nasal



6.



Gunakan alat yang steril setiap



7.



Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah



faktor



dikeluarkan



dan yang



dapat menghambat jalan



melakukan



tindakan.



- Mampu mengidentifikasikan



memfasilitasi



suction nasotrakeal.



abnormal).



mencegah



Berikan untuk



nafas, frekuensi pernafasan dalam



suction



dilakukan.



- Menunjukkan jalan nafas tercekik,



tentang



Minta klien nafas dalam sebelum



pursed lips). yang paten (klien tidak



keluarga



suctioning.



mengeluarkan



merasa



sesudah



Informasikan pada klien dan



efektif dan suara nafas sianosis



dan



suctioning.



- Mendemonstrasikan batuk yang



kebutuhan



kateter dari



nasotrakeal. 8.



Monitor status oksigen



nafas.



pasien. 9.



Ajarkan



keluarga



bagaimana



cara



melakukan suction. 10. Hentikan



suction



dan



berikan oksigen apabila pasien bradikardi,



menunjukkan peningkatan



saturasi O2, dll. Airway Management 1.



Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.



2.



Posisikan pasien untuk memaksimal-kan ventilasi.



3.



Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.



4.



Pasang mayo bila perlu.



5.



Lakukan fisioterapi dada jika perlu.



6.



Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.



7.



Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.



8.



Lakukan suction pada mayo.



2



Ketidakefektifan



NOC :



NIC :



pola napas



Respiratory status:



Airway Management



Ventilation



1. Buka



jalan



nafas,



Respiratory status: Airway



guanakan teknik chin lift



patency



atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan



Vital sign Status



pasien



untuk



memaksimalkan ventilasi



Kriteria Hasil :



3. Identifikasi



1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas



pasien



perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan



yang bersih, tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu sianosis dan dyspneu 5. Lakukan fisioterapi dada (mampu



mengeluarkan



jika perlu



sputum, mampu bernafas 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction dengan mudah, tidak ada 7. Auskultasi



pursed lips) 2. Menunjukkan jalan nafas yang merasa



paten(klien



tidak



catat



suara



adanya



suara



tambahan



irama 8. Lakukan mayo frekuensi



suction



tercekik,



nafas,



nafas,



pada



pernafasan dalam rentang 9. Berikan bronkodilator bila perlu normal, tidak ada suara 10. Berikan pelembab udara



nafas abnormal) 3. Tanda Tanda vital dalam



rentang (tekanan darah, pernafasan)



normal



Kassa



basah



NaCl



Lembab



nadi, 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor



respirasi



status O2 Terapi Oksigen



dan



1. Bersihkan



mulut,



hidungdan secret trakea 2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 7. Monitor



adanya



kecemasan pasienterhadap oksigenasi Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat



adanya



fluktuasitekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring,



duduk,



atau



berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,



selama,



dan



setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor



frekuensi



dan



irama pernapasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernapasan abnormal



10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,



bradikardi,



peningkatan sistolik) 13. Identifikasi penyebabdari 3



Gangguan ventilasi spontan



NOC : Respiratory status Respiratory status : gas exchange Respiratory status : ventilation



perubahan vital sign Airway Management 13. Buka



jalan



guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 14. Posisikan



Kriteria hasil :



nafas,



pasien



untuk



memaksimalkan ventilasi



1. Mendemonstrasikan



15. Identifikasi



pasien



batuk efektif dan suara



perlunya pemasangan alat



nafas



jalan nafas buatan



yang



bersih,



tidak ada sianosis dan 16. Pasang mayo bila perlu (mampu 17. Lakukan fisioterapi dada



dyspneu



mengeluarkan sputum,



bernafas 18. Keluarkan sekret dengan



mampu



dengan mudah, tidak dalam



batas



catat



suara



adanya



nafas, suara



tambahan



normal > 95% 3. Menunjukkan



batuk atau suction 19. Auskultasi



ada pursed lips) 2. SaO2



jika perlu



jalan 20. Lakukan



nafas yang paten(klien



suction



pada



mayo



tidak merasa tercekik, 21. Berikan bronkodilator bila irama nafas, frekuensi pernafasan



perlu



dalam 22. Berikan pelembab udara



rentang normal, tidak



Kassa



ada



Lembab



suara



nafas



abnormal)



basah



NaCl



23. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 24. Monitor



respirasi



dan



status O2 Terapi Oksigen 8. Bersihkan



mulut,



hidungdan secret trakea 9. Pertahankan jalan nafas yang paten 10. Atur peralatan oksigenasi 11. Monitor aliran oksigen 12. Pertahankan posisi pasien 13. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 14. Monitor



adanya



kecemasan pasienterhadap oksigenasi 4



Intoleransi aktivitas



NOC



NIC



- Energy conservation



Activity Therapy



- Activity tolerance



- Kolaborasikan



- Self Care : ADLs



Tenaga Rehabilitasi Medik



Kriteria Hasil



dalam



- Berpartisipasi aktivitas disertai



dalam



fisik



peningkatan



merencanakan



program terapi yang tepat



tanpa - Bantu



tekanan darah, nadi dan RR



dengan



klien



mengidentifikasi



untk aktivitas



yang mampu dilakukan - Bantu



untuk



memilih



- Mampu



melakukan



aktivitas



konsisten



yang



aktivitas aktivitas sehari-



sesuai dengan kemampuan



hari secara mandiri



fisik, psikologi, dan sosial



- TTV normal



- Bantu



untuk



mengidentifikasi



dan



mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan - Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda - Bantu klien utnuk membuat jadwal latihan di waktu luang - Bantu



pasien



untuk



mengembangkan



motivasi



diri dan penguatan - Monitor respon fisik, emosi, 5



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



NOC : 1. Nutritional Status : Food and fluid Intake 2. Weight : Body Mass, yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut: (1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) Kriteria Hasil : 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. 3. Mampu mengidentifikasi



sosial dan spiritual NIC : Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi makanan. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe. 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. 5. Berikan substansi gula. 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung



kebutuhan nutrisi. 4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 5. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.



tinggi serat untuk mencegah konstipasi. 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi). 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. 10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas normal. 2. Monitor adanya penurunan berat badan. 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan. 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan. 5. Monitor lingkungan selama makan. 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan. 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi. 8. Monitor turgor kulit. 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah. 10. Monitor mual dan muntah.



11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht. 12. Monitor makanan kesukaan. 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan. 14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva. 15. Monitor kalori dan intake nuntrisi. 16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.



2. ASMA BRONKIAL



A. Pengertain Asma adalah suatau keadan dimanasaluran nafas mengalamipenyempitan karena hivesensivitas terhadap rangsangan tertenu,yangmenyebabkan peradanagan, penyempitan ini bersifat berulang dan di antaraepisode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebihnormal.Penderita Asma Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadaprangasangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahanlain penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat mendadak, sehinggagangguan asma bisa dtang secara tiba-tiba jika tidak dapat mendapatkanpertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asmabronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkanpenyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibatberkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender,dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan(Irman Somarti, 2012). Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinyapenyempitan bronkus yang berulang namunrevesibel,dan diantara episodepenyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebihnormal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena asma mudahditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaanhiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyaiciri brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutamapada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagaistimul seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik danpsikologi (Irman Somarti, 2012).Menurut (Solmon, 2015),Tipe asma berdasarkan penyebab terbagimenjadi alerg, idiopatik, dannonalergik atau campura (mixed) antara lain :a)Asma alergik/EkstrinsikMerupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang,debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alrgi terbanyakadalahairbonerdan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergikbiasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayatpengobatan eksrim ataurhinitisalergik. Paparan terhadap alergik akanmencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya di mulai sejak kanak-kanak. Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsikTidak



berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik.Faktor-faktor seperticommoncold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, 15emosi/stres, dan populasi lingkungan akan mencetuskan serangan.Beberapa agen farmakologi seperti antagonis b-adrenergik dan bahansulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab.Serangandrai asma idiopatikatau non nalregik menjadi lebih berat dan sering kaliberjalannya waktu dapat berkembang menjadi btis dan emfisma.Padabeberapa kasus dapat dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentukasma in biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).c)Asma campuran(Mixed Asma)Merupakan bentuk asma yang paling sering.Asma campurandikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatikatau nonalergik. 2. Etiologi Asma Bronkia lMenurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belumdiketahuidengan pasti penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukandasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihanditandai dengan dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi), tumor(esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit



karena



rangsagan



sensori),danfunction



laesafungsi



yang



terganggu



(sudoyoAru,dkk.2015).Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksivirus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan(debu, kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bauasap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan



fisik



(olahraga



berat,



kecapaian,tertawa



terbahak-bahak),



dan



emosi(sudoyoAru,dkk.2015). 3. Gambran Klinis Asma BronkialGejala asma terdiri atastriad,yaitu dipsnea, batuk dan mengi.Gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harusada (sine qua non), data lain terlihat pada pemeriksaan fisik(Nurarif &kusuma, 2015).



4. Patofisiologi bronkialAsma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikanoleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksiantara antigen denganmolekul IgE dengan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetus asmabersifatairbornedan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, allergentersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu terentu.Akan tetapi,sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkanrespon



yang



sangan



baik,



sehingga



sejumlah



kecil



allergen



yangmengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas(Nurarif & kusuma, 2015).Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akutasma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrompernafasansensitif-aspirinkhususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapatdilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitisvasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik denganpolip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif.Klien yang sensitiveterhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiaphari.Setelah menjalaniterapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap17agen anti-inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkanbronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui,tetapi mungkin berkaitan dengan pemebentukan leukotrien yang diinduksisecara khususoleh aspirin(Solomon, 2015).Antagonsᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napaspada klien asma, halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkanpeningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harusdihindari. Obatsulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natriumsulfit dan sulfat klorida, yang secara luas dignakan dalam industri makanandan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkanobstruksi jalan nafasakut pada klien yang sensitive. Pajanan biasanyaterjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur (Irman Somarti,2012)Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnyadari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen danantibody.Reaksi antigen antibody ini akan mengeluarkan substansi peredaalergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapiserangan. Zat yangdikeluarkan dapat berupa



histamine, bradikinin, dananafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala,yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, danpeningkatan sekret mukus (nurarif & kusuma, 2015)



5. Pathway Asma Bronkial



Pencetusserangan (allergen,emosi/stress, obat-obatan, dan infeksi)



Reaksi antigen dan antibody



Dikeluarkannya substansi vasoaktif(histamine, bradikinin, dan anafilatoksin



Kontraksi otot polos



Permeabilitas kapiler meningkat



 Bronkospasme



Ketidakefektifan bersihan jalan napas



B r o n



Obstruksi saluran napas



HipoventilasiDistribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah paru-paru gangguan difusi gas di alveoli



Sekresi mucus meningkat



Produksi mucus bertambah



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (risiko/ aktual)



Kerusakan pertukaran gas



Hipoksemia hiperkapnia



B. Penatalaksanaan Asma Bronkial Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut: (Somantri, 2009) .a)Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan: 1)Saatnya serangan 2)Obat-obatan



yang



telah



diberikan



(macam



dandosis)b)Pemberian



obat



bronkodilatorc)Penilaian terhadap perbaikan serangan. d)Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid .e)Penatalaksanaan setelah serangan mered a1)Cari faktor penyebab 2)Modifikasi pengobatan penunjang selanjutya 7. KomplikasiKomplikasi yangdapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidaksegera ditangani, adalah : (Sundaro & Sukanto, 2006). a)Gagal napas.b)Bronkhitis. c)Fraktur iga (patah tulang rusuk). d)Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada disekeling paruyang menyebabkan paru-paru kolaps). e)Pneumodiastinum penimbunan dan emfisema subkitus .f)Aspergilosis bronkopulmoner alergik. g)Atelektasis. C. .Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Asma Bronkial



MenurutNurarif &Kusuma (2015), meliputi :1Pengkajiana.BiodataAsma balterjadi dapat meyerang segala usia tetapi lebihsering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.Predisposisi laki-laki dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yangkemudian sama pada usia 30 tahun.b.Riwayat Kesehatan 1)Keluhan utamaKeluhan utama yang timbul pada klien dengan asma baladalah dispnea (sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyakparoksimal). 2)Riwayat kesehatan dahuluTerdapat data yang menyatakan adanya factorpredisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayatalergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis,urtikaria, dan eskrim). 3)Riwayat kesehatan keluargaKlien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanyariwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya 21tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggotakeluarganya .c.Pemeriksaan Fisik 1)Inspeksia)Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien padaposisi duduk .b)Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yanglainnya. c)Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah. d)Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya,skar, lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, spertikifosis,skoliosis, dan lordosis. e)Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan kemestrianpergerakakan dada. f)Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidungpernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantupernapasan .g)Saat mengobservasi respirasi, catat durasidari fase inspirasi (I) dan fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2.Fase ekspirasi yang memanjang menunjukan adanyaobstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada klienChronic Airflow Limitation(CAL) /Chornic obstructivePulmonary Diseases(COPD)h)Kelainan pada bentuk dada. 22 i)Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguanpergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dadamengindikasikan penyakit pada paru atau pleura



.j)Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi,yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas .2)Palpasia)Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada danmengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaankulit, dan mengetahuivocal/tactile premitus(vibrasi) .b)Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saatinspeksi seperti : mata, lesi, bengkak .c)Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkanketika berbicara3)PerkusiSuara perkusi normal. :a)Resonan (Sonor): bergaung, nada rendah. Dihasilkan padajaringan parunormal. b)Dullness: bunyi yangpendek serta lemah, ditemukandiatas bagian jantung, mamae, dan hati. c)Timpani: musical, bernada tinggi dihasilkan di atasperut yang berisi udara.Suara perkusi abnormal :a)Hiperrsonan (hipersonor): berngaung lebihrendahdibandingkan dengan resonan dan 23timbul pada bagian paru yang berisidarah. b)Flatness: sangatdullness. Oleh karena itu,nadanyalebih tinggi. Dapat didengarpada perkusi daerah hati,di manaareanya seluruhnya berisi jaringan .4)Auskultasia)Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakupmendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan(abnormal), dan suara.b)Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketikamelalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih. c)Suara nafas normal meliputibronkial,bronkovesikulardanvesikular .d)Suara nafas tambahan meliputiwheezing, ,pleuralfriction rub,dancrackles



2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mencangkupmhal berikut: a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkus spasme, eningkatan produksi mukus, mukus bertahan tebal dan kental, penurunan energi/kelemahan untuk batuk



b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhub dengan anoreksia, mukus bertambah d. Kerusakan pertukaran gasberhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi mukus, spasme bronkus.



B. Intervensi Keperawatan



No.



Diagnosa 1.



Tujuan dan Kriteria Hasil



Keperawatan Bersihan jalan NOC: nafas



tidak



efektifberhubun gan



dengan



Intervensi 1)Kaji



frekuensi



Mampu mengeluarkan kedalaman sekret lebih efektif.



dan



pernafasan ekspansi



 Kriteria hasil : dada2)Catat



bronkus spasme,



Sekresi



eningkatan



diluluhkan atau penggunaan otot bantu



produksi mukus,



dihisap



pernafasan. Kecepatan



mukus bertahan



minimal



biasanya



tebal dan kental,



 Bunyi



dapat pernafasan



upaya



terdengar



bervariasi



energi/kelemaha



bersih



derajat



n untuk batuk



mencapai



nafas kedalaman



penurunan



termasuk



pernafasan tergantung gagal



nafas.3)Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya seperti



bunyi



nafas krekels,



wheezing.



Ronchidan



wheezing



menyertai



obstruksi jalan atau



nafas



kegagalan



pernafasan. 4)Observasi pola batuk dan karakter sekret.



Kongesti



alveolar mengakibatkan batuk



sering/iritasi.



5)Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.Untuk



dapat



meningkatkan/banyakn ya



sputum



dimana



gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyaman



upaya



bernafas.6)Kolaborasi : Berikan



oksigen



tambahan,



Berikan



humidifikasi tambahan bertujuan memaksimalkan bernafas



dan



menurunkan nafas,



kerja



memberikan



kelembabanpada membran mukosa dan membantu pengenceran 2.



Ketidakefektifan pola



napas



berhubungan dengan penurunan



sekret. 1)Auskultasi



NOC: Pola



nafas



efektif.



bunyi



kembali nafas untukmmengetahui



 Kriteria hasil: Pola derajat spasme nafas



efektif, 2)Kaji pantau frekuensi



ekspansi paru



pasien tidak sesak pernafasan napas



3)Catat adanya/derajat distres, misal : keluhan air



hungry,



gelisah,



ansietas,



distres



pernafasan, penggunaan otot bantu . Disfungsi pernafasan



adalah



indikator



kegagalan



nafas 4)Kaji



pasien



posisi



yang



untuk nyaman



untuk bernafas. Pasien dengan



distress



pernafasan



akan



mencari



posisi



nyaman



dan



untuk



yang mudah



bernafas,



membantu menurunkan kelemahan



otot



dan



mempermudah ekspansi 3.



Perubahan nutrisi dari



dada 1)Kaji kebiasaan diet,



NOC :



kurang butuhan nutrisi terpenuhi masukan kebutuhan Kriteria hasil:



tubuh



berhub



dengan anoreksia,



catat



 Menunjukan



mukus



perilaku



bertambah



perubahan hidup



derajatkesulitan



makan, evaluasi BB.



peningkatan BB  Menunjukan



makanan,



2)Avskultasi



bunyi



usus. / 3)Berikan pada oral untuk sekret.



perawatan



sering,



buang



meningkatkan dan / 4)Dorong



periode



mempertahankanbe istirahat, 1jam sebelum rat yang idea



dan



sesudah



makan



5)Berikan makan porsi kecil tapi sering. 6)Hindari penghasil



makanan gas



dan



minuman karbonat .7)Hindari



maknan



yang sangat panas / dingin. 8)Timbang BB sesuai induikasi.



9)Kaji



pemeriksaan laboratorium, 4.



ex



: ke



Kerusakan



NOC



alb.serum. 1)Kaji frekuensi,



pertukaran



:Mempertahankan



dalam pernafasan, catat



gasberhubungan



suplai



dengan obstruksi



ventilasi



jalan nafas oleh



yang



ketidakmampuan



sekresi



adekuat.Kriteria



berbicara.Bertujuan



hasil:



untuk



mukus,



spasme bronkus.



O2dan penggunaan



otot



alveolus aksesori, nafas, bibir,



 Bebas



mengevaluasiderajat



gejala



distrees



distress



pernafasan2)Tinggikan



pernafasa



kepala



tempat



tidur,



n



bantu



pasien



untuk



memilih mudah



posisi



yang untuk



bernafas.Distribusi



Oksigen



dapat



diperbaiki



dengan



posisi duduk.3)Dorong pasien



untuk



mengeluarkan sputum, bila



perlu



lakukan



penghisapan.Sputum yang tebal dan kental adalah sumber utama gangguan



pertukaran



gas,



penghisapan



dilakukan



bila



tidak



batuk efektif.



4)Auskultasi



bunyi



nafas



secara



periodik.Masih adanya mengi mengidentifikasikan masih



adanya



spasmebronkus/tertahan nya



sekret.



5)Awasitanda-tanda vital dan irama jantung. Takikardia,



disritmia,



dan perubahan tekanan darah



menunjukkan



efek



hipoksemia



sistemik



pada



fungsi



jantung.



6)Kolaborasi



berikan O2sesuai hasil GDA



dan



toleransi



pasienuntuk memperbaiki hipoksia Implementasi Keperawatan KeperawatanImplementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan intervensi yang sudah dibuat dengan melihat respon pasien. Apabila diperlukan maka intervensi dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan. EvaluasiKeperawatan. Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umumdapat dinilai dari adanya kemampuan dalam: (Somantri, 2009) .a) Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukan denganadanya kemampuan untuk bernapas, jalan nafas bersih, tidak adasumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, sertatidak ditemukan adanya tanda hipoksia. b)Mempertahankan poa napas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk bernapas, frekuensi, irama, dan kedalaman, napas normal, tidk ditemkan adanya tanda hipoksia,serta kemampuan paru berkembang dengan baik. c) Mempertahankan berat badan dalam kondisi ideal yang ditandai dengan napsu makan membaik, kebutuhan nutrisi terpenuhi secara optimal. d) Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukandengan adanyan kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukandyspnea, frekuensi napasdalam batas normal, serta saturasi oksigen dan PCO2 dalam keadaan normal



3. PNEUMOTHORAX A.



Definisi Pneumothoraks



adalah



adanya



udara



dalam



rongga



pleura.



Biasanya



pneumotoraks hanya temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat ditemukan pneumotorak bilateral, (Danusantoso dalam Wijaya dan Putri, 2013).



Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura (Muntaqqin, 2008). Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantung pleura. Kelainan dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat. Pneumotoraks sekunder terjadi pada ruptur semua lesi paru yang terletak didekat permukaan pleura sehingga udara inspirasi memperoleh akses ke rongga pleura (Robbins, 2007).



B. Klasifikasi Terdapat penyebabnya:



beberapa



jenis



pneumotoraks



yang



dikelompokkan



berdasarkan



1. Pneumotoraks spontan Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan, (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 2. Pneumotoraks traumatik Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor). Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis), (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 3. Pneumotoraks karena tekanan Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paruparumengalami kolaps.Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok. (Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009).



Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan adanya robekan pleura: 1. Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).



2. Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi). 3. Pneumotoraks ventil Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebihlebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.



Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).



2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).



C. Etiologi Pneumothorak dapat terjadi setiap kali permukaan paru-paru pecah dan memungkinkan udara keluar dari paru-paru ke rongga pleura. Hal ini dapat terjadi ketika luka beberapa tusukan dinding dada yang memungkinkan udara luar masuk ke ruang pleura. Pneumothorak spontan dapat terjadi tanpa trauma dada, dan biasanya disebabkan oleh kista kecil pada permukaan paru-paru. Kista



tersebut dapat terjadi tanpa penyakit paru-paru yang berhubungan, atau mereka dapat berkembang karena gangguan paru-paru yang mendasari, emfisema yang paling umum, (Tschopp dalam .2014



D. Patofisiologi Pleura secara anatomis merupakan satu lapis mesoteral, ditunjung oleh jaringan ikat,pembuluh-pembuluh dara kapiler dan pembuluh getah bening, rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis yang melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diapragma dan menyusup kedalam pleura dan tidak sinsitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20ml) dan berfungsi sebagai pelumas diantara kedua lapisan pleura, (Prince. 2006). Patogenesis pneumotorak spontan sampai sekarang belum jelas. 1. Pneumotorak Spontan Primer Pneumotorak spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara petologis membuktikan bahwa pasien pneumotorak spontan yang parunya dipesersi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk blab dan bulla. (Prince. 2006). Bulla merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pelura fibrotik yang menebal sebagian oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaraingan paru emfisematus. Blab terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui suatu jaringan intertisial kedalam lapisan tipis pleura viseralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme pembentukan bulla/blab belum jelas , banyak pendapat mengatakan terjadainya kerusakan bagian apeks paru akibat tekanan pleura lebih negatif. Pada pneumotorak spontan terjadi apabila dilihat secara patologis dan apeks



paru. Observasi



radiologis



terdapat



bulla



di



klinik yangdilakukan pada pasien pneumotorak



spontan primer ternyata mendapatkan pneumotorak lebih banyak dijumpai pada pasien pria berbadan kkurus dan tinggi. Kelainan intrinsik jaringan konetif mempunyai kecenderungan terbentuknya blab atau bulla yang meningkat, (Prince. 2006).



Blab atau bulla yang pecah masih belum jelas hubungan dengan aktivitas yang berlebihan,karena pada orang-orang yang tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi pneumotorak. Pecahnya alveoli juga dikatakan berhubungan dengan obstruksi check-valve pada saluran napas dapat diakibatkan oleh beberapa sebab antara lain : infeksi atau infeksi tidak nyata yang menimbulkan suatu penumpukan mukus dalam bronkial, (Prince. 2006). 2. Pneumotorak Spontan Sekunder Disebutkann bahwa terjadinya pneumotorak ini adalah akibat pecahnya blab viseralis atau bulla pneumotorak dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang medasarinya. Patogenesis penumotorak ini umumnya terjadi akibat komplikasi asma, fibrosis kistik, TB paru, penyakitpenyakit paru infiltra lainnya misalnya pneumotoral supuratif, penumonia carinci. Pneumotorak spontan sekunder lebih serius keadaanya karena adanya penyakit yang mendasarinya (Corwin, E. 2006).



Pathway Komplikasi PPOK



Trauma tajam / tumpul



Pecahnya blap viseralis



Robekkan pleura



Pneumothorax



Akumulasi udara dalam kavum pleura Pemasangan WSD



Penurunan ekspresi paru



Ketidak efektifan pola nafas



Diskontuinitas larineum



Kerusakkan integritas kulit



Pemasangan WSD



Resiko infeksi



Merangsang reseptor nyeri pada periver kulit



Merangsang reseptor nyeri pada pleura viseralis dan parietalis



Nyeri akut



E. Manifestasi klinis Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah: 1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendekpendek, dengan mulut terbuka. 2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan. 3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien. 4. Denyut jantung meningkat. 5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang. 6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer. Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut: a) Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat b) Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat c) Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas. d) Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang. F. Komplikasi 1. Pneumothoraks tension dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisisan jantung menururn sehingga tekanan darah menurun. 2. Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi. 3. pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispenia berat, yang menyebabkan kematian.(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)



G. Pemeriksaan penunjang Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnose pneumotoraks, diantaranya: 1. Foto rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus pneumotoraks antara lain: a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi. d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut — Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum. — Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila



jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang



— Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.



Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps 2. Analisa Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%. 3. CT-scan thorax CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.



4. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain dengan melakukan : 1. Tindakan medis Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar..(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009) 2. Tindakan dekompresi Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara: a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut. b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil. — Dapat memakai infus set Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol — Jarum abbocath Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat



dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.



— Pipa WSD ( Water Sealed Drainage ) Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula. Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut (3), (4). Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal 3. Tindakan bedah Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak



berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.



H. Pengkajian 1. Pengkajian primer a. Airway 1) Perhatikan adanya peningkatan sekresi pernafasan 2) Dengarkan adanya bunyi nafas ronki, krekles, wizzing sebagai indikasi gagal nafas. b. Breathing 1) Perhatikan adanya distress pernafasan : cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi dada. 2) Lihat apakah pasien menggunakan otot aksesoris atau tidak. 3) Lihat apakah klien kesulitan bernafas : lapar udara, diaphoresis, sianosis. c. Circulation 1) Perhatikan bila adanya penurunan curah jantung dengan ditandai : gelisah, latergi, takikardi. 2) Sakit kepala d. Disability Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk. 2. Pengkajian sekunder Anamnesis pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayyat keluarga, social dan sistem.



Pemeriksaan fisik a. Sistem Pernapasan : Sesak napas. Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup). Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. Takhipnea, pergeseran mediastinum. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun. b. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia, lemah. Pucat, Hb turun / normal. Hipotensi. c. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan. d. Sistem Perkemihan: Tidak ada kelainan. e. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan. f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen. Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam. Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. g. Sistem Endokrine : Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.



h. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan. i. Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.



I. Diagnosa keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru akumulasi udara dalam pleura. 2. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik (luka insisi post pemasangan WSD). 3. Resiko infeksi berhubungan dengan deskontunitas jaringan. J. Perencanaan keperawatan No.



Diagnosa keperawatan



NOC



NIC



1.



Ketidak efektifan



Setelah dilakukan tindakan



pola nafas b.d.



keperawatan diharapkan



ekspansi paru,



pola nafas pasien kembali



akumulasi udara



efektif dengan kriteria



dalam pleura.



hasil:



-



-



1. Keluhan sesak napas berkurang, 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten



-



3. Nafas ringan, tidak nyeri saat melakukan 4. pernapasan, bebas



-



dari tanda sianosis



-



Identifikasi faktor penyebab kolaps: trauma, infeksi komplikasimekanik pernapasan. Observasi TTV Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman napas, dan vokal. fermitus laporkan setiap perubahan yang terjadi. Auskultasi bunyi napas Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat atau dalam. Pertahankan posisi nyaman biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Baik ke sisi yang sakit untuk kontrol pasien untuk sebanyak mungkin. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan selang WSD



2.



Nyeri akut b.d agen injury fisik (luka insisi post pemasangan WSD)



Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang dengan kriteria hasil: 1. Mampu mengontrol



-



nyeri 2. Melaporkan bahwa



-



nyeri berkurang 3. Mampu mngenali



-



nyeri 4. Mengatakan rasa



Kaji nyeri secara komprehensif. Monitor vital sign Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. Gunakan teknik komunikasi. terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri Kurangi factor presipitasi nyeri. Ajarkan tentnag teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri (relaksasi nafas dalam) Kolaborasi medis dalam pemberian analgetik ( injeksi ketorolac 30mg)



nyaman setelah nyeri berkurang 3.



Resiko infeksi b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak diskontinuitas ada tanda- tanda infeksi jaringan. dengan kriteria hasil: 1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.



-



-



Kaji tanda dan gejala infeksi sistemik dan local. Monitor tanda– tanda vital. Bersihkan lingkungan pasien. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. Anjurkan untuk masukan nutrisi yang cukup. Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup. Kolaborasi medis dalam pembarian antibiotik ( injeksi ceftriaxon 1 gr).



4. GAGAL NAFAS A. Pengertian Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigen darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi, difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997). Gagal nafas terjadi apabila pertukaran oksigen terhadap karbon dioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth 2001). Segara garis besar gagal nafas merupakasn fase lanjutan dari gangguan pernafasan yang menyebabkan kegagalan paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mengeluarkan CO2. Gagal nafas merupakan suatu kondisi gawat darurat pada pada sistem respirasi berupa kegagalan sistem respirasi dalam menjalankan fungsinya, yaitu oksigenasi dan eliminasi karbon dioksida. Gagal nafas terdiri dari dua tipe, yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara structural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronchitis kronis, emfisema dan lain-lain.



B. Tipe gagal nafas 1. Gagal nafas hipoksemia Disebut juga gagal nafas hipoksemik. Tekanan parsial oksigen di arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg. Terjadi akibat kegagalan difesi oksigen dari alveolus ke sirkulasi. 2. Gagal napas hiperkapnia Disebut juga hiperkapnik. Tekanan parsial karbondioksida di arteri (PaCO2) lebih dari 45 mmHg. Terutama terjadi akibat kegagalan fungsi ventilasi atau pompa udara pada saluran nafas. Dapat disertai hipoksemia, umumnya disertai asidosis respiratorik.



C. Etiologi 1. Depresi sistem saraf Pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasa, terletak di bawah batang otak (pons dan medulla) sehinga pernafasan lambat dan dangkat. 2. Kelainan neurologis primer Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot pernafasan atau petemuan neuromuscular yang terjadi pada pernafasan akan sangat mempengaruhi ventilasi. 3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. 4. Trauma Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernafasan. Hemotoraks, pneumothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. 5. Penyakit paru Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia kimiawi atau pneumonia diakibatkan oleh menginspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelectasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi yang menyebabkan gagal nafas.



Penyebab gagal nafas berdasarkan lokasi adalah : 1. Penyebab sentral a. Trauma kepala : contusion cerebri b. Radang otak : encephaliti



c. Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak d. Obat-obatan : narkotika, anestesi 2. Penyebab perifer a. Kelainan neuromuscular : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale c. Kelainan di paru : edema paru, atelectasis, ARDS d. Kelainan tulang iga/thoraks : fraktur costae, pneumothoraks, hematothoraks e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri



D. Patofisiologi Patofisiologi gagal napas adalah ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi paru yang menyebabkan hipoksemia atau peningkatan produksi karbon dioksida dan gangguan pembuangan karbon dioksida yang menyebabkan hiperkapnia. Mekanisme gagal napas menggambarkanketidak mampuan tubuh untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang cukup atau membuang karbon dioksida. Pada gagal napas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50 mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mm Hg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti napas. Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko henti jantung Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaO2 akan turun kira-kira dengan jumlah yang



sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang menunjukkan petanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati normal Disfungsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien yang mempunyai penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan ventilasi. Pathway Trauma



Kelainan neurologis



gangguan saraf pernafasan dan otot pernafasan



peningkatan membrane alveolar kapiler



Gangguan epitalium alveolar



Gangguan endothelium kapiler



Cairan masuk ke interstitial



Penumpukan cairan alveoli



Edema pulmonal



Penurunan compliance paru



Cairan surfaktan menurun



Meningkatnya tahanan jalan nafas



Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan



Bersihan jalan nafas tidak efektif



Gangguan pengembangan paru (atelektasi) kolaps alveoli



Ventilasi dan perfusi tidak seimbang



Gangguan pertukaran gas



E. Tanda dan gejala Gagal napas diawali oleh stadium kompensasi. Pada keadaan ini ditemukan peningkatan upaya napas (work of breathing) yang ditandai dengan adanya



distress



pernapasan (pemakaian otot pernapasan tambahan, retraksi, takipnea dan takikardia). Peningkatan upaya napas terjad dala usaha mempertahankan aliran udara walaupun compliance paru menurun. Sebaliknya, stadium dekompensasi muncul belakangan ditandai dengan menurunnya upaya napas. 1. Tanda a. Gagal nafas parsial 1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. 2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi 3) Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan b. Gagal nafas parsial 1) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan whizzing 2) Ada retraksi dada



2. Gejala a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2) b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun) F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Analisis gas darah arteri harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk membantu dalam perbedaan antara bentuk akut dan kronis. Ini membantu menilai keparahan kegagalan pernapasan dan membantu dalam penanganan. 2. Hitung darah lengkap ( CBC ) dapat menunjukkan anemia, yang dapat berkontribusi terhadap hipoksia jaringan, sedangkan polisitemia mungkin menunjukkan kegagalan pernafasan hipoksemia kronis.



3. Kelainan fungsi ginjal dan hati mungkin juga memberikan petunjuk etiologi kegagalan pernafasan atau mengingatkan dokter untuk komplikasi yang terkait dengan kegagalan pernafasan. Kelainan pada elektrolit seperti kalium, magnesium, dan fosfat dapat memperburuk kegagalan pernapasan dan fungsi organ lainnya. 4. Foto rontgen dada sangat penting. Echocardiography tidak rutin dilakukan tetapi kadang kadang



berguna.



Tes



fungsi



paru



jika



memungkinkan,



dapat



membantu.



Elektrokardiografi (EKG) harus dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penyebab kardiovaskular sebagai kegagalan pernafasan, tetapi juga dapat mendeteksi disritmia akibat hipoksemia berat atau asidosis. G. Penatalaksaan Medis Tujuan terapi gagal napas adalah memaksimalkan pengangkutan oksigen dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan oksigen arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam tatalaksana terhadap gagal nafas, yang perlu segera dilakukan adalah: perbaikan ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang terjadi, dan terapi supportif. Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan jalan nafas tetap terbuka, baik dengan pengaturan posisi kepala anak (sniffing position), pembersihan lendir atau kotoran dari jalan nafas atau pemasangan pipa endotracheal tube, penggunaan alat penyangga oropharingeal airway (gueded), penyangga nasopharingeal airway, pipa endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran benar-benar terjamin terbuka, maka selanjutnya dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan hipoksemia. Bila pasien tidak sadar, buka jalan napas (manuver tengadah kepala, angkat dagu, mengedepankan rahang) dan letakkan dalam posisi pemulihan. Isap lendir (10 detik), ventilasi tekanan positif dengan O2 100%. Lakukan intubasi endotrakea dan pijat jantung luar bila diperlukan. Atasi Hipoksemia



Terapi Oksigen Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia



sehingga pusat pernafasan tidak terangsang oleh hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya kenaikan PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi apnoe.1 Pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas. Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.1 Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasienpasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus segera diberikan dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan menimbulkan cacat tetap dan kematian. 15 Pada kondisi ini oksigen harus diberikan dengan FiO2 60100% dalam waktu pendek dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping.1 Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus rendah dan sistem arus tinggi. Kateter nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal Kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt, dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24 %-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2 secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi kering. Alat oksigen arus tinggi di antaranya ventury mask dan reservoir nebulizer blenders. Pasien dengan PPOK dan gagal napas tipe hipoksemia, bernapas dengan mask ini mengurangi resiko retensi CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40 L/mnt oksigen melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi. Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini adalah pasien yang memerlukan pengendalian FiO2 dan pasien hipoksia dengan ventilasi abnormal. Atasi Hiperkapnia: Perbaiki Ventilasi Jalan napas (Airway) Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-obat pernapasan. Pada semua pasien gangguan pernapasan harus dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan untuk insersi jalan napas buatan seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas buatan dibandingkan jalan napas alami.1 Resiko jalan napas buatan adalah trauma insersi, kerusakan trakea (erosi), gangguan respon batuk, resiko aspirasi, gangguan fungsi mukosiliar, resiko infeksi, meningkatnya



resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan jalan napas buatan adalah dapat melintasi obstruksi jalan napas atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obatobatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP, memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute bronkoskopi fibreoptik. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 1. Pengkajian primer a. Airway 1) Perhatikan adanya peningkatan sekresi pernafasan 2) Dengarkan adanya bunyi nafas ronki, krekles, wizzing sebagai indikasi gagal nafas. b. Breathing 1) Perhatikan adanya distress pernafasan : cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi dada. 2) Lihat apakah pasien menggunakan otot aksesoris atau tidak. 3) Lihat apakah klien kesulitan bernafas : lapar udara, diaphoresis, sianosis. c. Circulation 1) Perhatikan bila adanya penurunan curah jantung dengan ditandai : gelisah, latergi, takikardi. 2) Sakit kepala d. Disability Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk.



2. Pengkajian sekunder a. Anamnesis pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluahn utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayyat keluarga, social dan sistem.



b. Riwayat Kesehatan



Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga. c.



Keluhan Utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.



d.



Riwayat Kesehatan Sekarang Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.



e.



Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja.



f.



Riwayat Kesehatan Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu : 4) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. 5) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat. 6) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memper-buruk penyakit tersebut.



g. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan 1) Takipnue dan takikardi yang merupakan gejala nonspesifik · Batuk yang tidak adekuat, penggunaan otot bantu napas, dan pulsus paradoksus dapat menandakan risiko terjadinya gagal napas 2) Pada funduskopi dapat ditemukan papil edema akibat hiperkapnia atau vasodilatasi cerebral 3) Pada paru ditemukan gejala yang sesuai dengan penyakit yang mendasari. 4) Bila hipoksemia berat, dapat ditemukan sianosis pada kulit dan membran mukosa. Sianosis dapat diamati bila konsentrasi hemoglobin yang mengalami deoksigenasi pada kapiler atau jaringan mencapai 5 g/dL 5) Disapnue dapat terjadi akibat usaha bernapas, reseptor vagal, dan stimuli kimia akibat hipoksemia atau hiperkapnia 6) Kesadaran berkabut dan somnolen dapat terjadi pada kasus gagal napas. 7) Mioklonus dan kejang dapat terjadi pada hipoksemia berat 8) Polisitemia merupakan komplikasi lanjut dari hipoksemia 9) Hipertensi pulmoner biasanya terdapat pada gagal napas kronik. Hipoksemia alveolar yang disebabkan oleh hiperkapnia menyebabkan konstriksi arteriol pulmoner. 10) Kulit kepala. Seluruh kulit kepala diperiksa. Seringkali pada penderita yang dating dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. 11) Vertebrata servikal dan leher. Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa, kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekauan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilitsasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway pernafasan, dan oksigenasi. Control perdarahan dan cegah kerusakan otak sekunder.



12) Toraks. Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam, luka, lecet, memar, ruam, ekimosis, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafasan. Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan. Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, whezzing, rales). h. Pemeriksaan diagnostic 1) Bronkoskopi Adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostic dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran nafas normal. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau atau massa intrabronkial, tumor intra bronkus. 2) Analisa Gas Darah (AGS)



2. Diagnose Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sumbatan jalan nafas 2. Pola nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuscular 3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi



3. Intervensi Keperawatan



Dk Bersiha



Tujuan Intervensi Setelah diberikan tindakan Intervensi NIC



n jalan



keperawatan selama …



nafas



x24 jam, kebersihan jalan



pernapasan pasien,



dan pertukaran gas yang



tidak



efektif kembali dengan



mengumpulkan dan



adekuat



efektif



kriteria hasil :



menganalisis data



1. pemantauan



Rasional 1. untuk memastikan kepatenan jalan napas



2. memfasilitasi kepatenan



b.d



1. mempertahank



pasien (tanda vital)



jalan napas



sumbata



an jalan nafas



2. manajemen jalan napas 3. membantu jalan napas



n jalan



pasien



3. berikan oksigen



nafas



2. mengeluarkan



4. pengaturan posisi,



4. untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis



secret tanpa



mengubah posisi



dan psikososia, serta



bantuan



pasien



memudahkan



3. menunjukkan



5. lakukan dan bantu



mengeluarkan secret



prilaku untuk



dalam melakukan



5. mengencerkan secret



mempeebaiki



nebulizer



6. memudahkan



jalan napas



6. intruksi kepada pasien



pengeluaran secret



4. berpartisipasi



tentang batuk dan



7. untuk perawatan paru



dalam program pengobatan sesuai kondisi



teknik napas dalam 7. kolaborasi pemberian obat



Pola



Setelah diberikan



Intervensi NIC



napas



keperawatan asuhan



1. manajemen jalan napas jalan nafas



tidak



keperawatan ….x24jam



2. pemantauan tanda vital



2. untuk menentukan dan



efektif



diharapkan pola napas



3. pantau pola



mencegah komplikasi



b.d



klien efektif dengan



pernapasan, auskultasi



3. mengetahui tindakan



disfung



kriteria hasil :



suara napas



selanjutnya yang akan



si



1. menunjukan pola



neurom



pernapasan efektif, yang



uskular



dibuktikan oleh status pernapasan ; status ventilasi pernapasan tidak terganggu, kepatenan jalan napas, tidak ada penyimpangan tandatanda vital dari rentang normal.



4. ajarkan teknik relaksasi 5. ajarkan teknik batuk efektif 6. atur posisi pasien (fowler) 7. kolaborasi pemberian obat



1. memfasilitasi kepatenan



dilakukan serta mengetahui adanya suara tambahan 4. untuk memperbaiki pola pernapasan 5. mengeluarkan secret 6. Mengoptimalkan pernapasan 7. mengoptimalkan pola pernapasan



5. ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME(ARDS) A. Definisi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah salah satu alasan kegagalan pernafasan akut yang ditandai dengan busung paru oleh Peningkatan permeabilitas.Keadaan ini dipergakan dengan keberadaan infiltrasi luas padaradiografi dada, gangguan oksigenasi, dan fungsijantung normal (Samik,1996). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal nafas yang timbul pada klien dewasa " tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya(mutaqqin, 2013). ARDS adalah gagal napas yang terjadi tiba-tiba dan progresif yang ditandai dengan dispnea, hipoksemia, difusi bilateral infiltrat (Black, 2002). ARDS diawali dengan berbagai penyakit serius yang pada akhirnya mengakibatkan edema paru difus nonkardiogenik yang khas. Istilah ini diperkenalkan oleh Petty dan Ashbaugh pada tahun 1971 setelah mengamati gawat napas yang akut dan mengancam nyawa pasien-pasien yang tidak menderita penyakit paru sebelumnya. Menurut saya Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan inflamasi paru yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas vascular paru, peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan paru yang berisi udara, dengan hipoksemia dan opasitas bilateral pada pencitraan, yang dihubungkan dengan peningkatan shunting, peningkatan dead space fisiologis, dan berkurangnya compliance paru. B. ANATOMI DAN FISIOLOGI Paru-paru merupakan organ yang elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga thoraks dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kelainan patologi. Paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang berukuran lebih besar dan paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissure interlobaris dan paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap paru-paru terbagi



juga menjadi beberapa sub bagian yaitu menjadi sepuluh unit terkecil yang disebut brochopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan olehruang yang disebut mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh membran serosa yaitu pleura. Pleura yang melapisi rongga dada disebut pleura parietalis, sedangkan pleura yang menyelubungi paru-paru disebut pleura viceralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viceralis terdapat celah ruangan yang disebut cavum pleura. Ruangan ini normalnya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura. Cavum pleura memiliki tekanan negatif yang saling tarik menarik, di mana ketika diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga sebaliknya. Paru-paru merupakan organ yang elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga thoraks dan merupakan organ tubuh yang sering mengalami kelainan patologi. Paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang berukuran lebih besar dan paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fissure interlobaris dan paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap paru-paru terbagi juga menjadi beberapa sub bagian yaitu menjadi sepuluh unit terkecil yang disebut brochopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum Paru-paru dibungkus oleh membran serosa yaitu pleura. Pleura yangmelapisi rongga dada disebut pleura parietalis, sedangkan pleura yang menyelubungi paru-paru disebut pleura viceralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viceralis terdapat celah ruangan yang disebut cavum pleura. Ruangan ini normalnya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura. Cavum pleura memiliki tekanan negatif yang saling tarik menarik, di mana ketika diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga sebaliknya Fungsi utama paru-paru yaitu sebagai alat respirasi untuk pertukaran gas oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolusalveolus di paru melalui sistem kapiler. Pertukaran gas tersebut untuk



menyediakan kebutuhan oksigen bagi jaringan. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida akan berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolism seseorang Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 1. Ventilasi paru Vjentilasi adalah sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer dan alveoli. Proses ini berlangsung di sistem pernapasan. 2. Difusi Difusi adalah pertukaran dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. Proses ini terjadi di sistem pernapasan. 3. Transpor gas Transpor gas adalah pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel. Proses ini terjadi di system sirkulasi. 4. Pengaturan ventilasi Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun atau tidaknya kelainan fungsi ventilasi paru Fungsi utama paru-paru yaitu sebagai alat respirasi untuk pertukaran gas oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolus-alveolus di paru melalui sistem kapiler. Pertukaran gas tersebut untuk menyediakan kebutuhan oksigen bagi jaringan. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida akan berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang.Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 



Ventilasi paru Ventilasi adalah sirkulasi keluar masuknya udara atmosfer dan alveoli.



Proses ini berlangsung di sistem pernapasan. 



Difusi



Difusi adalah pertukaran dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. Proses ini terjadi di sistem pernapasan. 



Transpor gas Transpor gas adalah pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam dan



cairan tubuh ke dan dari sel. Proses ini terjadi di system sirkulasi. 



Pengaturan ventilasi Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi



ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada atau tidaknya kelainan fungsi ventilasi paru C. ETILOGI 1) Syok (hemoragik, kardiogenik, anafilatik, sepsis) 2) Trauma (luka, emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang, cedera kepala, cedera dada langsung) 3) Infeksi (bacterial pneumonia, viral pneumonia, fungal pneumonia, sepsis gram negatif, tuberculosis) 4) Inhalasi gas beracun (asap rokok, O2 konsentrasi tinggi (FiO2 > 50%) yang lama (>48 jam), NO2, NH2, Cl2) 5) Penggunaan obat-obatan (heroin, methadone, barbiturate, dextran 40, Thiazides, Ethchlorvynol, Fluorescein, Salicylates) 6) Metabolik (uremia, KAD) D. PATOFISIOLOGI Hal yang khas pada ARDS ini adalah terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh berbagai etiologi salah satunya adalah aspirasi bahan kimia atau inhalasi gas berbahaya langsung toksik terhadap epitel alveolar. Kondisi ini menyebabkan epitel rusak dan terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar dan akhirnya menyebabkan edema interstesial. Membran kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikelpartikel. Tetapi, dengan adanya cedera maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui oleh cairan, sel darah merah, sel



darah putih, dan protein darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada interstisium dan jika melebihi kapasitas dari interstisium cairan akan berkumpul di dalam alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif. E. MANIFESTASI KLINIS Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) ditandai oleh perkembangan dyspnea akut dan hipoksemia dalam waktu jam dan beberapa hati , seperti trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi masif, pankreatitis akut, atau aspirasi. Dalam banyak kasus, hal menghasut jelas, tetapi, pada orang lain (misalnya, obat overdosis), mungkin lebih sulit untuk mengidentifikasi. Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainan dasarnya. Di awali penderita akan merasakan sesak nafas, dan bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik. Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:







cemas, merasa ajalnya hampir tiba







tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ lain)







penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.



Pasien dalam perjalanan penyakitnya menjadi ARDS, sering disertai dengan kegagalan multisistem organ, dan mereka mungkin tidak mampu memberikan informasi historis. Biasanya, penyakit berkembang dalam 12-48 jam setelah kejadian menghasut, meskipun, dalam kasus yang jarang, mungkin diperlukan waktu hingga beberapa hari. Dengan terjadinya cedera paru-paru, pasien awalnya dicatat dyspnea dengan pengerahan tenaga. Hal ini dengan cepat berkembang menjadi dispnea berat saat istirahat, takipnea, gelisah, agitasi, dan kebutuhan untuk konsentrasi semakin tinggi oksigen terinspirasi.(Alsagaff, 2006) F.



TEST DIAGNOSTIK



1. Pemeriksaan Laboratorium o Analisa Gas Darah: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hipersensitivitasi), hiperkapnia (pada emfisemia atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik pada awal proses, akan berganti menjadi asidodid respiratorik o Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amylase (pada pankreatitis). o Gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati,tanda koagulasi intravascular diseminata ( sebagai bagian dari MODS/ multiple organ dysfunction syndrome) 2. Radiologi o Foto Toraks: pada awal proses, dapat ditemkan lapangan paru yang relative jernih, serial foto kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung o CT scan toraks: pola heterogen, predominasi infiltrate pada area dorsal paru (foto supine) (Amin, 2010) .



G. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah : 1) Ketidak seimbangan asam basa 2) Kebocoran udara(pneumothoraks, neumomediastinum, neumoperkardium, dll) 3) Perdarahan pulmoner 4) Displasia bronkopulmoner 5) Apnea 6) Hipotensi sistemik H. ASUHAN KEPERAWTAAN ARDS 1. Pengkajian Primer a. Airway : 



Peningkatan sekresi pernapasan







Bunyi nafas krekels,ronki dan mengi







Jalan nafas adanya sputum,sekret,lendir,darah dan benda asing







Jalan nafas bersih atau tidak



b. Breathing : 



Distres pernapasan : pernapasan cuping hidung,takipnea,bradipnea,retraksi







Peningkatan frekuensi napas







Napas dangkal dan cepat







Kelemahan otot pernapasan







Refleks batuk ada atau tidak







Penggunaan otot bantu pernapasan ada atau tidak







Irama pernapasan : teratur atau tidak







Bunyi napas normal atau tidak



c. Circulation :







Penurunan curah jantung : gelisah,letargi,takikardia







Sakit kepala







Gangguan tingkat kesadaran



d. Disability 



Keadaan umum : GCS,tingkat kesadaran,nyeri atau tidak







Adanya trauma atau tidak pada thoraks



e. Exposure 



Enviromental control







Buka baju penderita tetapi cegah terjadinya hipotermia



2. Pengkajian Sekunder a. Identitas pasien b. Riwayat penyakit sekarang c. Riwayat penyakit dahulu d. Pemeriksaan fisik 



B1 ( breath)







B2 ( blood)







B3 ( brain)







B4 (bowel)







B5 (bladder)







B6 ( bone)



I. Diagnosa Keperawatan 1) ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sindrom ipoventilasi 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi 3) Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan mukus yang berlebih



J. Intervensi keperawatn N Ketidakefektifan



Noc



Nic



o pola napas







respiratory status ventilator



 



respiratory status : airway patency vital sing status kriteria hasil :  mendemonstrasikan batuk efektif dan suarah nafas yang bersih tidak ada sianosis dan dyspnue (mampu mengeluarkan sputum,mampu bernapas dengan mudah,tidak ada pursed lips)  menunjukkan jalan napas yng paten (klien tidak merasa tercekik,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormal) tanda – tanda vital dalam rentang normal(tekanan darah,nadi,pernafasan



2 Gangguan Pertukaran Gas   



Respiratory status : Gas exchange Respiratory status : ventilation Vital sing status Kriteria Hasil  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat  Memelihara kebersihan paru – paru



dan bebas dari tanda – tanda distress pernapasan 



Mendemostrasikan batuk efektif dan



Airway Management - buka jalan nafas,gunakan tehnik chin lift atau jaw thrust bila perlu - posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan - pasang mayo bila perlu - lakukan fisioterapi dada jika perlu - keluarkan secret dengan batuk atau suction - auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan - lakukan suction pada mayo



Airway Management - Buka jalan nafas,gunakan tenik- chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan - Pasang mayo bila perlu - Lakukan fisioterapi dada bila







suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum,mampu bernafas dengan mudah,tidak ada pursed lips) Tanda – tanda vital dalam batas normal



-



-



-



-



-



-



-



Ketidakefektifan



perlu Keluarkan secret dengan batuk atau suction Auskultasi pernafasan,catat adanya suara nafas tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan Monitor respirasi dan status O2 Monitor rata – rata kedalaman irama dan usaha respirasi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,penggunaan otot tambahan,retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipneu,takipnea,kussmau l,hiperventilasi,cheyne stokes,biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradosis) Auskultasi suara nafas,cata area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan



Airway suction



3 bersihan jalan nafas



 



Respiratory status : ventilation Respiratory status : Airway patency Kriteria Hasil :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum,mampu bernafas dengan mudah,tidak ada pursed lips)  Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,irama nafas,frekuensi pernafasan dalam rentang normal,tidak ada suara nafas abnormal)  Mamu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas



-



-



-



-



-



-



-



-



Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suction Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal Monitor status oksigen pasien Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi penigkatan saturasi O2,dll Buka jalan nafas,gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mmayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan secret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas,catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara



-



-



kassa basah Nacl lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan Monitor respirasi dan status O2



BAB II PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action. Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC. NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta : EGC. Herdman Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction Price, S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare. 2001. Buku Ajar



Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Volume 2. Jakarta : EGC



Bakhtiar, Askep Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Dewi, Dewa Ayu Mas Sintya, Diagnosa Dan Penatalaksanaan Gagal Nafas Akut