Makalah BBLR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)



Dosen Pembimbing



: Marwan RG, M.Kep



Disusun Oleh : KELOMPOK I 1. AangKunaifi Aditya



21119001P



2. Devi Melia Sari



21119014P



3. Khoirunisa



21119027P



4. Nazila



21119040P



5. Seftiya Anggraini



21119053P



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN REGULER B TAHUN AKADEMIK 2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami sanjungkan kehadirat Allah Swt yang mana atas rahmat dan karunianya, kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ‘Bayi Berat Badan LahirRendah (BBLR)’ ini dengan baik dan tepat waktu. Penyusun juga mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak , yang telah membimbing, membantu dan mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Selain itu, rasa terimakasih juga kami sampaikan kepada teman-teman satu jurusan yang telah banyak memberikan banyak kontribusi dalam penyelesaian makalah ini. kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, penyusun senantiasa terbuka menerima kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.



Palembang, Oktober 2019



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.........................................................................................



i



DAFTAR ISI........................................................................................................



ii



BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................



1



1. 1 Latar Belakang................................................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................



3



1.3 Tujuan..............................................................................................................



3



BAB II TINJAUN PUSTAKA............................................................................



4



2.1 Konsep Penyakit..............................................................................................



4



2.1.1 Definisi BBLR.....................................................................................



4



2.1.2 Etiologi................................................................................................



5



2.1.3 Patofisiologi.........................................................................................



6



2.1.4 Pathways..............................................................................................



7



2.1.5 Klasifikasi.............................................................................................



8



2.1.6 Implementasi.......................................................................................



8



2.1.7 Komplikasi..........................................................................................



9



2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................



10



2.1.9 Penatalaksanaan...................................................................................



8



2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis.........................................................................



12



2.2.1 Pengkajian.............................................................................................



12



2.2.2 Diagnosis Keperawatan.........................................................................



15



2.2.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................



16



2.2.4 Implementasi Keperawatan...................................................................



19



2.2.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................



19



BAB III PENUTUP.............................................................................................. 3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 3.2 Saran................................................................................................................ DAFTARPUSTAKA...........................................................................................



20 20 20 21



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Faktor risiko yang mempengaruhi terhadap kejadian BBLR, antara lain adalah karakteristik sosial demografi ibu (umur kurang dari 20 tahun dan umur lebih dari 34 tahun, ras kulit hitam, status sosial ekonomi yang kurang, status perkawinan yang tidah sah, tingkat pendidikan yang rendah). Risiko medis ibu sebelum hamil juga berperan terhadap kejadian BBLR (paritas, berat badan dan tinggi badan, pernah melahirkan BBLR, jarak kelahiran). Status kesehatan reproduksi ibu berisiko terhadap BBLR (status gizi ibu, infeksi dan penyakit selama kehamilan, riwayat kehamilan dan komplikasi kehamilan). (Nur, dkk, 2016). Status pelayanan antenatal (frekuensi dan kualitas pelayanan antenatal, tenaga kesehatan tempat periksa hamil, umur kandungan saat pertama kali pemeriksaan kehamilan) juga dapat beresiko untuk melahirkan BBLR. ( Nur, dkk, 2016). Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak. Selain itu, angka kematian bayi juga merupakan cerminan dari status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi yang baru lahir/neonatal (usia 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernapas saat lahir), bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. BBLR merupakan masalah yang sangat kompleks dan memberikan kontribusi berbagai hasil kesehatan yang buruk karena tidak hanya menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas, tetapi dapat juga menyebabkan kecacatan, gangguan, atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan penyakit kronis dikemudian hari. ( Kusparlina, 2016). AKB di dunia masih tergolong tinggi. Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF) , angka kematian bayi di dunia mencapai lebih dari 10 juta kematian. Dari 10 juta kematian bayi, hampir 9 juta kematian bayi terjadi di negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan AKB yang tertinggi. AKB di Indonesia mencapai 32 kematian per 1000 Kelahiran Hidup pada tahun 2013, sehingga menjadikan Indonesia sebagai



salah satu negara dengan AKB tertinggi di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Jumlah kasus kematian bayi tahun 2015 sebanyak 33.278 kasus menurun dibandingkan tahun 2016 yaitu 32.007 dan tahun 2017 di semester I sebanyak 10.294 kasus. Salah satu penyebab kematian bayi di Indonesia adalah kejadian BBLR sebesar 3.999 kasus kematian bayi. (Sujianti, 2017). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) BBLR telah menyumbang 60 sampai 80 persen dari semua kematian neonatal. Data prevalensi global BBLR ini sendiri adalah berjumlah 3,1 juta dari sekitar 20 juta bayi BBLR yang lahir setiap tahun dan 19,3 juta diantaranya lahir di negara-negara berkembang. ( WHO, 2017 ). Sekitar 22 juta bayi dilahirkan di dunia pada tahun 2013, dimana 3,52 juta diantaranya lahir dengan berat badan lahir rendah. Adapun persentase BBLR di negara berkembang adalah 3,63 juta kelahiran yang dua kali lebih besar dari pada negara maju yaitu sebesar 1,54 juta kelahiran bayi dengan BBLR. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevelensi BBLR tertinggi (2,4 juta) setelah India (6,07 juta) dan Afrika Selatan (2,9 juta). Selain itu, Indonesia turut menjadi negara kedua dengan prevelensi BBLR tertinggi diantara negara ASEAN lainnya, setelah Fillipina 21,2 persen. (WHO, 2013). BBLR salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian di berbagai negara terutama pada negara berkembang atau negara dengan sosio-ekonomi rendah. WHO (World Health Organization) mendefinisikan BBLR sebagai bayi yang lahir dengan berat ≤ 2500 gr. WHO mengelompokkan BBLR menjadi 3 macam, yaitu BBLR (1500–2499 gram), BBLSR (1000-1499 gram), BBLER (< 1000 gram). WHO juga mengatakan bahwa sebesar 60–80% dari Angka Kematian Bayi (AKB) yang terjadi, disebabkan karena BBLR. BBLR memiliki risiko lebih besar untuk mengalami morbiditas dan mortalitas daripada bayi lahir yang memiliki berat badan normal. Masa kehamilan yang kurang dari 37 minggu dapat menyebabkan terjadinya komplikasi pada bayi karena pertumbuhan organ-organ yang berada dalam tubuhnya kurang sempurna. Kemungkinan yang terjadi akan lebih buruk bila berat bayi semakin rendah. Semakin rendah berat badan bayi, maka semakin penting untuk memantau perkembangannya di minggu-minggu setelah kelahiran. Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 36 - 120 ribu , hasil studi di 7 daerah diperoleh angka BBLR dengan rentang 8.400 – 68.800 kejadian. Proporsi BBLR dapat



diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 30.000. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 28.000. Kematian bayi terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh gangguan perinatal dan bayi berat lahir rendah sekitar 10.294. (SDKI, 2017). Menurut perkiraan, setiap tahunnya sekitar 40.000 bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (Rati dalam Dian, 2013). Prevalensi BBLR di Indonesia menurut laporan UNICEF pada tahun 2011 sebesar 2,2 juta. Pada tahun 2013 angka kejadian BBLR mengalami penurunan yaitu mencapai 2 juta dari 20 juta bayi yang dilahirkan di dunia yang artinya satu dari sepuluh bayi di Indonesia dilahirkan dengan BBLR (Kemenkes RI, 2015). Proporsi berat badan lahir 4000 gram). Sementara itu, berdasarkan hubungan antara waktu kelahiran dengan umur kehamilan, kelahiran bayi dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis : a. Bayi kurang bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari). b. Bayi cukup bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari). c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih). ( Mendri & Prayogi, 2018) Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam : a. Berat Bayi Lahir Rendah ( BBLR), berat lahir 1.500-2.500 gram. b.



Berat Bayi Lahir Sangat Rendah ( BBLSR), berat lahir < 1.500 gram.



c.



Berat Bayi Lahir Ekstrim Rendah ( BBLER), berat lahir < 1.000 gram. (Rukiyah &



Yulianti, 2013).



2.1.2. Etiologi Penyebab terbanyak terjadinya kelahiran bayi dengan BBLR adalah: a. Faktor Ibu Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi kejadian prematur : 1) Toksemia gravidarum (pre-eklampsia dan eklampsia) 2) Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum dan malnutrisi 3) Kelainan bentuk uterus (misal : uterus bikurnis, inkompeten serviks) 4) Tumor ( misal : mioma uteri, inkompeten serviks) 5) Ibu yang menderita penyakit antara lain: a) Akut dengan gejala panas tinggi (misal: tifus abdominal dan malaria) b) Kronis misalnya TBC,Penyakit jantung, hipertensi ,penyakit ginjal. 6) Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh 7) Kebiasaan ibu seperti merokok, ketergantungan narkotika dan minum alkohol 8) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 9) Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat. b. Faktor Janin Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian BBLR antara lain: 1) Kehamilan ganda 2) Hidramnion 3) Ketuban pecah dini 4) Cacat bawaan 5) Kelainan kromosom 6) Infeksi seperti rubella, sifilis, toksoplasmosis 7) Infeksi dalam rahim c. Faktor lain Selain faktor ibu dan janin faktor lain juga dapat menyebabkan kejadian BBLR antara lain: 1) Faktor Plasenta : plasenta privea dan solusio plasenta 2) Faktor lingkungan : radiasi atau zat-zat beracun 3) Keadaan sosial ekonomi rendah. (Arief & Kristiyanasari, 2009)



2.1.3



Patofisiologi Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup



bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahimya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang.Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin berat badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar (Nelson dalam Setiawan, 2015)



2.1.4 Pathway



Faktor Ibu 1. Faktor penyakit (toksemia gravidarum, trauma fisik, dll) 2. Faktor usia



Faktor Janin 1. Hydroamnion 2. Kehamilan multiple/ganda 3. Kelainan kromosom



Faktor Lingkungan 1. Tempat tinggal di dataran tinggi 2. Radiasi 3. Zat-zat beracun



BBLR



Kulit tipis dan lemak subcutan kurang



Tidak dapat menyimpan panas



Mudah kehilangan panas



Imaturitas system pernafasan



Intake nutrisi tidak adekuat



Pernafasan belum sempurna



O2 dalam darah



Reflek menelan dan menghisap blm sempurna



CO2



Asupan gizi kurang



Sel-sel kekurangan nutrisi kedinginan



O2 dalam sel darah rendah Co2 tinggi Kerusakan sel



hipotermi Asidosis respiratoris



Penurunan BB/kematian



Pola nafas tidak efektif Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh



2.1.5 a.



Klasifikasi Adapun klasifikasi BBLR adalah : Menurut harapan hidupnya



1) Berat Bayi Lahir Rendah ( BBLR), berat lahir 1.500-2.500 gram. 2) Berat Bayi Lahir Sangat Rendah ( BBLSR), berat lahir < 1.500 gram. 3) Berat Bayi Lahir Ekstrim Rendah ( BBLER), berat lahir < 1.000 gram. (Rukiyah & Yulianti ,2013). b.



Menurut masa gestasinya



1) Prematuritas murni Adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan atau disebut neonates kurang bulan sesuai masa kehamilan. ( Icemi & Wahyu , 2013). 2) Dismaturitas Adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilannya, yaitu berat badan di bawah persentil 10 pada kurva pertumbuhan intra uterin, biasa disebut dengan bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK/SGA). Hal ini menunjukan bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine, keadaan ini berhubungan dengan gangguan sirkulasi dan efisiensi plasenta.( Proverawati & Ismawati, 2010).



2.1.6 Tanda dan karakteristik a. Prematuritas murni 1) Berat badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm. 2)



Masa getasi kurang dari 37 minggu.



3)



Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.



4)



Kepala lebih besar dari badan.



5)



Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.



6)



Lemak subkutan kurang.



7)



Ubun-ubun dan sutura lebar.



8)



Rambut tipis, halus.



9)



Tulang rawat dan daun telinga immature.



10)



Putting susu belum terbentuk dengan baik.



11)



Pembuluh darah kulit banyak terlihat peristaltic usus dapat terlihat.



12) Genetalia belum sempurna, labia, minora belum tertutup oleh labia mayora (pada laki-laki). 13) Bayi masih posisi fetal. 14) Pergerakan kurang dan lemah. 15) Otot masih hipotonik. 16) Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami serangan apnoe. 17) Reflek tonic neck lemah. 18) Reflek menghisap dan menelan belum sempurna. b. Dismatur 1) Kulit pucat/ bernod, mekonium kering keriput, tipis. 2) Vernix caseosa tipis/ tak ada. 3) Jaringan lemak di bawah kulit tipis. 4) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat. 5) Tali pusat berwarna kuning kehijauan. ( Icemi & Wahyu , 2013).



2.1.7



Komplikasi



a. Hipotermia Hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas. Tanda klinis hipotermia: 1) Suhu tubuh di bawah normal. 2)



Kulit dingin.



3)



Akral dingin.



4)



Sianosis.



b. Hipoglikemia. Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukan bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur, Tanda klinis hipoglikemia: 1) Gemetar atau tremor 2)



Sianosis.



3)



Apatis.



4)



Kejang.



5)



Apnea intermiten.



6)



Tangisan lemah atau melengking.



7)



Kelumpuhan atau letargi.



8)



Kesulitan minum.



9)



Terdapat gerakan putar mata.



10)



Keringat dingin.



11)



Hipotermia.



12)



Gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gejala muncul bersamasama)



c. Perdarahan Intakranial Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma lahir disseminated coaguopathy atau trombositopenia Ideopatik. Tanda klinik perdarahan intrakranial: 1)



Kegagalan umum untuk bergerak normal



2)



Reflek moro menurun atau tidak ada



3)



Tonus otot menurun



4)



Letargi



5)



Pucat dan sianosis



6)



Apnea



7)



Kegagalan menetek dengan baik



8)



Muntah yang kuat



9)



Tangisan yang bnada tinggi dan tajam



10) Kejang 11) Kelumpuhan 12) Fontanela mayor mungkin tegang dan cembung 13) Pada sebagian kecul penderita mungkin tidak ditemukan manifestasi 14) klinis satupun.(Pantiawati, 2010). 2.1.8



Pemeriksaan Penunjang



1. Jumlah sel darah putih :18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.00024.000/mm3,hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis)



2. Hematokrit (Ht): 43%-61%(peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukan anemia atau hemoragic prenatal/perinatal) 3. Hemoglobin (Hb): 15-20gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan) 4. Bilirubin total : 6mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari,dan 12 mg/dl pada 3-5 hari 5. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hariketiga 6. Pemantauan elektrolit (Na,K,Cl): biasanya dalam batas normal pada awalnya. 7. Pemeriksaan analisa tes darah



2.1.9 Penatalaksanaan Umum pada Bayi BBLR Pantiawati (2010) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu: a. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi Bayi dengan berat badan lahir rendah dirawat didalam inkubator. Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengukur suhu dan kelembapan agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan komsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal . Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan komsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5º - 37º C. Dalam keadaan tertentu bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi maupun pakaian (Pantiawati, 2010). Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui " jendela” atau "lengan baju". Sebelum memasukkan bayi kedalam inkubator, inkubator terlebih dahulu dihangatkan , sampai sekitar 29,4 °C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,2°C, untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat didalam keadaan telanjang hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat , bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah. Mempertahankan kelembaban nisbi 40-60 % diperlukan dalam membantu stabilitasi suhu tubuh dengan cara sebagai berikut: 1) Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah. 2) Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lender dan nafas



terutama



ada pemberian oksigen dan selama pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea.



3) Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilangan cairan



insensible



dari paru. Pemberian oksigen untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi yang tidak memuaskan harus berhati - hati agar tidak terjadi hiperoksia yang dapat menyebabkan fibroplasia retroletal dan fibroplasias paru. Bila mungkin pemberian oksigen melalui tudung kepala , dengan alat Continous Positive Airway Pressure ( CPAP ) atau dengan pipa endotrakela untuk pemberian konsentrasi oksigen yang aman dan stabil. Pemantauan tekanan oksigen (pO2) arteri pada bayi yang mendapat oksigen harus dilakukan terus menerus agar porsi oksigen dapat diatur dan disesuaikan sehingga bayi terhindar bahaya hipoksia maupun hiperoksia. Dalam pemantauan oksigen yang efektif dapat pula digunakan elektroda oksigen melalui kulit secara rutin diklinik. Analisa gas darah kapiler tidak cukup untuk menetapkan kadar oksigen dalam pembuluh darah arteri .seandainya tidak ada inkubator ,pengaturan suhu dan kelembapan dapat diatur dengan memberikan sinar panas,selimut, lampu panas bantalan panas, dan botol air hangat disertai dengan pengaturan suhu dan kelembapan ruangan . mungkin pula diperlukan pemberian oksigen melalui topeng atau pipa intubasi. Bayi yang berumur beberapa hari atau minggu harus dikeluarkan dari inkubator apabila keadaan bayi dalam ruangan biasa tidak mengalami perubahan suhu, warna kulit, aktivitas , atau akibat buruknya . 2.2



Teori Asuhan Keperawatan BBLR Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang membutuhkan perawatan



tidak terlepas dari pendekatan dengan proses keperawatan. Proses perawatan yaitu suatu proses pemecahan yang di namis dalam usaha untuk memperbaiki dan melihat pasien sampai ketaraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal, membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan melalui langkah-langkah yaitu prencanaan, pelaksanaan tindakan, dan evaluasi keperawatan yang berkesinambungan (Wijaya & Putri, 2013). 2.2.1



Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan disini, semua data



dikumpulkan secara sistematis guna memnentukan status kesehatan pasien saat ini. tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar pasien.pengkajian dilakukan saat pasien masuk instansi kesehatan. Data yang diperoleh berguna untuk menentukan tahap lanjutnya dalam proses keperawatan. Data yang salah atau kurang tepat mengakibatkan kesalahan dalam penetapan diagnose yang tentunya akan berdampak pada langkah selanjutnya (Asmadi, 2008). Pengkajian pada bayi BBLR dilakukan dari ujung kaki hingga ujung rambut, meliputi semua sytem pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan pemeriksaan fisik Lakukan pemeriksaan dengan teliti,semua aspek berikut:



Pengkajian a. Biodata Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu b. Keluhan utama Menangis lemah,reflek menghisap lemah,bayi kedinginan atau suhu tubuh rendah c. Riwayat penayakit sekarang Lahir spontan,SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu,berat badan kurang atau sama dengan 2.500 gram,apgar pada 1 sampai 5 menit,0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah,4 sampai 6 kegawatan sedang,dan 7-10 normal  d. Riwayat penyakit dahulu Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion e. Riwayat penyakit keluarga Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru,Tumor kandungan,Kista,Hipertensi f. ADL 1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi kurang/lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu 2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia 3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan 4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas 5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,produksi urin rendah g. Pemeriksaan 1) Pemeriksaan Umum a) Kesadaran compos mentis b) Nadi : 180X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 120140X/menit c) RR : 80X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 40X/menit d) Suhu : kurang dari 36,5 C 2) Pemeriksaan Fisik



a) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik). b) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi. c) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan megisap yang lemah. d) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat jenis, dan PH). e) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak. f) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan. g) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas. h) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm, lingkar lengan atas, lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.



2.2.2 Diagnosa Keperawatan a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan metabolik. b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan. c. Gangguan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna nutrisi karena imaturitas.



2.2.3 Intervensi



No 1



Diagnosa Perawatan Pola nafas tidak efektif



Kriteria Dan Hasil Noc : status pernafasan



Definisi :



KH tidak Frekuensi pernafasan memberikan ventilasi adekuat Irama Batasan karakteristik : pernafasan Kedalaman -bradipnea inspirasi -dispnea Suara auskultasi -penggunaan otot bantu pernapasan nafas -takipnea Kepatenanan jalan nafas -pola napas abnormal sianosis -pernapasan cuping hidung Saturasi oksigen Faktor yang berhubungan : Retraksi Inspirasi



dan



ekspirasi



yang



Intervensi Nic :Monitor Pernafasan



A 1



T 5



1



5



1



5



-monitor pola nafas



1



5



-monitor saturasi oksigen



-monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas -monitor suara nafas tambahan



-pasang sensor pemantauan oksigen 1



5



1 1



5 5



1



5



-catat perubahan pada saturasi O2 -berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan



-deformitas dinding dada -deformitas tulang -gangguan muskuloskeletal -nyeri



Skala indikator : 1. sangat berat 2. berat 3. cukup 4. ringan 5. tidak ada



-imaturitas neurologi 2. Hipotermia



Noc : Termoregulasi KH Berat badan



A 1



T 5



Definisi : suhu inti tubuh dibawah kisaran normal



diurnal



karena



termoregulasi. Batasan karakteristik : -akrosionosis



3.



Nic : Perawatan Hipotermia



kegagalanSkala indikator : 1. sangat berat 2. berat 3. cukup 4. ringan 5. tidak ada



-monitor suhu pasien -bebaskan pasien dari lingkungan yang dingin -bebaskanpasien dari pakaian yang



-bradikardia



dingin dan basah



-hipoksia



-berikan pemanas pasif



-kulit dingin



-monitor adanya gejala-gejala yang



-peningkatan konsumsi oksigen



berhubungan dengan hipotermia ringan



-peningkatan laju metabolik



-monitor warna dan suhu kulit



Noc : Status nutrisi KH



A



T



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari



Nic : Manajemen nutrisi



kebutuhan tubuh



-tentukan status gizi pasien dan



Skala indikator : Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk1. sangat berat 2. berat memenuhi kebutuhan metabolik 3. cukup Batasan karakteristik : 4. ringan 5. tidak ada -berat badan 20% atau lebih dibawah



kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi -identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien



rentang berat badan ideal



-tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi



-bising usus hiperaktif



yang dibutuhkan untuk memenuhi



-diare



persyaratan gizi



-kelemahan otot untuk menelan



-monitor kecenderungan terjadinya



-ketidakmampuan memakan makanan



penurunan dankenaikan berat badan



-penurunan berat badan dengan asupan



-berikanarahan bila diperlukan



makan adekuat



2.2.4



Implementasi Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika



perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan klien akan berbeda, disesuaikan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan klien. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: 1. tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah Direncanakan. 2. dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien 3 selalu dievaluasi apakah sudah efektif; 4 selalu didokumentasikan menurut urutan waktu (Doenges, dkk, 2006 dalam Debora, 2017) 2.2.5 Evaluasi Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudai teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui: 1) kesesuaian tindakan keperawatan, 2) perbaikan tindakan keperawatan, 3) kebutuhan klien saat ini 4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan yang lain, 5) apakah perlu penyusunan ulang prioritas diagnose supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Doenges, dkk, 2006 dalam Debora, 2017).



BAB III PENUTUP 3.1.1 Kesimpulan Berat bayi saat lahir merupakan penentu yang paling penting untuk menentukan peluang bertahan, pertumbuhan, dan perkembangan di masa depannya. Ibu yang selalu menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan menerapkan gaya hidup yang baik akan melahirkan bayi yang sehat, sebaliknya ibu yang mengalami defisiensi gizi memiliki risiko untuk melahirkan BBLR. BBLR tidak hanya mencerminkan situasi kesehatan dan gizi, namun juga menunjukkan tingkat kelangsungan hidup, dan perkembangan psikososialnya. 3.1.2 Saran Penulis berharap Makalah ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dan sebagai tenaga keperawatan, dapat memberikan asuhan keperawatan dengan semaksimal mungkin agar klien mendapatkan perawatan yang baik dan maksimal.



DAFTAR PUSTAKA Doenges,M.dkk.(2006). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Keperawatan Pasien. Edisi:3.Jakarta:EGC Hartiningrum I, Fitriyah, N. 2018. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 7(2) : 97–104 Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing Herdman, T. Heather .(2015). Nanda Internasional Inc.Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2015-2017. Jakarta:EGC Nurarif, A.H & Kusuma,H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing. Rukiyah, Y & Yulianti, L. (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. jakarta : CV Trans Info Media